Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

A. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetap sebagai
dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang sambungan neuromuscular (neuro muscular jungtion) otot
dan saraf autonomy
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejangkejang
Tetanus juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang diproduksi oleh clostridium
tetani menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku.
B. ETIOLOGI
Bakteri yang dikenal dengan nama clostridium tetani, hidup dan berkembang pada tanah ,
debu, kotoran hewan, dsb. Luka yang terkontaminasi adalah mata ranai dimana bakteri tetanus
berkembang biak. Luka tusuk seperti yang disebabkan oleh paku, pecahan, atau gigitan seragga
adalah kasus klasik penyebab tetanus yang banyak menginfeksi. Bakteri juga banyak tertular
melalui luka bakar, luka injeksi, dll. Tetanus juga bisa menjadi bahaya untuk kedua ibu dan
anak yang baru lahir (melahirkan dan melalui tunggul tali pusar). Racun kuat yang dihasilkan
ketika bakteri tetanus berkembang biak adalah penyebab utama penyakit ini. Gejala tetanus
yang ditimbulkan secara umum adalah kejang.

C. MANIFESTASI KLINIS
Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari(rata-rata 7 hari). Pada 80-90% penderita, gejala
muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi. Selang waktu sejak munculnya gejala pertama sampai
terjadinya spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode inkubasi
secara signifi kan menentukan prognosis. Makinsingkat(periode onset <48 jam dan
periodeinkubasi <7 hari) menunjukkan makin beratpenyakitnya.1Tetanus memiliki gambaran
klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan ketidakstabilan otonom. Gejala
awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu pada kelompok otot dengan jalur neuronal
pendek, karena itu yang tampak pada lebih dari 90% kasus saat masuk rumah sakit adalah
trismus,kaku leher, dan nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal
menimbulkan ciri khas risus sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus
otototot trunkal meng akibatkan opistotonus. Kelompok otot yang berdekatan dengan tempat
infeksi sering terlibat, menghasilkan penampakan tidak simetris.
Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh stimulus fisik, visual, auditori,
atau emosional. Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan ruptur tendon,
dislokasi sendi serta patah tulang. Spasme laring dapat terjadi segera, mengakibatkan obstruksi
saluran nafas atas akut dan respiratory arrest. Pernapasan juga dapat terpengaruh akibat spasme
yang melibatkan otot-otot dada; selama spasme yang memanjang, dapat terjadi hipoventilasi
berat dan apnea yang mengancam nyawa. Tanpa fasilitas ventilasi mekanik, gagal nafas akibat
spasme otot adalah penyebab kematian paling sering. Hipoksia biasanya terjadi pada tetanus
akibat spasme atau kesulitan membersihkan sekresi bronkial yang berlebihan dan aspirasi.
Spasme otot paling berat terjadi selama minggu pertama dan kedua, dan dapat berlangsung
selama 3 sampai 4 minggu, setelah itu rigiditas masih terjadi sampai beberapa minggu
lagi.Tetanus berat berkaitan dengan hiperkinesia sirkulasi, terutama bila spasme otot tidak
terkontrol baik. Gangguan otonom biasanya mulai beberapa hari setelah spasme dan
berlangsung 1-2 minggu. Meningkatnya tonus simpatis biasanya dominan menyebabkan
periode vasokonstriksi, takikardia dan hipertensi. Autonomic storm berkaitan dengan
peningkatan kadar katekolamin. Keadaan ini silih berganti dengan episode hipotensi,
bradikardia dan asistole yang tiba-tiba.
Gambaran gangguan otonom lain meliputi salivasi, berkeringat, meningkatnya sekresi
bronkus, hiperpireksia, stasis lambung danileus. Pada keadaan berat dapat timbul berbagai
komplikasi.
1. Intensitas spasme parokkadang cukup untuk mengakibatkan ruptur otot spontan dan
hematoma intramuskular.
2. Fraktur kompresi atau subluksasi vertebra dapat terjadi, biasanya pada vertebrathorakalis.
3. Gagal ginjal akut merupakan komplikasi tetanus yang dapat dikenali akibat dehidrasi,
rhabdomiolisis karena spasme, dan gangguan otonom. Komplikasi lain meliputi atelektasis,
penumonia aspirasi, ulkus peptikum, retensi urine, infeksi traktus urinarius, ulkus dekubitus,
thrombosis vena, dan thromboemboli.

D. PATOFISIOLOGI / WOC

Tetanolisin Spora bentuk vegetative Invasi kuman melalui otitis


masuk kedalam tubuh media, luka tusuk, luka bakar,
infeksi gigi, ulkus kulit kronis
Masuk & menyebar ke SSP Tetanospasmin

Ke SSP Mengenai system saraf Keringat berlebihan,


simpatis peningkatan suhu, takikardi,
aritmia
Menghambat pelepasan Retensi urine & alvi Hipoksia berat
asetikolin

Tonus otot meningkat & Gangguan eliminasi Penurunan O2 di otak


kontraksi otot meningkat

Kesadaran menurun
Spasme otot Otot tahang trismus

Penurunan kapasitas adaptif


Otot faring dan laring Ketidakseimbangan intrakranial
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan secret, ronchi

Ketidakefektifan Akumulasi secresi saliva, Resiko Aspirasi


bersihan jalan napas reflek batuk menurun,
kesulitan menelan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin kurang menunjang dalam diagnosis karena tidak menunjang dalam
diagnosis karena tidak menunjukan nilai yang spesfik, kadar leukosit dapat normal maupun
meningkat
2. Pemeriksaan ikrobiologis
Bahan diambil dari luka beberapa pus atau jaringan nekrotik. Tetapi 30 % dari seluruh
kasus tetanus yang dalam pemeriksaan mikrobiologi terdapat clostridium tetani.
3. Pemeriksaan cairan cerebrospinalis
cairan cerebrospinalis dalam batas normal walaupun kadang-kadang meningkat akibat
kontraksi otot
F. PENATALAKSANAAN
Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus,yakni:
1. Membuang Sumber Tetanospasmin
Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk mengurangi muatan
bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut. Antibiotika diberikanuntuk
mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk tujuan pencegahan tetanus secara klinis adalah
minimal
2. Netralisasi toksin yang tidak terikat
Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan. Setelah
evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler
dengan dosis total 3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga
tempat berbeda.
3. Pengobatan suportif
Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus diberikan,
pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting sebagai penuntun terapi. Penanganan
jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis besar
sedatif semuanya dapat mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang berlebihan
memerlukan tindakan suctioning yang sering.1 Trakeostomi ditujukan untuk menjaga jalan
nafas terutama jika ada opistotonus dan keterlibatan otot-otot punggung, dada, atau distres
pernapasan. Kematian akibat spasme laring mendadak,paralisis diafragma, dan kontraksi
otot Respirasi tidak adekuat sering terjadi jika tidak tersedia akses ventilator.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat kehamilan prenatal.
Tanyakan apakah ibu sudah diimunisaai TT
2. Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu
membedakan persalinan yang bersih atau higinies atau tidak. Alat penolong tali pusat,
tempat persalinan.
3. Riwayat postnatal.
Tanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation
period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejag
4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan berakhir.
5. Riwayat psiko sosial
Kebiasaan beraktivitas dmana dengan hygiene sanitasi.
6. Pengetahuan anak dan keluarga
Pemeriksaan Fisik
1. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi normal dan
bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut “mencucu”
seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstremitas. Tanda-tanda infeksi
dan sianosis.
2. Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot local disusul dengan kesukaran untuk
membuka mulut (trismus)
3. Pada wajah : Risus sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimic,
dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
4. Opisthotonus tubuh yang kaku akibat punggung , otot pinggang, semua trunk muscle.
5. Pada perut: otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah
dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
6. Pada daerah ekstremitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan binatang.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran jalan nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.
Batasan karakteristik:
 Batuk yang tidak efektif
 Perubahan frekuensi nafas
 Dispnea
 Perubahan pola nafas
 Gelisah
 Sputum dalam jumlah yang lebih
 Kesulitan verbalisasi
 Terdapat suara nafas tambahan
 Penurunan bunyi nafas
Faktor yang berhubungan:
Lingkungan:
 Perokok
 Perokok pasif
 Terpajan asap
Obstrruksi jalan nafas:
 Adanya jalan nafas buatan.
 Benda asing dalam jalan nafas
 Eksudat dalam alveoli
 Hipeplasia pada dinding bronkus
 Mokus berlebih
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan nafas
Fisiologi:
 Asma
 Disfugngsi neoromuskuler
 Infeksi
 Jalan nafas alergik
2. Nyeri
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jarringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi
Batasan karakteristik :
 Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang
tidak dapat mengungkapkannya
 Diaphoresis
 Dilatasi pupil
 Ekspresi wajah nyeri
 Fokus menyempit
 Fokus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Peubahan selera makan
 Putus asa
 Sikap melindungi area nyeri
 Sikap tubuh melindungi
Factor berhubungan :
 Agens cedera biologis
 Agens cedera fisik
 Agens cedera kimiawi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kenbutuhan metabolic
Batasan karakterisktik :
 BB 20 % atau lebih dibawah rentang BB ideal
 Bising usus hiperaktif
 Cepat kenyang setelah makan
 Diare
 Gangguan sensasi rasa
 Kehilangan rambut berlebih
 Kelemahan otot pengunyah
 Kelemahan otot menelan sariawan rongga mulut
 Tonus otot menurun
Faktor yang berhubungan:
 Factor biologis
 Factor ekonomi
 Gangguan psikososial
 Ketidakmampuan makan
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
 Kurang asupan makanan
4. Risiko infeksi
Definisi : keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh pathogen dari sumber-
sumber eksternal
Faktor yang berhubungan :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon
inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. d. Mokus berlebih yang lebih yang ditandai
dengan adanya suara nafas tambahan, sekresi yang tertahan.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas klien kembali normal

Rencana Intervensi:

INTERVENSI RASIONAL
1. Ajarkan klien bagaimana menggunakan 1. Klien dan keluarga mampu menggunakan
inhaler sesuai esep sebagaimana inhale dengan mandiri.
mestinaya.
2. Fasilistasi kebutuhan pemenuhan oksigen
klien.
2. Posisikan pasien untuk meringankan
3. Klien mampu mengeluarkan sekret
sesak nafas.
secara mandiri.
4. Peningkatan kenyamanan
3. Instruksikan bagaimana cara melakukan
oksigen klien.
batuk efektif.

