Anda di halaman 1dari 29

Jumat, 1-3

PAJAK PENGHASILAN (UMUM)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perpajakan
yang dibina oleh Ibu Yuli Agustina, S.Pd., SE., MM

Oleh Kelompok : 1
Muhammad Al-Farouq (150413604660)
Muhammad Samsul Zaeni (150413600069)
Nabita Fitra Sari (150413602028)
Nindy Rahmawati (150413606542)
Nindy Avilia (150413600578)
Zelvia Yastiningsih (150413602159)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-
Nya Kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang
membahas tentang “Pajak Penghasilan secara umum”. Tidak lupa juga kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah membimbing kami agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui apa itu Pajak
Penghasilan Umum. Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan,
baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya pada mahasiswa Universitas Negeri Malang yang membaca makalah
ini. Dan mudah - mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, saya
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Malang, 29 September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi, dasar hukum pajak penghasilan ................................ 3
2.2 Subyek dan obyek pajak .......................................................... 3
2.3 Bentuk Usaha Tetap (BUT)..................................................... 9
2.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ................................ 10
2.5 Jenis biaya-biaya yang diperkenankan dan tidak
diperkenankan ........................................................................ 13
2.6 Penyusutan Amortisasi dan Revaluasi Aktiva ...................... 16
2.7 Cara menghitung dan pelunasan pajak yang terutang dalam
tahun berjalan ......................................................................... 18
2.8 Penanggulangan penghindaran pajak ..................................... 23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................. 25
3.2 Saran ....................................................................................... 25

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................ 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai
tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat
akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk
kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak
atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang
atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap
perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk
membayar pajak. Undang-undang no. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Panghasilan
(PPH) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir kali di ubah dengan Undang-undang no. 17
Tahun 2000. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan.
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah
satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan
kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam
negeri maupun pendapatan diluar negeri. Dalam rangka menyukseskan
pembangunan nasional, peranan penerimaan pajak sangat penting dan mempunyai
kedudukan yang strategis. Tidak mungkin pemerintah dapat mengerakkan roda
pemerintahan dan pembangunan nasional tanpa adanya dukungan dana, terutama
yang bersumber dari penerimaan pajak. Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan
pajak senantiasa diupayakan untuk terus meningkat. Ada tiga unsur yang
menentukan penerimaan pajak, yakni undang-undang perpajakan yang tepat,
kepatuhan serta kesadaran dari Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan
bersih

1
1.2 Rumusan Masalah
2.1 Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan dan dasar hukumnya?
2.2 Apa yang dimaksud subyek dan obyek pajak?
2.3 Apa yang dimaksud Bentuk Usaha Tetap (BUT)?
2.4 Apa yang dimaksud Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?
2.5 Apa saja jenis biaya-biaya yang diperkenankan dan tidak diperkenankan?
2.6 Apa yang dimaksud penyusutan Amortisasi dan Revaluasi Aktiva?
2.7 Bagaimana cara penanggulangan penghindaran pajak?

1.3 Tujuan
Mengetahui dan mengerti mengenai pengertian Pajak, Pajak penghasilan
beserta bagian-bagian didalamnya dan mampu menghitung pajak sesuai tata cara
penghitungan dengan benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan


A. Definisi Pajak Penghasilan (UMUM)
Menurut Djoko Muljono(2006: 27), Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak
yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut siti resmi (2009:70), Pajak penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam suatu tahun pajak
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan atau (PPh) adalah pajak
yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan, perusahaan atau badan
hukum lainnya atas penghasilan yang didapat.
B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Peraturan perundangan yang mengatur pajak penghasilan di Indonesia
adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan
berturut-turut, dari mulai Undang-Undang Nomor 7 & Tahun 1991, Undang-
Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 & Tahun 2000,
dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.
2.2.Subyek dan Obyek Pajak
A. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menurut ketentuan
harus membayar, memotong, atau memungut pajak yang terutang atas
objek pajak. Undang – undang pajak penghasilan di Indonesia mengatur
pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek
pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau
memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang

3
berlaku. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif
maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak
dikelompokkan sebagai berikut.
1. Subjek pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia atau di Luar Indonesia.
2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak
pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek Pajak Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha mauoun tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun , firma, koperasi, dana pensiun dan organisasi sosial
politik.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
Indonesia yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
a) Tempat kedudukan manajemen
b) Cabang perusahaan
c) Kantor perwakilan
d) Gedung kantor

4
e) Pabrik
f) Bengkel
g) Gudang
h) Ruang untuk promosi dan penjualan
i) Pertambangan dan penggalian sumber alam
j) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
l) Proyek kontruksi, instalansi atau proyek perakitan
Subjek pajak penghasilan juga dapat dikelompokkan menjadi
Subjek Pajak Dalam negeri dan Subjek Pajak Luar negeri.
Pengelompokkan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 36
Tahun 2008.
1. Subjek pajak dalam negeri mecakup 3 hal yaitu :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
dua belas bulan, atau orang pribadi yang belum dalam satu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatann dan Belanja
Daerah.
3) Penerimaanya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah dan pembukuannya diperiksa
oleh aparat pengawasan negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebsgai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.

5
2. Subjek Pajak Luar negeri mencakup 2 hal yaitu :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
B. Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban pajak subjektif adalah kewajiban pajak yang melekat pada
subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada
umumnya, setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi
kewajiban pajak subjektif. Sedangkan, untuk orang yang bertempat tinggal
di Luar Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya ada jika mempunyai
hubungan ekonomi dengan Indonesia.
Berdasarkan pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
yang tidak termasuk subyek pajak penghasilan yaitu :
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat: bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima
penghasilan lain di luar pekerjaannya tersebut.
c. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan
KeputusanMenteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut, tidak menjalankan usaha untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

6
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat :
bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
C. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib
pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, dan pengacara.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa aset gerak ataupun aset tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan aset
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Menurut pasal 4 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008 yang tidak termasuk
Objek Pajak adalah:
1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

7
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
3. Warisan
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib
Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut

8
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, yaitu:
a. Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan
formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun
luar negeri
b. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris,
direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;
c. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan
ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan
bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau
biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara
15. jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
2.3.Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap merupakan bentu usaha yang digunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Atau dapat
diartikan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari
Indonesia dan kegiatan atau usaha di Indonesia yang kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan wajib pajak dalam negeri yaitu mendaftarkan untuk
memperoleh NPWP, menjadi pemotong, penyetor pajak yang dipotong dan

9
melaporkannya, serta menghitung pajak yang terhutang dan menyampaikan SPT
tahunan. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dengan BUT adalah WP DN
dikenakan pajak atas penghasilan dari usaha dan kegiatan diseluruh dunia,
sedangkan BUT hanya atas penghasilan dari usaha dan kegiatan di Indonesia saja.
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 36 Tahun 2008, Objek Pajak Bentuk
Usaha Tetap dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai. Artinya tidak terbatas pada penghasilan yang
diperoleh dari usaha dan kegiatan di Indonesia tapi juga meliputi
penghasilan BUT tanpa capital income dari Indonesia. Maka
penghasilan yang diperoleh dari deviden, bunga, royalty, dan sewa atas
harta yang ada di Indonesia juga merupakan objek PPh BUT.
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang,
dan pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Karena
hakikatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup
usaha atauu kegiatan dan dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.
c. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh oleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara Bentuk Usaha Tetap dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tersebut.
Contoh Bentuk Usaha Tetap:
Perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU maka
untuk membangun PLTU tersebut perusahaan dari China mendirikan Bentuk
Usaha Tetap yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, setelah
selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan penghapusan NPWP.
2.4.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan tidak kena pajak atau disingkat PTKP merupakan pengurangan
terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak
dalam negeri dalam menghitung penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di
Indonesia

