Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi Trauma Servikal


Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan
kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2
atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai
tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat
menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai
pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat
menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai
serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,
sedangkan menurut Doenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur
adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung kepala dan
menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu
tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut patah tulang leher.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Sjamsuhidayat, 1997)

2. Etiologi Trauma Servikal


Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan
olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis (2000)
berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
o Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila
tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak
juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
o Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula
atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-
berbaris dalam jarak jauh.
o Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
3. Manifestasi Klinis Trauma Servikal
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:

 Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
 Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
 Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
 Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
 Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
 Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
 Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
 Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
 Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
 Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
Cidera Fleksi Cidera Fleksi Rotasi Cidera ektensi Cidera Kompresi

Fraktur Servikal

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Kerusakan Kerusakan
Perfusi
nervus Tulang servikal
Kerusakan Diskonti pada pudendus
Diskontinuitas
nervus nuitas ginjal
tulang
frenikus tulang Penjepitan
gg. saaat
medulla spinalis
Perubahan Jumlah mengejan
Kerusakan oleh ligamentum
urine
Jaringan sekitar Fragment flavum posterior
turun
tulang Konstipasi
Hilangnya
inervasi otot Peningkatan Kompresi
Tekanan ssm tlg Kelebihan material
pernapasan Tek kapiler
lebigh tinggi vol cairan diskus
aksesori dan
dari kapiler anteriorpelepasan
interkosta Stimulasi
Pelepasan mediator kimiaB6
Reaksi
Pola napas histamin
stress
tidak efektif klien
Kerusakan
Protien myelin &
plasma hilang akson
Mob. Asam
lemak

edema Gangguan saraf


sensorik &
Bergabung motorik
dengan
Peningkatan trambosit
Pem. Darah Kerusakan
mobilitas fisik
emboli
Penurunan
perfusi jaringan

Penyumbata Gg. Perfusi


gg.perfusi n pem. jaringan
jaringan darah
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan trauma leher/cervical
adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah
atau hipotensi
c. Nyeri akut b/d adanya perlukaan/trauma pada leher

6. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan berdasarkan b1-b6


a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan
gigi palsu bila ada ,pertahankan tulang servikal segaris dengan badan, tetap
lakukan servikal spine control kemudian pasang collar cervikal, pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir.
b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak
beri nafas buatan atau langsung dirujuk ke rumah sakit. Jika pasien bernafas
bias bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti adanya
pneumotoraks hemato thoraks. Serta sesuaikan pemberian oksigenasi sesuai
dengan kebutuhan klien. Pasang oksimeter nadi untuk memantau saturasi O2
minimum 95%.
c. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra
abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah.
pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar. Berikan larutan koloid sedangkan
larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
d. Obati kejang : Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus
diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt
diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan
fenitoin15mg/kgBB.
e. Berikan Selimut untuk menghangatkan pasien, tetap pantau TTV,kesadaran ,
akral serta kondisi klien
f. Memasang kateter pada pasien, dan menghitung intake dan output yang keluar.
g. Kolaborasi pemberian laktasif dan enema untuk melunakkan feses pasien.
h. Menyiapkan rencana ambulasi kepada pasien.
7. Penatalaksanaan Trauma Servikal di Rumah sakit
a. Pertolongan pertama untuk cedera servikal
. Sebuah fraktur servikalis merupakan suatu keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Spine taruma mungkin terkait cedera saraf tulang
belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk
menjaga leher.
Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan
sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Ini jalan terbaik untuk
mengasumsikan adanya cedera leher bagi siap saja yang terkena benturan, jatuh atau
tabrakan.
b. Penanganan operasi
Tujuan dari penanganan operasi adalah untuk mereduksi mal aligment, dekompresi
elemen neural dan restorasi stability. Indikasi operasi anterior dan posterior adalah:
1) Anterior approach
 Ventral kompresi
 Kerusakan anterior collum
2) Posterior approach
 Dorsal kompresi pada struktur neural
 Kerusakan posterior collum
c. Pembatasan aktivitas
Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan yang mengharuskan gerak leher
berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher yang benar sangatlah membantu
untuk menghindar iritasi radiks saraf lebih jauh. Seperti penggunaan telepon dengan
posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan menggunakan headset, menghindari
penggunaan kacamata bifokal dengan ekstensi leher yang berlebih, posisi tidur yang
salah.
d. Penggunaan Collar Brace
Ada banyak jenis kolar untuk membatasi gerak leher. Kolar kaku atau keras
memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak (soft
collars), kecual pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak adalah dapat
memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Penggunaan kolar sebaiknya
digunakan sepanjang hari. Setelah gejala membaik, kolar dapat digunakan hanya pada
keadaan khusus, seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan lagi bila
gejala sudah menghilang. Kollar dapat dilepas atau tidak digunakan apabila rasa nyeri
hilang, tanda spruling hilang dan adanya perbaikan defisit motorik.
e. Modalitas terapi lain
Termoterapi dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini
dapat digunakan sebeum ataupada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres
dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1-4 kali sehari, atau kompres panas selama
30 menit, 2-3 kali sehari.
Penggunaan terapi fermakologi dapat membentu mengurangi rasa nyeri dan
mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf. Jika gejala membaik dengan
berbagai modalitas terapi diatas, aktivitas dapat secara progresif ditingkatkan dan
terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada perbaikan atau justru
mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih jauh termasuk
pemeriksaan MRI dan pertimbangan dilakukan intervensi seperti pemberian steroid
epidural maupun terapi operatif (Soertidewi, 2012).
8. Kesimpulan
Tahapan yang dilakukan pada trauma servikal adalah dengan melakukan pengecekan
kepada pernafasan dengan cara minilai jalan nafas pasien, apakah ada sumbatan atau gangguan
pernafasan lainnya, kemudia dilakukan penilaian pernafasan apakah pasien dapat bernafas
dengan spontan atau tidak , kemudian pengecekan apakah pasien mengalami perndarahan atau
tidak lalu dinilai apakah poasien mengalami kejang atau tidak, lalu pengecekan TTV,
dilanjutkan dengan pemberian kateter dan obat laktasif , jika pasien mengalami gangguan
mobilitas di lakukan tindakan ambulasi.

Sementara yang dilakukan di rumah sakit, pasien dengan cidera servikal diberikan
tindakan utama yaitu mengecek A, B, C nya terlebih dahulu, dan dilanjutkana dengan tindakan
oprasi atau pembedahan jika dirasa cidera parah.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis, spasme otot, penurunan
sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu: hiperfleksi, fleksi-rotasi,


hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan
yaitu: stabil dan tidak stabil

Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan eksternal, tahap


berikutnya adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya, plain foto fluoroscopy,
polytomography CT-scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.
Daftar Pustaka

Arifin, zafrullah. 2012. Analisis Nilai Functional Independence Measure Penderita Cedera
Servikal Dengan Perawatan Konservatif. Universitas padjajaran Bandung.
Doctherman Joanne McCloskey, Gloria N. B. 2008. NURSING INTERVENTIONS
CLASSIFICATION (NIC) 5th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum. 5thED. USA: WB.Saunders Company
Lusiyawati. 2009. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Nn. S Dengan Cedera Kepala
Ringan di Bangsal Flamboyan RSUD Pandan Arang Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C. Geisler. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman untuk perencanaan dan pe ndokumentasian perawatan pasien)
Edisi 3. Jakarta: EGC
Milby AH, Halpern CH, Guo W, Stein SC. 2008. Prevalence of cervical spinal injury in trauma.
Neurosurg Focus.
Moorhead Sue, et al. 2008. NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION (NOC) 5th Edition.
Philadelphia: Mosby Elsevier
Oman, Kathleen. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta : EGC
Soertidewi, Lyna. 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Jakarta: Bagian
Ilmu Penyakit Saraf, FKUI RS Cipto Mangunkusumo

Anda mungkin juga menyukai