I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Faktor terkuat dari oklusi vena retina cabang adalah hipertensi, namun
pada beberapa penelitian, oklusi vena retina dihubungkan juga dengan
diabetes melitus, dyslipdemia, merokok, dan penyakit ginjal. Sebuah
studi kasus kontrol mengidentifikasi kelainan berikut ini sebagai faktor
risiko terjadinya BRVO:
- Sarkoidosis
- Penyakit Lyme
- Serpiginous Choroiditis
- Hipertensi arteri dan hiperkolesterolemia, yang keduanya
memberikan kontribusi terhadap atherogenesis, telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko BRVO.
- Aterosklerosis sendiri baru-baru ini diakui sebagai penyakit
inflamasi kronis ringan dengan pola sitokin proinflamasi yang
berbeda. Selain peran mereka dalam atherogenesis, beberapa sitokin
telah terbukti memberi efek procoagulatory dan dengan demikian
dapat memberikan kontribusi pada pengembangan BRVO dengan
mekanisme kedua.
- Gen polimorfisme mempengaruhi ekspresi sitokin peradangan
terkait adalah kandidat faktor risiko potensial untuk
BRVO. Genotipe dari fungsional polimorfisme nukleotida tunggal
berikut ditentukan: interleukin 1 beta (IL-1B)-511C> T, interleukin
1 reseptor antagonis (IL-1RN) 1018T> C, interleukin 4 (IL-4)-
584C> T, interleukin 6 (IL-6)-174G> C, interleukin 8 (IL-8)-251A>
T, interleukin 10 (IL-10)-592C> A, interleukin 18 (IL-18) 183A> G,
tumor necrosis factor ( TNF)-308G> A, protein chemoattractant
monosit 1. Baik distribusi genotipe maupun frekuensi alel dari
setiap polimorfisme, telah diselidiki berbeda secara signifikan
antara pasien dengan BRVO dan kontrolnya.
Kekurangan protein S
Defisiensi protein C
Resistensi terhadap protein C diaktifkan (faktor V Leiden)
Antithrombin III defisiensi
Antifosfolipid antibodi sindrom
Lupus eritematosus
Gammopathies
Gene polimorfisme terkait dengan hemostasis mungkin juga
berkontribusi terhadap pengembangan BRVO. Kebanyakan
penelitian, tapi tidak semua, gagal untuk mendeteksi hubungan
antara varian genetik dan BRVO.
Akibat dari sumbatan vena ini, retina mengalami perdarahan dan oedem
(pembengkakkan). Apabila efek dari sumbatan ini mempengaruhi
makula, maka akan terjadi gangguan tajam penglihatan yang serius
dari penderita. Makula adalah bagian retina yang digunakan untuk
fungsi penglihatan yang halus, seperti membaca dan sebagainya.
1.4 Patofisiologi
Hipertensi, aterosklerosis, kondisi peradangan, atau trombofilik dapat
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah retina. Mata dengan
predisposisi anatomi, dapat terjadi pembentukan trombus intravaskular.
Dari kebanyakan kasus, dua pertiga dari BRVO terjadi di kuadran
supertemporal. Angka ini mungkin berhubungan dengan peningkatan
jumlah penyeberangan arteriovenosa di kuadran ini. Arteri pada mata,
lebih banyak terdapat di anterior vena. Arteri dan vena berbagi selubung
adventitial. Peningkatan kekakuan arteri dapat menjadi faktor mekanis
dalam patogenesis BRVO.
Kompresi arteri vena diyakini menjadi penyebab utama
BRVO. Kompresi vena dapat menyebabkan aliran turbulen dalam
vena. Kombinasi aliran turbulen dengan kerusakan endotel vaskular
yang sudah ada sebelumnya dari kondisi yang berbeda menciptakan
lingkungan setempat menguntungkan bagi pembentukan trombus
intravaskular. Setelah aliran vena terganggu atau terputus, iskemia
retina terjadi kemudian dari hilir tempat oklusi. Iskemia retina akan
merangsangang keluarnya faktor produksi pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF).
1.6 Komplikasi
1.7 Penatalaksanaan
Sebuah studi terbaru oleh Kumar dan rekan menduga bahwa
sheathotomy mungkin merupakan pengobatan yang efektif untuk
BRVO. Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah
yang berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah
dikembangkan untuk mengatasi edema makula dalam usaha untuk
meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari tunika adventitia dengan
pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di mana oklusi
vena retina cabang terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena
disertai penurunan edema makula. Arteriovenous sheathotomy
menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran darah retina dan
cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Beberapa teknik
bedah dan laser sekarang telah dipakai untuk mengatasi kasus
perdarahan pada BRVO, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Macular photocoagulation laser
Dalam beberapa percobaan, macular photocoagulation laser
cukup efektif dalam pengobatan edema macula.