10
Sebuah peraturan baru telah diterbitkan oleh MenKeu yang merubah besaran
PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak yang semula mendasarkan pada PTKP
yang berlaku sejak tahun pajak 2013 dan besarannya naik sesuai pada Permenkeu
No. 122/PMK.10/2015
Permenkeu No. 112/PMK.10/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak diuraikan sebagai berikut:
1. Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai
berikut (Pasal 1)
a. Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi
b. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin
c. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
TAHUN 2008
d. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
2. Ketentuan terkait perhitungan PPh 21 terkait PTKP baru ini akan
dituangkan dalam Perdirjen Pajak (Pasal 2), tetapi perdirjennya masih
belum terbit saat ini
3. PTKP 2015 ini berlaku untuk tahun pajak 2015 (Pasal 3), sehingga bisa
diartikan mundur, artinya sejak masa pajak Januari 2015 PPh 21 nya pun
harus dibetulkan agar menggunakan PTKP 2015 ini
4. PMK 122 ini otomatis mencabut PMK 162 (Pasal 4), dengan kata lain
PTKP 2013 hanya berlaku untuk tahun pajak 2013 dan 2014 saja,
sementara untuk tahun pajak 2015 harus sudah menggunakan PTKP 2015

11
Tabel 2.4.1
PTKP Tahun Pajak 2015 dst sesuai Permenkeu 122/PMK.10/2015

Nominal
No Penerima
(Rp)

1 Untuk Diri WP OP 36.000.000

2 Tambahan untuk WP kawin 3.000.000

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya


3 digabung dengan 36.000.000
penghasilan suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
4 tanggungan sepenuhnya, 3.000.000
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

12
Table 2.4.2
Perbandingan besarnya PTKP yang sebelumnya dengan yang saat ini
berlaku adalah:

PTKP Sebelumnya Sekarang

Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 24.300.000,00 Rp 36.000.000,00

Tambahan untuk WP kawin Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00

Tambahan untuk tanggungan Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00

Tambahan apabila penghasilan istri Rp 24.300.000,00 Rp. 36.000.000,00


digabung dengan suami

2.5.Jenis Biaya-biaya yang Diperkenankan dan Tidak Diperkenankan


Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau
pengeluaran tertentu. Pengeluaran tersebut dinamakan juga biaya atau beban.
Pengeluaran dalam perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan menurut akuntansi
komersial. Dalam perpajakan, pengeluaran dibedakan menjadi:
a. Pengeluararan yang diperkenankan sebagai pengurang
Pengeluaran yang diperkenankan sebagai pengurang adalah pengeluaran
atau biaya atau baban yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupkan objek pajak yang pembebanannya dilakukan dalam tahun
pengeluaran atau selama masa manfaat atas pengeluaran tersebut.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha

13
Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain:
a) Biaya pembelian bahan
b) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang
c) Bunga, sewa, dan royalti
d) Biaya perjalanan
e) Biaya pengolahan limbah
f) Premi asuransi
g) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
h) Biaya administrasi
i) Pajak kecuali Pajak Penghasilan
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
3. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Baiaya penelitian dan pengembangan perushaan yang dilakukan di
Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

14
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah
b. Pengeluaran yang tidak diperkenankan sebagai pengurang
Pengeluaran yang tidak diperkenankan sebagai pengurang adalah
pengeluaran atau biaya atau beban untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak atau
pengeluaran dilakukan tidak dalam abates yang wajar sesuai dengan adat
kebiasaan pedagang yang baik. Oleh karena itu, pengeluaran yang
melampaui batas kewajaran yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Pengeluaran yang tidak
diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 36
Tahun 2008 adalah:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham. Sekutu dan anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan ata jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan

15
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
6. Jumlah uag melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, serta
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah
8. Pajak pengasilan
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi beruba bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
2.6.Penyusutan Amortisasi dan Revaluasi Aktiva
A. Penyusutan Amortisasi
Amortisasi merupakan pengalokasian biaya perolehan harta tak berwujud
dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjagan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai dan muhibah yang memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Dalam konsep ini menurut ketentuan perpajakan atas pembelian harta tak
berwujud yang masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dibebankan
sekaligus. Jika perusahaan membekankan pembelian harta tak berwujud tersebut
di laporan lana rugi maka akan dilakukan koreksi fiscal dalam melakukan

16
penghitungan Pajak Penghasilan Badan saat dimulainya amortisasi. Amortisasi
atas harta tak berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk bidang usaha tertentu yang lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor PMK 248/PMK.03/2008 yaitu:
1. Bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan
baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun
2. Bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha
perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kalli dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun
3. Bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana
ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah
dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
Dalam amortisasi atas harta tak berwujud terdapat masa manfaat dan
metode amortisasi yang diperbolehkan secara fiskal, yaitu sebagai berikut:

a) Metode garis lurus yaitu metode yang digunakan untuk


menghitung amortisasi harta tak berwujud yang dilakukan pada
bagian-bagian yang sama besar dengan cara menerapkan amortisasi
atas pengeluaran selama masa manfaar yang telah ditetapkan.
b) Metode saldo menurun yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung amortisasi dalam bagian-bagian yang menurun dengan
cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku dan nilai sisa
buku pada akhir masa manfaat harus diamortisasikan sekaligus.
B. Revaluasi Aktiva
Revaluasi aktiva adalah penilaian kembali asset tetap perusahaan, yang
akibatknya adalah kenaikan nilai asset tetap tersebut di pasaran atau karena
rendahnya nilai asset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan

17
oleh devaluasi atau sebab lainnya, sehingga nilai asset tetap dalam laporan
keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
Wajib Pajak (WP) yang boleh melakukan revaluasi untuk tujuan
perpajakan adalah WP badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Wajib
pajak badan dalam negeri dan BUT tersebut harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa
pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
2) Bukan wajib pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika
Serikat.
3) Dalam jangka waktu lima tahun sebelumnya perusahaan tidak
melakukan revaluasi.
Revaluasi dapat dilakukan terhadap:
1) Seluruh aktifa tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik
atau Hak Guna Bangunan; atau
2) Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Revaluasi harus dilaksanakan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar
aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat revaluasi dilakukan. Nilai pasar atau
nilai wajar tersebut ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang
telah memperoleh izin dari pemerintah.
2.7.Cara Menghitung dan Pelunasan Pajak yang Terutang dalam Tahun
Berjalan
2.7.1. Cara Menghitung Pajak
 Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk
menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia di kelompokkan
menjadi dua, yaitu
A. Tarif Umum

18
Tarif umum diatur dalam pasal 17 UU PPh yang tertuang dalam UU No.7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah
dalam UU No.36 Tahun 2008.
Sistem penerapan tarif PPh sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Tarif PPh untuk wajib Pajak orang Pribadi dalam negeri (Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh, yaitu :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Tarif Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp
250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp
500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%

b. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28%. Tarif tersebut
menjadi 25% berlaku mulai Tahun Pajak 2010(pasal 17 ayat (2a) UU
PPh). Tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40%dari jumlah keseluruhan saham
yang disetor.
Penerapan tarif umum bagi wajib pajak badan selanjutnya dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Tarif 12,5 % bagi Wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak
melebihi jumlah Rp 4.800.000,00.
2. Tarif 12,5 % untuk sebagian penghasilan kena pajak dan 25% untuk
sebagian penghasilan kena pajak lainnya Wajib Pajak dengan
peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000,00 dan tidak melebihi Rp
50.000.000,00 dengan ketentuan :

19
a. Sebagian penghasilan kena pajak dikalikan dengan tariff 12,5
% (mendapat fasilitas pengurangan tarif)
b. Sebagian penghasilan kena pajak lainnya dikalikan
dengan tarif 25% (tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif)
3. Tarif 25% bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto melebihi
jumlah Rp 50.000.000,00.

B. Tarif Khusus
Tarif khusus PPh terutang sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi wajib
pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha usaha tetap yang memiliki
penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu. Peredaran bruto yang
dimaksud adalah sebesar Rp 4.800.000.000 setahun dimana diatur dalam
peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2013.

