Anda di halaman 1dari 18

TUMOR PARU

A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya
didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan,
meliputi SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell Lung
Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar ).
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain
adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik.
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor
ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan
Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan
yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.

B. Etiologi

Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan
karsinogen merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status
imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok

1. Pengaruh Rokok

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat


karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat
karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M)
yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat
karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.

Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok yang
dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya
Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke
jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif,
dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang
penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin
yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar,
mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan
menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak
polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar
dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah
pembengkakan selaput mucus.

2. Pengaruh paparan industri

Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :

a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos


dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis

Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker


paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari
tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator
mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del)
atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini
sel paru berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang
otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)

3. Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi


terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
4. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain

Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor


paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari
karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9%
dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff&mukty, 2002).

C. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur
kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan
merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya
diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan
sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar
(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel
kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar
dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
D. Pathway
-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru


Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas

Pola nafas tidak efetkif

Bersihan jalan nafas tidak efektif malaise


Intoleran aktivitas
E. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2
minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea,
hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang
sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi
(vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2
– 5 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah
metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien
dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.
F. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi
pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
G. Studi Diagnostik
a. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada
dan CT scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan


juga untuk menilai doubling time-ny*.Dilaporkan bahwa, kebanyakan
kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari.Bila
doubling time > 18 bulan, berarti tumoraya benigna.Tanda-tanda
tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid
dan adanya kalsifikasi yang tegas.

Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat


menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto
dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan
penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah
bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi,
ventilation/perfusion scanning, ultrasound sonography.

Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan


foto dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan
diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan
sebesar itu mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan,
pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua
setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai
kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal,
mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.

Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan


torak. Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat
yakni Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan
tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam
metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat
Cootoh zat yang dipakai: methionine 11C dari F-18
Jluorodeoxyglucose (FD6).

Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil
tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan
spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90%
spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga
pada iesi inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis.
Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui pemeriksaan PET
mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.

b. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke
tulang.Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang
dilaporkan sebesar 15%.
c. Tes laboratorium
i. Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan
biopsi, hapusan dan perkutaneus biopsy
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila
pasien ada kehihan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak
selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari:

Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor, Teknik


mengeluarkan sputum, Jumlah sputum yang diperiksa.
Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu
pemeriksaan sputum (sputum harus segar).

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum


yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada
karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum
dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk
diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan
diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining
dengan MAb dengan antibodi 624H untuk antigen SCLC
(small cell lung cancer) dan antibodi 703 D. untuk antigen
NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan dari National
Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91%
sensitif dan 88% spesifik..

Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat


dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening
servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada
bronkoskopi.

ii. Mediastinoskopi

H. Manajemen medis
a. Manajemen umum : terapi radiasi
Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil
yang tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang
bersifat lokal dan hanya menyembuhkan sedikit diantaranya.
Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri
lokal
b. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun
hanya < 25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya
( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat
mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor
secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini
biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru
yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru
jenis SCLS. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya
pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor
agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian
kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut
jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumoktomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas
tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta
diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
c. Terapi obat : kemoterapi
Kemoterapi, digunakan pada kanker paru sel kecil, karena
pembedahan tidak pernah sesuai dengan histologi kanker jenis ini.
Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil belum jelas.

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma


sel kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai
terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah
mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh
perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK
sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal
maupun bersama modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan.
Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru ialah:

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau


dengan gejala.
2. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating
kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA
dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.
Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus


menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut (Yusuf et al,. 2005)

1). Diagnosis hispatologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh


karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan.

2). Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:

Leukosit > 4.000/mm3

Trombosit > 100.000/mm3

Hemoglobin> 10 g%. bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum


pemberian obat.Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika
nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa obat masih dapat
diberikan dengan penyesuaian dosis

3). Sebaiknya faal hati dalam batas normal

4). Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70
ml/menit)

Evaluasi hasil pengobatan

Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikus, bila penderita


menunjukkan respon yang memadai. Evaluasi respon terpai dilakukan
dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto thorax PA setelah
pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan
menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian (PDPI, 2003).

d. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan


stent dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan
penyakit endobronkial yang signifikan.
e. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
dispnea. Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan
memperbaiki selera makan.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tumor Paru

A. Pengumpulan Data
1. Identitas
1) Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pemeriksaan, diagnosa medis.

2) Identitas penanggung jawab


Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.

