Anda di halaman 1dari 65

ALAT-ALAT RADIOLOGI

Proyeksi (polos) radiografi

Radiografi (atau Roentgenographs, dinamai penemu sinar-X, Wilhelm Conrad


Röntgen) yang diproduksi oleh transmisi X-Rays melalui pasien ke perangkat menangkap
kemudian diubah menjadi gambar untuk diagnosis. Pencitraan asli dan masih sering
memproduksi film diresapi perak. Dalam Film - Layar radiografi tabung x-ray menghasilkan
sinar x-ray yang bertujuan untuk pasien. X-sinar yang melewati pasien disaring untuk
mengurangi tersebar dan kebisingan dan kemudian menyerang sebuah film yang belum
dikembangkan, memegang erat-erat ke layar fosfor memancarkan cahaya dalam sebuah kaset
cahaya-ketat. Film ini kemudian dikembangkan kimia dan gambar muncul di film. Sekarang
menggantikan Film radiografi-Screen Digital Radiografi, DR, di mana x-ray mogok sepiring
sensor yang kemudian mengubah sinyal yang dihasilkan menjadi informasi digital dan
sebuah gambar pada layar komputer.
Radiografi polos adalah modalitas pencitraan hanya tersedia selama 50 tahun pertama
radiologi. Hal ini masih studi pertama memerintahkan dalam evaluasi paru-paru, jantung dan
tulang karena lebar kecepatan, ketersediaan dan biaya relatif rendah.
Keunggulan : Mudah, cepat, dan biaya relatif lebih murah.

Jenis pemeriksaan : Pemeriksaan tanpa kontras, diantaranya dapat dilakukan pada


jantung, paru, serta tulang – tulang pada seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan dengan kontras,
dapat digunakan untuk memeriksa saluran cerna, saluran kemih, organ kandungan, saluran
kelenjar liur, pembuluh darah, saluran getah bening, dan sumsum tulang belakang.

Fluoroskopi

Fluoroskopi dan angiografi adalah aplikasi khusus pencitraan X-ray, di mana layar
fluorescent dan intensifier gambar tabung dihubungkan ke sistem televisi sirkuit tertutup. Hal
ini memungkinkan real-time pencitraan struktur dalam gerakan atau ditambah dengan agen
radiocontrast. Agen radiocontrast yang diberikan, sering ditelan atau disuntikkan ke tubuh
pasien, untuk menggambarkan anatomi dan fungsi pembuluh darah, sistem Genitourinary
atau saluran pencernaan. Dua radiocontrasts saat ini digunakan. Barium (sebagai
Baso 4) dapat diberikan secara lisan atau dubur untuk evaluasi dari saluran GI. Yodium, dalam
bentuk kepemilikan beberapa, dapat diberikan melalui oral, rektal, rute intraarterial atau
intravena. Para agen radiocontrast kuat menyerap atau menyebarkan radiasi sinar-X, dan
dalam hubungannya dengan pencitraan real-time memungkinkan demonstrasi proses dinamis,
seperti peristaltik di saluran pencernaan atau aliran darah dalam arteri dan vena. Yodium
kontras mungkin juga terkonsentrasi di daerah abnormal lebih atau kurang dari pada jaringan
normal dan membuat kelainan (tumor, kista, radang) lebih mencolok. Selain itu, dalam
keadaan tertentu udara dapat digunakan sebagai agen kontras untuk sistem pencernaan dan
karbon dioksida dapat digunakan sebagai agen kontras dalam sistem vena, dalam kasus ini,
agen kontras melemahkan radiasi sinar-X kurang dari jaringan sekitarnya .

CT scan

Pencitraan CT menggunakan X-ray dalam hubungannya dengan algoritma komputasi


untuk citra tubuh. Dalam CT, sebuah tabung sinar-X menghasilkan berlawanan detektor
sinar-X (atau detektor) dalam alat berbentuk cincin berputar di sekitar pasien menghasilkan
sebuah komputer yang dihasilkan penampang gambar (tomogram). CT diperoleh pada bidang
aksial, sedangkan gambar koronal dan sagital dapat diberikan oleh rekonstruksi komputer.
Agen radiocontrast sering digunakan dengan CT untuk deliniasi ditingkatkan anatomi.
Meskipun radiografi memberikan resolusi spasial lebih tinggi, CT dapat mendeteksi variasi
lebih halus dalam redaman sinar-X. CT menghadapkan pasien untuk radiasi pengion lebih
dari sebuah radiograf. Spiral Multi-detektor CT menggunakan detektor 8,16 atau 64 selama
terus bergerak pasien melalui berkas radiasi untuk mendapatkan gambar yang lebih halus
banyak detail dalam waktu yang lebih pendek ujian. Dengan administrasi yang cepat kontras
IV selama CT scan gambar-gambar detail halus dapat direkonstruksi menjadi gambar 3D
arteri karotis, otak dan koroner, CTA, CT angiografi. CT scan telah menjadi uji pilihan dalam
mendiagnosis beberapa kondisi mendesak dan muncul seperti pendarahan otak, emboli paru
(penyumbatan dalam arteri paru-paru), diseksi aorta (robeknya dinding aorta), radang usus
buntu, divertikulitis, dan batu ginjal menghalangi . Melanjutkan perbaikan dalam teknologi
CT termasuk kali pemindaian lebih cepat dan resolusi ditingkatkan telah secara dramatis
meningkatkan keakuratan dan kegunaan CT scan dan akibatnya meningkatkan pemanfaatan
dalam diagnosis medis.
Yang komersial pertama CT scanner ditemukan oleh Sir Godfrey Hounsfield di EMI Pusat
Penelitian Labs, Inggris pada tahun 1972. EMI memiliki hak distribusi ke The Beatles musik
dan itu keuntungan mereka yang mendanai penelitian. Sir Hounsfield dan Alan McLeod
McCormick berbagi Penghargaan Nobel untuk Kedokteran pada tahun 1979 untuk penemuan
CT scan. CT scanner yang pertama di Amerika Utara dipasang di Klinik Mayo di Rochester,
MN pada tahun 1972.
Keunggulan : Dapat memberikan gambaran penampang tubuh yang tidak mungkin
dilihat dengan menggunakan alat Rontgen biasa. dapat juga dibuat gambaran secara 3
dimensi. Dapat menghitung perkiraan jumlah perdarahan pada kasus – kasus tertentu.

Jenis pemeriksaan : Dapat digunakan untuk melihat berbagai organ tubuh seperti tulang –
tulang kepala, otak, jantung dan paru, perut, pada berbagai kasus seperti kecelakaan (trauma),
tumor, infeksi, dan lain – lain.

USG

Medis ultrasonografi menggunakan USG (frekuensi tinggi gelombang suara) untuk


memvisualisasikan struktur jaringan lunak dalam tubuh secara real time. Tidak ada radiasi
pengion yang terlibat, tetapi kualitas gambar yang diperoleh dengan menggunakan USG
sangat tergantung pada keterampilan orang (ultrasonographer) melakukan ujian. USG juga
dibatasi oleh ketidakmampuan untuk foto melalui udara (paru-paru, usus loop) atau tulang.
Penggunaan USG dalam pencitraan medis telah mengembangkan sebagian besar dalam 30
tahun terakhir. Gambar USG pertama statis dan dua dimensi (2D), tapi dengan zaman modern
rekonstruksi 3D ultrasonografi dapat diamati secara real-time; efektif menjadi 4D.
Karena USG tidak menggunakan radiasi pengion, tidak seperti radiografi, CT scan, dan
teknik kedokteran nuklir imaging, umumnya dianggap lebih aman. Untuk alasan ini,
modalitas ini memainkan peran penting dalam pencitraan kandungan. Anatomi
perkembangan janin dapat dievaluasi secara menyeluruh memungkinkan diagnosis dini
banyak anomali janin. Pertumbuhan dapat dinilai dari waktu ke waktu, penting pada pasien
dengan penyakit kronis atau kehamilan akibat penyakit, dan pada kehamilan multipel
(kembar, kembar tiga dll). Warna-Flow Doppler USG mengukur keparahan penyakit
pembuluh darah perifer dan digunakan oleh Kardiologi untuk evaluasi dinamis jantung, katup
jantung dan pembuluh besar. Stenosis dari arteri karotid bisa pertanda infark otak (stroke).
DVT pada kaki dapat ditemukan melalui USG sebelum terhalau dan perjalanan ke paru-paru
(emboli paru), yang bisa berakibat fatal jika tidak diobati. USG berguna untuk gambar-
dipandu intervensi seperti biopsi dan drainase seperti Thoracentesis). Kecil perangkat
ultrasound portabel sekarang ganti peritoneal lavage di triage korban trauma dengan langsung
menilai keberadaan perdarahan di peritoneum dan integritas jeroan utama termasuk limpa,
hati dan ginjal. Hemoperitoneum ekstensif (perdarahan di dalam rongga tubuh) atau cedera
pada organ utama mungkin memerlukan eksplorasi bedah muncul dan perbaikan.
Keunggulan : Tidak menggunakan radiasi sinar X, sehingga aman bagi wanita
hamil.

