Anda di halaman 1dari 4

1. proses pembentukan urine terjadi di ginjal.

proses ini dibagi 3 yaitu


filtrasi ( penyaringan ) = dilakukan di glomerulus, yang disaring ialah air, amonia, urea,
gula, garam, dll
menjadi urine primer
reabsorbsi ( penyerapan ) = dilakukan di tubulus proksimal penyerapan kembali zat - zat
yang masih diperlukan oleh tubuh kita, yaitu gula, garam, dll menjadi urine sekunder
augmentasi ( penambahan ) = dilakukan di tubulus distal penambahan zat - zat lagi dari
organ organ lain, seperti bilirubin. terbentuk urine sesungguhnya
urine tadi ditampung ke tubulus kolekta, lalu dibawa ke uriter, ditampung lagi di
kandung kemih, lalu dikeluarkan melalui uretra

2. Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut : Mula-mula,
orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan
tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan memasuki leher
kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan reflex
mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh
urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 milimeter urin di dalam
kandung kemih.

Atau dapat dijelaskan melalui skema berikut :

Pertambahan vol urine → tek intra vesicalis ↑ → keregangan dinding vesicalis


(m.detrusor) → sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) → untuk
diteruskan kembali ke saraf saraf spinal → timbul refleks spinal → melalui n. Pelvicus
→ timbul perasaan tegang pada vesica urinaria shg akibatnya menimbulkan permulaan
perasaan ingin berkemih ( Virgiawan, 2008 ).

3. Rangkaian dari seluruh sistem renin sampai menjadi angiotensin II dikenal dengan Renin
Angiotensin Aldosteron System (RAAS). Sistem tersebut memegang peranan penting
dalam patogenesis hipertensi baik sebagai salah satu penyebab timbulnya hipertensi,
maupun dalam perjalanan penyakitnya (Ismahun, 2001). RAAS merupakan sistem
hormonal yang kompleks berperan dalam mengontrol sism kardiovaskular, ginjal,
kelenjar andrenal, dan regulasi tekanan darah (Kostova et al. 2005).

4. Sistem renal menjaga keseimbangan asam-basa dengan cara mengabsorbsi atau


mengeksresikan asam dan basa. Selain itu, ginjal juga dapat memproduksi HCO3- untuk
mengatasi persediaan yang rendah. Level HCO3- yang normal yaitu 22 hingga 26
mEq/L. Ketika darah menjadi asam, ginjal akan mereabsorbsi HCO3- dan
mengeksresikan H+. saat darah menjadi alkali (basa), ginjal akan mengeksresikan
HCO3-¬ dan menahan H+. Tidak seperti paru-paru, ginjal dapat memberikan efek
hingga 24 jam sebelum kembali ke pH yang normal.

5. Mekanisme lainnya untuk mengendalikan jumlah cairan dalam tubuh melibatkan


kelenjar hipofisa didasar otak.Jika tubuh kekurangan air, kelenjar hipofisa akan
mengeluarkan suatu zat ke dalam aliran darah yangdisebut hormon antidiuretik.Hormon
antidiuretik merangsang ginjal untuk menahan air sebanyak mungkin.Jika tubuh
kekurangan air, ginjal akan menahan air yang secara otomatis dipindahkan dari
cadangandalam sel ke dalam aliran darah untuk mempertahankan volume darah dan
tekanan darah, sampaicairan dapat digantikan melalui penambahan asupan cairan.Jika
tubuh kelebihan air, rasa haus ditekan dan kelenjar hipofisa hanya menghasilkan sedikit
hormonantidiuretik, yang memungkinkan ginjal untuk membuang kelebihan air melalui
air kemih.Penggunaan diuretik (obat yang menyebabkan ginjal mengeluarkan sejumlah
besar air dan garam.

6. MEKANISME BUANG AIR BESAR (DEFEKASI)

Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rectum, segera timbul
keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter
anus.Pendorongan massa feses yang terus menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi
tonik dari (1)sfingter ani internus, penebalan otot sirkular sepanjang beberapa sentimeter
yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang terdiri dari
otot lurik volunteer yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke sebelah distal.