2. Keluhan utama
Biasanya pada pasien Ca. Paru mengeluhkan nyeri pada dada, nyeri bahu/tangan
(khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma),nyeri abdomen hilang timbul, sesak
nafas,tidak ada nafsu makan. Penderita Ca. Paru juga biasanya kelihatan lemah,lesu,
kelihatan takut dan gelisah. Pasien biasanya juga mengalami insomnia.

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien mengeluhkan nyeri dada ataupun sesak nafas ataupun kemunduran
keadaan umum, penurunan berat badan dsb. Baru kemudian disusul dengan
batuk/sesak). Tak lama kemudian, akan timbul pula kelainan-kelainan karena
metastasis jauh, misalnya fraktura patologia ekstremitas atau timbul benjolan
dipinggang, mata menjadi kuning, gangguan fungsi otak, dsb.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Dari beberapa kepustakaan kebiasaan merokok menjadi penyebab lain seperti polusi
udara, diet yang kurang mengandung (vitamin A, selenin, dan betakaronin), infeksi
saluran pernapasan kronik, dan keturunan/genetik. (Sudoyo Aru)

c. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama seperti klien.

B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : biasanya diatas normal > 120/80
Pernafasan : biasanya diatas normal > 12-16x/menit
Nadi : biasanya diatas normal > 100x/menit
Suhu : diatas normal > 35° celcius

2. Head to toe
a. Kepala
inspeksi : biasanya keadaan kepala normal bentuknya sismetris,berwarna hitam dan
kulit kepala tampak sedikit kotor,dan tidak ada lesi dikulit kepala.

Palpasi : tidak terdapat benjolan pada kepala.

Auskultasi : biasanya terdengar denyut nadi dikepala baik oksipital,temporal maupun


orbital.

b. Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada ikterik dan konjungtifa anemis

Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan

c. Telinga
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, ada sermen

Palpasi : kertilago secara simetris (lunak kekeras)

d. Hidung
Inspeksi : bentuk tulang hidung, kesimetrisan lobang hidung, perubahan warna,
cuping hidung, pengeluaran, karakter, jumlah dan warnanya dalam keadaan normal
dan simetris.

Palpasi: tidak ada bengkokan pada hidung atau benjolan.

e. Mulut
Inspeksi :
Bibir : mukosa bibir kering
Gigi : tidak ada karies gigi, gigi tanpak kurang bersih
Gusi : merah muda, lembab, sedikit tidak teratur tanpa rongga atau edema
Lidah : merah muda dan tidak ada jamur atau keputihan pada lidah.
Palpasi : biasanya tidak ada kelainan

f. Leher
Inspeksi : tidak ada jaringan parut dan tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, dan
odema massa

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid

Trakea : kedudukan trakea tepat tidak ada perubahan atau kelainan pada saat
pemeriksaan

g. Dada dan Paru


Inpeksi dada : dari depan tidak simetris klavikula, sternum tulang rusuk anatara kiri
dan kanan. Dari belakang bentuk tulang belakang, scapula tidak simetris dan adanya
retraksi interkostalis selama bernafas

Palpasi : tidak fremitusnya antara kiri dan kanan

Perkusi : bunyi pekak saat diperkusi

Auskultasi : terdengar bunyi ronki saat bernafas

h. Jantung
Inspeksi : istulkordis tidak terlihat

Palpasi : istulkordis teraba di RIC,IRC ke 5

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : irama jantung sinus

i. Payudara
Inspeksi :
Mame : tidak simetris kiri dan kanan
Axilla : tidak ada pembengkakan atau kemerahan

Palpasi :
Mame : tidak teraba pembengkakan
Axilla : tidak ada pembengkakan
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidaka danya jaringan parut, tidak asites

Palpasi : tidak teraba hepar dan limpa

Perkusi : bunyi tympani pada abdomen

Askultasi : bising usus 4x/i

k. Genetalia
Inspeksi : tidak ada kelainan

Rectun dan Anus


Inspeksi : tidak ada kelainan

Palpasi : normal tidak ada kelainan

l. Kulit
Inspeksi : tidak ada lesi

Palpasi : tidak ada edema

m. Kuku
Inpeksi : berwarna pink

Palpasi dasar kuku : CRT kurang dari 3 detik

C. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2) Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial
sekunder karena invasi tumor.
3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor
paru.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan pada informasi.

