Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Prolaps rektum merupakan suatu keadaan turunnya rektum melalui anus.


Prolaps rektum jarang ditemukan bahkan jarang dibahas, tetapi jumlah kasus yang
sebenarnya tidak diketahui karena jarang dilaporkan khususnya bila terjadi pada
daerah terpencil. Prolaps rektum lebih sering terjadi pada orang dewasa dan bayi.
Prolaps rektum atau prosidensia yang lengkap pada orang dewasa biasanya terjadi
pada perempuan, terutama pada perempuan usia di atas 60 tahun.
Prolaps rektum yang berupa keluarnya seluruh tebal dinding rektum harus
dibedakan dari prolaps mukosa yang dapat terjadi pada hemoroid intern.
Penyebab prolaps rektum pada orang dewasa umumnya akibat kurangnya daya
tahan jaringan penunjang rektum yang biasanya disertai dengan peninggian
tekanan intra abdomen. Penunjang rektum terdiri dari mesenterium dorsal, lipatan
peritoneum, berbagai fasia, dan m. levator rektum. Bagian puborektum dari m.
levator melipatkan rektum sehingga rektum dan anus membentuk sudut tajam.
Prolaps rektum pada anak ditemukan sebagai kelainan bawaan atau karena
kebiasaan menahan fesesnya. Pada orang dewasa, prolaps kadang disebabkan oleh
cedera m.puborektalis atau paralisis otot panggul.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rektum
2.1.1 Struktur Anatomi dan Topografi1
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari
entoderm. Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel
pelapisnya, vaskularisasinya, inervasi, dan drainase limfatiknya.
Lumen rektum dilapisi mukosa granduler usus sedangkan kanalis ani
dilapisi epitel skuamosa stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara
rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea
pectinea/linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini ke arah
rektum ada kolumna rektalis (Morgagni), dengan di antaranya terdapat sinus
rektalis yang berakhir di kaudal sebagai vulva rektalis. Setinggi linea dentata ini
ada kripta dan muara anal.
Pada kanalis ani kira-kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal
canal mulai anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk
kepentingan klinis yang dimulai dari analverge samai cincin anorektal yang
merupakan batas paling bawah dari otot puborektalis yang dapat diraba pada
waktu pemeriksaan rektal touche.
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
pubococcygeus, ileococygeus dan puborektalis. Otot-otot yang berfungsi
mengatur mekanisme kontinensia adalah muskulus puborektalis, sfingter ani
eksternus (otot lurik), dan sfingter ani internus (otot polos). Batas antara sfingter
ani eksternus dan internus disebut garis Hilton. Otot yang memegang peranan
terpenting dalam mengatur kontinensia adalah otot-otot puborektalis. Bila
m.puborektalis tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m.levator ani membentuk
jerat yang melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga
ditopang oleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale
kanan dan kiri yang ditembus oleh arteri atau vena hemorrhoidales media dan

2
mesorektum. Ligamentum dan mesorektum memfiksasi rektum ke permukaan
anterior sakrum.

Gambar 1. Anatomi Rektum

Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rektum disebut


cincin anorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke
lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior
pada laki-laki dengan sentral perineum, bulbus uretra dan batas posterior
diafragma urogenital (ligamentum triangulare). Sedang pada wanita korpus
perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina
posterior. Cincin anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian
serabut m.levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m.sfingter ani
eksterna.

2.1.2 Vaskularisasi1
Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,
media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior (arteri rektalis superior)

3
merupakan kelanjutan dari arteri mesentrika inferior, arteri ini memiliki 2 cabang
yaitu dekstra dan sinistra. Arteri hemoroidalis media (arteri rektalis media)
merupakan cabang dari arteri iliaka interna, dan arteri hemoroidalis inferior (arteri
rektalis inferior) merupakan cabang dari arteri pudenda interna.

Gambar 2. Vaskularisasi arteri Rectum

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna dan


berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk selanjutnya
melalui vena lienalis dan menuju vena porta. Vena ini tidak memiliki katup,
sehingga tekanan dalam rongga perut atau intraabdominal sangat menentukan
tekanan di dalam vena tersebut. Hal inilah yang dapat menjelaskan terjadinya
hemoroid interna pada pasien-pasien dengan kebiasaan sulit buang air besar dan
sering mengejan. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke vena pudenda
interna, untuk kemudian melalui vena iliaka interna dan menuju sistem vena kava.

4
Gambar 3. Vaskularisasi vena Rektum

2.1.3 Persarafan1
Persarafan rektum terdiri dari sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,
dan 4 yang berfungsi mengatur emisi air mani dan ejakulasi. Sedangkan untuk
serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4 yang berfungsi mengatur
fungsi ereksi penis dan klitoris serta mengatur aliran darah ke dalam jaringan. Hal
ini menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pada pasien-pasien
dengan karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak bisa mengontrol
buang air kecil atau miksi.

2.1.4 Aliran Limfe1


Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemorrhoidales superior ke inn
mesenterika inferior menuju inn paraaorta, sedang dari kanalis ani menuju ke inn
inguinalis kemudian ke inn iliaca eksterna dan inn iliaca kommunis, sehingga
apabila ada keganasan dan infeksi akan menyebar sampai inguinal.

5
2.1.4 Fisiologi Defekasi1,2,3
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Frekuensi
defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2
atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses ke dalam colon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan
untuk defekasi.
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Hal ini karena
terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan
antara colon sigmoid dan rektum. Di sini juga terdapat sebuah sudut tajam yang
menambah resistensi terhadap pengisian rektum. Bila pergerakan massa
mendorng feses masuk ke dalam rektum, secara normal timbul keinginan untuk
defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi sfingter anus.
Pendorongan massa feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh
kontraksi tonik dari (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular
sepanjang beberapa centimeter yang terletak tepat di dalam anus, dan (2) sfingter
ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter
internus dan meluas ke sebelah distal.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi. Salah satu dari
refleks-relfleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf
enterik setempat. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mesenterikus
untuk memulai gelombang peristaltik pada colon desenden, colon sigmoid, dan di
dalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal
penghambat dari pleksus mesenterikus. Jika sfingter ani eksternus secara sadar,
secara volunter berelaksasi di waktu yang bersamaan akan terjadi defekasi.
Akan tetapi, refleks defekasi intrinsik jika bekerja sendiri bersifat lemah.
Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya diperkuat
oleh refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sacral medula
spinalis. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang sinyal dihantarkan
pertama-tama ke medulla spinalis (sacral 2–4) dan kemudian kembali ke colon

6
desenden, colon sigmoid dan rektum dan anus melalui serat-serat saraf
parasimpatis dalam nervus pelvikus.. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, merelaksasikan sfingter ani internus dan meningkatkan
refleks defekasi instrinsik. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot
perut dan diafragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi musculus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses
melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan ke bawah ke arah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus sfingter ani
eksternus, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan
rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

2.2 Prolaps Rektum


2.2.1 Definisi4,5
Prolaps rektum adalah turunnya rektum melalui anus. Dalam hal ini terjadi
penonjolan mukosa rektum atau seluruh dinding rektum. Prolaps rektum yang
bersifat sementara dan hanya mengenai lapisan rektum (mukosa), sering terjadi
pada bayi normal, mungkin karena bayi mengedan selama defekasinya dan jarang
berakibat serius. Prolaps rektum yang bersifat sementara hanya meliputi mukosa
dan biasanya hanya terlihat penonjolan beberapa sentimeter. Pada orang dewasa,
prolaps lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk, sehingga lebih
banyak bagian dari rektum yang turun. Prolaps rektum yang lengkap disebut
prosidensia. Paling sering terjadi pada wanita di atas usia 60 tahun.

2.2.2 Epidemiologi5
Prolaps rektum jarang ditemukan bahkan jarang dibahas, tetapi jumlah
kasus yang sebenarnya tidak diketahui karena jarang dilaporkan khususnya bila
terjadi pada daerah terpencil. Lebih sering terjadi pada orang dewasa dan bayi.
Prosidensia atau prolaps rektum yang lengkap pada orang dewasa biasanya terjadi
pada perempuan. Pada bayi, prolaps rektum biasanya terjadi pada bayi di bawah
tiga tahun khususnya pada tahun pertama kehidupan.

7
2.2.3 Klasifikasi4,5
Prolaps rektum dikategorikan sesuai dengan tingkat keparahan, antara lain
mencakup:
1. Prolaps internal, rektum telah prolaps, tapi tidak terlalu jauh keluar melalui
anus, seperti lipatan pada teleskop, bagian rektum tidak menojol. Dikenal
sebagai prolaps tidak lengkap.
2. Prolaps parsial (atau biasanya disebut prolaps mukosa), hanya lapisan
mukosa rektum menonjol melalui anus. Prolaps mukosa biasanya terjadi
pada anak usia dibawah 2 tahun. Prolaps mukosa biasanya sulit dibedakan
dengan hemorrhoid.
3. Prolaps eksternal, seluruh ketebalan rektum menonjol melewati anus. Juga
dikenal sebagai prolaps lengkap. Dapat menjadi prolaps inkarserata
ataupun strangulata.

2.2.4 Etiologi4,5,6
Beberapa faktor yang diperkirakan berperan sebagai etiologi terjadinya
prolaps rektum antara lain:
1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi,
diare, BPH, PPOK, pertusis.
2. Gangguan pada dasar pelvis.
3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis.
4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan
rektosigmoid.
5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor
spinal, multipel sklerosis.

2.2.5 Patofisiologi5,6
Patofisiologi prolaps rektum tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat
2 teori utama yang menjadi dasar mekanisme terjadinya prolaps rektum. Teori
pertama mengatakan bahwa prolaps rektum merupakan pergeseran hernia akibat
defek pada fasia panggul. Teori kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai
sebagai intususepsi internal yang melingkar dari rektum mulai 6-8 cm proksimal

8
ambang anal. Seiring dengan waktu peregangan ini berkembang menjadi prolaps
dari seluruh tebal dinding rektum, meskipun tahap ini tidak selalu dilampaui oleh
setiap pasien.
Patofisiologi dan etiologi prolaps mukosa kemungkinan besar berbeda
dengan prolaps seluruh tebal dinding rektum dan intususepsi internal. Prolaps
mukosa terjadi ketika jaringan ikat pada mukosa dubur melonggar dan tertarik,
sehingga memungkinkan jaringan prolaps melalui anus. Hal ini sering terjadi
sebagai kelanjutan dari penyakit hemoroid yang lama dan mengalami hal serupa.
Seringkali, prolaps dimulai dengan prolaps internal dinding rektum anterior dan
berkembang menjadi prolaps seluruh tebal dinding rektum.

2.2.6 Manifestasi Klinis4,5,7,8


Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol
melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan
biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit
berlangsung, massa menonjol lebih sering, terutama ketika mengedan dan
manuver Valsava seperti bersin atau batuk. Akhirnya, prolaps terjadi saat
melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti berjalan dan dapat berkembang
menjadi prolaps kontinu.
Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi tertarik spontan, dan
pasien mungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini kemudian
dapat berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke
posisinya dan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien
tidak dapat mengembalikan rektum.
Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga
mengalami prolaps rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami
sistokel terkait. Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi
perdarahan rektum. Selain massa menonjol dari anus, pasien sering melaporkan
buang air besar yang tidak dapat ditahan (inkntinensia alvi) pada sekitar 28-88%
pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan. Pertama, anus melebar dan
membentang oleh rektum menonjol, mengganggu fungsi sfingter anal. Kedua,
mukosa rektum yang berhubungan dengan lingkungan dan terus-menerus

9
mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien merasa basah dan inkontinensia.
Mengetahui riwayat inkontinensia, konstipasi, atau keduanya penting karena
berperan dalam menentukan prosedur bedah yang tepat.

2.2.7 Pemeriksaan Fisik5,6,7


Adapun beberapa tanda fisik dari prolaps rektum antara lain sebagai
berikut:
a. Penonjolan mukosa rektum
b. Penebalan konsentris cincin mukosa
c. Terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rektum
d. Ulkus rektum soliter
e. Penurunan tonus sfingter anal
Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan harus ditegakkan saat pasien
datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun berbaring miring dan
mengedan, lalu periksa adanya prolaps rektum. Jika tidak prolaps hanya dengan
mengedan, pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-
anak, gliserin supositoria dapat digunakan sebagai pengganti.
Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa.
Dalam kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara
prolaps mukosa dan prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya
menunjukkan lipatan radial bukan berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak
dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan dapat dibantu dengan defecogram
dalam membedakan ini 2 kondisi. Defecogram adalah tidak diperlukan pada
prolaps rektum yang jelas.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang4,5,7,8


1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat
tidak spesifik dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia dan
komorbiditas. Tidak ada pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam
evaluasi prolaps rektum itu sendiri. Pertimbangkan pemeriksaan feses dan
kultur agen infeksius, khususnya pada pasien anak.

10
2. Pemeriksaan imaging
a. Barium Enema dan Kolonoskopi
Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps rektum, penting untuk
mengevaluasi seluruh usus besar untuk mengecualikan setiap lesi
kolon lainnya yang harus ditangani secara simultan. Kehadiran lesi
tersebut dapat mempengaruhi pilihan prosedur yang akan dilakukan.
Evaluasi usus besar dapat dicapai dengan cara kolonoskopi atau
enema barium. Barium enema adalah indikator yang lebih baik dari
redundansi dari usus besar.
b. Video Defekografi
Defecography Video digunakan untuk membantu prolaps dokumen
internal atau untuk membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa
jika tidak jelas secara klinis. Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps
full-thickness dubur secara klinis didiagnosis. Defecography dapat
mengungkapkan intususepsi dari usus proksimal atau obstruksi
panggul. Radioopak materi (biasanya pasta barium) yang ditanamkan
ke dalam rektum, dan pasien diminta untuk buang air besar di toilet
radiolusen. Spot film dan rekaman video yang dibuat dan dapat
digunakan untuk menentukan apakah intussuscepts rektum pada
buang air besar.
c. Rigid Proctosigmoidoscopy
Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk menilai rektum
untuk lesi tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di
sekitar 10-25% dari pasien dengan prolaps baik internal maupun full-
thickness. Jika ulserasi hadir, daerah muncul sebagai ulkus tunggal
atau sebagai borok beberapa di dinding rektum anterior. Tepi sering
menumpuk, dan daerah dapat berdarah. Biopsi harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis dan untuk mengecualikan patologi lainnya.
Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi oleh ahli patologi
yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa tetapi
sebaliknya histologis normal.
3. Tes lainnya

11
Anal-rektal manometri kadang-kadang digunakan untuk mengevaluasi otot
sfingter anal. Di hampir semua pasien, hasil menunjukkan penurunan
tekanan beristirahat di sfingter internal dan tidak adanya refleks
penghambatan anorektal. Arti penting dari hasil ini tidak jelas, dan
kebanyakan ahli bedah tidak menggunakan tes ini. Penelitian penanda Sitz
kadang-kadang digunakan untuk mengukur perjalanan kolon pada pasien
dengan konstipasi dan prolaps rektum untuk membantu menentukan
kebutuhan untuk reseksi kolon.

2.2.9 Diagnosis Banding5,7,8


Dalam mendiagnosis prolaps rektum harus diperhatikan beberapa gejala
yang hampir sama dengan hemoroid. Pada prolaps rektum dan hemoroid
keduanya terjadi penonjolan pada anus. Akan tetapi pada hemoroid penonjolannya
dapat di atas linea dentate atau di bawahnya dan penonjolan berupa benjolan
kebiru-biruan sementara pada prolaps rektum penonjolannya terlihat berupa
mukosa merah muda mengkilat. Perdarahan pada prolaps rektum jarang, hanya
kadang diketahui jika rektum telah turun di anus beberapa bulan sampai tahun.
Prolaps mukosa kadang tampak hampir mirip dengan prolaps polip bertangkai
atau papil rektum hipertrofik.
Pada anak-anak, ujung distal dari invaginasi dapat menonjol ke luar anus
sehingga kadang dianggap dapat tampak sebagai prolaps rektum. Akan tetapi,
keadaan ini dapat dibedakan dengan memasukkan jari dibedakan dengan
memasukkan jari di antara dinding anus yang keluar dengan cincin anus tempat
adanya rongga dalam.

2.2.10 Penatalaksanaan4,5,7,8
1. Medikamentosa
Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum,
prolaps internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan pelunak tinja, dan
supositoria atau enema.
2. Non-medikamentosa

12
Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet
berserat untuk memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar
panggul. Pasien diinstruksikan untuk merangsang buang air besar di pagi hari
dan menghindari dorongan untuk buang air saat sisa hari karena rasa penuh
yang mereka rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum proksimal ke arah
distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan berkurang
begitu juga dengan intususepsi.
3. Pembedahan
Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan
reposisi, akibat adanya udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak
dapat dimasukkan lagi karena rangsangan dan bendungan mukus serta
keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan hipotonik sehingga
terjadi inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui
pembedahan.
Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum didasarkan
pada komorbiditas pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi
pembedahan. Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum, yaitu
abdominal dan perineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan
lebih rendah dan menjaga kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai
risiko lebih dan memiliki insiden konstipasi yang lebih tinggi pasca operasi.
Prosedur perineum tidak berisiko terjadinya anastomosis namun mengurangi
rektum, sehingga kapasitas penyimpanan rektum, namun memiliki angka
kekambuhan lebih tinggi. Prosedur abdominal umumnya lebih disukai dalam
pasien aktif yang berisiko rendah yaitu usia di bawah 50 dan pada mereka
yang memerlukan prosedur abdomial lain secara bersamaan.
Pembedahan mana yang terbaik masih menjadi kontroversi karena
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pendekatan laparoskopi untuk memperbaiki prolaps rektum telah menjadi
semakin populer. Pendekatan ini telah mengintensifkan kontroversi karena
terdapat penurunan angka morbiditas dari untuk prolaps rektum pada
kandidat yang tepat. Hasil jangka panjang dari pendekatan laparoskopi masih
diteliti. Inkarserasi prolaps rektum jarang terjadi.