4. Monitor status pernfasan dan oksigenasi


sebagaimana mestinya.

2. Nyeri akut b.d Agen cidera biologis (misalnya: infeksi, iskemia, neoplasma) ) yang
ditandai dengan ekspresi wajah nyeri(misalnya mata kurang bercahaya,tampak kacau, gerak
mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri klien teratasi
atau nyeri klien berkurang
KriteriaHasil : 1.Ketidakberdayaan (5)
2.Gangguan pada aktivitas sehari-hari (5)
3.Gangguan akivitas fisik (5)
4.Kehilangan nafsu makan (5)

Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian analgesic 1. manajemen lingkungan
a. pemahaman klien terhadap penyakitnya
2. Manajemen lingkungan perlu untuk mendukung atau
meningkatkan kecapaian kesembuhan
a. Berikan sumber-sumber edukasi yang
klien
relevan dan berguna mengenai b. untuk mempermudah klien, keluarga, dan
manajemen penyakit dan cidera pada perawat dalam penyembuhan klien
c. lingkungan yang aman dan bersih mampu
klien dan keluarga
mengurangi kecemasan klien
d. menjaga kestabilan suhu tubuh dan
b. Tentukan tujuan klien dan keluarga dalam
meningkatkan kenyamanan
mengelola lingkungan dan kenyamanan
optimal

3. manajemen nyeri
c. Sediakan lingkungan yang aman dan
a. pemahaman klien tentang penyebab nyeri
bersih
yang terjadi akan mengurangi ketegangan
klien dan memudahkan klien untuk diajak
d. Berikan atau singkirkan selimut untuk
kerjasama dalam melakukan tindakan
meningkatkan kenyamanan terhadap suhu b. memudahkan klien untuk mendeteksi
nyeri seperti skala dan seperti penyakitnya
3. Manajemen nyeri c. petunjuk nonverbal menentukan ketidak
nyamanan yang dirasakan klien
a. Berikan informasi seperti penyebab nyeri
berapa lama nyeri akan dirasakan dan
4. terapi music bila mengurangi kecemasan
antisipasi dari ketidaknyamanan dari
dan nyeriklien
prosedur 5. terapi relaksasi bisa mengurangi nyeri
6. memonitor tanda-tanda vital untuk
b. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri mengetahui perkembangan kondisi klien

c. Observasi adanya petunjuk nonverbal


mengenai ketidaknyamanan

4. terapi music

5. terapirelaksasi

6. monitor tanda-tanda vital


3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan pasien
tercukupi
Kriteria hasil :
- Asupan gizi (5)
- Asupan cairan (5)
- Asupan makanan (5)
- Energi (5)
INTERVENSI RASIONAL
1. Manajemen nutrisi 1. Manajemen nutrisi
a. Pengkajian penting dilakukan untuk
a. Tentukan status gizi pasien dan mengetahui status nutrisi pasien sehingga
kemampuan untuk memenuhi gizi dapat menentukan intervensi yang
diberikan
b. Lakukan dan bantu pasien terkait b. Mulut yang bersih dapat meningkatkan
dengan perawatan mulut sebelum nafsu makan
c. Untuk membantu memenuhi kebutuhan
makan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
d. Informasi yang diberikan dapat
c. Delegatif pemberian nutrisi yang sesuai
memotivasi pasien untuk meningkatkan
dengan kebutuhan pasien
intake nutrisi
e. Zat besi dapat membantu tubuh sebagai
d. Berikan informasi yang tepat terhadap
zat penambah darah sehingga mencegah
pasien tentang kebutuhan nutrisi yang
terjadinya anemia atau kekurangan darah
tepat dan sesuai
2. Sebagai indicator status kesehatan klien
e. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
makanan hijau tinggi zat besi seperti
sayuran hijau

2. Monitor tanda-tanda vital


J. REFERENSI
Hudha Amin, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta.
Mediaction
Komang, Ni Saraswita Laksmi. 2014. Penatalaksanaan Tetanus. Bali. Continuing
Professional Development.
Heather, T Herdman. 2017. Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC
Taqiyyah & Mohammad. 2016. Asuhan Keperawatan. Jakarta. Prestasi Pustaka
Publisher.

Anda mungkin juga menyukai