D. Intervensi Keperawatan
1.Diagnosa 1 :
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkanansietas pasien
teratasi atau berkurang.
Kriteria hasil :
1. Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah.
2. Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/
istirahat.
3. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

INTERVENSI RASIONALISASI
· Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang · Pasien dan orang terdekat mendengar dan
terdekat tentang diagnosa. mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan dan
gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini
· Akui rasa takut / masalah pasien dan melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
dorong mengekspresikan perasaan. memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi
yg tepat.
· Memberikan kesempatan untuk bertanya
dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien · Dukungan memampukan pasien mulai membuka/
dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman menerima kenyataan tumor dan pengobatannya. Pasien
yang sama. mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan
meskipun lebih banyak waktu untuk mulai
· Terima penyangkalan pasien tetapi jangan mengespresikannya.
dikuatkan.
· Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/ salah interprestasi terhadap informasi.
· Catat komentar/ perilaku yang menunjukan
menerima dan atau menggunakan strategi efektif
menerima situasi. · Bila penyangkalan ekstrem/ ansietas mempengaruhi
kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu
· Libatkan pasien/ orang terdekat dalam dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
perencanaan. Berikan waktu untuk menyiapkan
peristiwa/ pengobatan. · Takut/ ansietas menurun, pasien mulai menerima
secara posituf dengan kenyataan. Indikator kesiapan pasien
· Berikan kenyamanan fisik pasien untuk menerima tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam
penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.

· Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan


konrol/ kemandirian pada poasien yang merasa tak berdaya
dalam menerima diagnosa dan pengobatan.

· Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila


pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.ayo
ke sini

2.Diagnosa 2 :
Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial sekunder karena
invasi tumor.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam jalan napas pasien tidak ada
hambatan.
Kriteria Hasil :
Menunjukan patensi jalan napas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi napas jelas,
dan pernapasan tak bising.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri · Pernapasan bising, ronki, dan mengi menunjukan
· Aukultasi dada untuk karakter bunyi tertahanya sekret atau obtruksi jalan napas.
napas dan adanya sekret. · Posisi duduk memungkinkan ekspasi paru maksimal
· Bantu pasien dengan/ intruksikan untuk dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk
napas dalam efektif dan batuk dengan posisi memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan
duduk tinggi dan menekan daerah insisi. perawat (meletakkan tangn dianterior dan posterior
dinding dada) dan oleh pasien (dengan bantal) sampai
kekuatan membaik.
· Observasi jumlah dan karakter sputum/
aspirasi sekret. Selidiki perubahan sesuai · Peningkatan jumlah sekret tak berwarna (atau bercak
indikasi darah) atau berair awalnya normal dan harus menurun
sesuai kemajuan penyembuhan. Adanya sputum yang
tebal/ kental, berdarah, atau purulen diduga terjadi sebagai
masalah sekunder (mis., dehidrasi, edema paru,
pendarahan lokal, atau infeksi) yang memerlukan
perbaikan/ pengobatan.
· Penghisapan bila batuk lemah atau ronki
tidak bersih dengan upaya batuk. Hindari · Penghisapan “rutin” meningkatkan risiko hipoksemia
penghisapan endotrakeal/ nasotrakeal yang dan kerusakan mukosa. Penghisapan trakeal dalam secara
dalam pada pasien pneumonektomi bila umum kontraindikasi pada pasien pneumonektomi untuk
mungkin. menurunkan risiko ruptur jahitan bronkial. Bila
penghisapan tidak dihindari, harus dilakukan dengan hati-
· Dorong masukan cairan peroral hati hanya untuk merangsang batuk efektif.
(sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi
· Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/
jantung.
peningkatan pengeluaran.
· Kaji nyeri/ ketidaknyaman dan obati
dengan dosis rutin dan lakukan latihan · Mendorong pasien untuk bergerak, batuk lebih efektif,
pernapasan. dan napas lebih dalam untuk mencegah kegagalan
pernapasan.
Kolaborasi
· Berikan/ bantu dengan IPPB, spiromentri
insentif, meniup botol, drainase postural,/ · Memperbaiki ekspansi paru/ ventilasi dan
perkusi sesuai indikasi. memudahkan pembuangan sekret. Cacatan : drainase
postural dapat dikontraindikasikan pada beberapa pasien
dan pada setiap kejadian harus dilakukan untuk mencegah
· Gunakan oksigen humidefikasi/ nebuleser gangguan penapasan dan ketidaknyamanan insisi.
ultrasonik. Berikan cairan tambahan melalui IV
· Memberikan hidrasi maksimal membatu
sesuai indikasi.
penghilangkan/ pengenceran sekret untuk meningkatkan
pengeluarkan. Gangguan masukan oral memerlukan
· Berikan bronkodilator, ekspektoran, dan tambahan melalui IV untuk mempertahankan hidrasi.
analgesik sesuai indikasi. · Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki
aliran udara. Ekspektoran meningkatkan produksi mukosa
untuk mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret,
memudahkan pembuangan. Penghilangan
ketidaknyamanan dada, meningkatkan kerjasama pada
latihan pernapasan, dan meningkatkan keefektifan terapi
pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati
S, volume 1, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai