Referensi :
1. Abdul Majid, Filsafat Islam Majelis Taqih, PPN
2. Dasar-dasar agama islam, buku pendidikan Agama Islam pada perguruan tinggi
oleh tim PT. Bulan Bintang
3. Fatudin H. (2002). The Moeslem Ummah and Family Panning Movement in
Indonesia, BKKBN
4. Wiknjosastro. G., (2004). Perempuan dan Agama. YPKP
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Agama yang diberikan kepada mahasiswa, meliputi
1.1.1 Iman dan taqwa, pengertian Iman dan ketaqwaan, ciri-ciri ketaqwaan
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab itu, setiap ajaran Islam yang
berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan iman. Dengan demikian, iman
mengambil pusat kesadarannya di dalam hati manusia.
Ulama memberikan terminologi iman dengan beragam istilah. Namun demikian,
disepakati bahwa keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang terhadap asas
keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati tanpa keraguan, dan
merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh. Inilah kerangka
dasar iman yang disepakati Ahli Sunnah Wa al-Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua kalimah syahadat, yaitu
bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah
utusan Allah. Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang seseorang yang masuk
islam.
1. Wujud Iman
Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada rukun iman.
Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan perilakunya.
Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa sedikitpun
keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh sebab itu, maka setiap Muslim
wajib mempercayai hal-hal berikut:
a. Allah itu esa pada zat
Keesaan Allah pada zat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu tunggal, tiada
terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana makhluk-Nya. Zatnya
itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa elemen material. Manusia tidak
dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah.
b. Allah itu esa pada sifat
Keesaan Allah pada sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu yang
menyamai Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang mempunyai sifat
keutamaan dan kesempurnaan.
c. Allah itu esa pada wujud
Keesaan Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang wajib
wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin, artinya hanya Allah yang tetap
ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya berpermulaan dan akan dan
binasa, kecuali yang dikekalkan-Nya.
d. Allah itu esa pada af’al (perbuatan-Nya)
Keesaan Allah pada af’al ialah mengiktikadkan bahwa Allah yang menjadikan alam,
yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rizeki, yang menyenangkan, dan
yang menyukarkan, yang menyempitkan dan memewahkan. Dia lah yang menghasilkan
terwujudnya segala sesuatu ini.
e. Allah itu esa pada menerima ibadat hamba-Nya
Keesaan Allah pada menerima ibadat hamba-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya
Allah yang berhak menerima ibadat hamba. Dialah yang berhak disembah, diibadati,
baik dengan doa maupun dengan amaliah yang lain yang termasuk ibadah.
f. Allah itu esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah tidak berhajat kepada apa dan siapa pun. Oleh sebab itu, ketika seorang hamba
menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka ia harus
menujukan permohonannya kepada Allah.
g. Allah itu esa dalam membataskan batasan-batasan hukum
Allah lah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, baik melalui firman-
Nya di dalam Alquran maupun melalui Nabi-Nya di dalam Sunnah. Oleh sebab itu,
segala produk hukum syari’ah harus mengacu kepada Alquran dan Sunnah.
2. Proses Terbentuknya Iman
Iman merupakan kepercayaan yang kukuh di dalam hati terhadap sesuatu iman
dalam syari’at Islam adalah mengikrarkan asas keimanan itu dengan lisan, -syahadatain,
-membenarkannya dengan hati, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu
dengan anggota tubuh. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan kesadaran untuk
mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati.
3. Tanda-tanda Orang Beriman
Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala kosekuensi dan tuntutan
keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang munafik, lain di hati lain di bibir.
Demikian pula ia tidak berprilaku seperti orang yang fasik, beriman di dalam hati tetapi
tetap bermaksiat kepada Allah.
4. Korelasi Antara Iman dan Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa
dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengalaman ajaran agama islam secara utuh dan konsisten.
Karakteristik orang orang yang bertakwa yang secara umum dapat dikelompokkan
ke dalam lima indikator ketakwaan:
Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi. Dengan kata
lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah
iman.
Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang
orang miskin, orang orang yang putus belanja di perjalanan, orang orang yang meminta
dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban dan
memerdekakan hamba sahaya.
Ketiga, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dengan kata lain, orang yang
bertakwa adalah orang yang memelihara ibadah formalnya dengan baik dan konsisten.
Keempat, menepati janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan
diri.
Kelima, sabar pada saat kepayahan, kesusahan, dan pada waktu perang. Dengan kata
lain, ia memiliki semangat juang dalam memelihara agama dan harga dirinya.
Dua kecenderungan sikap terhadap lima indikator di atas:
Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah, yang
diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam
menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan terhadap aturan yang
dibuatnya.
Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada
sesama umat manusia.
Seorang yang takwa (mutaqqi) adalah orang yang menghambakan dirinya hanya
kepada Allah bukan kepada mahluk. Ia selalu menjaga hubungan dengan Allah setiap
saat. Memelihara hubungan dengan allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya
sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya
konsisten terhadap aturan aturan Allah. Karena itu inti ketaqwan adalah melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi laranganya. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai
dengan melaksanakan tugas penghambaan dengan melaksanakan ibadah secara
sungguh-sungguh (khusuk) dan ikhlas. Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan
juga dengan menjauhi perbuatan yang di larang Allah, yaitu perbuatan dosa dan
kemungkaran. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya
adalah bentuk bentuk perilaku yang lahir dari pengadilan hawa nafsu yang ada dalam
dirinya.
3. Menggapai kebijakan dan nilai. Nilai diperoleh dengan berpikir mendalam. Nilai
itu penting untuk mengatur kehidupan.