Refleks Defekasi

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refles-refleks ini adalah
Refleks Intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enteric setempat di dalam dinding
rectum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila feses memasuki rectum, distensi
dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic di dalam kolon desenden,
sigmoid, dan rectum, mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara
volunteer pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.Refleks defekasi mienterik
intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat relative lemah. Agar
menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh
refleks defekasi jenis lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen
sacral medulla spinalis. Bila ujung-ujung sraf dalam rectum dirangsang, sinyal-sinyal
dihantarkan pertama ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke
kolon desenden, sigmoid, rectum dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis
dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang
peristaltik dan juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah
refleks defekasi mienterik intrinsic dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses
defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan
dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus.Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke
medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti mengambil nafas dalam, penutupan
glottis, dan kontraksi otot-otot dinding abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon
turun ke bwah dan pada saat yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami
relaksasi ke bawah dan menarik ke luar cincin anus untuk mengeluarkan feses.Bila
keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar dapat diaktifkan
dengan mengambil napas dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke bawah dan
kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekanan dalam
abdomen, jadi mendorong isi feses ke dalam rectum untuk menimbulkan refleks-refleks
yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak seefektif
seperti refleks yang timbul secara alamiah, karena alasan inilah orang yang terlalu sering
mengambat refleks alamiahnya cenderung mengalami konstipasi. Selama buang air
besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan
saluran cerna. Pernapasan juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan
diafragma dada ke bawah untuk memberi tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah
yang dipompa menuju jantung meninggi.Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan
tak sadar. Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera pada otot
sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang (menyebabkan
diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).

8. A. Glikolisis
Glikolisis adalah peristiwa pengubahan gukosa (6 atom C) menjadi molekul yang
lebih sederhana yaitu asam peruvat (3 atom C)
Produk penting pada peristiwa glikolisis adalah
a. 2 molekul asam piruvat
b. 2 molekul NADH sebagai sumber elektron berenergi tinggi dan
c. 2molekul ATP untuk setiap molekul glukosa
Pada reaksi glikolisis satu molekul glukosa terurai menjadi 2 asam piruvat
menghasilkan menghasilkan empat molekul ATP, tetapi dua molekul ATP digunakan
untuk beberapa reaksi kimia pada reksi glikolisi.
Setelah glikolisis biasanya dilanjutkan dengan Dekarboksilasi oksidatif yaitu proses
perubahan asam piruvat untuk menjadi asetil koenzim A yang bersifat oksidatif.
Dehidrogenasi dua molekul asam piruvatuntuk menghasilkan dua asetil koenzim A
dan CO2 di dalam mitokondria dan pemindahan selanjutnya dari pasangan dua
elektronnys ke oksigen setiap pasang menghasilkan ATP.
b. Siklus krebs
Urutan reaksi yang terjadi pada siklus Krebs cukup kompleks seperti urutan
berikut
a. Asam piruvat yang berasal dari glikolisis selanjutnya masuk ke siklus Krebs setelah
bereaksi dengan NAD+ dan koenzim A membentuk senyawa asetil ko-enzim A.
Dalam peristiwa ini di hasilkan CO2 dan NADH. Perubahan kandungan C adalah 3C
(asam piruvat) menjadi 2C asetil ko-A.
b. Reaksi antara asetil ko-A (2C) dengan asam oksalo asetat (4C) membentuk asam
sitrat (6C). Dalam peristiwa ini Ko-A di bebaskan kembali.
c. Selanjutnya Asam sitrat (6C) bereaksi dengan NAD+ membentuk asam alfa
ketoglutarat (5C) dengan membebaskan CO2.
d. Peristiwa berikutnya berbentuk asam suksinat dan menghasilkan ATP setelah
bereaksi dengan NAD+ dan membebaskan NADH , CO2 dan menghasilkan ATP
setelah bereaksi dengan ADP dan asam pospat anorganik.
e. Asam suksinat yang terbentuk kemudian akan bereaksi dengan FAD dan
membentuk asam malat dengan membebaskan FADH2.
f. Asam malat kemudian bereaksi dengan NAD+ dan membentuk asam oksalo asetat
dengan membebaskan NADH, karena asam oksalo asetat akan kembali bereaksi
dengan asetil ko-A seperti pada langkah ke 2 di atas.
c. Transpor Elektron
Transpor elektron terjadi di dalam mitokondria dan berakhir setelah elektron bersama-
sama dengan H+ menuju dan akhirnya beraksi dengan oksigen yang berfungsi sebagai
akseptor terakhir, membentuk H2O. Reaksi nya komplek tetapi dalam hal ini yang
berperan penting adalah NADH, FAD, dan molekul molekul khusus yang berperan
dalam respirasi, seperti flavo protein, koenzim Q, serta beberapa sitokrom. Dikenali
ada beberapa sitokrom, yaitu sitokrom c1,c,a dan a3. Elektron berenergi pertama tama
berasal dari NADH kemudian d transfer ke FMN dan selanjutnya ke Q. Sitokrom
c1,c,a,b, dan a3, dan selanjutnya berikatan dengan ion H+ yang di ambil dari
lingkungan sekitarnya sehingga terjadi reaksi yang membentuk H2O.

Anda mungkin juga menyukai