Anda di halaman 1dari 31

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional Indonesia (IHN) dilaksanakan mulai tahun


1989. Salah satu komponen dari IHN adalah pengumpulan data lapangan melalui
pembuatan Temporary Sample Plots/Permanent Sample Plots (TSP/PSP) pada setiap
grid 20 km x 20 km di seluruh kawasan hutan Indonesia (kecuali P. Jawa) dengan
ketinggian sampai dengan 1000 dpl. Di dalam plot IHN terdapat plot contoh
sementara (Temporary Sample Plots – TSP) dan plot contoh permanen
(Permanent Sample Plots – PSP). TSP diukur hanya 1 (satu) kali untuk
mengetahui kondisi potensi tegakan pada saat itu (current standing stock).
Sedangkan PSP diukur ulang dalam selang waktu 4 sampai 5 tahun untuk
memperoleh gambaran kondisi hutan yang terus berubah secara dinamis.

Sampai dengan tahun 1996, telah dapat dikumpulkan data sebanyak


2.735 klaster dan dianalisis guna penyusunan Laporan Akhir Statistik
Sumberdaya Hutan Indonesia (kecuali P. Jawa). Dari Laporan Statistik
Sumberdaya Hutan diperoleh hasil potensi tegakan berdasarkan strata yang
merupakan kombinasi antara fungsi hutan dan tipe penggunaan lahan.

Pengukuran ulang PSP masih dilaksanakan oleh BPKH Wilayah I sampai


dengan XVII. Hasil pengukuran ulang yang dilakukan, diketahui banyak klaster
yang telah mengalami perubahan karena adanya perubahan penutupan lahan,
kegiatan penebangan, kebakaran, perubahan fungsi dan lain-lain. Dengan
adanya perubahan kondisi plot klaster tersebut perlu dilakukan evaluasi dan
penataan ulang plot-plot klaster yang ada sesuai perubahan yang terjadi
sehingga plot klaster yang ada dapat mewakili strata hutan dalam IHN. Untuk itu
dilakukan redesain TSP/PSP dan pembuatan plot TSP/PSP ini dilakukan tidak
hanya di luar Jawa tetapi termasuk juga di Jawa.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


1
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan untuk menyempurnakan prosedur lapangan
pengumpulan data enumerasi TSP/PSP sesuai dengan perkembangan kondisi di
lapangan. Prosedur ini diharapkan dapat memperkecil kesalahan dalam penetapan
plot/pengukuran dan pada akhirnya akan menghasilkan data dengan kualitas yang
lebih baik dan efisiensi lebih tinggi.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan petunjuk teknis enumerasi TSP/PSP adalah untuk


menyediakan panduan bagi para pelaksana dalam melaksanakan enumerasi TSP/PSP
guna memperoleh data dan informasi kondisi hutan.

Sedangkan tujuan dari penyusunan petunjuk teknis enumerasi TSP/PSP adalah


untuk mendapatkan kemudahan dan keseragaman dalam enumerasi TSP/PSP sehingga
diperoleh format data yang seragam.

C. Ruang Lingkup

Petunjuk teknis ini meliputi prosedur pengambilan data pada kegiatan enumerasi
TSP/PSP mulai dari pembuatan plot, pengambilan titik ikatan dan titik pusat klaster
dengan menggunakan GPS, pengambilan data lapangan, pengisian tallysheet,
pengambilan contoh herbarium dan pembuatan laporan, serta monitoring kegiatan
enumerasi TSP/PSP.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


2
II. PENGERTIAN-PENGERTIAN

Berikut ini adalah penjelasan dari istilah-istilah yang digunakan yaitu :


1. TSP (Temporary Sample Plots) adalah Unit Contoh Sementara yang dibuat
untuk mengumpulkan data lapangan berupa parameter-parameter biofisik
tegakan hutan terutama kondisi standing stock kayu saat tertentu dalam
rangka IHN.
2. PSP (Permanent Sample Plots) adalah Unit Contoh Permanen yang dibuat
untuk mengumpulkan data lapangan berupa parameter-parameter biofisik
tegakan hutan terutama kondisi pertumbuhan tegakan dalam rangka IHN.
3. Klaster adalah sekumpulan unit contoh di lapangan yang mewakili suatu
strata.
4. Plot (Tract) adalah satuan unit contoh di dalam klaster yang terdiri dari
sekumpulan sub plot.
5. Sub plot/titik sampling adalah satuan unit contoh terkecil di lapangan
dalam pengumpulan data lapangan
6. Satuan catatan/pengukuran (record unit/RU) adalah satuan pencatatan
parameter-parameter biofisik.
7. Enumerasi adalah pembuatan, pengukuran dan pencatatan parameter-
parameter biofisik tegakan hutan pada plot contoh (TSP/PSP).
8. Re-enumerasi adalah pengukuran ulang (kedua, ketiga dst) dan
pencatatan parameter-parameter biofisik tegakan hutan pada plot contoh
permanen (PSP).
9. BAF (Basal Area Factor) adalah besaran faktor luas bidang dasar tegakan
hutan.
10. Dbh (diameter breast height) adalah diameter yang diukur pada ketinggian
setinggi dada rata-rata orang Asia yaitu 1,3 meter.
11. Dab (diameter above buttress) adalah diameter yang diukur pada
ketinggian 20 cm di atas banir.
12. GPS (Global Positioning System) adalah suatu sistem penentuan posisi di
bumi dengan menggunakan alat (receiver) yang dihubungkan dengan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


3
satelit.
13. Herbarium adalah contoh specimen pohon biasanya daun atau bagian
pohon lainnya yang diambil di lapangan untuk mengidentifikasi jenis
pohon.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


4
III. PERSIAPAN

A. Perencanaan

Ketua Regu dan Asisten Ketua Regu merancang enumerasi plot, meliputi:

1. Menentukan cara terbaik untuk menuju lokasi plot termasuk mengecek titik
awal, azimut, dan jarak ke plot. Langkah terbaik untuk menuju suatu klaster
plot perlu ditunjukkan di atas peta topografi dengan skala peta terbesar
yang ada dan dibantu oleh peta lainnya sepanjang tersedia. Menetapkan
titik awal terbaik yang dapat dikenali di lapangan yaitu percabangan sungai,
titik simpang jalan atau tanda-tanda lapangan yang ada/diketahui di lapangan
dan tergambar pada peta. Titik awal tersebut setelah ditetapkan disebut titik
ikat T1. Maka dari T1 dapat dihitung/diukur arah/azimut dan jarak ke
pusat klaster T2 (titik sudut barat daya tract nomor 5).

Gambar 1. Arah dan jarak titik ikat dan pusat klaster (T2)

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


5
2. Menjelaskan deskripsi plot nomor grid UTM (zone, easting dan
northing), lokasi (Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi), fungsi hutan
berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan dan Perairan, penutupan vegetasi,
IUPHHK (jika ada), perkiraan tinggi tempat, jalur aksesibilitas yang ada,
penentuan "kelas kesulitan", dan lain-lain).
3. Mengecek kelengkapan peralatan dan berfungsi dengan baik.
4. Mengecek kelengkapan lembar tallysheet.
5. Melakukan proses serta langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengenumerasi plot secara efisien, memperoleh keberadaan tenaga
kerja, kendaraan, pengaturan logistik untuk regu lapangan.
6. Regu kerja harus melapor kepada Kepala Kampung/Desa/Kelurahan
atau Camat di lokasi terdekat. Minta bantuan pejabat setempat dan HPH
(jika ada) terutama mengenai tenaga lapangan yang baik, bagaimana
mencapai klaster plot, keselamatan dan pengaturan regu kerja serta
keterangan lain yang diperlukan. Tiap anggota regu perlu mengingatkan
kelengkapan administrasi dan peralatan kerja serta kekompakan Tim.

B. Menuju Lokasi Klaster

1. Petakan dan uraikan pada selembar kertas, titik T1 (starting point) yang telah
ditentukan dalam peta dasar (Peta JOG, REPPROT, RBI, dsb) untuk
memastikan letak dan posisi T1 di lapangan. Letak dan posisi T1 di lapangan
harus dicek kebenarannya dengan mengukur koordinatnya dan menanyakan
kepada penduduk setempat nama-nama sungai/jalan yang ada. Tentukan
letak dan posisi T2 dari T1 dengan mengukur azimuth dan jarak datarnya. T1
diberi tanda dengan sebuah plat (seng) warna dasar kuning dan tulisan hitam
dan dipasang pada pohon hidup yang kuat dan sehat atau dipancang yang
kuat, yang secara jelas menunjukkan identitas klaster (nomor klaster, zone,
easting, northing, arah dan jarak ke pusat klaster).

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


6
Gambar 2. Contoh Pemberian Tanda dan Tulisan pada T1 dan T2

Penulisan papan T1

T1

ZONE : 50
EAST : 300
NORTH : 9800

AZIMUTH : 90o
JARAK : 2,0 KM

Penulisan papan T2

T2

NO. KLASTER : 275

ZONE : 50
EAST : 300
NORTH : 9800

AZIMUTH : 270o
JARAK : 2,0 KM

2. Kemudian T2 diikatkan/diukur posisi arah dan jarak pada sedikitnya 3 buah titik
saksi (berupa pohon yang memiliki ciri khas) yang terdekat, juga diikatkan pada
2 atau 3 titik/objek yang jelas jika ada, seperti puncak gunung, batu besar dan
lain-lain.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


7
Gambar 3. Titik Saksi pada Pusat Klaster

3. Pada setiap jarak datar 50 meter rintisan dari T1 ke T2, ditandai dengan
sebuah patok yang menunjukan nomor klaster, arah dan sisa jarak ke pusat
klaster (T2). Beberapa penyimpangan yang terjadi di lapangan karena kondisi
alam yang sangat sulit, digambarkan di atas kertas dan diberi tanda yang jelas
di lapangan.
4. Untuk lebih memastikan posisi T1 dan T2 harus digunakan GPS dalam
menentukan posisi kedua titik tersebut, dicek kembali apakah sesuai dengan
koordinatnya di peta referensi/acuan yang digunakan.

Catatan: Umumnya, regu kerja (9 sampai 10 orang; kepala regu, asisten kepala regu, dan 7 sampai 8 pekerja) harus dibagi dua
kelompok selama perintisan. Kepala regu dan asistennya bersama dengan 3 atau 4 pekerja harus mengerjakan rintisan survai
sedangkan yang lainnya mengatur tenda. R i n t i s a n yang dikerjakan oleh s e l u r u h anggota regu menyebabkan kerja yang tidak efisien.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


8
IV. TEKNIK PELAKSANAAN ENUMERASI

A. Kerangka Plot

Kerangka plot ditunjukkan oleh Gambar 4. Sembilan tract membentuk bujur sangkar,
tract seluas 100 m x 100 m berjarak 500 meter, "dari sisi ke sisi", kecuali di hutan
mangrove, hutan konifer dan tanaman yang berjarak 100 meter dan ukuran tract
adalah 50 m x 50 m. Tract tengah (nomor 5 berlaku sebagai sampel plot
temporer (TSP) maupun sampel plot permanen (PSP). Untuk TSP, ada delapan pusat
sub-plot atau titik sampling per tract : empat di sudut dan empat di antara setiap
dua sudut. Untuk PSP, seluas 1 ha (Tract No. 5) dibagi ke dalam 16 satuan catatan
(record unit). Nomor sub-plot untuk TSP dan nomor satuan catatan untuk PSP
juga ditunjukkan di Gambar 4. Tetap dibuat PSP di hutan tanaman, hutan konifer,
dan hutan mangrove. Di hutan mangrove, klaster dienumerasi jika terdapat paling
tidak tiga tract yang tidak berada di air, ji k a t i d a k terpenuhi maka t i d a k
dapat menjadi k las te r plot.

Gambar 4. Kerangka Plot Contoh


a. 9 tract – klaster plot

7 8 9
500m 500m

100m
4 5 6
100m

1 2 3

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


9
b. Sebuah tract TSP

c. Plot Contoh Permanen

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


10
B. Enumerasi TSP

Setelah sudut barat daya tract No. 5 ditemukan, enumerasi dapat dimulai.
Enumerasi dapat dikerjakan menurut urutan sebagai berikut :

1. TSP dari tract No.5;


2. PSP;
3. TSP dari tract No. 2, 4, 6 atau 8;
4. Bila dipilih Tract No. 2, dapat diikuti dengan tract No. 1 atau 3;
5. Bila dipilih Tract No. 4 dapat diikuti dengan tract No. 1 atau 7;
6. Bila dipilih tract No. 6 dapat diikuti dengan tract No. 3 atau 9;
7. Bila dipilih tract No. 8 dapat diikuti dengan tract No. 7 atau 9.

Banyak kemungkinan urutan yang lain tetapi idenya adalah untuk meminimumkan
sumber kesalahan di dalam menetapkan tract-tract yang berbeda dan untuk efektifitas
pekerjaan. Karena itu tract bernomor genap (2, 4, 6, dan 8) harus ditetapkan langsung
dari tract No. 5 dan tract bernomor ganjil lainnya (atau sudut) harus ditetapkan dari
salah satu nomor genap terdekat yang sudah ditetapkan sebelumnya.
 Apabila dalam enumerasi TSP dibagi dalam 2 regu, dari subplot 1 regu pertama
dapat menuju ke arah utara menuju subplot 2 dan 3 dan ke timur menuju plot 4
dan 5. Sedangkan regu kedua dapat menuju ke timur plot 8, 7 dan ke utara
menuju plot 6.
 Prestasi kerja regu/tim : satu tract / hari untuk enumerasi satu tract berhutan.

Pelaksanaan Enumerasi TSP

1. Sebelum pelaksanaan enumerasi TSP pastikan semua jarak termasuk jari-jari sub
plot adalah jarak horisontal. Dalam semua situasi, sampling dikerjakan
dari arah utara bergerak searah jarum jam sampai penjelajahan 360o .

a). Tentukan pusat Sub Plot (SP); jangan memotong semai, pancang, tiang,
rotan, didekat pusat SP; pasang patok dan tandai nomor tract dan nomor SP.
b). Dengan menggunakan blanko data lapangan yang sesuai, lingkari nomor
tract, nomor SP, dan isi deskripsi p l o t kolom 1,2,3,...............,21.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


11
Dimana kolom 1 menyangkut identifikasi klaster plot (nomor zone, easting
{bujur} dan northing {lintang}), 3 adalah nomor tract, 4 nomor sub-plot,
dan seterusnya sampai 21 menunjukkan aspect jika itu blanko 1,2,3
(nipah) dan 4. Deskripsi plot hanya berbeda sedikit di antara blanko yang
berlainan.

c). Partisi (Partition). Kolom 5 sampai 8 adalah untuk partisi,


misalnya suatu sub-plot terletak di dua keadaan hutan, type hutan, atau
kategori tataguna hutan. Jika tid a k ada partisi, tulis garis datar pada
item tersebut. Jika terjadi partisi, pertama, sket/gambar pada lingkaran
(anggap dengan jari-jari 20 m) di dalam tract pada tempat yang
disediakan di pojok kanan lembar data. Partisi dapat terjadi pada salah
satu dari dua bentuk: segmen atau sektor. Jika itu segmen, jarak (tegak
lurus) dari garis batas sampai pusat subplot diukur sampai sekala 0.1 m
dan dicatat di kolom 6 dan digambar di lingkaran. Jika itu sektor, azimut
batas sektor dibaca dengan menggunakan kompas (dari pusat subplot)
dan digambar di lingkaran, dan derajad sektor (ditentukan dari pembacaan
azimut dua batas sektor) dicatat pada kolom 5. Derajat sektor bagian besar
dan kecil selalu berjumlah 360o . Dua bagian itu dicacah di dalam lembar
data yang berbeda di mana 1 dimasukkan ke kolom 7 untuk bagian besar dan 2
dimasukkan di kolom 8 untuk bagian yang kecil.

d). Masukkan 1 di kolom 9 hanya jika plot permanen, selainnya tulis garis datar
(-).

e). Di item 10 tulis garis datar untuk enumerasi biasa atau 1 untuk enumerasi
kontrol.

f). Provinsi (Province). Masukkan kode provinsi di kolom 12, dengan


mengacu kode berikut ini:
1. Nangroe Aceh Darussalam
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. Riau
5. Jambi

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


12
6. Sumatera Selatan
7. Lampung
8. Bengkulu
9. Banten
10. Jawa barat
11. Jawa Tengah
12. DIY
13. Jawa Timur
14. Bali
15. Nusa Tenggara Barat
16. Nusa Tenggara Timur
17. (Timor Timur)
18. Kalimantan Barat
19. Kalimantan Tengah
20. Kalimantan Selatan
21. Kalimantan Timur
22. Sulawesi Utara
23. Sulawesi Tengah
24. Sulawesi Tenggara
25. Sulawesi Selatan
26. Maluku
27. Papua
28. Kepulauan Riau
29. Bangka Belitung
30. Gorontalo
31. Sulawesi Barat
32. Maluku Utara
33. Irian Jaya Barat

g). Sistem la h a n ( La n d S y s te m ) . Masukkan si st e m l a h a n di k o l o m


13 dengan menggunakan kode berikut:
1. Pasang surut
2. Pantai
3. Rawa/lahan basah
4. Sabuk meander (area datar didekat sungai besar)
5. Fan/dataran/lembah
6. Teras
7. Lahan bergelombang, amplitude sampai 50 m
8. Berbukit, samplitudo 50 sampai 300 m
9. Bergunung, amplitude lebih dari 300 m

catatan: 1 sampai 6 dianggap sebagi sistem lahan dataran

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


13
h). Ketinggian (Altitude). Kolom 14 dipergunakan untuk ketinggian atau tinggi dari
muka laut. Kode berikut hendaknya digunakan:

0 0 – 99 m
1 100 – 199 m
2 200 – 299 m
3 300 – 399 m
.
.
10 1000 – 1099 m
11 1100 – 1199 m

dst.

i). Kategori tataguna lahan (Land Category). Kategori tataguna lahan dimasukkan di
kolom 15 dengan menggunakan kode berikut:
1. Hutan pasang-surut
2. Hutan pantai
3. Hutan lahan basah (termasuk rawa)
4. Hutan lahan kering di bawah 1.000 m
5. Hutan subpegunungan, 1.000 - 2.000 m
6. Hutan pegunungan, di atas 2.000 m
7. Agroforestry dan hutan tanaman
8. Lapangan bekas tebang habis
9. Semak/belukar
10. Alang-alang, kering
11. Alang-alang, basah
12. Perkebunan
13. Pertanian
14. Lahan gundul
15. Air
16. Pemukiman, kota

j). Tipe hutan (Forest Type). Untuk kategori tataguna lahan 1 sampai 8 di
atas, tipe hutan berikut (kolom 16) dapat dijumpai:
1. Hutan bakau (hanya pasang-surut)
2. Hutan nipah (hanya pasang surut)
3. Hutan palma (sagu)
4. Hutan pantai
5. Hutan rawa (tergenang musiman)
6. Hutan tanah basah (tergenang terus)
7. Hutan rawa gambut
8. Hutan tanah kering lembab
9. Hutan savana
10. Hutan pinus
11. Hutan kerangas (heat)

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


14
12. Hutan bambu (dominasi bambu)
13. Hutan sub/pegunungan daun lebar
14. Hutan tanaman produktif
15. Hutan tanaman fungsi lindung
16. Tanaman agroforestry
17. Tambak (tipe khusus hutan pasang-surut?)

k). Kondisi tegakan (Stand Condition). Kondisi tegakan dimasukkan di kolom 17


dengan menggunakan kode di bawah. Catat bahwa ada berbagai rangkaian kode
untuk (a) hutan tinggi dan hutan bakau, (b) savana, pinus, palma (sagu dan nipah)
dan hutan bambu, dan (c) hutan tanaman dan agroforestry.

Untuk hutan tinggi dan hutan bakau :


1. Belum ditebang, volume tinggi (dengan 7 atau lebih pohon tinggi pada BAF
(15 m tinggi bebas cabang) (4 m2/ha); labih dari 250 m3/ha)
2. Belum ditebang, volume sedang (4 sampai 6 pohon sedang pada BAF; 150
- 250 m3/ha)
3. Belum ditebang, volume rendah (kurang dari 4 pohon tinggi, kurang dari 6
pohon sedang pada BAF; kurang dari 10 pohon pendek (kurang dari 6 m
tinggi bebas cabang) pada BAF; kurang dari 150 m3/ha)
4. Ditebang, ringan
5. Ditebang, berat
6. Ditebang habis untuk tanaman/agroforestry
7. Ditebang habis untuk pertanian
8. Ditebang untuk peladangan berpindah
9. Ditebang, ditanam dengan jenis tanaman ladang
10. Hutan sekunder, kerapatan sedang/tinggi
11. Hutan sekunder, kerapatan rendah
12. Hutan rusak (lebih jelek dari tebangan berat; sangat sedikit tegakan tinggal)
13. Rusak oleh sebab kebakaran

Savana, pinus, palma (sagu dan nipah), dan hutan bambu :


1. Belum ditebang, stok bagus (70% atau lebih)
2. Belum ditebang, stok sedang (50 - 70%)
3. Belum ditebang, stok jelek (kurang 50%)
4. Ditebang, stok sedang
5. Ditebang, stok jelek
6. Tebang habis untuk hutan tanaman/ agroforestry
7. Tebang habis untuk pertanian
8. Tebang habis untuk peladangan berpindah
9. Tebang habis, ditanami tanaman ladang
10. Rusak
11. Rusak oleh kebakaran

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


15
Hutan tanaman/agroforestry :
1. Stok baik
2. Stok sedang
3. Stok jelek
4. Tanaman gagal
5. Rusak oleh kebakaran

l). Tahun tebangan atau penanaman (Year of Logging). Masukkan tahun


(empat angka terakhir) tebangan atau penanaman (pada hutan
tanaman/agroforestry) pada kolom 18. Masukkan 0 jika tahun tebangan atau
penanaman tidak diketahui.

m) Hamparan (Terrain). Kolom 19 digunakan untuk merekam kelas hamparan melalui


kode berikut:
0 Datar atau berombak (0 - 10%)
1 Bergelombang, dataran rendah
2 Miring bawah atau rendah (bagian bawah hamparan miring)
3 Miring tengah (bagian tengah hamparan miring)
4 Miring atas (bagian atas hamparan miring)
5 Miring berombak
6 Puncak bukit
7 Jurang
8 Lereng batuan

n). Kelerengan (Slope). Kelerengan - kelerengan rata-rata, dicatat di kolom 20


dengan menggunakan kode di bawah ini:
0 0 sampai 8%
1 9 sampai 15%
2 16 sampai 25%
3 26 sampai 45%
4 46 sampai 70%
5 71 sampai 100%
6 lebih dari 100%

o). Aspek (Aspect). Aspek didefiniskan sebagai arah umum jika orang memandang
keluar dari suatu lereng. Ini dicatat pada kolom 21 dengan menggunakan kode di
bawah. Ini adalah masukan terakhir untuk deskripsi plot.
0 datar dan berombak (0 sampai 10%)
1 N, azimut 338 sampai 22 derajat
2 NE, 23 sampai 67 derajat
3 E, 68 sampai 112 derajat
4 SE, 113 sampai 157 derajat
Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)
16
5 S, 158 sampai 202 derajat
6 SW, 203 sampai 247 derajat
7 W, 248 sampai 292 derajat
8 NW, 293 sampai 337 derajat

2. Dalam enumerasi TSP pencacahan dibagi dalam beberapa kelompok menurut tingkat
vegetasinya, yaitu:
a. Sub plot berjari-jari 1 m untuk semai (tinggi kurang dari 1,5 m), catat jenis dan
hitung jumlahnya m e n u r u t spesies, dan isikan pada kolom 14 untuk semai,
spesies yang t ak dikenal (US) hendaknya dikelompokkan secara konsisten ke
dalam US1, US2, US3, ...
b. Subplot berjari-jari 2 m untuk tingkat pancang (tinggi > = 1,5 m tetapi dbh kurang
dari 5,0 cm), catat jenis dan hitung jumlahnya m e n u r u t spesies, dan isikan
pada kolom 15 untuk pancang, spesies yang t ak dikenal (US) hendaknya
dikelompokkan secara konsisten ke d al am US1, US2, US3, ...
Pancang dicatat di baris yang terpisah dari semai meskipun dari spesies yang sama.
Semai nipah dihitung dengan menggunakan subplot berjari-jari 2 m. (Lihat sampling
untuk nipah).
c. Subplot berjari-jari 5 m.
- Tiang (dbh 5,0 – 19,9 cm)
Enumerasi dimulai dari arah utara searah jarum jam sampai pohon terakhir pada
arah 360 derajat, setiap pohon diberi nomor secara urut. Ukur diameter DBH dan
isikan pada kolom 14 serta catat tingkat kerusakannya isikan pada kolom 15.
- Rotan muda (panjang  3 m dari leher akar ke daun hijau pertama)
Catat jenis dan hitung jumlahnya menurut species dan isikan pada kolom jenis dan
kolom 16. Beri tanda S untuk tunggal (soliter) atau C untuk kelompok (klaster)
sesudah nama spesies. Pengelompokan merupakan ciri spesies dan jika
menjumpai rotan yang sendirian belum tentu berarti rotan itu tidak
mengelompok atau tunggal . Panjang dan diameter tidak diukur.

(Nipah juga disampel dengan menggunakan subplot berjari-jari 5 m; lihat prosedur


sampling untuk nipah).

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


17
d. Subplot berjari-jari 10 m.

- Rotan dengan panjang >=3,0 m


Tentukan jenis dan hitung jumlahnya, isikan pada kolom jenis dan kolom 17.
Ukur diameter maksimalnya dan isikan pada kolom 18, ukur juga diameter
minimal isikan di kolom 19 jika lebih dari satu batang atau hanya D rata-r a t a
ji k a hanya satu batang (sampai skala 0,1 cm); dan panjang rata-rata dalam
meter. Diameter diukur satu meter dari leher akar dan D rata-rata tidak perlu rataan
Dmax dan Dmin (kecuali jumlahnya kurang dari 5 batang) tetapi ditentukan dari
diameter dominan di dalam kelompok. Panjang batang rata-rata (L rata-rata)
di ten tu k an dengan menaksir panjang batang individual, dijumlahkan dan dibagi
dengan banyaknya batang di dalam kelompok. Pada kelompok dengan lebih dari 10
batang, batang yang dianggap mempunyai panjang rata-rata dapat ditaksir untuk
mendapatkan L rata-rata.

- Bambu
Lihat prosedur sampling untuk bambu.

e. Enumerasi Pohon

1. Kerjakan BAF (4 m2/ha) sampling untuk pohon-pohon dengan dbh/dab minimal 20,0
cm (atau 10,0 cm di hutan tanaman, konifer dan bakau). Pohon-pohon yang
meragukan hendaknya selalu dicek dengan mengukur dbh/dab dan jarak datar
dari pusat SP. Pohon sampel BAF diukur diameternya dengan menggunakan pita
diameter dan dengan tongkat sepanjang 1,3 m yang diletakkan di bagian tanah
tertinggi tempat batang pohon berdiri. Untuk pohon-pohon berbanir, tinggi banir
harus diukur/ ditentukan dan dab ditetapkan 0,2 m di atas akhir banir utama.
Selesaikan pengukuran dbh/dab dan kualitas semua pohon yang masuk BAF sebelum
melakukan pengukuran tinggi. Kualitas pohon didasarkan pada kualitas sepertiga
terbawah batang pohon. Pohon-pohon dengan kualitas "5" tidak diukur tingginya.

2. Di dalam mengukur dab dengan relaskop, berdirilah sedekat mungkin dengan


pohonnya atau gunakan sebanyak mungkin " f ull bars" (7 atau lebih). Bilamana
dbh/dab diukur tidak pada tinggi yang umum karena adanya
kerusakan/abnormalitas pohon, maka catatlah tinggi titik tempat pengukuran

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


18
dbh/dab. Jika leher akar berada di atas tanah seperti terjadi di hutan rawa,
pengukuran dbh/dab dan tinggi harus diperhitungkan dari leher akar.

3. Pada pengukuran banir dan tinggi, gunakan tongkat 1,3 m sebagai tinggi basis
sejauh it u mungkin. Yakinkan bahwa anda dapat melihat "sumbu tegak" pohon
dan ukur sampai titik yang dikehendaki terutama jika pohonnya miring. Berdiri
pada jarak yang nyaman dari pohon; jangan melebihi pembacaan 120% jika
mungkin. Dalam melakukan pembacaan sudut tegak yang mendekati nol seperti
membaca dasar pohon atau membaca lereng, selalu mulai dari nol persen
sehingga anda dapat dengan mudah menentukan apakah pembacaannya negatif atau
positif.

4. Sesudah menghitung tinggi setiap pohon, data lain seperti kerusakan (kolom
15) dan infestasi (kolom 19) dapat diisi.

5. Setelah sampling BAF kolom yang tersisa di deskripsi plot dapat diisi. Banyaknya
tiang/pohon (kolom 22) berasal dari banyaknya tiang dan pohon yang tercatat di
subplot. U n t u k semai (kolom 23), diperoleh dari banyaknya spesies dengan
semai (atau banyaknya baris yang digunakan untuk mencatat semai jika tanpa
pengulangan spesies yang sama); jika spesies tak dikenal, harus secara konsisten
dicatat ke dalam kelompok tak dikenal US1, US2, US3 ... dst. Banyaknya pancang
(kolom 24) dan rotan (panjang kurang dari 3,0 m) pada (kolom 25) ditentukan
seperti halnya semai. Untuk rotan (panjang 3,0 m atau lebih), kolom 26,
banyaknya record adalah banyaknya batang tunggal dan kelompok (atau banyaknya
baris yang digunakan untuk mencatat rotan) di dalam subplot. Nomor regu (kolom
27), bulan (kolom 28) dan tahun (kolom 29) enumerasi, nama enumerator (Ketua
Regu atau Wakil Ketua Regu) harus ditulis. Keseluruhan blanko harus diselesaikan
sebelum meninggalkan subplot.

C. Enumerasi PSP

1. Pembuatan Petak PSP

Sebelum memulai enumerasi yakinkan bahwa petak PSP benar-benar satu


hektar (100 m x 100 m bujur sangkar) dan record unitnya benar-benar 25 m x

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


19
25 m bujur sangkar, mengacu arah Utara - Selatan dan Timur - Barat. Jika titik
sampel TSP tract No.5 diletakkan dengan benar, maka sudut plot permanen
sudah siap dikerjakan. Hal ini mengarah pada pada kebutuhan akan
kecermatan kerja d a la m menjalankan survai dan menandai/mematok
setiap jarak 12,5 m sepanjang sisi tract 5 selama enumerasi TSP. Itu akan
membantu penetapan PSP. Untuk melihat apakah sudut-sudutnya telah
diletakkan secara tepat, sisi tract 100 m x 100 m harus membentuk trase yang
tertutup. Dalam hal apapun, yang terbaik adalah memulai PSP dari sudut barat
daya. Langkah-langkahnya:

a). Ganti patok yang menandai pusat subplot TSP No. 1 (titik 1a dalam
Gambar 4) dengan pipa sepanjang 0,5 m (berdiameter 1/2") dan tanam
tegak lurus di tanah sampai seluruh pipa masuk paling tidak 10 cm di
bawah permukaan.

b). Mulai jarak satu meter sebelah barat sudut itu, gali parit lebar 0,5 m,
dalam 0,5 m dan panjang 1,5 m dan tumpuk tanahnya di atas
sudut/pipa sehingga berbentuk gunungan. Ulangi langkah ini pada jarak
satu meter di selatan sudut sehingga kedua parit berbentuk L patah
persis di luar PSP.

c). Pilih dan petakan tiga "titik saksi", sebaiknya di luar plot, mis. beringin (Ficus
strangulata), batu besar, pohon/obyek yang aneh yang tak berubah oleh
waktu, dan tentukan arah serta jarak dari pusat ke masing-masing titik
saksi. Uraikan dan petakan sekitarnya. Tentukan dan catat tinggi
tempat sudut sampai ketelitian 5 m.

d). Ulangi prosedur yang sama u n t u k menetapkan sudut-sudut lain


(Lihat Gambar 4).

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


20
Gambar 4. PSP, tract No.5

2. Pelaksanaan Enumerasi PSP

Umumnya satu regu lapangan terdiri dari ketua regu, wakil ketua regu, dan 7
sampai 8 pekerja (1 atau 2 di tenda dan 6 bersama tim pencacah). Sebagai
satu tim kerja, regu ini hendaknya menetapkan/mengenumerasi PSP mulai
dari sudut Barat Daya terus ke timur dari record unit (RU) 1 ke RU 2, 3, dan 4
menurut langkah- langkah berikut. Dari RU 4, regu dapat menuju baik ke Barat
dari RU 8 ke RU 5 atau menuju Timur dari RU 5 sampai RU 8; dan ulangi urutan
yang serupa dari RU 9 sampai RU 12 dan dari RU 13 sampai RU 16.

Setelah selesai membuat kerangka suatu record unit (pusat dan keempat sisinya
telah ditetapkan) yang harus dilakukan:

a. Melengkapi deskripsi RU. Deskripsi subplot/RU serupa dengan blanko data lain
kecuali untuk kolom berikut: kolom 3 selalu tract No.5, kolom 4 adalah nomor
RU, kolom 5 dan 6 kosong (partisi ditunjukkan/dipetakan di gambar yang
disediakan (paling kanan), dan kolom 9 adalah nomor kotak 5 m x 5 m (25
per RU) untuk bagian besar atau bagian kecil partisi. Sesudah deskripsi RU
diselesaikan (kecuali kolom 22 yang hanya dapat diisi setelah mengenumerasi

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


21
RU), kerjakan enumerasi subplot berjari-jari 1 m (semai), 2 m (pancang), 5 m
(rotan pendek dan tiang), dan 10 m (rotan panjang dan bambu) (Blanko B)
secara urut.

b. Enumerasi untuk pohon (dengan dbh/dab paling kecil 20.0 cm), mulai dari
arah utara searah jarum jam sampai semua pohon telah diukur/diamati dan
semua data yang diperlukan telah dicatat. Gunakan blanko yang disediakan
untuk memetakan tiang dan pohon. Kerjakan data pohon sebagai berikut:
tinggi banir, tinggi batang, tinggi pohon, kelas pohon, kelas tajuk, posisi
tajuk, kerusakan, infestasi, azimut dan jarak ke pohon.

c. Tiang diberi nomor 1 sampai tiang terakhir (di dalam subplot berjari-jari 5
m). Dengan demikian, pohon pertama mengambil nomor sesudah tiang
terakhir dan pohon berikutnya diberi nomor urut searah pergerakan
jarum jam sampai memenuhi record unit.

d. Pada enumerasi PSP di hutan rawa/lahan basah, titik /tinggi pengukuran


DBH/DAB ditandai dengan paku (panjang 8-10 cm) dan dipakukan sedalam
2 cm. Hal ini penting karena orang tidak yakin di mana titik 1,3 m di atas
tanah (atau dari leher akar) atau berapa tinggi banir pada saat areal
tersebut tergenang.

e. Untuk pohon berbanir, dilakukan pengukuran/pengamatan yang sama


dengan enumerasi TSP. Ada data tambahan mengenai diameter, yakni
2,2 m di atas banir (atau 3,3 m di atas tanah pada pohon yang banirnya
l , l m atau lebih rendah), kelas pohon, kelas tajuk, dan posisi tajuk, yang
juga harus dikumpulkan.

f. Diameter kedua di atas banir - Untuk pohon berbanir, diameter kedua


diukur pada 2,0 m di atas DAB pertama sebagai dasar penaksiran
pertumbuhan diameter pada pengukuran berikutnya (kurang lebih 5
tahun kemudian) jika pada saat itu DAB pertama telah tertutup banir.
Titik/tinggi pembacaan relaskop (penuh/seperempat bar/batang) untuk
diameter 2,2 m di atas banir ditentukan dengan membagi 220 dengan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


22
jarak datar dan tambahkan hasilnya dengan persen bacaan di akhir banir. Ini
akan memberikan persen bacaan pada 2,2 m di atas banir. Sebagai
contoh apabila pembacaan di akhir banir 80% dan jarak datar 4,5m,
maka 220/4,5 = 48,9%, sehingga bacaan bar penuh dan seperempat untuk
diameter (2,2 m di atas banir) dibuat setinggi ekivalen dengan 80 plus 49% =
129% dari tempat berdiri yang sama.
Dalam hal tinggi banir masih sama atau kurang dari 1,1 m dab pertama
diukur setinggi dada (1,3 m di atas tanah) dan dab kedua diukur 3,3 m di atas
tanah. Jika dab kedua diukur dengan menggunakan relaskop, titik pembacaan
ditentukan dengan membagi 330 dengan jarak datar plus persen bacaan dari
basis pohon.
Sebagai contoh jika jarak datar 3,0 m dan persen basis pohon -30%, maka
persen 3,3 m dari atas tanah adalah 330/3,0 = 110% plus (-30%) atau 80%.
Dab kedua pada kasus tersebut diinasukkan kolom 17 (Permanent Plot, A).

g. Kelas pohon (Tree Class). - Kelas pohon dicatat untuk setiap pohon di
kolom 22. Kelas pohon diberi kode sebagai berikut:
1 Dominan
2 Kodominan
3 Intermediate
4 Tertekan

h. Kelas tajuk (Crown Class). - Ini dimasukkan di kolom 23. Kelas tajuk
mempunyai kode sebagai berikut:
1. Sempurna (Perkembangan dan ukurannya terbaik; lebar, bundar dan
simetri)
2. Bagus (nyaris ideal, tumbuh memuaskan, dengan beberapa cacad
simetrinya atau beberapa ujung cabang mati)
3. Dapat diterima (silvikulturnya dapat diterima, jelas asimetri atau
terpangkas tetapi dapat bertahan)
4. Jelek (jelas tidak memuaskan, dengan kerontokan, sangat tidak simetri,
tetapi dapat bertahan hidup)

Catatan : Butir g No. 1 s/d 4 adalah kode pohon dan butir h No. 1 s/d 5 kode klas tajuk.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


23
5. Sangat jelek (jelas menyusut, atau rusak berat, dan mungkin
tidak dapat bereaksi terhadap pembebasan)

i. Posisi Tajuk (Crown Position). - Ini dicatat di kolom 24 dan ditunjukkan


melalui kode berikut:
1. Sepenuhnya menerima sinar matahari (bebas dari persaingan
samping paling tidak di dalam putaran 45 derajat pada awal tajuk
seperti kerucut terbalik)
2. Menerima sinar penuh di atas (tetapi berdekatan dengan tajuk lain
yang sama atau lebih tinggi)
3. Menerima sinar atas (sebagian dibayangi oleh tajuk lain yang lebih
tinggi)
4. Menerima sebagian sinar samping (sepenuhnya dibayangi dari
atas tetapi menerima sebagian sinar langsung karena adanya celah-celah
tajuk)
5. Tidak ada sinar langsung (sepenuhnya dibayangi dari atas dan dari
samping)
Catatan : Butir 1 No. 1 s/d 5 kode posisi tajuk.

j. Data t anah (So il P aramet er) . - Kolom 17 sampai 29 pada


deskripsi plot di lembar data 5, Permanent Plot, B, dimaksudkan
untuk data tanah yang diambil dari record unit.

D. Pengukuran dan Pencatatan data Non Kayu

1. Prosedur pembuatan sampling Bambu.


Bambu dienumerasi hanya di provinsi/areal yang dipandang penting oleh
BPKH. Setiap ditemukan bambu di dalam plot berjari-jari 10 m dilakukan
enumerasi dengan menggunakan Blanko No. 3. Kolom deskripsi plot (kolom 1-10)
diisi pertama kali termasuk melingkari nomor tract dan subplot. Jika tidak ada
bambu yang terdapat dalam subplot, harus dicatat secara jelas di lembar data
subplot. Hanya bambu setinggi 5 m atau lebih yang dienumerasi. Untuk
rumpun yang sebagian berada di dalam subplot berjari-jari 10 m, hanya batang-
batang yang termasuk di subplot saja yang disampel.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


24
a). Bambu dicatat menurut spesies dan rumpun. Untuk setiap rumpun,
hitung jumlah batang total (minimal setinggi 5 m dan dbh 2,5 cm) di dalam
subplot dan catat di kolom 16. Hitung pula tonggak yang masih hidu p
(yang baru dipotong tahun lalu) dan catat di kolom 17.
b). Amati dan hitung batang berumur satu tahun dan masukkan ke dalam kolom
14. Kerjakan hal yang sama untuk batang berumur dua tahun dan catat di
kolom 15. Kolom 16 jika dikurangi dengan jumlah kolom 12 dan kolom 13
akan merupakan banyaknya batang berumur 3 tahun atau lebih.

Catatan : Di lapangan, cukup mudah untuk membedakan bambu berumur satu, dua dan tiga tahun atau lebih
(berdasar warna batang dan daun). Di beberapa tempat, hanya terdapat spesies tertentu yang
mulai masak batangnya pada umur satu atau dua tahun. Masyarakat setempat yang memanfaatkan
bambu akan tahu rincian tersebut sehingga disarankan untuk mempekerjakan satu atau dua pekerja
yang tahu mengenai bambu setempat.

c). Pada subplot di sudut (SP 1, 3, 5, dan 7) ambil batang berumur satu, dua dan
3 tahun atau lebih untuk setiap spesies (dari rumpun pertama setiap spesies;
jika hanya terdapat satu spesies maka langkah ini hanya dilakukan sekali untuk
setiap subplot sudut), mulai dari utara searah jarum jam, seperti biasanya. Ukur
dbh nya dan catat berturut-turut di kolom 18, 23 dan 28. Potong batang yang
terpilih itu pada 1 m di atas tanah, tandai tempat berdiameter 2.5 cm di
atas dan ukur panjang dari potongan ke bagian berdiameter 2.5 itu serta
dari situ ke pucuk batang bambu. Catat di kolom 19 dan 21 (untuk yang
berumur satu tahun), 24 dan 26 (untuk yang berumur dua tahun), dan
kolom 29 dan 31 (untuk yang berumur 3 tahun atau lebih). Potong batangnya
pada tempat berdiameter 2,5 cm, timbang bagian bawah dan atas secara
terpisah dengan ketelitian 1/4 kg menggunakan timbangan tali, dan catat
datanya berturut-turut di kolom 20 dan 22, 25 dan 27 serta 30 dan 32. Jika
perlu, potong batang bambu menjadi potongan kecil-kecil sebelum ditimbang.

Catatan: Untuk spesies bambu yang tidak komersial (dbh nya kurang dari 2,5 cm atau tingginya kurang dari 5
m), catat spesies dan banyaknya rumpun di subplot dan taksir banyaknya batang pada rumpun pertama
yang dijumpai dalam gerakan dari utara searah jarum jam.

2. Prosedur pembuatan sampling untuk sagu.


Sagu diinventarisasi di pulau-pulau/provinsi yang memandang sagu sebagai hasil
hutan yang penting oleh BPKH. Sagu dicacah di dalam subplot berjari-jari 10 m
pada setiap delapan subplot/titik sampling per tract (TSP) dengan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


25
menggunakan Blanko 3A, Sagu Enumeration. Tidak ada PSP untuk sagu. Apabila
tidak dijumpai sagu di dalam subplot di tempat/provinsi di mana sagu harus
diinventarisasi, harus dinyatakan secara jelas pada blanko data, ji k a tidak maka
lembar data sagu ditafsirkan sebagai lembar data yang hilang.

Langkah-langkah untuk sampling sagu adalah sebagai berikut:

a). Kolom deskripsi plot (kolom 1-10) diisi dulu, nomor tract dan subplot
dilingkari, dan nama enumerator ditulis (di bawah nama, tuliskan tanggalnya).

b). Enumerasi dimulai dari utara searah j a r u m jam. Sagu dienumerasi menurut
spesies, menurut rumpun, dan menurut batang dengan kelas kemasakan M 1 ,
M2 dan M3. Semai (masih tak berbatang) dan tanaman lampau masak
(bunganya sudah terbuka atau sedang berbuah) dicacah menurut rumpun
dan/atau subplot. Kolom 13 digunakan untuk urutan rumpun, mulai dari 1.
Kolom 14 untuk diameter rumpun (rerata 2 diameter rumpun j i k a tidak
melingkar), dengan ketelitian 1 meter. Banyaknya batang M1, M2 dan M3 di
dalam rumpun (termasuk yang di l uar subplot ji k a rumpunnya sebagian
MASUK) dicatat di kolom 15. Kolom 16 digunakan untuk nomor urut batang di
dalam rumpun, mulai dari angka 1 untuk setiap rumpun. Sebagai contoh jika
terdapat 5 batang M1 , M2 dan M3 untuk rumpun nomor 1 maka 1 ditulis di
kolom 13 pada baris pertama, 5 ditulis di kolom 15 dan 1 di kolom 16 (baris
pertama), 2 di kolom 16 (baris kedua), ..., dan 5 untuk batang kelima di
kolom 16 (baris kelima). Di baris keenam, angka 2 ditulis di kolom 13 untuk
rumpun kedua dan 1 untuk batang M1, M2 atau M3 di kolom 16, angka 2 di
kolom 16 untuk batang M1, M2 atau M3 dan seterusnya. Dengan kata lain
urutan batang (kolom 16) selalu mulai dari 1 untuk setiap rumpun sagu.

c). Untuk setiap batang M 1 , M2 dan M3, cacad batang ditulis di kolom 17: 0
jika tidak cacad (batang atas sedikit lebih besar dari batang bawah) atau 1
jika ada cacad/penyakit (batang atas lebih kecil daripada batang bawah
menunjukkan suatu abnormalitas/penyakit). DBH diukur dan dicatat dengan
ketelitian 0,1 cm di kolom 18, tinggi batang dicatat dengan ketelitian 0,1 m
di kolom 19, dan kelas kemasakan di kolom 20. Pembacaan tinggi batang
ditampung dalam kolom-kolom di antara 20 dan 21. Kolom 21 digunakan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


26
untuk mencatat banyaknya semai (kelas kemasakan M0) di dalam subplot
sedangkan kolom 22 disediakan untuk banyaknya semai di dalam setiap
rumpun dan kolom 23 adalah untuk batang lampau masak (kelas kemasakan
M4) di dalam setiap rumpun. Untuk seluruh subplot hanya ada satu masukan
di kolom 22. Perhatikan bahwa angka di kolom 22 mungkin lebih kecil
daripada j u m l a h seluruh semai di semua rumpun karena dapat terjadi
beberapa semai di dalam rumpun terletak di luar subplot.

d). Kelas kemasakan (salah satu dari lima kelas) diamati untuk setiap tanaman
sagu di dalam subplot: M0 (sangat muda/semai/pancang; batangnya belum
nampak); M1 (sagu muda; lajur hitam di pelepah daun belum terputus atau
duri mulai longgar dan lepas; hasilnya rendah/terlalu dini untuk dipanen); M2
(masak; lajur hitam di bagian bawah pelepah daun telah hilang atau duri di
daun lepas atau pelepah daun muda lebih pendek atau mayang bunga mulai
muncul dan akan membuka; hasilnya maksimum); M3 (sedikit lampau masak;
bunganya telah keluar dan membuka; hasilnya rendah); dan M5 (lampau
masak, bunga telah terbuka seluruhnya atau berbuah).

3. Prosedur pembuatan sampling untuk nipah

Nipah diinventarisasi pada areal/provinsi yang memandang nipah merupakan


hasil hutan yang penting oleh BPKH yang bersangkutan. Di sini hanya
diperlukan enumerasi TSP. Klaster plot untuk nipah (hutan pasang surut):
tractnya. hanya 50 m x 50 m dan terpisah hanya 100 m x 100 m dari sisi ke sisi
terdekat. Di hutan pasang surut (bakau dan nipah), suatu klaster dipandang
sah dan dilakukan enumerasi jika paling sedikit tiga tract tidak berada di air.

Enumerasi nipah dilakukan dengan menggunakan Blanko 3B (Nipa enumeration,


TSP). Semai (sampai dengan tinggi 1,5 m) dicacah di dalam subplot berjari-jari 2 m
sedangkan tanaman yang lebih besar disampel dalam subplot berjari-jari 5 m. Ada 8
subplot (terpisah 25 m) per tract. Sampling nipa hendaknya mengikuti langkah-
langkah berikut :
a). Kolom deskripsi plot diisi dulu kecuali kolom 22,23 dan 24. Nomor tract dan
subplot dilingkari dan nama enumerator ditulis.
b). Kemudian subplot berjari-jari 2 m diamati, semai didalamnya dihitung, dan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


27
jumlahnya dimasukkan di kolom 24 pada deskripsi plot.
c). Setelah itu dibuat subplot berjari-jari 5 m, mulai dari utara searah jarum jam;
setiap nipah setinggi lebih dari 1,5 m di dalam subplot diamati dan angkanya
dimasukkan kolom yang bersangkutan menurut cara berikut :
c1. Total banyaknya daun di kolom 14;
c2. Banyaknya daun yang jelek di kolom 15; daun jelek mempunyai lebih dari
50% anak daun yang tidak baik untuk bahan atap: anak daun yang dapat
dimanfaatkan adalah yang lebarnya paling tidak 5 cm, panjang satu
meter, dan hanya mempunyai sedikit lubang kecil; ini dimasukkan di kolom
15.
c3. Banyaknya daun yang baik di kolom 16, termasuk daun muda yang
sudah penuh panjangnya (baik sudah terbuka maupun yang masih
tertutup); jumlah kolom 15 dan kolom 16 harus sama dengan angka pada
kolom 14.
c4. Kelas kemasakan di kolom 19: M1 (jika terlalu muda dan belum
mempunyai daun yang dapat dipanen, atau, banyaknya daun dewasa
kurang dari 5) atau M2 (jika paling sedikit terdapat 5 daun (paling
sedikit satu di antaranya layak dipanen) termasuk daun muda yang sudah
penuh panjangnya dan daun yang sudah dipanen).
c5. Status panenan daun di kolom 20 : c (jika satu daun sudah
dipotong/dipanen) atau u (jika sama sekali belum dipotong/dipanen);
c6. Status bunga/buah di kolom 2 1 : 0 (jika tidak dijumpai), 1 (jika.
berbunga) atau 2 (jika berbuah) dan,
c7. Status daun muda yang panjangnya penuh di kolom 22: o (jika sudah
terbuka) atau c (masih tertutup).

Untuk mendapatkan dasar taksiran mengenai anak daun yang dapat dimanfaatkan dan
jumlah total anak daun, empat tanaman nipah (Nipah M2 terdekat di utara (N),
timur (E), barat (W) dan selatan (S) disampel untuk penghitungan. Jika di
subplot berjari-jari 5 m terdapat kurang dari 5 pohon, semuannya diambil untuk
diukur. Langkah-langkah berikut hendaknya dilakukan:
a). Setiap sampel nipah M2 di N-E-W-S (harus ada 4 tanaman jika ada paling
sedikit 4 nipah M2 di subplot), ukur tinggi sampai skala 0,1m dan masukkan
datanya di kolom 17. Pembacaan/data untuk pengukuran tinggi dimasukkan

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


28
di kolom tak bernomor di antara kolom 22 dan 23.
b). Pilih daun yang dipandang mewakili rata-rata dari setiap sampel nipah M2,
potong seperti dipanen kemudian ukur panjangnya sampai sekala 0,1 m
dan masukkan datanya di kolom 23, h i t u n g banyaknya anak daun yang
dapat dimanfaatkan dan catat di kolom 24, dan hitung jumlah total anak
daun (yang dapat dimanfaatkan maupun yang jelek) dan masukkan di
kolom 25. Lebih sederhana untuk menghitung jumlah total anak daun,
banyaknya anak daun yang jelek dan anak daun yang dapat dimanfaatkan
dapat ditentukan melalui pengurangan.
c). Cari nipah M2 yang tertinggi di dalam subplot dan tentukan tingginya
sampai skala 0,1 m. Masukkan pembacaan pengukuran di kolom tak
bernomor di antara kolom 22 dan 23 dan catat tingginya di kolom 18.
d). Akhirnya, banyaknya tanaman nipah M1 dan M2 di dalam subplot dimasukkan
di kolom 22 dan 23 di deskripsi plot.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


29
CATATAN :

KOORDINASI/MONITORING KEGIATAN SAMPLING LAPANGAN


Guna memperoleh efisiensi pada kegiatan sampling lapangan dalam hal biaya dan terutama
kualitas data TSP/PSP yang baik, perlu diberlakukan suatu sistem koordinasi dan
monitoring yang efektif. Diperlukan keterpaduan penuh dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan sampling lapangan di 11 wilayah, karena faktor-faktor berikut ini:

(a) sangat luasnya areal yang dicakup,


(b) sangat banyaknya staf teknis dan pekerja yang ditugaskan di areal terpencil di
seluruh wilayah, dan
(c) periode pelaksanaan sampling lapangan yang relatif singkat, jik a
dibandingkan dengan kebutuhan mendapatkan data lapangan berkualitas baik.

Di kantor pusat Direktorat Jenderal Planologi kegiatan koordinasi dan monitoring yang
dilakukan adalah perencanaan, penganggaran dan monitoring/evaluasi (termasuk
penyiapan laporan periodik/kemajuan), mereka bertanggung jawab penuh atas data
lapangan yang datang dari daerah yang mereka supervisi. Mereka juga bertanggung
jawab atas masukan/kiriman dan analisis data. Sebagai suatu tim, mereka harus
menjamin bahwa target yang ditetapkan pada sistem data lapangan dapat dicapai.

Di Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), dilakukan perencanaan dan


supervisi/evaluasi sampling lapangan termasuk penyiapan laporan-laporan
periodik/kemajuan pekerjaan. BPKH bertanggung jawab atas bagusnya kualitas data
sampling lapangan. Mereka juga bertanggung jawab atas masukan/kiriman dan
analisis data serta pencapaian target yang ditetapkan dalam sampling lapangan.

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


30
LAMPIRAN

Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)


31

Anda mungkin juga menyukai