PEMBAHASAN
P = I/F
= 1/0,024M
= 42 dioptri
29
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mata emetropia aksis mata
adalah 24 mm, fokus tepat diretina sehingga bayangan jelas saat melihat jauh.
Pada miopia aksis mata panjangnya lebih dari 24 mm, fokus jatuh didepan retina
sehingga cahaya yang sampai retina sudah menyebar dan bayangan di retina kabur
saat melihat jauh.
Pasien mengeluh pusing yang hilang timbul, berdasarkan teori miopia
memiliki gejala penyerta seperti keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan
mengerinyitkan matanya bila ia melihat jauh untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) sehingga dapat melihat jelas.
Apabila terdapat miopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain,
dapat terjadi ambliopia pada mata yang miopianya lebih tinggi. Penglihatan yang
baik harus jernih dan bayangan terfokus pada kedua mata. Bila bayangan kabur
pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka Bila
hal ini terjadi, otak akan “mematikan” mata yang tidak fokus dan penderita akan
bergantung pada satu mata untuk melihat. Beratnya ambliopia berhubungan
dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan
penglihatan makula. Mata ambliopia yang menggulir ke temporal disebut
strabismus divergen (eksotropia).
Pasien sering berada membaca,menghafal dan melihat hp dengan jarak
dekat dan dalam waktu yang lama, berdasarkan teori lamanya bekerja jarak dekat
juga mempengaruhi kejadian miopia pada seseorang. Aktivitas melihat dekat
jangka panjang menyebabkan miopia melalui efek fisik langsung akibat
akomodasi terus menerus sehingga tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa
menjadi cembung. Namun berdasarkan teori terbaru, aktivitas melihat dekat yang
lama menyebabkan miopia melalui terbentuknya bayangan buram di retina (retina
blur) yang terjadi selama fokus dekat. Bayangan buram di retina ini memulai
proses biokimia pada retina untuk menstimulasi perubahan biokimia dan
struktural pada sklera dan koroid yang menyebabkan elongasi aksial. Peneliti di
Singapura mengamati bahwa anak yang menghabiskan waktunya untuk membaca,
menonton tv, bermain video game, dan menggunakan komputer lebih banyak
mengalami miopia.
30
Ayah pasien menderita hal yang sama seperti pasien, berdsarkan teori
Anak dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami miopia (P= 0,001).
Hal ini cenderung mengikuti pola dose-dependent pattern. Prevalensi miopia pada
anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9% namun jika anak dengan salah
satu orang tua miopia maka berkurang menjadi 18,2% dan kurang dari 6,3% pada
anak dengan orang tua tanpa miopia.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Wili. Sri. 2010. Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Parah di RSUP JATIM.
Vol 4. Media Medika Muda.
4. Eva PR, Whitcher JP.2009. Optik dan Refraksi. In:Vaughan dan Asbury
Ofthalmology Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC.Pp147-148
8. Saleh TT, Suryani PT. 2006. Miopia In: Pedoman Diagnosis dan Terapi.
BAG/SMF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Pp 173-175
9. Hartono, Hernowo AT, Hernowo. 2007. Refraksi In: Ilmu Kesehatan Mata.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Pp 149-160
10. Ilyas, Sidarta.2009. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
32