Menghitung Pajak
Contoh Soal
Tn. Bagas Farel pada tahun 2015 bekerja pada perusahaan PT Maju Makmur
Mandiri dengan memperoleh gaji sebulan Rp 4.500.000,00 dan membayar
iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Status Tn. Bagas K/0. Penghitungan
PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

20
Gaji sebulan Rp 4.500.000,00
Pengurangan :

1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 4.500.000,00 Rp 225.000,00


2. Iuran pension Rp 100.000,00 (+) Rp 325.000,00 (-)

Penghasilan neto sebulan Rp 4.175.000,00

Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 4.175.000,00 = Rp 50.100.000,00

PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00 (+) Rp39.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 11.100.000,00
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 11.100.000,00 = Rp 555.000,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 555.000,00 : 12 = Rp 46.250,00
2.7.2. Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakuakan
dengan dua cara yaitu pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh Wajib
Pajak Sendiri.
1) Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain
Pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pihak lain (pemberi
penghasilan atau pemotong pajak) dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi.
b. Pemungutan pajak penghasilan oleh pihak badan pemerintah
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-

21
badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
degan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
c. Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan
berupa dividen, bunga, royalty, penghargaan, hadiah, bonus, dan
lain-lain yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri atau bentuk
Badan Usaha Tetap.
d. Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak
luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
e. Pelunasan pajak atas penghasilan-penghasilan tertentu (bunga
deposito dan simpanan lain di bank, hadiah undian, transaksi
saham dan sekuritas lain, dan lain-lain)
2) Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri
Di samping melalui pihak lain, pelunasan pajak dapat dilakuakan
sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan-badan yang
tidak wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan
pajak.
b. Wajib pajak membayar sendiri pajak atas penghasilan yang
diperoleh atau diterima melalui angsuran Pajak Penghasilan dalam
Tahun Pajak berjalan.

22
2.8.Penanggulangan Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-
hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan
berkurangnya penerimaan kas negara. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari
perlawanan aktif dan perlawanan pasif.
Penghindaran pajak sering dikaitkan dengan perencanaan pajak (tax planning)
dimana keduanya sama-sama menggunakan cara yang legal untuk mengurangi
bahkan menghilangkan kewajiban pajak. Akan tetapi, perencanaan pajak tidak
diperdebatkan mengenai keabsahannya, sedangkan penghindaran pajak merupaka
sesuatu yang secara umum dianggap sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.
Cara penanggulangan penghindaran pajak dapat dilakukan dengan cara
Transparansi. Transparasi merupakan semua keputusan yang diambil secara
terbuka dan berdasarkan fakta obyektif. Transparansi mempersyaratkan
ketersediaan informasi yang akurat dan cermat. Transparansi merujuk pada
keterbukaan informasi sehingga orang dapat menggunakanya untuk melacak
pennyalahgunaan wewenang dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Sedangkan indikator yang digunakan antara lain:
a. Bertambah wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintah.
b. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah,
meningkatkan jumlah masyarakat yang berpartisiasi dalam
pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan perundang-
undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal, informasi
sosial, ekonomi, dan poliyik yang andal dan berkala haruslah bersedia dan dapat
diakses oleh publik. Artinya, transparasi dibangun atas pijakan kebebasan arus
informasi yang memadai disediakan untuk dipaham dan dapat dipantau.
Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan
keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, menyebarluaskan berbagai
informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan

23
kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil
keputusan. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar
tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu transparansi ini
dapat membantu mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat public
dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas perlu diketahui dan di pahami arti dari Pajak
Penghasilan serta yang berhubungan dengan pajak penghasilan lainnya, seperti ari
dari subyek pajak penghasilan, obyek pajak penghasilan, BUT, tata cara dasar
pengenaan pajak, Kompensasi kerugian, PTKP, Cara menghitung pajak,
Penghasilan dan pemisahan penghasila, serta hubungan istimewa yang terdapat di
dalam sebuah pajak penghasilan.

3.2 Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini masih
jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasannya buku-buku yang kami gunakan
dalam membuat makalah ini.Adapun saran yang bisa kami paparkan dari makalah
ini yaitu pentingnya memperbarui pengetahuan tentang perpajakan karena
perpajakan memiliki berbagai undang-undang dimana setiap tahun atau jenjang
masa tertentu akan mengalami perubahan dan perbaikan.

25
DAFTAR RUJUKAN

Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta : Andi

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta : Salemba Empat

Direktoral Jendaral Pajak. 2010. Surat Edaran Nomor : SE-66/PJ/2010 tentang


Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai