1 DEFINISI
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita
Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah
tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya
dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin
24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+.
Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang
dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia
ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu
yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).
1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang;
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20
minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam
interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam
seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter
atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan rasa
nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
1.3 ETIOLOGI
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat menjelaskan
alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan kembar
atau kehamilan mola.
Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam rahim.
Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya preeklampsia.
Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang mengarah ke sindrom
preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel
vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut
Sibai (2003), penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi dari
kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
1.4 FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, termasuk
preeclampsia berat, yaitu:
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops
fetalis, bayi besar.
Umur yang ekstrim.
Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia.
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar, 2008)
Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang dari 19,8
kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2
Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa ibu hamil
yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden preeclampsia yang tinggi.
Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada kehamilan
secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko hipertensi kehamilan.
Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko hipertensi dalam kehamilan (Cunningham,
et al, 2007).
1.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsi berat setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan.
Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi:
- Peningkatan volume plasma darah
- Vasodilatasi
- Penurunan resistensi vascular sistemik (systemic vascular resistance)
- Peningkatan curah jantung
- Penurunan tekanan osmotik koloid
Preeklampsi berat adalah suatu keadaan hiperdinamik dimana ditemukan hipertensi dan
proteinuria akibat hiperfungsi ginjal . Pada preeclampsia berat, volume plasma yang beredar
menurun, sehinga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Terjadi
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air . Menyebabkan perfusi organ
maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas
oksigen maternal menurun. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah dengan sendirinya akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang
belum diketahui sebabnya, ada yang mengatakan disebabkan oleh retensi air dan garam
akibatnya penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial. Proteinuria disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar,1993:220).
Hubungan antara system imun dengan preeclampsia berat menunjukkan bahwa faktor-faktor
imunologi berpengaruh dalam perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein asing,
plasenta,atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. (Easterling dan Benedetti
1989)
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan
tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala
subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa
pre eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu
hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik medis hanya
hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam penegakkan diagnosa pre
eklamsia.
Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan
kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema).
Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
Edema paru-paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
Trombositopenia (<100.000/mm3)
Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
Sindrom HELLP.
1.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian
obat-obatan untuk penyulitnya
Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada umur
kehamilannya dibagi 2, yaitu:
Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya: kehamilan
dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi medikamentosa
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
1.8.1` Penanganan di rumah sakit
Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan terhadap
penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):
a. Pencegahan Kejang
• Tirah baring, tidur miring kiri
• Infus RL atau RD5
• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
- Loading / initial dose : dosis awal
- Maintenance dose : dosis rumatan
Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin
Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB
Loading dose Maintenance dose
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan - SM 40 % 10 g im, terbagi pada
selama 5 menit glutea kiri dan kanan
- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai 24
jam pada perawatan konservatif dan
24 jam setelah persalinan pada
perawatan aktif
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105 mmHg atau
MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
1.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada derajat
pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal jantung
mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and Low
Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP merupakan
singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta
rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat
mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar
enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala,
dan nyeri perut bagian kanan atas.
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan untuk
sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat serangan
kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan dapat
menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DENGAN PEB
2.1 PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya edema,
pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan berat badan
yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian
tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
7) Pola Aktivitas
a. Aktivitas
Gejala : Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat badan
atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
b. Sirkulasi
Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksegen.
c. Abdomen
Gejala :
Inspeksi : Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, apakah adanya
sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
Palpasi :
Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba
massa besar, lunak, noduler
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di
sebelah kanan.
Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul
Auskultasi : Biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular
d. Eliminasi
Gejala : Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
e. Makanan / cairan
Gejala : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntah-muntah
Tanda : Biasanya nyeri epigastrium,
f. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Cemas.
g. Neurosensori
Gejala : Biasanya terjadi hipertensi
Tanda : Biasanya terjadi kejang atau koma
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan
penglihatan.
Tanda : Biasanya klien gelisah,
i. Pernafasan
Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing, sonor
Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak.
j. Keamanan
Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus
8) B1-B6
Brain (B3) : GCS 15, tenang , pupil isokor , reflex cahaya (+/+), lateralisasi (-)
Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC
Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.