PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Ruang Lingkup
Petunjuk teknis ini meliputi prosedur pengambilan data pada kegiatan enumerasi
TSP/PSP mulai dari pembuatan plot, pengambilan titik ikatan dan titik pusat klaster
dengan menggunakan GPS, pengambilan data lapangan, pengisian tallysheet,
pengambilan contoh herbarium dan pembuatan laporan, serta monitoring kegiatan
enumerasi TSP/PSP.
A. Perencanaan
Ketua Regu dan Asisten Ketua Regu merancang enumerasi plot, meliputi:
1. Menentukan cara terbaik untuk menuju lokasi plot termasuk mengecek titik
awal, azimut, dan jarak ke plot. Langkah terbaik untuk menuju suatu klaster
plot perlu ditunjukkan di atas peta topografi dengan skala peta terbesar
yang ada dan dibantu oleh peta lainnya sepanjang tersedia. Menetapkan
titik awal terbaik yang dapat dikenali di lapangan yaitu percabangan sungai,
titik simpang jalan atau tanda-tanda lapangan yang ada/diketahui di lapangan
dan tergambar pada peta. Titik awal tersebut setelah ditetapkan disebut titik
ikat T1. Maka dari T1 dapat dihitung/diukur arah/azimut dan jarak ke
pusat klaster T2 (titik sudut barat daya tract nomor 5).
Gambar 1. Arah dan jarak titik ikat dan pusat klaster (T2)
1. Petakan dan uraikan pada selembar kertas, titik T1 (starting point) yang telah
ditentukan dalam peta dasar (Peta JOG, REPPROT, RBI, dsb) untuk
memastikan letak dan posisi T1 di lapangan. Letak dan posisi T1 di lapangan
harus dicek kebenarannya dengan mengukur koordinatnya dan menanyakan
kepada penduduk setempat nama-nama sungai/jalan yang ada. Tentukan
letak dan posisi T2 dari T1 dengan mengukur azimuth dan jarak datarnya. T1
diberi tanda dengan sebuah plat (seng) warna dasar kuning dan tulisan hitam
dan dipasang pada pohon hidup yang kuat dan sehat atau dipancang yang
kuat, yang secara jelas menunjukkan identitas klaster (nomor klaster, zone,
easting, northing, arah dan jarak ke pusat klaster).
Penulisan papan T1
T1
ZONE : 50
EAST : 300
NORTH : 9800
AZIMUTH : 90o
JARAK : 2,0 KM
Penulisan papan T2
T2
ZONE : 50
EAST : 300
NORTH : 9800
AZIMUTH : 270o
JARAK : 2,0 KM
2. Kemudian T2 diikatkan/diukur posisi arah dan jarak pada sedikitnya 3 buah titik
saksi (berupa pohon yang memiliki ciri khas) yang terdekat, juga diikatkan pada
2 atau 3 titik/objek yang jelas jika ada, seperti puncak gunung, batu besar dan
lain-lain.
3. Pada setiap jarak datar 50 meter rintisan dari T1 ke T2, ditandai dengan
sebuah patok yang menunjukan nomor klaster, arah dan sisa jarak ke pusat
klaster (T2). Beberapa penyimpangan yang terjadi di lapangan karena kondisi
alam yang sangat sulit, digambarkan di atas kertas dan diberi tanda yang jelas
di lapangan.
4. Untuk lebih memastikan posisi T1 dan T2 harus digunakan GPS dalam
menentukan posisi kedua titik tersebut, dicek kembali apakah sesuai dengan
koordinatnya di peta referensi/acuan yang digunakan.
Catatan: Umumnya, regu kerja (9 sampai 10 orang; kepala regu, asisten kepala regu, dan 7 sampai 8 pekerja) harus dibagi dua
kelompok selama perintisan. Kepala regu dan asistennya bersama dengan 3 atau 4 pekerja harus mengerjakan rintisan survai
sedangkan yang lainnya mengatur tenda. R i n t i s a n yang dikerjakan oleh s e l u r u h anggota regu menyebabkan kerja yang tidak efisien.
A. Kerangka Plot
Kerangka plot ditunjukkan oleh Gambar 4. Sembilan tract membentuk bujur sangkar,
tract seluas 100 m x 100 m berjarak 500 meter, "dari sisi ke sisi", kecuali di hutan
mangrove, hutan konifer dan tanaman yang berjarak 100 meter dan ukuran tract
adalah 50 m x 50 m. Tract tengah (nomor 5 berlaku sebagai sampel plot
temporer (TSP) maupun sampel plot permanen (PSP). Untuk TSP, ada delapan pusat
sub-plot atau titik sampling per tract : empat di sudut dan empat di antara setiap
dua sudut. Untuk PSP, seluas 1 ha (Tract No. 5) dibagi ke dalam 16 satuan catatan
(record unit). Nomor sub-plot untuk TSP dan nomor satuan catatan untuk PSP
juga ditunjukkan di Gambar 4. Tetap dibuat PSP di hutan tanaman, hutan konifer,
dan hutan mangrove. Di hutan mangrove, klaster dienumerasi jika terdapat paling
tidak tiga tract yang tidak berada di air, ji k a t i d a k terpenuhi maka t i d a k
dapat menjadi k las te r plot.
7 8 9
500m 500m
100m
4 5 6
100m
1 2 3
Setelah sudut barat daya tract No. 5 ditemukan, enumerasi dapat dimulai.
Enumerasi dapat dikerjakan menurut urutan sebagai berikut :
Banyak kemungkinan urutan yang lain tetapi idenya adalah untuk meminimumkan
sumber kesalahan di dalam menetapkan tract-tract yang berbeda dan untuk efektifitas
pekerjaan. Karena itu tract bernomor genap (2, 4, 6, dan 8) harus ditetapkan langsung
dari tract No. 5 dan tract bernomor ganjil lainnya (atau sudut) harus ditetapkan dari
salah satu nomor genap terdekat yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Apabila dalam enumerasi TSP dibagi dalam 2 regu, dari subplot 1 regu pertama
dapat menuju ke arah utara menuju subplot 2 dan 3 dan ke timur menuju plot 4
dan 5. Sedangkan regu kedua dapat menuju ke timur plot 8, 7 dan ke utara
menuju plot 6.
Prestasi kerja regu/tim : satu tract / hari untuk enumerasi satu tract berhutan.
1. Sebelum pelaksanaan enumerasi TSP pastikan semua jarak termasuk jari-jari sub
plot adalah jarak horisontal. Dalam semua situasi, sampling dikerjakan
dari arah utara bergerak searah jarum jam sampai penjelajahan 360o .
a). Tentukan pusat Sub Plot (SP); jangan memotong semai, pancang, tiang,
rotan, didekat pusat SP; pasang patok dan tandai nomor tract dan nomor SP.
b). Dengan menggunakan blanko data lapangan yang sesuai, lingkari nomor
tract, nomor SP, dan isi deskripsi p l o t kolom 1,2,3,...............,21.
d). Masukkan 1 di kolom 9 hanya jika plot permanen, selainnya tulis garis datar
(-).
e). Di item 10 tulis garis datar untuk enumerasi biasa atau 1 untuk enumerasi
kontrol.
0 0 – 99 m
1 100 – 199 m
2 200 – 299 m
3 300 – 399 m
.
.
10 1000 – 1099 m
11 1100 – 1199 m
dst.
i). Kategori tataguna lahan (Land Category). Kategori tataguna lahan dimasukkan di
kolom 15 dengan menggunakan kode berikut:
1. Hutan pasang-surut
2. Hutan pantai
3. Hutan lahan basah (termasuk rawa)
4. Hutan lahan kering di bawah 1.000 m
5. Hutan subpegunungan, 1.000 - 2.000 m
6. Hutan pegunungan, di atas 2.000 m
7. Agroforestry dan hutan tanaman
8. Lapangan bekas tebang habis
9. Semak/belukar
10. Alang-alang, kering
11. Alang-alang, basah
12. Perkebunan
13. Pertanian
14. Lahan gundul
15. Air
16. Pemukiman, kota
j). Tipe hutan (Forest Type). Untuk kategori tataguna lahan 1 sampai 8 di
atas, tipe hutan berikut (kolom 16) dapat dijumpai:
1. Hutan bakau (hanya pasang-surut)
2. Hutan nipah (hanya pasang surut)
3. Hutan palma (sagu)
4. Hutan pantai
5. Hutan rawa (tergenang musiman)
6. Hutan tanah basah (tergenang terus)
7. Hutan rawa gambut
8. Hutan tanah kering lembab
9. Hutan savana
10. Hutan pinus
11. Hutan kerangas (heat)
o). Aspek (Aspect). Aspek didefiniskan sebagai arah umum jika orang memandang
keluar dari suatu lereng. Ini dicatat pada kolom 21 dengan menggunakan kode di
bawah. Ini adalah masukan terakhir untuk deskripsi plot.
0 datar dan berombak (0 sampai 10%)
1 N, azimut 338 sampai 22 derajat
2 NE, 23 sampai 67 derajat
3 E, 68 sampai 112 derajat
4 SE, 113 sampai 157 derajat
Petunjuk Teknis Enumerasi Temporary dan Permanent Sample Plot (TSP/PSP)
16
5 S, 158 sampai 202 derajat
6 SW, 203 sampai 247 derajat
7 W, 248 sampai 292 derajat
8 NW, 293 sampai 337 derajat
2. Dalam enumerasi TSP pencacahan dibagi dalam beberapa kelompok menurut tingkat
vegetasinya, yaitu:
a. Sub plot berjari-jari 1 m untuk semai (tinggi kurang dari 1,5 m), catat jenis dan
hitung jumlahnya m e n u r u t spesies, dan isikan pada kolom 14 untuk semai,
spesies yang t ak dikenal (US) hendaknya dikelompokkan secara konsisten ke
dalam US1, US2, US3, ...
b. Subplot berjari-jari 2 m untuk tingkat pancang (tinggi > = 1,5 m tetapi dbh kurang
dari 5,0 cm), catat jenis dan hitung jumlahnya m e n u r u t spesies, dan isikan
pada kolom 15 untuk pancang, spesies yang t ak dikenal (US) hendaknya
dikelompokkan secara konsisten ke d al am US1, US2, US3, ...
Pancang dicatat di baris yang terpisah dari semai meskipun dari spesies yang sama.
Semai nipah dihitung dengan menggunakan subplot berjari-jari 2 m. (Lihat sampling
untuk nipah).
c. Subplot berjari-jari 5 m.
- Tiang (dbh 5,0 – 19,9 cm)
Enumerasi dimulai dari arah utara searah jarum jam sampai pohon terakhir pada
arah 360 derajat, setiap pohon diberi nomor secara urut. Ukur diameter DBH dan
isikan pada kolom 14 serta catat tingkat kerusakannya isikan pada kolom 15.
- Rotan muda (panjang 3 m dari leher akar ke daun hijau pertama)
Catat jenis dan hitung jumlahnya menurut species dan isikan pada kolom jenis dan
kolom 16. Beri tanda S untuk tunggal (soliter) atau C untuk kelompok (klaster)
sesudah nama spesies. Pengelompokan merupakan ciri spesies dan jika
menjumpai rotan yang sendirian belum tentu berarti rotan itu tidak
mengelompok atau tunggal . Panjang dan diameter tidak diukur.
- Bambu
Lihat prosedur sampling untuk bambu.
e. Enumerasi Pohon
1. Kerjakan BAF (4 m2/ha) sampling untuk pohon-pohon dengan dbh/dab minimal 20,0
cm (atau 10,0 cm di hutan tanaman, konifer dan bakau). Pohon-pohon yang
meragukan hendaknya selalu dicek dengan mengukur dbh/dab dan jarak datar
dari pusat SP. Pohon sampel BAF diukur diameternya dengan menggunakan pita
diameter dan dengan tongkat sepanjang 1,3 m yang diletakkan di bagian tanah
tertinggi tempat batang pohon berdiri. Untuk pohon-pohon berbanir, tinggi banir
harus diukur/ ditentukan dan dab ditetapkan 0,2 m di atas akhir banir utama.
Selesaikan pengukuran dbh/dab dan kualitas semua pohon yang masuk BAF sebelum
melakukan pengukuran tinggi. Kualitas pohon didasarkan pada kualitas sepertiga
terbawah batang pohon. Pohon-pohon dengan kualitas "5" tidak diukur tingginya.
3. Pada pengukuran banir dan tinggi, gunakan tongkat 1,3 m sebagai tinggi basis
sejauh it u mungkin. Yakinkan bahwa anda dapat melihat "sumbu tegak" pohon
dan ukur sampai titik yang dikehendaki terutama jika pohonnya miring. Berdiri
pada jarak yang nyaman dari pohon; jangan melebihi pembacaan 120% jika
mungkin. Dalam melakukan pembacaan sudut tegak yang mendekati nol seperti
membaca dasar pohon atau membaca lereng, selalu mulai dari nol persen
sehingga anda dapat dengan mudah menentukan apakah pembacaannya negatif atau
positif.
4. Sesudah menghitung tinggi setiap pohon, data lain seperti kerusakan (kolom
15) dan infestasi (kolom 19) dapat diisi.
5. Setelah sampling BAF kolom yang tersisa di deskripsi plot dapat diisi. Banyaknya
tiang/pohon (kolom 22) berasal dari banyaknya tiang dan pohon yang tercatat di
subplot. U n t u k semai (kolom 23), diperoleh dari banyaknya spesies dengan
semai (atau banyaknya baris yang digunakan untuk mencatat semai jika tanpa
pengulangan spesies yang sama); jika spesies tak dikenal, harus secara konsisten
dicatat ke dalam kelompok tak dikenal US1, US2, US3 ... dst. Banyaknya pancang
(kolom 24) dan rotan (panjang kurang dari 3,0 m) pada (kolom 25) ditentukan
seperti halnya semai. Untuk rotan (panjang 3,0 m atau lebih), kolom 26,
banyaknya record adalah banyaknya batang tunggal dan kelompok (atau banyaknya
baris yang digunakan untuk mencatat rotan) di dalam subplot. Nomor regu (kolom
27), bulan (kolom 28) dan tahun (kolom 29) enumerasi, nama enumerator (Ketua
Regu atau Wakil Ketua Regu) harus ditulis. Keseluruhan blanko harus diselesaikan
sebelum meninggalkan subplot.
C. Enumerasi PSP
a). Ganti patok yang menandai pusat subplot TSP No. 1 (titik 1a dalam
Gambar 4) dengan pipa sepanjang 0,5 m (berdiameter 1/2") dan tanam
tegak lurus di tanah sampai seluruh pipa masuk paling tidak 10 cm di
bawah permukaan.
b). Mulai jarak satu meter sebelah barat sudut itu, gali parit lebar 0,5 m,
dalam 0,5 m dan panjang 1,5 m dan tumpuk tanahnya di atas
sudut/pipa sehingga berbentuk gunungan. Ulangi langkah ini pada jarak
satu meter di selatan sudut sehingga kedua parit berbentuk L patah
persis di luar PSP.
c). Pilih dan petakan tiga "titik saksi", sebaiknya di luar plot, mis. beringin (Ficus
strangulata), batu besar, pohon/obyek yang aneh yang tak berubah oleh
waktu, dan tentukan arah serta jarak dari pusat ke masing-masing titik
saksi. Uraikan dan petakan sekitarnya. Tentukan dan catat tinggi
tempat sudut sampai ketelitian 5 m.
Umumnya satu regu lapangan terdiri dari ketua regu, wakil ketua regu, dan 7
sampai 8 pekerja (1 atau 2 di tenda dan 6 bersama tim pencacah). Sebagai
satu tim kerja, regu ini hendaknya menetapkan/mengenumerasi PSP mulai
dari sudut Barat Daya terus ke timur dari record unit (RU) 1 ke RU 2, 3, dan 4
menurut langkah- langkah berikut. Dari RU 4, regu dapat menuju baik ke Barat
dari RU 8 ke RU 5 atau menuju Timur dari RU 5 sampai RU 8; dan ulangi urutan
yang serupa dari RU 9 sampai RU 12 dan dari RU 13 sampai RU 16.
Setelah selesai membuat kerangka suatu record unit (pusat dan keempat sisinya
telah ditetapkan) yang harus dilakukan:
a. Melengkapi deskripsi RU. Deskripsi subplot/RU serupa dengan blanko data lain
kecuali untuk kolom berikut: kolom 3 selalu tract No.5, kolom 4 adalah nomor
RU, kolom 5 dan 6 kosong (partisi ditunjukkan/dipetakan di gambar yang
disediakan (paling kanan), dan kolom 9 adalah nomor kotak 5 m x 5 m (25
per RU) untuk bagian besar atau bagian kecil partisi. Sesudah deskripsi RU
diselesaikan (kecuali kolom 22 yang hanya dapat diisi setelah mengenumerasi
b. Enumerasi untuk pohon (dengan dbh/dab paling kecil 20.0 cm), mulai dari
arah utara searah jarum jam sampai semua pohon telah diukur/diamati dan
semua data yang diperlukan telah dicatat. Gunakan blanko yang disediakan
untuk memetakan tiang dan pohon. Kerjakan data pohon sebagai berikut:
tinggi banir, tinggi batang, tinggi pohon, kelas pohon, kelas tajuk, posisi
tajuk, kerusakan, infestasi, azimut dan jarak ke pohon.
c. Tiang diberi nomor 1 sampai tiang terakhir (di dalam subplot berjari-jari 5
m). Dengan demikian, pohon pertama mengambil nomor sesudah tiang
terakhir dan pohon berikutnya diberi nomor urut searah pergerakan
jarum jam sampai memenuhi record unit.
g. Kelas pohon (Tree Class). - Kelas pohon dicatat untuk setiap pohon di
kolom 22. Kelas pohon diberi kode sebagai berikut:
1 Dominan
2 Kodominan
3 Intermediate
4 Tertekan
h. Kelas tajuk (Crown Class). - Ini dimasukkan di kolom 23. Kelas tajuk
mempunyai kode sebagai berikut:
1. Sempurna (Perkembangan dan ukurannya terbaik; lebar, bundar dan
simetri)
2. Bagus (nyaris ideal, tumbuh memuaskan, dengan beberapa cacad
simetrinya atau beberapa ujung cabang mati)
3. Dapat diterima (silvikulturnya dapat diterima, jelas asimetri atau
terpangkas tetapi dapat bertahan)
4. Jelek (jelas tidak memuaskan, dengan kerontokan, sangat tidak simetri,
tetapi dapat bertahan hidup)
Catatan : Butir g No. 1 s/d 4 adalah kode pohon dan butir h No. 1 s/d 5 kode klas tajuk.
Catatan : Di lapangan, cukup mudah untuk membedakan bambu berumur satu, dua dan tiga tahun atau lebih
(berdasar warna batang dan daun). Di beberapa tempat, hanya terdapat spesies tertentu yang
mulai masak batangnya pada umur satu atau dua tahun. Masyarakat setempat yang memanfaatkan
bambu akan tahu rincian tersebut sehingga disarankan untuk mempekerjakan satu atau dua pekerja
yang tahu mengenai bambu setempat.
c). Pada subplot di sudut (SP 1, 3, 5, dan 7) ambil batang berumur satu, dua dan
3 tahun atau lebih untuk setiap spesies (dari rumpun pertama setiap spesies;
jika hanya terdapat satu spesies maka langkah ini hanya dilakukan sekali untuk
setiap subplot sudut), mulai dari utara searah jarum jam, seperti biasanya. Ukur
dbh nya dan catat berturut-turut di kolom 18, 23 dan 28. Potong batang yang
terpilih itu pada 1 m di atas tanah, tandai tempat berdiameter 2.5 cm di
atas dan ukur panjang dari potongan ke bagian berdiameter 2.5 itu serta
dari situ ke pucuk batang bambu. Catat di kolom 19 dan 21 (untuk yang
berumur satu tahun), 24 dan 26 (untuk yang berumur dua tahun), dan
kolom 29 dan 31 (untuk yang berumur 3 tahun atau lebih). Potong batangnya
pada tempat berdiameter 2,5 cm, timbang bagian bawah dan atas secara
terpisah dengan ketelitian 1/4 kg menggunakan timbangan tali, dan catat
datanya berturut-turut di kolom 20 dan 22, 25 dan 27 serta 30 dan 32. Jika
perlu, potong batang bambu menjadi potongan kecil-kecil sebelum ditimbang.
Catatan: Untuk spesies bambu yang tidak komersial (dbh nya kurang dari 2,5 cm atau tingginya kurang dari 5
m), catat spesies dan banyaknya rumpun di subplot dan taksir banyaknya batang pada rumpun pertama
yang dijumpai dalam gerakan dari utara searah jarum jam.
a). Kolom deskripsi plot (kolom 1-10) diisi dulu, nomor tract dan subplot
dilingkari, dan nama enumerator ditulis (di bawah nama, tuliskan tanggalnya).
b). Enumerasi dimulai dari utara searah j a r u m jam. Sagu dienumerasi menurut
spesies, menurut rumpun, dan menurut batang dengan kelas kemasakan M 1 ,
M2 dan M3. Semai (masih tak berbatang) dan tanaman lampau masak
(bunganya sudah terbuka atau sedang berbuah) dicacah menurut rumpun
dan/atau subplot. Kolom 13 digunakan untuk urutan rumpun, mulai dari 1.
Kolom 14 untuk diameter rumpun (rerata 2 diameter rumpun j i k a tidak
melingkar), dengan ketelitian 1 meter. Banyaknya batang M1, M2 dan M3 di
dalam rumpun (termasuk yang di l uar subplot ji k a rumpunnya sebagian
MASUK) dicatat di kolom 15. Kolom 16 digunakan untuk nomor urut batang di
dalam rumpun, mulai dari angka 1 untuk setiap rumpun. Sebagai contoh jika
terdapat 5 batang M1 , M2 dan M3 untuk rumpun nomor 1 maka 1 ditulis di
kolom 13 pada baris pertama, 5 ditulis di kolom 15 dan 1 di kolom 16 (baris
pertama), 2 di kolom 16 (baris kedua), ..., dan 5 untuk batang kelima di
kolom 16 (baris kelima). Di baris keenam, angka 2 ditulis di kolom 13 untuk
rumpun kedua dan 1 untuk batang M1, M2 atau M3 di kolom 16, angka 2 di
kolom 16 untuk batang M1, M2 atau M3 dan seterusnya. Dengan kata lain
urutan batang (kolom 16) selalu mulai dari 1 untuk setiap rumpun sagu.
c). Untuk setiap batang M 1 , M2 dan M3, cacad batang ditulis di kolom 17: 0
jika tidak cacad (batang atas sedikit lebih besar dari batang bawah) atau 1
jika ada cacad/penyakit (batang atas lebih kecil daripada batang bawah
menunjukkan suatu abnormalitas/penyakit). DBH diukur dan dicatat dengan
ketelitian 0,1 cm di kolom 18, tinggi batang dicatat dengan ketelitian 0,1 m
di kolom 19, dan kelas kemasakan di kolom 20. Pembacaan tinggi batang
ditampung dalam kolom-kolom di antara 20 dan 21. Kolom 21 digunakan
d). Kelas kemasakan (salah satu dari lima kelas) diamati untuk setiap tanaman
sagu di dalam subplot: M0 (sangat muda/semai/pancang; batangnya belum
nampak); M1 (sagu muda; lajur hitam di pelepah daun belum terputus atau
duri mulai longgar dan lepas; hasilnya rendah/terlalu dini untuk dipanen); M2
(masak; lajur hitam di bagian bawah pelepah daun telah hilang atau duri di
daun lepas atau pelepah daun muda lebih pendek atau mayang bunga mulai
muncul dan akan membuka; hasilnya maksimum); M3 (sedikit lampau masak;
bunganya telah keluar dan membuka; hasilnya rendah); dan M5 (lampau
masak, bunga telah terbuka seluruhnya atau berbuah).
Untuk mendapatkan dasar taksiran mengenai anak daun yang dapat dimanfaatkan dan
jumlah total anak daun, empat tanaman nipah (Nipah M2 terdekat di utara (N),
timur (E), barat (W) dan selatan (S) disampel untuk penghitungan. Jika di
subplot berjari-jari 5 m terdapat kurang dari 5 pohon, semuannya diambil untuk
diukur. Langkah-langkah berikut hendaknya dilakukan:
a). Setiap sampel nipah M2 di N-E-W-S (harus ada 4 tanaman jika ada paling
sedikit 4 nipah M2 di subplot), ukur tinggi sampai skala 0,1m dan masukkan
datanya di kolom 17. Pembacaan/data untuk pengukuran tinggi dimasukkan
Di kantor pusat Direktorat Jenderal Planologi kegiatan koordinasi dan monitoring yang
dilakukan adalah perencanaan, penganggaran dan monitoring/evaluasi (termasuk
penyiapan laporan periodik/kemajuan), mereka bertanggung jawab penuh atas data
lapangan yang datang dari daerah yang mereka supervisi. Mereka juga bertanggung
jawab atas masukan/kiriman dan analisis data. Sebagai suatu tim, mereka harus
menjamin bahwa target yang ditetapkan pada sistem data lapangan dapat dicapai.