Jenis pemeriksaan : Digunakan untuk menemukan dan menentukan letak massa dalam
rongga perut / panggul, membedakan kista dengan massa padat, mempelajari pergerakan
organ maupun pergerakan dan pertumbuhan janin.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan inti atom
(biasanya proton hidrogen) di dalam jaringan tubuh, kemudian menggunakan sinyal radio
untuk mengganggu sumbu rotasi inti ini dan mengamati sinyal frekuensi radio yang
dihasilkan sebagai inti kembali ke negara awal mereka ditambah semua sekitarnya daerah.
Sinyal radio yang dikumpulkan oleh antena kecil, yang disebut gulungan, ditempatkan di
dekat daerah tertentu. Keuntungan dari MRI adalah kemampuannya untuk menghasilkan
gambar di aksial, koronal, sagital pesawat miring dan beberapa dengan mudah sama. MRI
scan memberikan kontras jaringan lunak terbaik dari semua modalitas pencitraan. Dengan
kemajuan dalam pemindaian kecepatan dan resolusi spasial, dan perbaikan dalam algoritma
3D komputer dan perangkat keras, MRI telah menjadi alat dalam radiologi muskuloskeletal
dan neuroradiology.
Salah satu kelemahan adalah bahwa pasien harus terus diam selama jangka waktu yang lama
dalam ruang, bising sempit sedangkan imaging dilakukan. Claustrophobia cukup parah untuk
mengakhiri ujian MRI dilaporkan dalam sampai 5% pasien. Perbaikan terbaru dalam desain
magnet, termasuk bidang magnet yang lebih kuat (3 teslas), ujian kali memperpendek, lebih
luas, membosankan magnet lebih pendek dan desain magnet lebih terbuka, telah membawa
beberapa bantuan untuk pasien sesak napas. Namun, dalam kekuatan medan magnet yang
sama sering ada trade-off antara kualitas gambar dan desain terbuka. MRI memiliki manfaat
besar dalam pencitraan otak, tulang belakang, dan sistem muskuloskeletal. Modalitas saat ini
kontraindikasi untuk pasien dengan alat pacu jantung, implan koklea, beberapa pompa obat
berdiamnya, jenis tertentu dari klip aneurisma serebral, fragmen logam di mata dan beberapa
perangkat keras metalik karena medan magnet kuat dan kuat sinyal radio berfluktuasi tubuh
terkena . Wilayah kemajuan potensial termasuk pencitraan fungsional, MRI jantung, serta
MR terapi gambar dipandu.
Keunggulan : lebih sensitif untuk menilai anatomi jaringan lunak, terutama otak,
sumsum tulang belakang, dan susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan sinar X biasa.

Jenis pemeriksaan : Digunakan untuk menilai anatomi jaringan lunak, seperti otak,
sumsum tulang belakang, susunan saraf. Selain itu, dapat juga untuk menilai jaringan lainnya
seperti otot, ligamen, tendon, tulang rawan, ruang sendi.

Kedokteran Nuklir

Pencitraan kedokteran nuklir melibatkan administrasi ke pasien radiofarmasi terdiri dari zat
dengan afinitas untuk jaringan tubuh tertentu diberi label dengan perunut radioaktif. Para
pelacak yang paling umum digunakan adalah Technetium-99m, Yodium-123, Iodine-131,
Gallium-67 dan Thallium-201. Jantung, paru-paru, tiroid, hati, kandung empedu, dan tulang
umumnya dievaluasi untuk kondisi tertentu menggunakan teknik ini. Sementara detail
anatomi terbatas dalam studi ini, kedokteran nuklir ini berguna dalam menampilkan fungsi
fisiologis. Fungsi ekskretoris pada ginjal, kemampuan berkonsentrasi yodium dari aliran,
tiroid darah ke otot jantung, dll dapat diukur. Perangkat pencitraan utama adalah kamera
gamma yang mendeteksi radiasi yang dipancarkan oleh pelacak dalam tubuh dan
menampilkannya sebagai gambar. Dengan pemrosesan komputer, informasi yang dapat
ditampilkan sebagai aksial, gambar koronal dan sagital (SPECT gambar, tunggal emisi
photon computed tomography). Dalam perangkat yang paling modern Kedokteran Nuklir
gambar dapat menyatu dengan CT scan diambil kuasi-secara bersamaan sehingga informasi
fisiologis dapat dilakukan overlay atau co-terdaftar dengan struktur anatomis untuk
meningkatkan akurasi diagnostik.
PET, (positron emission tomography), pemindaian juga berada di bawah "kedokteran nuklir."
Dalam PET scan, zat biologis aktif radioaktif, paling sering Fluorin-18 fluorodeoxyglucose,
disuntikkan ke pasien dan radiasi yang dipancarkan oleh pasien terdeteksi untuk
menghasilkan multi-planar gambar tubuh. Jaringan lebih aktif metabolisme, seperti kanker,
zat aktif berkonsentrasi lebih dari jaringan normal. PET gambar dapat dikombinasikan
dengan gambar CT untuk meningkatkan akurasi diagnostik.
Aplikasi kedokteran nuklir dapat mencakup pemindaian tulang yang secara tradisional
memiliki peran yang kuat dalam work-up/staging kanker. Pencitraan perfusi miokard adalah
ujian penyaringan sensitif dan spesifik untuk iskemia miokard reversibel. Molekuler Imaging
adalah perbatasan yang baru dan menarik dalam bidang ini.
TEKNIK PEMERIKSAAN BNO IVP/ IVU
Pengertian BNO IVP

BNO (Blass Nier Overzicht),blass : kandung kemih , Nier : ginjal , Overzicht :


penelitian. Adalah Pemeriksaan didaerah abdomen atau pelvis untuk mengetahu kelainan –
kelainan pada daerah tersebut khususnya pada system urinaria. Sedangkan IVP (Intera
Venous Pyeloghrapy ).

BNO IVP adalah Pemeriksaan radiorafi pada system urinaria (dari ginjal, ureter
hingga kandung kemih) dengan menyuntikan zat kontras melalui pembuluh darah vena.Pada
saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien,media kontras
akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary sehingga
ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP, radiologis dapat mengetahui
anatomi serta fungsi ginjal,ureter dan blass.

Anatomi Sistem Urinaria

Sistem urinaria terdiri dari :

a. Ginjal

b. Ureter

c. Urinary bladder

d. Uretra
a. Ginjal

Berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjang sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5
cm. Pada laki-laki beratnya antara 125-175 gram dan pada perempuan 115-155 gram. Ginjal
dibagi tiga bagian utama yaitu Korteks (bagian luar), medulla (sumsum ginjal), Pelvis renalis
( rongga ginjal ).

Bagian Korteks ginjal mengandung banyak sekali nefron +_ 100juta sehingga permukaan
kapiler ginjal menjadi luas akibatnya perembesan zat buangan menjadi banyak. Setiap
nerfron terdiri atas :

1. Glomerolus:gulungan kapilar dikelilingi dinding epitel ganda yang disebut kapsula


bowman.

2. Tubulus kontortus proksimal: panjang mencapai 15 mm & sangat berliku.

3. Tubulus kontortus distal: panjang sekitar 5 mm & membentuk segmen terakhir nefron.

4. Tubulus dan duktus pengumpul: membentuk tuba yg lebih besar yg mengalirkan urin ke
dlm kaliks minor.
Fungsi ginjal :

a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat – zat metabolisme

b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan

c. Reasorbsi elektrolit yang dilakukan oleh bagian tubulus ginjal

d. Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.

e. Menghasilkan hormone yang perperan dalam membentuk dan memantangkan sel sel darah
merah disumsum tulang.

b. Ureter

Adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang
merentang sampai kandung kemih. Panjangnya antara 25-30 cm dan diameter 4-6 mm.
Saluran ini menyempit ditiga tempat:

1. Di titik asal ureter pada pelvis ginjal

2. Di titik pada saat melewati pinggiran pelvis

3. Di titik pertemuannya dengan kandung kemih.


c. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)

Organ muskular berongga yang berfungsi sebagai kontainer penyimpanan urine.


Berukuran sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat kosong dan dapat mencapai
umbilicus dalam rongga abdominopelvis jika penuh berisi urin.

Bagiannya terdiri dari :

1. Fundus: bagian yg menghadap ke arah belakang dan bawah, terpisah dari rektum oleh
spatium rectovesikale.

2. Korpus: bagian antara verteks dan fundus.

3. Verteks: bagian runcing ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

d. Uretra

Mengalirkan urin dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh.

A. Tujuan Pemeriksaan IVP

Tujuan pemeriksaan IVP ini adalah :

a. Pemeriksaan IVP membantu dokter mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary,
dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.

b. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah (hematuri)
dan sakit pada daerah punggung.
c. Dengan IVP dokter dapat mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari :
Batu ginjal, Pembesaran prostat, Tumor pada ginjal, ureter dan blass.

B. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan IVP

Indikasi pemeriksaan IVP

1. Batu kandung kemih


2. Pembesaran prostat jinak
3. Radang ginjal
4. Batu ginjal
5. Hydronephrosis
6. Curiga ada tumor pada ureter
7. Radang ureter
8. Sumbatan pada ureter karena batu

Kontra indikasi pemeriksaan IVP

a. Alergi terhadap media kontras

b. Penyakit kencing manis

c. Tumor ganas

d. Penyakit hati / lever

e. Kegagalan jantung

f. Anemia berat

g. Kegagalan ginjal

h. Hasil ureum dan creatinin tidak normal

C. Persiapan pemeriksaan

Persiapan Pasien:

Prosedur pelaksanaan urus – urus :

1. Makan makanan lunak yang tidak berserat satu sampai dua hari sebelum pemeriksaan

2. Minum laktasit atau obat pencahar yg diberikan 12 jam sebelum pemeriksaan utk
membersihkan usus dari faeses
3. Dua belas jam sebelum pemeriksaan pasien puasa

4. Selama berpuasa pasien diharapkan mengurangi berbicara dan merokok utk menghindari
adanya bayangan gas

Pemeriksaan laborat

1. Kreatinin ( normal : 0,6- 1,5 mg/ 100 ml )

2. Ureum ( normal : 8-25 mg/ 100ml)

3. Sebelum dilakukan pemeriksaan , maka pasien di minta untuk buang air kecil terlebih
dahulu

Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan dan penandatanganan informed consent.

Persiapan Media Kontras

Bahan kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan


visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostic medik.
Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi
sinar-X (bahan kontras positif) atau menurunkan daya attenuasi sinarX (bahan kontras negatif
dengan bahan dasar udara atau gas). Kontras media adalah suatu bahan atau media yang
dimasukkan ke dalam tubuh pasien untuk membantu pemeriksaan radografi, sehingga media
yang dimasukkan tampak lebih radioopaque atau lebih radiolucent pada organ tubuh yang
akan diperiksa.