13
Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuh
mekanik dan antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena
(IV) harus selalu diberikan sebelum operasi jika suatu bahan asing akan
ditanamkan, administrasi pascaoperasi antibiotik juga dapat dipertimbangkan.
a. Prosedur Bedah Abdominal
Sebagaimana telah disebutkan di atas, perbaikan abdominal
biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda, sehat dengan yang
harapan hidup lebih panjang. Untuk pasien ini, prosedur dengan tingkat
kekambuhan lebih rendah namun dengan morbiditas yang lebih tinggi.
Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau
prolaps rektum dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid
dengan atau tanpa rectopexy dan rectopexy saja. Kedua operasi, baik
rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi lengkap dari seluruh
rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal.
Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan
sakral. Ini dapat dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti
polypropylene mesh (Marlex), Gore-tex, atau asam polyglycolic atau
mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak penelitian telah
menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan bahan
prostetik, tingkat kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaan
dalam angka kekambuhan, menjadikan suture rectopexy lebih dianjurkan.
Suture rectopexy dilakukan dengan jahitan tak diserap, menempelkan
rektum ke cekungan sakral. Jahitan ditempatkan melalui ligamen lateral
atau melalui propria muskularis dari rektum.
Prosedur bedah rectopexy laparoskopi bedah telah dikembangkan
dan memiliki hasil sebaik prosedur abdominal terbuka dan berhubungan
dengan lama waktu rawat inap lebih pendek dan kenyamanan pasien
yang lebih besar.
1) Anterior reseksi
Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus
berlebihan, dan beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini
konstipasi membaik dan mengurangi kambuhnya prolaps rektum.

14
Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum, rektum yang
dimobilisasi untuk tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan
(sigmoid) direseksi. Usus besar kiri kemudian dibuatkan anastomosis
ke atas rektum. Anastomosis ini dilakukan tanpa kelemahan pada
kolon sehingga rektum tetap pada posisinya dan tidak terjadi prolaps
lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit melakukan prosedur ini,
karena tidak berpikir untuk mengatasi kelainan anatomi seperti fiksasi
rektum yang lemah.
2) Marlex rectopexy
Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh
bagian rektum dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral
ligamen lateralis, dan bagian anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan
yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau spons Ivalon, difiksasi
pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam keadaan
tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam
posisinya. Untuk mencegah obstruksi melingkar, dinding anterior
rektum tidak tercakup dengan spons atau mesh. Refleksi peritoneal
kemudian tertutup untuk menutupi benda asing. Mesh Marlex atau
spons menyebabkan reaksi inflamasi yang intens terbentuk jaringan
parut dan memfiksasi rektum pada posisinya. Prosedur ini tidak boleh
dilakukan pada pasien yang memiliki konstipasi signifikan atau kolon
sigmoid yang sangat berlebihan, karena gejala cenderung memburuk.
Jika rektum yang sengaja masuk selama mobilisasi, bahan asing tidak
boleh ditanamkan, karena risiko infeksi. Sementara laju erosi Marlex
ke dalam rektum rendah, manajemen sangat sulit, dan, untuk alasan
ini, banyak ahli bedah lebih memilih reseksi dengan suture rectopexy
untuk fiksasi Marlex.

15
Gambar 4. Marlex Rectopexy

3) Suture rectopexy
Suture rectopexy pada dasarnya sama dengan Marlex rectopexy,
kecuali bahwa rektum difiksasi ke fasia presakral dengan bahan
jahitan bukan dengan mesh atau spons Ivalon.
4) Reseksi rectopexy
Sebuah reseksi dengan rectopexy disebut juga prosedur Frykman-
Goldberg merupakan kombinasi dari reseksi anterior dan rectopexy
Marlex, yang merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan
konstipasi yang signifikan. Rektum benar-benar dimobilisasi ke tulang
ekor posterior, pada ligamen lateral yang lateral, dan ke cul-de-sac
anterior.

Gambar 5. Fiksasi Mesh pada Promontorium Sakrum.

16
Kolon sigmoid yang berlebihan kemudian direseksi, dan usus sisanya
dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Ligamen lateral (atau fasia
rektum) kemudian dijahit ke fasia presakral dengan rektum dibuat
menjadi tegang, yang menjaga rektum pada posisinya dan mencegah
kembalinya prolaps rektum. Rectopexy ini dicapai dengan jahitan
bukan mesh nonabsorbable karena usus dibuka untuk anastomosis dan
mesh dapat menjadi terkontaminasi.