Rekomendasi saat ini adalah menunggu 3 bulan untuk melihat
apakah visus pasien secara spontan membaik atau tidak.
Jika tidak ada perbaikan visus dan jika perdarahan sebagian
besar telah dibersihkan dari daerah makula, angiogram
fluorescein diperoleh untuk dilakukan. Jika angiogram
menunjukkan kebocoran di daerah makula yang bertanggung
jawab untuk penurunan visus, pengobatan dengan macular
photocoagulation laser dianjurkan. Setelah 3 tahun masa
tindak lanjut perawatan, 63% dari pasien yang menjalani
macular photocoagulation laser visusnya meningkat 2 atau
lebih baris dari sebelumnya dibandingkan dengan 36% dari
mata kontrol.
Meskipun macular photocoagulation laser, beberapa pasien
memiliki rata-rata visus naik 1,33 terhadap baseline. Pada 3
tahun follow up, 40% memiliki ketajaman visual kurang dari
20/40 dan 12% memiliki ketajaman visual kurang dari 20/200.
Jika angiogram fluorescein mengungkapkan nonperfusion
makula, terapi laser tidak dibenarkan, pasien hanya
diobservasi. Finkelstein melaporkan bahwa mata dengan
nonperfusion makula memiliki prognosis visual yang
baik. Dalam seri-nya, ketajaman visual rata-rata adalah 20/30.
Macular photocoagulation laser tetap menjadi pengobatan
standar pada mata dengan edema makula perfusi sekunder
untuk BRVO.
2) Disperse photocoagulation
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa disperse
photocoagulation mengurangi prevalensi neovaskularisasi dari
40% menjadi 20% pada BRVO.
Jika mata terjadi neovaskularisasi dirawat, peristiwa
perdarahan vitreous akan menurun dari 60% menjadi 30%.
Oleh karena itu, rekomendasinya adalah untuk menunggu
sampai benar-benar neovaskularisasi berkembang sebelum
disperse photocoagulation dilakukan.
1.8 Pathway
Trombus intravaskular
Kompresi vena
Aliran turbulen
Merangsang VEGF
1.9 Prognosis
Pada fase akut dari penyakit dengan perdarahan intraretinal yang luas,
mungkin mustahil untuk mengevaluasi potensial visus; pasien harus
diikuti setiap 2 sampai 3 bulan sampai memungkinkan dievaluasi
dengan fluorescein angiography. Meskipun mungkin sulit untuk
memberikan prognosis pada fase akut, akan sangat membantu untuk
mengenali bahwa sekitar sepertiga sampai setengah dari pasien dengan
BRVO memiliki visus 20/40 atau lebih baik tanpa terapi. Setelah fase
akut BRVO telah berlalu dan perdarahan intraretina telah sebagian besar
diserap, yang biasanya membutuhkan waktu 3 sampai 6 bulan, harus
segera dilakukan fluorescein angiografi.
Gambar 9. Edema makula pada tampilan fluorescent angiografi
2) Palpasi
Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada mata dan struktur yang
berhubungan. Digunakan untuk menentukan adanya tumor.
Nyeri tekan dan keadaan tekanan intraokular (TIO). Mulai
dengan palpasi ringan pada kelopak mata terhadap adanya
pembengkakan dan kelemahan. Untuk memeriksa TIO dengan
palpasi, setelah klien duduk dengan enak, klien diminta
melihat ke bawah tanpa menutup matanya. Secara hati – hati
pemeriksa menekankan kedua jari telunjuk dari kedua tangan
secara bergantian pada kelopak atas. Cara ini diulangi pada
mata yang sehat dan hasilnya dibandingkan. Kemudian palpasi
sakus lakrimalis dengan menekankan jari telunjuk pada kantus
medial. Sambil menekan, observasi pungtum terhadap adanya
regurgitasi material purulen yang abnormal atau airmata
berlebihan yang merupakan indikasi hambatan duktus
nasolakrimalis.
I.1.1 Definisi
Perubahan pola stimulus yang dihubungkan dengan kerusakan
respon pada penglihatan.
I.1.4 Definisi
Beresiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan
yang berinteraksi dengan sumber adaftif dan sumber defesif
individu.
I.2 Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori penglihatan