Media kontras yang digunakan dalam BNO IVP adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Bahan kontras yang sering di gunakan : Iopamiro, Omnipaque, Ultravist


Syarat bahan

kontras yang digunakan dalam pemeriksaan IVP adalah :

a. Memeiliki nomor atom yang tinggi (seperti Iodium nomor atomnya 53) ,sehingga zat
kontras akan tampak putih pada jaringan.

b. Non Toxic atau tidak beracun,dapat ditolerir oleh tubuh.

c. Bersifat water soluble dan ionic atau larut dalam air,dapat dengan mudah diserap atau
dikeluarkan tubuh setelah pemeriksaan.

Persiapan Alat dan Bahan

1. Peralatan Steril

a. Wings needle No. 21 G (1 buah)

b. Spuit 20 cc (2 buah)

c. Kapas alcohol atau wipes

2. Peralatan Un-Steril

a. Plester

b. Marker R/L dan marker waktu

c. Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)

d. Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)

e. Baju pasien

f. Tourniquet
D. Teknik Pemeriksaan

Foto polos abdomen

Tujuan :

a. Untuk melihat persiapan pasien , apakah usus sudah bebas dari udara dan faeces

b. Untuk melihat kelainan anatomi pada organ saluran kemih

c. Untuk menentukan faktor eksposi pada pengambilan radiograf selanjutnya

Posisi pasien :

a. Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan

a) Tempatkan kedua lengan di samping tubuh

b) Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan

c) Arah sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset

d) Titik bidik : pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yg menghubungkan crista iliaca
kanan dan kiri

e) Jarak fokus dengan film : 100 cm

b. Ukuran kaset : 30 x 40 cm

c. Eksposi : pada saat ekspirasi dan tahan nafas

Kriteria : dapat menampakkan organ abdomen scr keseluruhan , tidak tampak pergerakaan
tubuh ,kedua krista iliaca simetris kanan dan kiri

d. Gambaran vertebra tampak dipertengahan radiograf

Penyuntikan Media Kontras

a. Sebelum penyuntikan media kontras ,terlebih dahulu dilakukan skin test terhadap pasien.

b. Penyuntikan urografi intra vena mempunyai dua cara : langsung dan drip infus

c. Penyuntikan src langsung dilakukan melalui pembuluh darah vena dengan cara
memasukkan jarum wing needle ke dalam vena mediana cubiti

d. Penyuntikan scr drip infus adalah media kontras dicampur dgn larutan fisiologis kmd
dimasukkan melalui slang infus
Alur perjalanan bahan kontras

Bahan kontras disuntikan pada vena fossa cubiti akan mengalir ke vena capilaris,vena
subclavian,kemudian ke vena cava superior. Dari vena cava superior, bahan kontras akan
mengalir masuk ke atrium kanan (jantung) ,kemudian ke ventrikel kanan dan mengalir ke
arteri pulmo.Kemudian mengalir ke vena pulmomenuju atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri
dan mengalir ke aortaserta terus mengalir menuju aorta desendens trus kedalam aorta
abdominalis dan masuk kedalam arteri renalis dan mulai memasuki korteks ginjal.
E.FOTO POST PENYUNTIKAN MEDIA KONTRAS

1. Foto 5 menit

Tujuan :Untuk melihat fungsi ginjal dan untuk melihat pengisian media kontras pada
pelvicocalises

Tehnik pemeriksaan:

a. Posisi pasien : berbaring di atas meja pemeriksaan

b. Tempatkan kedua lengan disamping tubuh

Posisi pasien:

a. Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan

b. Ukuran kaset : 24 x 30 cm, diatur melintang tubuh di dlm meja bucky dengan krista iliaca
masuk pada bagian bawah kaset tanpa memotong bagian ginjal

c. Arah sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset

d. Titik bidik : pada pertengahan antara proccecus xypoideus dengan krista iliaca kanan dan
kiri

e. Jarak fokus dengan film : 100 cm

f. Eksposi : pada saat ekspirasi dan tahan nafas

g. Kriteria : dapat menampakkan kedua kontur ginjal yang terisi media kontras

Foto 5 menit post injeksi


Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri

2. Foto 15 menit post penyutikan

Tujuan: Untuk melihat pengisian media kontras pada ureter

Tehnik pemeriksaan:

a. Posisi pasien : berbaring di atas meja pemeriksaan

b. Tempatkan kedua lengan disamping tubuh

Posisi pasien:

a. Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan

b. Ukuran kaset : 30 x 40 cm, diatur memanjang sejajar tubuh dengan sympisis pubis masuk
pada bag batas bawah kaset tanpa memotong bag atas ginjal Arah sumbu sinar : vertikal tegak
lurus terhadap kaset

c. Titik bidik : pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri

d. Jarak fokus dengan film : 100 cm

e. Eksposi : pada saat ekspirasi dan tahan nafas

f. Kriteria : dapat menampakkan media kontras yang mengisi kedua ureter

Foto menit ke - 15
mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder.

3. Foto post 30 menit penyuntikan

Tujuan :Untuk melihat pengisian ureter bag bawah dan kandung kencing

Tehnik pemeriksaan:

a. Posisi pasien : berbaring di atas meja pemeriksaan

b. Tempatkan kedua lengan disamping tubuh

Posisi pasien

a. Mid Sagital Plane berada di tengah meja pemeriksaan

b. Ukuran kaset : 30 x 40 cm, diatur memanjang sejajar tubuh dgn sympisis pubis masuk pada
bag batas bawah kaset tanpa memotong bag atas ginjal

c. Arah sumbu sinar : vertikal tegak lurus terhadap kaset

d. Titik bidik : - pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi garis yg menghubungkan crista iliaca
kanan dan kiri

e. Jarak fokus dengan film : 100 cm

f. Eksposi : pada saat ekspirasi dan tahan nafas

g. Kriteria : dapat menampakkan media kontras yang mengisi kedua ginjal,ureter dan kandung
kencing .Gambaran verteba berada d pertengahan radiograf, kedua krista iliaca simetris kanan
dan kiri

h. Foto 30 menit post injeksi (full blass)


tampak media kontras pada kandung kencing, tampak kedua ginjal,dan ureter, daerah
sympisis pubis masuk dalam radiograf.

Apabila pada 30 menit setelah penyuntikan media kontras , kandung kencing terisi penuh
dengan media kontras , maka pasien dimohon untuk kencing/ buang air kecil

Apabila pada foto ke 30 menit media kontras belum mengisi penuh kandung kencing maka
pemeriksaan dilanjutkan sampai 60 menit , 90 menit , 120 menit

Poto Post Void


Kemudian dilanjutkan dengan foto Post Miksi (PM )

F. Perawatan lanjutan

Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.Cukup istrahat dan banyak minum air putih untuk menghilangkan
bahan kontras dari tubuh. Kecuali yang alergi terhadap bahan kontras IVP. Efek samping
yang sering terjadi adalah:

a. Efek samping ringan seperti mual, gatal – gatal, kulit menjadi merah dan bentol-bentol.

b. Efek samping sedang seperti edema dimuka atau pangkal tenggorokan

c. Efek samping berat seperti shock,pingsan,gagal jantung.

Efek samping sering terjadi pada pasien yang mempunyai alergi yodium (makan laut) dan
kelainan pada jantung.

G. Pencegahan dan penanganan pasien yang mengalami alergi terhadap bahan


kontras saat pemeriksaan IVP

1. Tindakan pencegahan:

a. Melakukan skin test


Skin test adalah test kepekanaan kulit terhadap bahan kontras yang disuntikan sedikit
dipermukaan kulit. Bila terjadi reaksi kulit merah atau bentol- bentol segera laporkan ke
radiographer atau dokter jaga.

b. Melakukan intravena test

Menyuntikan bahan kontras kurang lebih 3—5 cc kedalam vena.Segera laporkan jika terjadi
reaksi.

c. Memberikan obat anti alergi

Seperti antihistamin sebelum pemasukan bahan kontras (contoh: diphenhydramine).

2. Tindakan penyembuhan

Tindakan penyembuhan dilakukan setelah bahan kontras itu masuk tubuh dan menimbukan
alergi. Bisa dilakukan dengan pemberian obat anti alergi atau laporkan ke dokter jika alergi
yang dialami parah.

H. Kekurangan dan kelebihan pemeriksaan IVP

Kekurangan:

a. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.

b. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang diterima
dari alam dalam satu tahun.

c. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada pasien, yang
menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.

d. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.

Kelebihan:

a. Bersifat invasif.

b. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat mendiagnosa
dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa
harus melakukan pembedahan

c. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat dilakukan.

d. Radiasi relative rendah

e. Relative aman.
I. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan foto BNO IVP

a. Jangan lupa memberi marker “BNO”, “5”, “15”,“30”,sesuai dengan interval waktu.

b. Pemeriksaan harus menggunakan grid untuk menyerap radiasi hambur

c. Persiapan pasien yang baik akan menghasilkan gambaran IVP yang baik pula.

d. Proteksi pasien harus diperhatikan.

e. Ekspose dilakuakn pada saat pasien fuul inspiration

Teknik Pemeriksaan BNO IVP dengan berbagai posisi.


Pemeriksaan Abdomen Posisi Supine
Untuk memberikan gambaran obstruksi usus, neoplasma, kalsifikasi,asites dan Plain
Photo sebelum pemeriksaan dengan menggunakan media kontras
1. Posisi Pasien dan kaset
 Pasien supine di atas meja pemeriksaan, dengan Mid Sagital Plane pasien parallel
dengan meja pemeriksaan, dengan kedua kaki ekstensi dan beri pengganjal pada bagian
bawah lutut, agar lebih nyaman.
 Kedua lengan diletakkan di samping tubuh. Pelvis diposisikan agar anterior
superior iliac spines sama jaraknya terhadap meja pemeriksaan.
 Kaset dipasang longitudinal/portrait dan diposisikan agar daerah Shimphysis
Pubis masuk pada batas bawah film.
 Pertengahan kaset kira-kira berada pada letak setinggi 1 cm di bawah Krista Iliaka.
Hal ini berfungsi untuk memastikan agar Shymphisis Pubismasuk dalam lapangan
penyinaran.
 Pastikan tidak ada rotasi pada bahu dan pelvis.
Posisi Pasien Supine AP
2. Central Ray
 Central Ray tegak lurus terhadap kaset dan CP setinggi Krista Iliaka.
 Gunakan pemilihan waktu eksposi yang sesingkat mungkin.
Kriteria Radiograf Posisi AP Supine
3. Catatan
 Pada pasien yang memiliki abdomen tebal, dapat digunakan Imobilization
Band untuk mengkompresi Soft Tissue dan mengurangi efek radiasi hambur.
 Memastikan marker posisi dan marker anatomi masuk pada daerah lapangan
penyinaran.
 Jika pasien tidak memungkinkan untuk dipindah ke meja pemeriksaan akibat nyeri
perut yang berlebih, maka penggunaan Stationary Grid dapat dilakukan. Penggunaan
FFD yang tepat juga perlu dilakukan begitu juga dengan CR yang harus tepat pada
pertengahan kaset, agar tidak terjadi Cut Off.

Pemeriksaan Abdomen Posisi Erect (posisi pasien duduk tegak)


1. Posisi pasien dan posisi kaset
 Mengaturtur faktor eksposi dan posisi tabung Sinar-X sehingga pengaturan sinar
horizontal berada pada ketinggian yang tepat, pasien berada pada posisi siap, kondisi
tubuh tegak 90° sehingga tepat berhadapan dengan tabung Sinar-X.
 Memperhatikan posisi paha, atur pada posisi Abduksi, sehingga Soft Tissue pada
paha tidak menutupi seluruh bagian cavum pelvis.
 Mengatur MSP agar parallel terhadap Stand Bucky,maupun Grid dan kaset.
 Posisi kaset terpasang secara vertical di belakang punggung pasien, dan
memastikan bagian atau batas atas kaset tidak terpasang pada bagian bawah mid-
sternum.

Posisi Pasien Duduk Tegak


2. Central Ray
 Memastikan pengaturan berkas sinar horizontal dan FFD benar-benar tepat
 Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi, setelah eksposi dilakukan,
kembalikan pasien pada posisi supine kembali
Kriteria Radiograf Posisi Duduk Tegak
3. Esensi Anatomi
 Radiograf harus mampu menunjukkan lekuk diafragma untuk memastikan ada atau
tidaknya udara bebas pada peritoneal cavity.
4. Catatan
 Faktor eksposi menggunakan mA tinggi dan waktu eksposi yang singkat dan
meningkatkan nilai kV antara 7-10kVp dari faktor eksposi yang digunakan untuk
pemeriksaan abdomen supine.
 Pada kasus pasien suspek perforasi, pasien harus tetap berada pada posisi erect,
idealnya selama 20 menit sebelum dilakukan eksposi, untuk memberi waktu agar udara
bebas dapat naik.

Proyeksi Antero Posterior-Left Lateral Decubitus


Proyeksi ini dilakukan apabila pasien tidak dapat diposisikan secara tegak berdiri ataupun
duduk tegak untuk mempejelas ada atau tidaknya udara bebas pada subdiaphragmatic yang
terlihat pada proyeksi AP supine. Proyeksi ini juga digunakan untuk memastikan ada atau
tidaknya obstruksi.
Dengan posisi pasien berbaring miring kea rah kiri, udara bebas akan naik, dan berada di
antara lateral margin dari liver dan dinding lateral abdominal bagian kanan. Untuk member
waktu agar udara bebas terkumpul pada daerah tersebut, pasien diposisikan tidur miring ke
arah kiri selama 5-20 menit sebelum eksposi dilakukan.
1. Posisi Paien dan Kaset
 Pasien tidur miring pada sisi kiri dengan siku dan lengan fleksi, sehingga tangan
dapat diletakkan di dekat kepala, kedua lutut fleksi.
 Kaset yang digunakan berukuran 35 x 43 cm, diposisikan secara tranversal
pada Ventrical Bucky atau bila tidak punya, menggunakan grid dan kaset yang dipasang
secara vertical di belakang dengan bagian atas kaset cukup untuk menunjukkan bagian
atas dari Right Lateral Abdominal dan dinding Thoracic.
 Sedikit bagian dari paru-paru yang berada di atas diafragma harus masuk pada
gambaran
 Posisi pasien di atur, agar MSP tubuh pasien benar-benar paralael terhadap kaset
dan grid (tidak ada rotasi pada bahu mupun pelvis).

Posisi Paien LLD


2. Central Ray
 Sinar Horizontal langsung tepat menuju aspek anterior pasien dan CP tepat pada 2
inchi di atas Krista Iliaka (agar daerah diafragma masuk pada gambaran), batas atas
kaset terletak setinggi axilla.
 Eksposi dilakukan saat setelah ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria Radiograf Posisi LLD

Teknik Pemeriksaan Schedel ( Kepala )


PROYEKSI AP

POSISI PASIEN
 Pasien tidur pada posisi Supine di atas meja pemeriksaan, dengan MSP
tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
 Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan :
 MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
 Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
 Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala
 Letakkan Marker yang sesuai R atau L Lakukan fiksasi bagian kepala
dengan menggunakan spon dan sand bag agar tidak terjadi pergerakan objek.
 Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.
 Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion, dengan
memposisikan glabella atau nasion tepat dipertengahan bidang film.
 Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang
telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi AP.
 Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film
KRITERIA GAMBARAN
 Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas atas verteks,
batas bawah simphysis menti, kedua sisi tidak terpotong
 Kepala simetris, jarak batas orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan
kanan.
 Tampak Sinus frontalis, maksilaris, sinus ethmoidalis, dan crista galli
 Os frontalis tampak jelas. nMarker R/L harus tervisualisasi.

PROYEKSI LATERAL

POSISI PASIEN
 Pasien tidur pada posisi semi Prone di atas meja pemeriksaan, dengan MSP
tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
 Kepala diposisikan Lateral, dengan menempatkan :
 MSP kepala sejajar pada bidang film.
 Infra Orbito Meatal Line
(IOML) sejajar dengan bidang film.
 Inter Pupillary line (IPL) tegak lurus dengan bidang film
 Letakkan Marker yang sesuai R atau L
 Lakukan fiksasi bagian kepala dengan menggunakan spon dan sand bag
agar tidak terjadi pergerakan objek.
 Atur Central Ray Tegak Lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.
 Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di atas Meatus Acusticus
Externa (MAE), dengan memposisikan daerah tersebut tepat dipertengahan
bidang film.
 Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang
telah disesuaikan untuk pemotretan kepala posisi Lateral.
 Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film.

KRITERIA GAMBARAN
 Seluruh cranium lateral batas atas vertex, batas belakang os occipital,
batas depan soft tissue hidung
 Sella tursica tidak berotasi
 PCP & PCA , Dorsum sellae
 Ramus mandibula superposisi
 Mastoid superposisi
 MAE superposisi
PROYEKSI LATERAL

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm memanjangFFD : 90 cmCR : Vertikal tegak lurus


filmCP : 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa (MAE)

Posisi Pasien :
- Pasien tidur pada posisi semi prone diatas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh
tepat pada Mid Line meja pemeriksaan- Kepala harus diposisikan true lateral
dengan menempatkan MSP kepala sejajar pada bidang film.
- Infra Orbito Meatal Line ( IOML ) sejajar dengan bidang film.
- Inter Pupillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film.
- Jangan lupa untuk menggunakan Marker R atau L sebagai penanda objek kiri
atau kanan.
- Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan sand bad dan spon
untuk mencegah pergerakan pada objek kepala pasien.
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek,
tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil sebagai bentuk proteksi terhadap pasien-
Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron.
- Jangan lupa menggunakan Grid untuk menyerap radiasi hambur supaya
gambaran yang dihasilkan baik- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi
dengan faktor eksposi yang sudah disesuaikan untuk pemotretan kepala Lateral.

Kriteria Gambar :
- Tampak keseluruhan kepala atau cranium dalam posisi lateral dengan batas atas
vertex, batas belakang os occipital, batas depan soft tissue hidung.
- Tampak sella tursica tidak berotasi dan tampak overlapping- Tampak ramus
mandibula yang superposisi.
- Tampak Mastoid yang superposisi- Tampak MAE yang superposisi.
- Tergambarnya marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan.
PROYEKSI PA

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm memanjang


FFD : 90 cm
CR : Vertikal tegak lurus film
CP : Tepat pada Glabella atau nasion

Posisi Pasien :
- Pasien tidur pada posisi Prone di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh
tepat pada Mid Line meja pemeriksaan.
- Kepala diposisikan PA dengan menempatkan dahi dan hidung menempel pada
meja pemeriksaan- MSP kepala tegak lurus pada bidang film.
- Orbito meatal line ( OML ) tegak lurus pada bidang film.
- Lakukan fiksasi dengan cara dagu diganjal dengan spon untuk mencegah
pergerakan dan pastikan tidak ada perputaran pada objek kelapa pasien - Jangan
lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan.
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek,
tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil sebagai bentuk proteksi terhadap pasien-
Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron.
- Jangan lupa menggunakan Grid untuk menyerap radiasi hambur supaya
gambaran yang dihasilkan baik.
- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah
disesuaikan untuk pemotretan kepala PA.
Kriteria Gambar :
- Tampak keseluruhan kepala atau cranium dengan posisi PA dengan batas atas
vertex, batas bawah simphysis menti, bagian samping kanan dan kiri kepala tidak
terpotong.
- Tampak sinus frontalis, maksilaris dan

Prosedur diagnosis
Temporomandibularjoint

Diagnosis dapat ditegakkan secara berurutan berdasarkan:

a) Anamnesis

Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat


kesehatan dan riwayat kesehatan gigi dan mulutnya. Tidak
menutup kemungkinan bahwa gejala dari kelainan
temporomandibular dapat berasal dari gigi dan jaringan
periodontal, maka harus dilakukan pemeriksaan secara seksama
pada gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu ditanyakan

tentang perawatan gigi yang pernah didapatkan, riwayat


penggunaan gigi palsu dan gigi kawat. Keluhan utama pada
pasien dengan, diantaranya :

 Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau


wajah

 Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut


 Keluhan adanya “clicking sounds” pada saat menggerakan
rahang

 Kesulitan untuk membuka mulut secara sempurna

 Sakit kepala

 Nyeri pada daerah leher dan pungggung

b) Pemeriksaan klinis

Inspeksi

Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu


diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala
dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan
nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan
dari rahang bawahnya. Terkadang pasien memperlihatkan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti
bruxism.

Palpasi

Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara


palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot
pada wajah dan daerah kepala.

 Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu


anterior, media, dan posterior

 Zygomatic arch (arkus zigomatikus).

 Masseter muscle

 Digastric muscle

 Sternocleidomastoid muscle

 Cervical spine
 Trapezeus muscle, merupakan muscular trigger point serta
menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporal

 Lateral pterygoid muscle

 Medial pterygoid muscle

 Coronoid process

Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu


mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :

 Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri


pada ruang inferior m. pterigoideus lateral)

 Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri


pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus
medial)

 Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi


rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral dan medial yang
kontralateral)

 Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri


pada m. Pterigoideus lateral)

 Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri


pada bagian posterior m. temporalis)

Pemeriksaan tulang belakang dan cervikal: Dornan dkk


memperkirakan bahwa pasien dengan masalah TMJ juga
memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal
maupun TMJ. Evaluasi pada cervical dilakukan dengan cara :

 menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian


dokter menilai apakah terdapat asimetris kedua bahu atau
deviasi leher
 menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk
melihat postur leher yang terlalu ke depan

 menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke


setiap sisi, dimana pasien seharusnya mampu untuk
memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.

 menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan


ke bawah (fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60
derajat

 menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan


kanan, normalnya pergerakan ini 45 derajat

Auskultasi : Joint sounds

Bunyi sendi TMJ terdiri dari ‘kliking’ dan ‘krepitus’. ‘Kliking’


adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau
menutup mulut, bahkan keduanya. ‘Krepitus’ adalah bersifat
difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh
pada saat membuka atau menutup mulut bahkan keduanya.
’Krepitus’ menandakan perubahan dari kontur tulang seperti
pada osteoartrosis. ’Kliking’ dapat terjadi pada awal,
pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi
‘klik’ yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan
adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ ‘kliking’ sulit didengar
karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop.

Range of motion

Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan


pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ
normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of
motion diukur dengan :

 Maximal interticisal opening (active and passive range of


motion)

 Lateral movement
 Protrusio movement

PEMERIKSAAN TEMPOROMANDIBULAR JOINT

Anatomi Temporomandibular Joint

Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa
gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab
terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya
dibawah depan telinga4.

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada
salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri
saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut
terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi temporomandibular. Salah satu
gejala kelainan ini munculnya bunyi saat rahang membuka dan menutup. Bunyi ini disebut dengan
clicking yang seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya kelainan sendi
temporomandibular5.

Susunan anatomi normal dari Temporomandibula joint ini dibentuk oleh bagian – bagian:

1. Fossa glenoidalis6
2. Prosesus kondiloideus
3. Ligamen
4. Rongga Synovial
5. Diskus artikularis

1. Fossa Glenoidalis atau fossa mandibularis dari tulang temporal. Bagian anterior berhubungan
dengan eminensia artikularis, merupakan artikulasi dari fossa glenoidalis. Bagian posterior dari fossa
glenoidalis merupakan dataran tympani dari tulang temporal 6.

2. Prosesus kondiloideus dari tulang mandibula. Merupakan tulang yang berbentuk elips yang
mempunyai kepala dan leher.
3. Ligamen. Fungsi dari ligamen yang membentuk Temporomandibula joint ini adalah sebagai alat
untuk menghubungkan tulang temporal dengan prosesus kondiloideus dari tulang mandibula serta
membatasi gerak mandibula membuka, menutup mulut, pergerakan ke samping, dan gerakan lain.
Ligament yang menyusun temporomandibula joint terdiri dari :

a. Ligamen temporo mandibular


b. Ligamen spheno mandibular
c. Ligamen stylo mandibular

Gambaran Ligamen temporomandibular joint9

4. Rongga Synovial. Terdiri dari dua bagian yaitu bagian superior dan bagian inferior. Fungsi dari
rongga synovial ini adalah menghasilkan cairan pelumas yang berguna untuk pergerakan sendi.

5. Diskus Artikularis. Merupakan tulang fibro kartilago di dalam persendian temporomandibular yang
terletak di antara prosesus kondiloideus dan fossa glenoidalis. Diskus Artikularis ini merupakan
bantalan tulang rawan yang tidak dapat menahan sinar x sahingga gambarannya radiolusen 6.

Pergerakan temporomandibula joint ini dibagi menjadi dua gerak utama yaitu 2 :
a. Gerak Rotasi
Ketika caput processus condylaris bergerak pivot dalam kompartemen sendi bagian bawah dalam
hubungannya dengan discus articularis.
b. Gerak meluncur atau translasi
Dimana caput mandibula dan discus articularis bergerak disepanjang permukaan bawah Os.
Temporale pada kompartemaen sendi bagian atas. Kombinasi gerak sendi dan meluncur diperlukan
agar cavum oris dibuja lebar – lebar. Gerak sendi pada individu dewasa yang normal mempunyai
kisaran 20 – 25mm antara gigi geligi anterior atas dan bawah. Bila dikombinasikan dengan gerak
meluncur kisaran gerak membuka mulut yang normal akan meningkat menjadi 35 – 45mm 7.
Kelainan pada temporomandibula joint1

Perawatan yang berhasil dari proses penyakit meliputi usaha untuk menentukan diagnosa yang tepat
dan usaha mengenal penyebabnya, agar dapat ditentukan rencana perawatan yang tepat. Banyak
kelainan sendi temporomandibula yang ditangani dengan pengetahuan yang kurang memadai
terhadap prinsip – prinsip tersebut dan perawatan hanya berdasar pada metode empiris saja yang
dievaluasi keberhasilannya dengan kemampuan untuk bekerja 1.

Klasifikasi berikut ini tidaklah lengkap, tetapi untuk praktisnya, kelainan – kelainan yang mengenai
temporomandibular joint dapat dibagi dalam kelainan yang sering dan jarang terjadi.

Kelainan yang sering terjadi¬1

1. Disfungsi (sindrom rasa sakit-disfungsi dari TMJ, miofasial pain-dysfunction syndrom dst)
2. Susunan bagian dalam sendi yang tidak tepat.
3. Penyakit degenerasi (osteoartrosis, osteartritis, osteokondritis, osteoartropati)
4. Trauma
a. Fraktur
b. Dislokasi
c. Traumatik artritis, sinovitis, dll.

Kelainan yang jarang terjadi1

1. Peradangan
a. Infeksi (setelah trauma, menyebar dari bagian tengah telinga atau struktur lain disampingnya).
b. Reumatoid artritis (termasuk juvenile chronic artritis atau Still disease).
c. Psoriatik arthritis.
d. Penyakit deposit kristal.
2. Ankilosis. Setelah trauma, infeksi atau keadaan peradangan yang lain.
3. Cacat kongenital dan perkembangan. Cacat seperti yang terdapat pada sindrom cabang kranial
pertama dan kedua, Piere Robin dan Treacher Collin syndrom ; hipoplasia, aplasia, dan hiperplasi
dari condyle mandibula.
4. Tumor. Osteoma, kondroma, kondrosarkoma sekunder.

Sindrom Rasa Sakit – Disfungsi1


Sendi temporomandibular sangat rentan terhadap berbagai jenis kerusakan yang diakibatkan dari luar
seperti trauma, atau dari dalam seperti tumor atau artritis. Disfungsi sendi temporomandibular sangat
bervariasi dari ringan sampai yang berat. Beberapa disfungsi menyebabkan masalah dalam
penggunaan sendi temporomandibular namun sebagian lagi tidak menyebabkan masalah. Disfungsi
yang parah, seperti sendi yang berfungsi, dapat menyebabkan nyeri dan mungkin tindakan bedah 1.

Sakit otot dan sendi berhubungan dengan pergeseran mandibula karenaa akontak oklusi prematur.
Pada beberapa kasus, perawatan ortodonti diperlukan untuk menghilangkan ketidakteraturan yang
besar; walaupun problem ringan ditangani dengan pengasahan oklusal. Tidak bijaksana untuk
melakukan pengasaan oklusal segera setelah perawatan ortodonti karena dapat terjadi pergerakan
gigi selama periode tersebut. Pada orang dewasa penyesuaian oklusi dapat dilakukan dengan aman
enam bulan setelah pesawat retensi lepas, asalkan oklusi terlihat stabil 3.
Penyebab
Trauma merupakan penyebab utama disfungi (TMD). Menurut Jurnal American Dental Association
tahun 1990, 40% to 99% kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti
pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher dan
rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan terhadap pengaman "airbag" dalam kendaraan
dapat menyebabkan TMD.
Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang terbatas. Jika rahang dibuka terlalu besar dalam
jangka waktu yang lama atau dipaksa terbuka, ligamen bisa robek. Bahkan ketika rahang dibuka
secara normal, terdapat dislokasi sebagian dari sendi temporomandibular.
Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi batas normal, dislokasi muncul atau diskus pemisah bisa
rusak. Gejala TMD yaitu nyeri telinga, otot rahang ngilu, nyeri di dahi atau, cliking, rahang terkunci,
kesulitan membuka mulut, nyeri kepala-leher 5.
Dari sejumlah besar literatur tentang disfungsi ini, tampak seakan – akan suatu konsensus bahwa
sindrom dibentuk oleh satu atau beberapa gejala sebagai berikut 1:
1. kliking sendi
2. ketidakmampuan untuk membuka mulut leber – lebar sementara (locking).
3. Rasa sakit yang berhubungan dengan sendi dan otot kunyah 1.

PEMERIKSAAN TEMPOROMANDIBULAR JOINT


Setelah pada bagian sebelumnya telah dijelaskan anatomi dan kelainan pada temporomandibular
joint,maka pada bagian ini akan dijelaskan cara pemeriksaan pada temporomandibular joint yang
merupakan bagian utama dari tulisan ini.
Pemeriksaan klinis dimulai sejak pasien masuk kedalam ruangan. Penampilan secara keseluruhan
sering dapat menunjukkan kepribadiannya. Ia mungkin tenang dan dingin dalam membicarakan
gejala – gejala yang dialami atau nervus dan kurang dapat berbicara. Pasien yang cemas cendrung
gelisah duduknya, bermain – main dengan tangannya atau menggerak – gerakkan kakinya. Kadang –
kadang aktivitas parafungsional dari mandibula dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh misalnya
pasien menghisap atau menggigit – gigit bibir, menggerakkan rahang dari kiri ke kanan atau
sebaliknya meletakkan tangan menyangga dagu1.
Pemeriksaan temporomandibular joint ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap
rentang pergerakan, bunyi sendi, rasa sakit dan nyeri dan pemeriksaan intra-oral serta pemeriksaan
radiografik.

1.Rentang Pergerakan
Pasien diminta untuk mebuka mulut lebar – lebar dan dengan bantuan sepasang kaliper atau jangka,
jarak antara tepi gigi seri atas dan bawah diukur. Nevakari (1960) melaporkan bahwa jarak rata – rata
pada pria 57,5 mm sedang pada wanita 54 mm. Dengan berdasar pada pendapat ini, jarak lebih dari
40 mm pada orang dewasa dapat dianggap tidak normal. Agerberg (1974) juga menemukan angka
yang sama.jarak rata – rata pada pria 58,6 mm dan pada wanita 53,3 mm. Batas terendah adalah 42
mm dan 38 mm. Tetapi penting untuk mempertimbangkan juga kedalaman overbite yang ada.
Pergerakan pada bidang horizontal dapat diukur dengan pergeseran garis tengah insisal pada
pergerakan lateral mandibula yang eksterm ke salah satu sisi. Agerberg menemukan bahwa batas
terendah dari jarak normal adalah 5mm pada kedua jenis kelamin 1.
Penyimpanagn mandibula selama gerak membuka mulut juga terlihat. Mungkin terjadi penyimpangan
ke arah atau menjauhi sisi yang terserang dengan disertai locking dan rasa sakit. Sebagai contoh
misalnya, rahang menyimpang ke arah sisi sendi yang terkunci menunjukkan bahwa condyle yang
terserang hanya merupakan komponen gerak membuka mulut saja. Gerak meluncur ke depan tidak
dapat terjadi. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang dapat menghasilkan bunyi dengan
menggerakkan rahang menjauhi sisi yang terserang dan kembali ke bagian tengah secara zig – zag
ketika mulut dibuka lebih lebar1.

2.Bunyi Sendi

Kliking
Gejala ini paling sering menandakan adanya TMD dan dislokasi diskusi artikularis. Bunyi kliking
muncul saat rahang dibuka atau saat menutup. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh
penderita, namun pada beberapa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat
didengar oleh orang lain. Bunyi tersebut dideskripsikan penderita sebagai suara yang berbunyi 'klik'.
Di antara fossa dan kondil terdapat diskus yang berfungsi sebagai penyerap tekanan dan mencegah
tulang saling bergesekan ketika rahang bergerak. Bila diskus ini mengalami dislokasi, dapat
menyebabkan timbulnya bunyi saat rahang bergerak. Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi
gigi posterior yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh kembang rahang
dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat juga menyebabkan sakit kepala, nyeri wajah dan teliga.
Jika dibiarkan tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang terkunci.
Pada beberapa orang, terdapat pebedaan posisi salah satu atau kedua sendi temporomandibula
ketika beroklusi. Hal ini sering sekali terjadi pada pasien yang kehilangan gigi posteriornya. Kepala
kondil (berwarna biru) bisa saja mengalami penekanan terlalu keraas terhadap fossa (berwarna
hijau), dan menyebabkan kartilago diskusi rusak (berwarna merah). Kemudian akan menarik ligamen
terlalu kuat (berwarna kuning). Hal ini menunjukkan, bila oklusi terlalu kuat, akan menyebabkan stress
pada kedua sendi rahang.
Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan pada sendi dan
berkepanjangan atau terus menerus, dapat menyebabkan diskus (meniskus) robek dan mengalami
dislokasi berada didepan kondil. Dalam keadaan seperti ini, gerakan membuka mulut menyebabkan
kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya. Jika hal ini berkelanjutan, kondil bisa
saja melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa kliking. Ini
juga dapat terjadi pada gerakan sebaliknya. Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien
tidak menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan sendi temporomandibular 5.

Krepitus

Krepitus sangat berbeda dari kliking. Krepitus merupakan bunyi mengerat atau menggesek yang
terjadi selama pergerakan mandibula, terutama pergerakan dari sisi yang satu dengan sisi yang lain.
Bunyi sering kali dapat lebih diketahui dengan perabaan dari pada pendengaran. Hanya sedikit atau
tidak ada keterangan tambahan yang diperoleh pada penggunaan stetoskop untuk memeriksa bunyi
sendi1.

3.Rasa Sakit dan Nyeri

Usaha dari pasien atau dokter gigi untuk membuka rahang yang terkunci akan menimbulkan rasa
sakit yang juga terasa pada sendi dan otot yang bergubungan dengannya.

Sendi dan oto diperiksa untuk mengetahui daerah – daerah yang nyeri. Setiap sendi diraba perlahan
– lahan ketika mulut digerakkan, dari depan tragus dan pada eksternal auditory meatus.

Otot masseter dan temporalis, otot penguyah superficial mudah diraba melalui kulit dan kulit kepala.
Sebaliknya, otot petrigoid, hanya teraba secara intra-oral. Otot medial petrigoid teraba pada
permukaan dalam ramus mandibula dan kepala inferior yang besar dari lateral petrigoid, dibelakang
tuberositas maksila. Walaupun beberapa ahli menganjurkan untuk meraba petrigoid, para ahli
dewasa ini menemukan bahwa tindakan tersebut tidak memberikan keterangan yang bermanfaat.
Pemeriksaan itu sendiri sangat tidak enak bagi pasien dan sering menyebabkan pasien mual 1.

4.Pemeriksaan Intra-Oral

Pemeriksaan mulut yang meyelurh dilakukan untuk mengetahui kapasitas fungsional dari gigi geligi.
Pemeriksaan tersebut harus termasuk pemeriksaan keadaan patologi yang mungkin merupakan
penyebab dari gejala, baik sifat maupun pengaruhnya pada fungsi mandibula. Contoh yang sering
ditemukan adalah peradangan gusi pada geraham besar ketiga yang sedang bererupsi sebagian.
Rahang menyimpang untuk menghindari daerah yang sakit ini. Gigi yang terserang periodontitis atau
tambalan yang terlalu tinggi juga dapat menimbulakan gejala yang sama 1.

Faktor –faktor berikut harus diperhatikan :

1. Hubungan Oklusi.
2. Freeway space.
3. Overjet dan overbite.
4. Gigi yang tanggal.
5. Protesa, bila ada.
6. Atrisi dan bekas abrasi.
7. Kontak gigi prematur1.

Bila keparahan kelainan tersebut mengurangi hasil pemeriksaan fungsional dari oklusi, perawatan
harus diarahkan untuk mengurangi gejala yang ada terlebih dahulu. Analisa dapat dilanjutkan nanti
dengan cara yang normal1.

5.Pemeriksaan radigrafik sendi temporomandibular

Ada beberapa tehnik pencintraan untuk mendiagnosa kelainan sendi mulai dari foto ronsen biasa
sampai MRI, tetapi, yang akan dibahas hanya beberapa proyeksi seperti tomografi, artgrafi, computed
tomography (CT), dan MRI.

Tomography5
Tomography sendi temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara tabung X-
ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada pertengahan gambaran yang diinginkan
termasuk juga Linear tomography dan complex tomography.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk
menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular.
Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi lebih terpercaya daripada proyeksi
biasa dan panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek yang penting dalam
melakukan bedah orthognati and orthodontic studies. Kerugian yang paling besar dalam tomografi
adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak sendi temporomandibular, juga pada radiography biasa.

Arthrography5
Terdapat dua tehnik arthgraphy pada sendi temporomandibular. Pada single-contrast arthography,
media radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-contrast
arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi
kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua tehnik.
Jika sejumlah kecil bahan kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi,
diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihatbatasnya dan posisinya bisa dilacak sepanjang
pergerakan mendibula.
Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan untuk menetapkan posisi normal dan abnormal
dari diskus tehadap hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk ruang sendi (synovial
cavities) akan bervariasi tergantung perubahan mulut apakah membuka atau menutup dan kondil
akan bertranslasi kedepan pada eminensia. Arthrogram ini merupakan satu-satunya metode yang
tersedia untuk melihat hubungan yang sebenarnya antara diskus dan kondil yang dapat
divisualisasikan, dan ia sangat penting untuk pnegakkan diagnosis pada kelainan internal yang
terjadi.
Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the corresponding
cryosectional morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi juga dapat ditunjukkan
dengan teknik ini. Penelitian-penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnosis dan identifikasi
kerusakan sendi temporomandibular internal. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan dengan
menggunakan tehnik arthography, menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan keakuratan
diagnosa perforasi dan adhesi diskusi Sendi Temporomandibular dengan MRI.

Computed tomography5
Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai diaplikasikan ankilosis sendi temporomandibular,
fraktur kondil, dislokasi dan perubahan osseous.
Pada laporan terdahulu, keakuratan dalam penentuan lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan
dengan CT dan penemuan bedah. Beberapa laporan mempertimbangkan bahwa CT dapat
menggantikan proyeksi arthrograpy dalam diagnosis dislokasi diskus pada kelainan sendi
temporomandibular. Bagaimanapun, keakuratan dari penentuan dislokasi diskus hanya sekitar 40%-
67% pada CT dalam studi material spesimen autopsi. Keakuratan dalam perubahan osseus dari
sendi temporomandibular dalam CT dibandingkan dengan material cadaver sekitar 66%-87%.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak dapat
dihubungkan dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien tanpa perubahan osseus changes di
sendi temporomandibular, bisa saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas tulang bisa
bebas nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk mendiagnosa kelainan sendi temporomandibular.
Magnetic Resonance Imaging pada sendi Temporomandibular.Beberapa penelitian telah
membandingkan MRi sendi temporomandibular dengan arthography dan CT. Hasil MRI juga
dibandingkan dengan observasi anatomi dan histologi. Pada penelitian terhadap spesimen autopsi,
keakuratan MRI mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan keakuratan
mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai 95. Semua penelitian diatas menunjukkan bahwa
MRI adalah metode terbaik untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan lunak sendi
temporomandibular.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi diskus yang ditunjukkan MRI ternyata memeliki
hubungan dengan cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain. Setiap kali nyeri
kliis dan gejala disfungsi sendi temporomandibular ditemukan tanpa adanya dislokasi diskus pada
MRI maja diduga diagnosis pencintraan tersebut false positive atau false negative.
Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri otot adalah salah satu aspek utama kelainan
TMJ, bukti perubahan patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan dalam diagnosis pencitraan.
Beberapa laporan menunjukkan MRI tidak hanya merupakan metode yang akurat untuk mendeteksi
posisi diskus tetapi juga merupakan teknik potensial untuk mengevaluasi perubahan patologis oto
pengunyahan pada kelainan Sendi Temporomandibular. Akan tetapi, tidak ada laporan yang
menghubungkan abnormalitas otot penguyahan pada MRI dengan gejala klinis 5.

Teknik Pemeriksaan Lumbosakral


Persiapan pemeriksaan pasien
a.Persiapan Pasien
1.Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu
gambaran radiograf.
2.Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b.Persiapan Alat dan bahan
Alat–alat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra
lumbosakral antara lain :
1.Pesawat sinar-X siap pakai
2.Kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 atau
35 x 43)

3.Marker untuk identifikasi radiograf


4.Grid atau bucky table

5.Alat fiksasi bila diperlukan


6.Alat pengolah film
2.2.2Proyeksi pemeriksaan
a.Proyeksi Anteroposterior
1.Tujuan : Untuk melihat patologi lumbal, fraktur dan scoliosis.
2.Posisi Pasien : Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
3.Posisi Obyek : (a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai
buki).
(b) Letakkan kedua tangan diatas dada.
(c) Tidak ada rotasi tarsal / pelvis.
Gambar 2.6 Posisi Anteroposterior
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal
sacrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk
memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus


dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri
berjarak sama.

c.Proyeksi Lateral
1.Tujuan : Untuk melihat fraktur, spondilolistesis dan osteoporosis.
2.Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi,
di bawah knee dan ankle diberi pengganjal.
3.Posisi Obyek : (a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai
buki).
(b) Pelvis dan tarsal true lateral
(c) Letakkan pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar vertebra
lumbal sejajar pada meja (palpasi prosessus spinosus).

Gambar 2.10 Posisi Lateral (Bontrager, 2001)


4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset.
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal
sacrum dan posterior Cocygeus.
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk
memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas.

Gambar 2.11 Proyeksi Lateral (Bontrager, 2001)


Kriteria : (a) Tampak foramen intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space
intervertebrae, prosessus spinosus dan L5 – S1.
(b) Tidak ada rotasi.

Proyeksi pemeriksaan Genu


Banyak macam dari proyeksi pemeriksaan Genu diantaranya :

1. AP

2. Lateral

3.Dan Skyline.

Proyeksi AP

 PP = Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kepala diganjal dengan bantal
dan tangan berada di samping tubuh.

 PO = Lutut yang diperiksa diletakkan di atas kaset, tepat di tengah-tengah kaset dan marker
ditempelkan di ujung kaset.
 CP = Tegak lurus Vertikal

 CR = 2cm di bawah Oss Patella (Pada celah sendi antara Femur dan Tibia.

 Kaset = 18x24cm

 FFD = 90-100 cm

 Luas lapangan kolimasi : Batas atas 1/3 Distal Femur dan batas bawah 1/3 Proksimal Cruris.

Kriteria Gambaran :

Proyeksi Lateral
 PP = Pasien tidur di atas meja pemeriksaan dalam posisi supine. Kepala miring ke kanan dan
ke kiridiganjal dengan bantal dan kedua tangan berimpit di depan dada.

 PO = Lutut yang diperiksa diletakkan di atas kaset dalam posisi mediolateral. Lutut yang lain
disilangkan ke depan atau ke belakang lutut yang akan diperiksa.

 CP = Pada articular Genu.

 CR = Tegak lurus Vertikal.

 Kaset = 18x24cm

 FFD = 90-100cm

 Luas lapangan kolimasi batas atas 1/3 distal femur dan 1/3 Proksimal Cruris

Kriteria gambaran :
TEKNIK PEMERIKSAAN OSSA MANUS
Proyeksi pemeriksaan ossa manus yaitu :

1. PA (Posterior anterior)
2. Obliq
3. Lateral
4. AP Perbandingan
5. AP
Untuk Pemeriksaan di lapangan yang sering dipakai yaitu PA dan Obliq.
Untuk klinis pasien di lapangan biasanya Fraktur (Patah tulang), Trauma, Fisura, Dislokasi Sendi,
Ruptur, Artheritis, Osteoma dan Corpus alienum (Benda Asing).

Proyeksi pemeriksaan PA (Dorso Plantar)

 PP (Posisi Pasien) : Pasien duduk di samping meja pemeriksaan dengan lengan di fleksikan,
atur ketinggian sehingga lengan pasien nyaman di atas meja pemeriksaan
 PO(Posisi Objek) : Istirahatkan lengan (Antebrachi) pada meja pemeriksaan dan tempatkan
manus dengan telapak tangan pasien menempel pada kaset. Letakan MCP (Metacarpo phalangeal)
joint di tengah-tengah kaset. Rentangkan tangan pasien yang akan diperiksa. Usahakan tangan
pasien relaks agar tidak terjadinya rotasi, jangan lupa kenakan Apron pada pasien untuk melindungi
organ-organ fital dan usahakan pasien menoleh ke sisi yang tidak terkena sinar x.
 Ukuran kaset = 18x24 cm atau 24x30 cm melintang untuk 2 gambaran.
 CR (Central Ray) = Tegak lurus Vertikal.
 FFD = 90-100 cm
 CP (Central Point) = di MCP (Metacarpo phalangeal Joint) digiti 3
 Marker = R/L
 Batas Atas Batas Bawah kolimasi = Batas atasnya dari phalang sampai 1/3 oss distal radius,
ulna untuk batas bawahnya.
 Tampilan Struktur : Phalang 1-5, Metacarpal, Carpal (Schapoid, Lunatum, Triquetrum,
Phisiform, Trapezium,Trapezoid, Capitatum, Hamatum dan Oss Distal Radius dan Ulna.
 Kriteria Radigraf : MCP dan Interphalangeal joint membuka menandakan manus diletakkan
rata pada kaset.

Proyeksi Pemeriksaan PA Obliq Projektion

1. PP = Pasien duduk di samping meja pemeriksaan dengan lengan difleksikan.


2. PO = Atur tangan pasien Obliq membentuk suatu penjuru kira-kira 45 derajat seperti sedang
menggenggam kertas.
3. Ukuran Kaset = 18x24 cm atau 24x30 untuk 2 gambaran.
4. CP = MCP (Metacarpo phalangeal joint digiti 3
5. CR = Tegak lurus Vertikal
6. FFD = 90-100 cm
7. Marker = R/L
8. Batas Atas dan Batas Bawah = Dari Phalang sampai 1/3 Distal oss radius dan ulna.
Kriteria Evaluasi : Sedikit Overlap antara metakarpal tiga dan empat serta empat dan lima.
Interphalangeal joint dan MCP joint terbuka dan tidak superposisinya antara tulang
Trapezium dengan Trapezoid.

Proyeksi Pemeriksaan Lateral (Medio lateral dan Latero Medial)


 Untuk Proyeksi ini gunakan kaset 18x24 membujur atau 24x30 melintang untuk dua
gambaran.
 PP = Posisikan Pasien duduk menyamping meja pemeriksaan dengan antebrachi menempel
pada meja pemeriksaan dengan aspek Ulnaris menempel pada kaset sementara pada Latero medial
aspek Radius menempel pada kaset
 PO = Ekstensikan digit pasien dan atur digit pertama di sudut kanan palmar. Atur phalang
(digit) 2-5 Superposisi.
 FFD = 100cm
 CR = Vertikal tegak lurus pada kaset pada MCP joint digiti 5 dan 2.

Kriteria Evaluasi : Phalang 2-5 Superposisi kecuali ibu jari, superposisi metacarpal, superposisi oss
radius dan ulna.
Proyeksi Pemeriksaan AP Perbandingan (Metode Noogaard)

 PP =Pasien duduk di ujung meja pemeriksaan, dengan kedua tangan diposisikan setengah
supine untuk perbandingan.
 PO = Tempatkan kedua telapak tangan bersama-sama tempatkan 2 spons kira-kira 45 derajat
terhadap aspek superior dari masing-masing tangan, Ekstensikan jari-jari pasien dan sedikit
abduksikan ibu jari pasien untuk menghindari superposisi. jari-jari seolah-olah sedang menggenggam
seperti akan menangkap bola.
 FFD = 100 cm
 CR = Tegak lurus Vertikal
 CP = Tegak lurus pada pertengahan kaset atau pada titik tengah antara kedua tangan selevel
MCP joint.
Kriteria Evaluasi = Kaput Metakarpal bebas dari superimposisi, dan tampak kedua tangan dari daerah

karpal ke ujung digit.

Proyeksi Pemeriksaan Pedis

Untuk proyeksi pemeriksaan Ossa Pedis ada 9 yaitu :

1. AP

2. AP Axial

3. AP Obliq

4. PA Obliq

5. Lateral

6. Lateral Weigh bearing

7. AP Axial Weigh bering

Tetapi untuk Proyeksi pemeriksaan pedis di rumah sakit biasanya AP, Lateral, dan Obliq saja
Untuk klinis biasanya ada Fractur,dislokasi, dan benda asing.

Proyeksi pemeriksaan AP

 PP (Posisi pasien) = Pasien duduk atau supine di atas meja pemeriksaan


 PO (Posisi pasien) = Fleksikan tumit kaki yang akan diperiksa dan telapak kaki menempel
pada kaset

 Ukuran kaset = 18x24 cm Vertikal

 CR = Tegak lurus vertikal atau menyudut 10 derajat ke arah tumit

 CP = di metatarsal 3

 FFD = 90 cm

 Lapangan kolimasi = dari Ankle joint sampai phalang.

 Marker = R/L orientasi AP

Kriteria gambaran = Phalank, Metatarsal,tarsal (Talus, Navicular, Cuboid, Cuneiform


Lateral,Intermedial, medial) Ankle joint.

Kriteria Evaluasi :

 Pedis bebas overlap dengan ditandai :

 Jumlah yang sama pada space diantara metatarsal II hingga IV

 Tingkat overlap terjadi dibagian dasar metatarsal II hingga V.


Proyeksi pemeriksaan Lateral (Mediolateral)

 PP (Posisi Pasien) = Pasien semi prone, tungkai yang difoto dekat dengan meja pemeriksaan
dan diatur lurus dan tungkai yang lain fleksi dan tungkai bawah diletakkan didepan tungkai
yang difoto.

 PO (Posisi Objek) = Telapak kaki diatur vertikal dengan tepi lateral menempel kaset dan
diatur pada pertengahan film, kaset horizontal pada meja pemeriksaan.

 Ukuran kaset 18x24 cm Horizontal

 CR = Tegak lurus Vertikal

 CP = Pada Navicular

 FFD = 90 cm

 Lapangan kolimasi = Dari Ankle joint sampai Phalank

 Marker = R/L Orientasi AP

Kriteria gambaran : Phalang, Metatarsal, Tarsal (Navicular, Cuneiform Lateral, Intermedial, medial,
talus) dan Ankle joint
Kriteria Evaluasi =

 Metatarsal mendekati superposisi

 Kaki bagian distal dan Ankle joint tampak

 Fibula overlap dengan bagian posterior dari tibia

 Talotibial joint (Ankle joint) tampak.

Proyeksi pemeriksaan Obliq

 PP (Posisi pasien) = Pasien supine di atas meja pemeriksaan. Tungkai yang tidak difoto
lurus, Dapat pula diatur dengan posisi penderita duduk. Genu dari tungkai yang difoto fleksi,
telapak kaki diletakkan dipertengahan kaset.

 PO (Posisi pasien) = Tungkai diatur condong ke medialm, sehingga tepi lateral telapak kaki
terangkat dan membentuk sudut 30 derajat terhadap kaset.

 Ukuran kaset = 18x24 cm Vertikal

 CR = Tegak lurus Vertikal

 CP = di Metatarsal 3

 FFD = 90 cm

 Luas lapangan kolimasi = Dari Ankle joint sampai Phalank

 Marker = R/L Orientasi AP


Kriteria gambaran : Phalang, Metatarsal, Tarsak (Cuneiform Lateral, Navicular, Cuboid, Talus,
sebagian Calcaneus) dan Ankle joint

Kriteria Evaluasi :

 Dasar metatarsal III sampai V bebas superposisi

 Tarsometatarsal dan intertarsal joint tampak

 Sinus tarsi tampak

 Tuberositas dari Metatarsal V diperlihatkan.

Prosedur Pemeriksaan Radiografi Sinus Paranasal


Menurut Bontrager (2010) teknik radiografi sinus paranasal adalah teknik
penggambaran sinus dengan menggunakan sinar–x untuk memperoleh radiograf guna membantu
menegakkan diagnosa.

a. Patologi pemeriksaan radiografi sinus paranasal

Patologi yang sering terjadi sehingga dilakukkannya pemeriksaan radiograf sinus paranasal
adalah Ssinusitis, osteomalitis dan sinus polip

b. Persiapan alat dan bahan, meliputi :

Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah pesawat sinar-X, kaset dan film
ukuran 18 x 24 cm, marker R dan L dan plester, apron, ID camera, grid dan alat prossesing film.
Penggunaan identitas pada radiograf dengan marker meliputi informasi tanggal pemeriksaan, nama
atau nomor pasien, kanan atau kiri dan instiusi.

c. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal antara lain
melepaskan benda-benda logam,plastik atau benda lain yang terdapat dikepala. Pengambilan
radiograf dengan pasien berdiri atau tiduran.

d. Teknik Radiografi sinus paranasal (Standar)

1) Proyeksi lateral

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk menampakkan
patologi sinusitis, osteomilitis dan polip.Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:

a) Posisi pasien

Atur pasien posisi berdiri

b) Posisi objek:

(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset

(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP sejajar kaset)

(3) IPL tegak lurus kaset

(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping depan kaset

c) Sinar pusat:

(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset

(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan EAM

(3) Minumin SID 100 cm

d) Kolimasi

Pada semua rongga sinus

e) Pernafasan :

Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal dan sinus ethimoid tampak
secara lateral (gambar 2.16).
Gambar 2.15 Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

Gambar 2.16 Radiograf Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

2) Proyeksi PA (Cadwell method)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi PA (Cadwell method) adalah untuk
menampakkan patologi adalah sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:

a) Posisi pasien

Atur pasien dalam keadaan erect

b) Posisi objek:
(1) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada kaset, atau ekstensikan kepala hingga OML
membentuk sudut 150 dari kaset

(2) MSP tegak lurus kaset

c) Sinar pusat:

(1) Atur arah sinar horizontal, sejajar dengan kaset

(2) Titik bidik keluar nasion

(3) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi

Pada semua rongga sinus

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung

f) Kriteria radiograf : Tampak sinus frontal diatas sutura frontonasal, cairan anterior etmoid tergambarkan
secara lateral terhadap tulang nasal langsung dibawah sinus frontal. (gambar 2.18)

Gambar 2.17 Proyeksi PA (Caldwell Method) sinar pusat horizontal, OML 15 0 terhadap kaset, jika
tidak dapat tegak lurus buky dapat dimiringkan 150..(Bontrager,2010)
Gambar 2.18 Radiograf Proyeksi PA / Caldwell Method (Bontrager,2010)

3) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters methode


close mouth) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik
pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method close mouth):

a) Posisi pasien

Atur pasien dalam posisi erect

b) Posisi objek:

(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung pada permukaan kaset.

(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset, sehingga OML akan membentuk sudut
370 dari kaset.

(3) MSP tegak lurus terhadap grid

c) Sinar pusat:

(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari acanthion

(2) Minimum SID 100 cm


d) Kolimasi

Pada semua rongga sinus

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama eskpos berlangsung

Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar dan
petrous ridges.Inferior orbital rim tampak Sinus frontal tampak oblique (gambar 2.20)

Gambar 2.19 Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth (Bontrager,2010)

Gambar 2.20 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth Bontrager
(2010)
e. Teknik Radiografi sinus paranasal (Khusus)

1) Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters method open
mouth) untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan
proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth):

a) Posisi Pasien

Atur pasien dalam posisi erect dan membuka mulut

b) Posisi Objek :

(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan

(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 37 0 terhadap kaset (MML akan tegak lurus dengan
mulut yang terbuka)

(3) MSP tegak lurus terhadap grid

c) Sinar pusat :

(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset

(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion

(3) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi

Pada semua rongga sinus

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung

f) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar dan petrous
ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak sinus spenoid dengan
membuka mulut (gambar 2.22).
Gambar 2.21 Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth (Bontrager,2010)

Gambar 2.22 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth (Bontrager,2010)

2) Proyeksi Submentovertex (SMV)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi Submentovertex (SMV) adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. teknik pemeriksaan proyeksi Submentovertex
(SMV).

a) Posisi Pasien

Atur pasien dalam keadaan erect (berdiri), jika memungkinkan untuk menampakkan batas ketinggian
cairan.
b) Posisi Objek:

(1) MSP tegak lurus kaset

(2) Tengadahkan Dagu, hyperextensikan leher jika memungkinkan hingga IOML paralel kaset. Puncak
kepala menempel pada kaset.

c) Sinar pusat :

(1) Arah sinar tegak lurus IOML

(2) Titik bidik jatuh di pertengahan sudut mandibular

(3) Minimum SID 100 cm

d) Kolimasi

Pada semua rongga sinus

e) Pernafasan

Pasien tahan nafas selama eksposi berlngsung

f) Kriteria radiograf : Tampak sinus sphenoid, ethmoid, maksillaris dan fossa nasal (gambar 2.24).

Gambar 2.23 Proyeksi Submentovertex (SMV) (Bontrager,2010)


Gambar 2.24 Radiograf Proyeksi Submentovertex (SMV) (Bontrager,2010)

Anda mungkin juga menyukai