Gambar 6. Fiksasi Mesh pada Dinding Rektal.

b. Prosedur Bedah Perineum


Prosedur perineum memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi tetapi
morbiditas yang lebih rendah dan sering dilakukan pada orang tua atau
pada pasien dengan kontraindikasi anestesi umum.
1) Anal Encirclement
Pada prosedur anal encirclement, sebuah band nonabsorbable
ditempatkan subkutan di sekitar anus. Tujuan dari prosedur ini
adalah untuk menjaga rektum dari prolaps dengan membatasi ukuran
lumen anus. Meskipun prosedur awalnya menggunakan kabel,
sekarang dipergunakan bahan lain seperti, Silastic Tube dan bahan
jahit tak terserap sebagai gantinya. Anal encirclement efektif dalam
mencegah mekanis rektum dari prolaps, tetapi tidak mengobati

17
gangguan yang mendasarinya. Komplikasi dari prosedur ini meliputi
obstruksi dengan impaksi tinja dan erosi dari kawat dengan infeksi.
Anal encirclement tidak lagi umum dilakukan, biasanya hanya
disediakan untuk pasien yang paling lemah dan untuk pasien dengan
risiko bedah tertinggi, di antaranya dengan tujuan paliatif. Anal
encirclement membawa risiko impaksi tinja yang sangat tinggi.
2) Reseksi Delorme
Dalam reseksi Delorme mukosa, sayatan melingkar dibuat melalui
mukosa prolaps rektum dekat garis dentate, dengan elektrokauter
tersebut, mukosa tersebut dilucuti dari anus ke puncak prolaps dan
dipotong. Otot prolaps gundul kemudian lipit dengan jahitan dan
reefed up seperti akordion, dan ujung-ujungnya transeksi dari
mukosa dijahit bersama-sama. Prosedur ini sering digunakan untuk
prolapses kecil tetapi juga dapat digunakan untuk yang besar.

Gambar 7. Prosedur Delorme.

3) Altemeier Perineum Rectosigmoidectomy


Dalam prosedur rectosigmoidectomy Altemeier perineal, sayatan
tebal penuh melingkar dibuat dalam rektum prolaps sekitar 1-2 cm

18
dari garis dentate. Mesenterium usus prolaps diligasi sedikit demi
sedikit sampai tidak ada usus berlebihan lagi yang dapat ditarik ke
bawah. Usus transeksi dan baik dijahit tangan ke lubang anus distal
atau dijepit dengan stapler melingkar. Sebelum anastomosis,
beberapa ahli bedah uji coba penerapan otot levator ani anterior,
yang dapat membantu meningkatkan kontinensia.

Gambar 8. Prosedur Alteimer.

4) Reseksi Stapled Perineum Prolaps


Prosedur ini dilakukan dengan menarik keluar prolaps sepenuhnya
pada pukul 3 dan 9, dalam posisi litotomi, memotong dengan arah
aksial terbuka dengan stapler linear. Reseksi dilakukan dengan
stapler Transtar Contour melengkung.

Gambar 9. Reseksi Stapled Perineum Prolaps.

19
Setelah prosedur abdominal untuk prolaps rektum, pasien biasanya
mengalami nyeri dan ileus insisional. Cairan IV dipertahankan sampai cairan
yang dimulai dengan kembalinya fungsi usus atau sebelumnya, tergantung
pada apakah suatu anastomosis telah dilakukan. Sebagai meningkatkan fungsi
usus, diet dapat maju. Pasien dengan anastomosis yang diselenggarakan pada
diet rendah serat selama 2-3 minggu dan kemudian mulai pada suplemen serat
untuk membantu mencegah kembalinya konstipasi dan mengejan. Pasien
tanpa anastomosis yang dapat dimulai pada diet tinggi serat cepat.
Sebuah kateter Foley ditempatkan perioperatif dan dibiarkan di tempat
selama beberapa hari karena diseksi rektum dapat menghambat fungsi
kandung kemih. Lama waktu rawat inap di rumah sakit rata-rata 3-7 hari dan
biasanya tergantung pada kembalinya fungsi usus dan pengendalian rasa sakit
insisional.
Pasien yang telah menjalani prosedur perineum melakukannya dengan
baik pasca operasi, dengan rasa sakit yang minimal dan tinggal di rumah sakit
singkat. Awalnya, mereka menerima apa-apa melalui mulut selama kurang
lebih 12-24 jam. Setelah periode ini, cairan yang dilembagakan, dan pasien
dengan cepat maju ke diet biasa. Fungsi usus kembali dengan cepat karena
tidak ada sayatan abdominal, dan pasien sering dapat habis 24-72 jam setelah
prosedur.

2.2.11 Komplikasi7,8
Komplikasi serius setelah operasi prolaps rektum meliputi infeksi,
perdarahan, perlukaan usus, kebocoran anastomosis, perubahan fungsi kandung
kemih dan seksual, dan konstipasi. Frekuensi komplikasi ini berkaitan dengan
jenis prosedur.
1. Infeksi
Sumber yang paling umum dari infeksi pada prosedur pembedahan per
abdomen adalah organisme kulit pada luka. Jika bahan asing telah
ditanamkan, infeksi dapat terjadi, paling sering disebabkan organisme
kulit, dan jika memungkinkan bahan asing harus disingkirkan. Adanya
fibrosis dapat membuat penyingkiran bahan prostetik terlalu berbahaya,

20
dalam kasus seperti ini digunakan terapi antibiotik jangka panjang. Infeksi
setelah prosedur perineum jarang terjadi, biasanya sebagai akibat
pemisahan di anastomosis perineum.
2. Pendarahan
Perdarahan paling sering terjadi dalam 2 situasi. Situasi pertama
melibatkan robeknya pembuluh darah presakrum selama prosedur per
abdomen, ketika rektum langsung ditempelkan ke fasia presakrum. Hal ini
dapat menyebabkan hematoma presakrum atau perdarahan hebat.
Pendarahan seperti ini bisa sulit untuk dikendalikan karena pembuluh
darah keluar langsung dari tulang. Manuver awal dengan tekanan langsung
ke area perdarahan selama 10-15 menit. Jika ini gagal untuk mengontrol
perdarahan, pines titanium dapat ditempatkan ke dalam tulang untuk
menghambat perdarahan. Pemotongan di ruang presakrum sering
meningkatkan perdarahan dan harus dihindari. Situasi umum kedua untuk
perdarahan terjadi selama penipisan mukosa pada prosedur Delorme atau
dari pemisahan luka pasca operasi.
3. Perlukaan Usus
Perlukaan usus dapat terjadi selama mobilisasi rektum. Jika diketahui, luka
tersebut biasanya dapat diobati tanpa memerlukan diversi usus. Jika usus
terluka, tidak diperkenankan melakukan pemasangan material asing.
Adanya perlukaan yang tidak diketahui dapat menyebabkan pembentukan
abses dan sepsis panggul. Perlukaan usus yang tidak diketahui mungkin
terjadi saat prosedur laparoskopi oleh beberapa mekanisme, dan jika tidak
terdeteksi dengan cepat akan menghambat perbaikan kondisi pasien, dan
dapat menyebabkan sepsis dan kematian.
4. Kebocoran Anastomosis
Semua prosedur yang melibatkan suatu anastomosis membawa risiko
kebocoran anastomosis. Prosedur per abdomen dengan penyulit kebocoran
mungkin tidak memerlukan eksplorasi ulang jika kebocoran kecil dan
berisi, dan pasien stabil. Timbunan kebocoran dapat ditangani dengan
drainase perkutan, dan kebocoran ini sering membaik dengan perawatan
suportif. Jika kondisi pasien tidak membaik, perlu dilakukakan washout

21
abdomen dengan pengalihan tinja proksimal. Jika kebocoran yang besar
dan tidak berisi, atau jika pasien tidak stabil, diindikasikan reeksplorasi
darurat. Sepsis panggul membuat diseksi lebih lanjut dalam panggul
menantang serta berbahaya bagi pasien, dan washout dengan pengalihan
proksimal adalah prosedur pilihan. Kebocoran anastomotik juga dapat
terjadi setelah rekctosigmoidektomy perineum. Jika kebocoran terjadi
setelah prosedur ini, infeksi lokal dan sepsis panggul jarang terjadi.
5. Penurunan Fungsi Kandung Kemih dan Seksual
Perubahan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual merupakan
komplikasi yang jarang terjadi dalam prosedur per abdomen jika dilakukan
dengan benar. Saraf simpatik dan parasimpatis panggul berjalan di
sepanjang rektum, jika pembedahan tidak dilakukan pada bidang yang
tepat, cedera dapat terjadi, menyebabkan disfungsi kandung kemih,
impotensi, atau ejakulasi retrograde. Ini merupakan pertimbangan penting
dalam pemilihan prosedur perbaikan, terutama pada pria, meskipun risiko
cedera kurang dari 1-2%.
6. Konstipasi
Prosedur dan perineum reseksi anterior memiliki risiko rendah obstruksi
outlet. Secara historis, prosedur per abdomen dimana penempelan rektum
pada sakrum menyebabkan tingginya tingkat obstruksi saat rektum
dibungkus mengelilinginya, seringkali mengharuskan pelepasan fiksasi
untuk mengobatinya, karena alasan ini, bila dilakukan pembungkusan,
hanya dilakukan pada sposterior dan sebagian di sisi rektum.

2.2.12 Prognosis5,8
Jika dilakukan penanganan tepat waktu, sebagian besar penderita yang
telah menjalani operasi tidak mengalami gejala atau hanya sedikit kekambuhan
prolaps rektum pasca operasi. Akan tetapi, beberapa faktor, seperti umur, tingkat
keparahan prolaps, tipe operasi, dan keadaan umum penderita, mempengaruhi
kualitas dan kecepatan pemulihan penderita.

22
BAB III
KESIMPULAN

Prolaps rektum adalah turunnya rektum melalui anus. Dalam hal ini terjadi
penonjolan mukosa rektum atau seluruh dinding rektum. Prolaps rektum
diklasifikasikan menjadi prolaps internal disebut juga prolaps tidak lengkap,
prolaps mukosa, dan prolaps eksternal disebut juga prolaps lengkap.
Adapun gejala yang dapat dirasakan oleh penderita prolaps rektum adalah
berupa penonjolan dari anus. Rasa nyeri kadang dirasakan oleh beberapa pasien.
Dari pemeriksaan fisik dapat dikonfirmasi adanya penonjolan mukosa rektum,
penebalan konsentris cincin mukosa, terlihat adanya sulkus antara lubang anus
dan rektum, ulkus rektum soliter, serta penurunan tonus sfingter anal.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan lebih cenderung ke imaging dibanding
laboratorium yang mungkin tidak memberikan banyak makna dalam diagnosis.
Adapun pemeriksaan imaging yang diperlukan adalah barium enema dan
kolonoskopi, video defekografi, dan rigid proctosigmoidoscopy.
Terapi prolaps rektum tergantung tingkat keparahannya. Pada bayi dan
anak-anak, sebagian besar dilakukan penanganan konservatif dan jarang dilakukan
pembedahan. Sedangkan pada orang dewasa yang sering mengalami prolaps
rektum lengkap, terapi dilakukan dengan pembedahan.
Bila dilakukan penganan secara tepat maka tingkat kekambuhan prolaps
rektum sangat kecil atau hampir tidak ada. Akan tetapi, hal tersebut dipengaruhi
oleh keadaan penderita itu sendiri.
Makan makanan serat tinggi dan banyak mengkonsumsi buah-buahan
merupakan cara terbaik untuk menghindari terjadinya prolaps rektum.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Putz, R & Pabst, R. 2000. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA jilid 2 edisi 21.
Jakarta: EGC.
2. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran
Pencernaan. Dalam: Guyton B, Hall J, penyunting. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Edisi ke-11. Jakarta: EGC.
3. Snell RS. 2004. Clinical Anatomy 7th ed. Lippincott Williams &
Wilkins.USA.
4. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
ke-3. Jakarta: EGC.
5. Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Jakarta: EGC.
6. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
7. Schwartz, Shires, Spencer. 2000. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6.
Jakarta: EG.
8. Grace P.A & Borley N.R. 2005. Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta; Erlangga
Medical Series.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Cover Laporan Phrs
    Cover Laporan Phrs
    Dokumen1 halaman
    Cover Laporan Phrs
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Presentation RADIO
    Presentation RADIO
    Dokumen25 halaman
    Presentation RADIO
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Osteoarthritis Lutut
    Osteoarthritis Lutut
    Dokumen38 halaman
    Osteoarthritis Lutut
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Presentation RADIO
    Presentation RADIO
    Dokumen25 halaman
    Presentation RADIO
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Tumor Leher - Kidis
    Tumor Leher - Kidis
    Dokumen61 halaman
    Tumor Leher - Kidis
    Gebrina Amanda
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen28 halaman
    Asma
    Oka Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Cover Asma
    Cover Asma
    Dokumen4 halaman
    Cover Asma
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkhial
    Asma Bronkhial
    Dokumen32 halaman
    Asma Bronkhial
    Oka Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Stemi Anterior
    Stemi Anterior
    Dokumen30 halaman
    Stemi Anterior
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Stemi Anterior
    Stemi Anterior
    Dokumen30 halaman
    Stemi Anterior
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Crs Sandy Jantung
    Crs Sandy Jantung
    Dokumen31 halaman
    Crs Sandy Jantung
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Css Anak
    Css Anak
    Dokumen17 halaman
    Css Anak
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Css Anak
    Css Anak
    Dokumen16 halaman
    Css Anak
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat