Anda di halaman 1dari 5

KASUS AKIL MOCHTAR

TEMPO.COM, Jakarta - JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham

Samad menjelaskan penyelidik lembaganya sudah mengincar Ketua Mahkamah Konstitusi

sejak awal September 2013. Menurut Abraham, sejak diselidiki, KPK mendapat informasi

penyerahan uang di rumah dinas Akil, di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta."Infonya,

akan ada penyerahan duit yang akan diserahkan pihak-pihak yang berperkara," kata Abraham

di gedung kantornya, Kamis, 3 Oktober 2013.

Kemudian, penyelidik langsung berangkat dan memantau di sekitar rumah Akil. Para

penyelidik itu tiba di daerah rumah Akil sekitar pukul 22.00, pada Rabu, 2 Oktober 2013.

Ketika sedang memantau, tiba-tiba datang mobil Toyota Fortuner putih yang dikendarai oleh

seseorang berinisial M. M adalah suami anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai

Golongan Karya Chairunissa.

Di dalam mobil, Chairunissa ditemani oleh pengusaha tambang asal Palangkaraya Cornelis

Nalau. "Kemudian, dua orang dari mobil itu turun dan masuk ke rumah AM. Tak berapa

lama, tim langsung mendekat dan melakukan operasi tangkap tangan," kata Abraham. Dari

rumah Akil itu, KPK membawa barang bukti duit Sin$ 294.050, US$ 22.000, yang disimpan

dalam amplop cokelat.

Selanjutnya >> Pengungkapan kasus Lebak.

"Kemudian, dalam kasus Lebak, kronologinya, kami sudah mengetahui STA sudah dikenal

oleh AM," kata Abraham merujuk kepada advokat Susi Tur Andayani.

Abraham mengatakan KPK sudah mengetahui Susi telah menerima uang dari Tubagus Chaeri
Wardana, di Apartment Aston milik seseorang berinisial F. Duit itu dimasukkan ke dalam

travel bag biru. "Duit di dalam travel bag itu dibawa dan disimpan oleh STA, ke rumah orang

tuanya di Tebet," kata Abraham. Uang tersebut akan diserahkan ke Akil.

Pukul 15.00, Susi berangkat ke Lebak. Keberangkatan Susi ini diikuti oleh tim KPK.

"Akhirnya melakukan penangkapan di Lebak," kata Abraham. Lalu, tim KPK berangkat ke
Jalan Denpasar IV Nomor 35, Kuningan, Jakarta, untuk mencokok Tubagus. "Setelah itu, tim

mendatangi rumah orang tua STA untuk mengambil uang."


Abraham mengatakan lembaganya secara resmi menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi

Akil Mochtar menjadi tersangka dua kasus dugaan suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah.

Menurut Abraham, dalam ekspose yang dilakukan, KPK telah menemukan bukti permulaan

yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi sehingga kasus ditingkatkan ke

tahap penyidikan.

"Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah AM," kata Abraham.

Selanjutnya >> Akil tersangka untuk dua kasus.

KPK melakukan ekspose dalam dua kasus. Pertama, kasus dugaan korupsi pada pengurusan

sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Kedua, kasus dugaan korupsi

pengurusan sengketa Pilkada Lebak Banten. Akil terkena di dua kasus tersebut.

Di kasus Gunung Mas, status tersangka ditetapkan kepada Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dari Partai Golongan Karya Chairunissa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, dan

seorang pengusaha tambang bernama Cornelis Nalau. Akil dan Chairunissa disangka sebagai

penerima suap, sedangkan Hambit dan Cornelis disangka sebagai pemberi suap.

Di kasus Lebak, status tersangka ditetapkan kepada advokat Susi Tur Handayani, dan

Tubagus Chaeri Wardana, suami Airin Rachmi Diany. Airin adalah adik Gubernur Banten

Ratu Atut Chosiyah. Akil dan Susi disangka sebagai penerima suap, sedangkan Tubagus

sebagai pemberi suap.[1]

ANALISIS KASUS AKIL MOCHTAR BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA


Penangkapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mocthar oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) memang cukup mencengangkan.Pasalnya, sebagai pimpinan


lembaga penegak hukum dia malah ditangkap terkait kasus dugaan suap penanganan

sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Lebak, Banten.

Dalam hal ini sebenarnya penyelidik dari KPK sudah lama memantau Akil Mochtar.Pada hari

Rabu 2 Oktober 2013 melakukan penangkapan dan dari situ ditemukan alat bukti uang

bentuk dolar yang kalau dirupiahkan bernilai Rp3 miliar.


Dalam penangkapan Akil Mochtar diatas sudah sesuai dengan prosedur yang sudah ada

dalam undang-undang.Dalam hal ini Akil Mochtar tertangkap tangan oleh penyelidik KPK
pada saat melakukan transaksi suap untuk memenangkan sejumlah perkara terkait

pemilukada.

Menurut KUHAP Pasal 18 ayat 2 bahwa dalam hal tangkap tangan penangkapan dilakukan

tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan

tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang

terdekat.[2]Dalam hal tertangkap tangan tentang penagkapan itu siapa saja, baik pejabat

maupun bukan, tanpa syarat apapun berwenang untuk menangkap orang yang bersalah, akan

tetapi harus segera menyerahkan tangkapannya kepada penyidik atau penyidik pembantu.

Setelah ditangkap berikut barang buktinya tersangka mendapat penahanan sebagaimana

dalam pasal 20 KUHAP ayat 1, 2, dan 3.

1.Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik

sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

2.Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan.

3.Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di siding pengadilan dengan penetapannya

berwenang melakukan penahanan.[3]

Tahap selanjutnya yang dilalui Akil Mochtar adalah proses penyidikan.Penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti

itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan

tersangkanya.[4]Penyidik dalam hal kasus Akil Mochtar ini adalah KPK.Dan kegiatan akhir

dari penyidikan tindak pidana Akil Mochtar ini adalah pembuatan resume, penyusunan isi
berkas perkara, dan pemberkasan.Setelah penyidikan dirasa cukup maka tahapan yang harus

diproses selanjutnya adalah penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.

Tahap Pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara saja ke kejaksaan.Tahap Kedua,

dalam hal penyidikan sudah dinyatakan lengkap (P.21), penyidik menyerahkan tanggung

jawab Tersangka dan barang bukti.[5]Namun apabila berkasnya belum lengkap atau dalam
artian disini belum terpenuhi unsur formil dan materiilnya maka akan dikeluarkan (P.18) dan

diikuti oleh (P.19) yang merupakan petunjuk.


Apabila Jaksa sudah menyatakan lengkap berkasnya (P.21) maka akan diajukan lagi kepada

penyidik dalam hal ini penyidik KPK.Dan untuk selanjutnya diserahkan kepada jaksa

penuntut umum beserta BAP, barang bukti, dan tersangka untuk dibuatkan surat dakwaan

untuk diajukan ke pengadilan. Disini KPK yang sudah memulai dengan penyelidikan yaitu

memeriksa perkara dengan menangkap dan menahan perkara, ia tidak bisa menghentikan

penyidikan itu dengan diam-diam begitu saja, ia harus meneruskan perkara tersebut kepada

jaksa.Demikian pula jaksa jikalau ia sudah sekali menerima itu untuk dituntut, tidak

diperkenankan dengan diam-diam menghentikan pemeriksaan penuntutan itu.Ia harus

meneruskan perkara itu, yaitu dengan mengirimkan ke pengadilan negeri yang berwenang

Untuk proses selanjutnya yaitu parperadilan.Dalam Pasal 77 KUHAP disebutkan bahwa

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus , sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Undang-undang ini:

a.Sah atau tidaknya penagkapan, penahanan, penghentian, penyelidikan atau penghentian

penuntutan.

b.Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada

tingkat penyelidikan atau penuntutan.[6]

Jadi dalam hal ini pengadilan negeri berwenang untuk mengadili perkara atau sengketa yang

timbul khusus akibat penyelidikan dan penuntutan perkara pidana Akil Mochtar diatas.

Pasal 84 KUHAP ayat 1 menyebutkan bahwa Pengadilan negeri berwenang mengadili segala

perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.Jadi kalau melihat

dari bunyi pasal tersebut Akil Mochtar harus diproses didaerah hukum tempat melakukan
tindak pidananya, yaitu di Jakarta Selatan.

DAFTAR PUSTAKA
Karjadi, M dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,

Bogor:Politeia,1997.

http://bomalaw.blogspot.com/2009/12/proses-penyelesaian-perkara-pidana.html
http://pengacarasemarang.blogspot.com/2013/05/proses-dan-mekanismepenyelesaian.html
http://www.tempo.com/2013/10/04/terkait-kasus-akil-mochtar
[1] http://www.tempo.com/2013/10/04/terkait-kasus-akil-mochtar/ 25/10/2013 19:56
[2] M.Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, (Bogor: Politeia,
1997), hlm.27
[3] Ibid, hlm. 28
[4] http://bomalaw.blogspot.com/2009/12/proses-penyelesaian-perkara-pidana.html 20/10/2013 09:15
[5] http://pengacarasemarang.blogspot.com/2013/05/proses-dan-mekanisme-penyelesaian.html 20/10/2013
09:23
[6] M.Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, (Bogor: Politeia,
1997), hlm.72

Anda mungkin juga menyukai