Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Celah bibir dan atau langitan merupakan kelainan yang sering terjadi pada
congenital deformity setelah clubfoot deformity. Celah bibir adalah suatu keadaan
terbukanya bibir sedangkan celah langitan adalah kelainan terbukanya langit-langit
rongga mulut. Hal ini merupakan suatu perkembangan bibir dan langitan yang tidak
sempurna semasa janin terbentuk. Celah ini berhubungan dengan banyak masalah
termasuk estetik dan bentuk gigi yang abnormal juga dengan masalah wicara,
pendengaran, dan wajah.1
Biasanya celah bibir terjadi secara bersamaan dengan celah langit-langit,
hanya kurang lebih 5% celah bibir yang ditemukan tanpa disertai dengan celah
langit-langit. Celah bibir kebanyakan terjadi hanya pada satu sisi saja (unilateral)
dan lebih dari 20% kasusnya terjadi pada sisi kanan.2
Prevalensi terjadinya celah bibir dan langit-langit bervariasi tergantung
kepada, antara lain ras, gender dan tipe kelainan ini dengan kisaran 1 : 788 kelahiran
pada orang kulit putih dan 1 : 1000 kelahiran pada orang kulit hitam. Di Indonesia
data tentang prevalensi celah bibir dan langit-langit ini belum ada yang akurat.
Namun diperkirakan oleh Godfrey (1994) sebesar 1 dari 750 kelahiran hidup.3
Terapi untuk penderita kelainan ini diperlukan kerjasama interdisiplin
sehingga pemulihan kesehatan penderita dapat dilakukan secara menyeluruh, baik
secara fisik, mental, emosional, serta social. Tim biasanya terdiri dari beberapa
orang spesialis tergantung kepada tingkat keparahan diantaranya adalah ahli bedah,
ortodontis, ahli Telinga Hidung Tenggorokan (THT), ahli anak, psikiatri, speech
therapist, dan audiologist.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Celah/ cleft bibir adalah anomaly perkembangan yang ditandai dengan
defek berbentuk baji (wedge-shaped) pada bibir, yang mengakibatkan
kesalahan bentuk pada dua bagian bibir untuk menyatu pada saat
perkembangan. Celah palatum adalah defek perkembangan pada palatum yang
ditandai dengan kurangnya penyatuan sempurna dua bagian langit-langit mulut
yang menghasilkan celah.4
Celah orofacial mewakili semua cacat yang melibatkan bibir atas,
dengan atau tanpa ekstensi ke bagian alveolar atau palatum primer, dan pada
palatum durum atau palatum sekunder. Cacat juga bisa diklasifikasikan menurut
lokasinya yaitu unilateral, bilateral, atau medial.5
Celah oro-facial adalah pembukaan abnormal sekunder akibat
kegagalan perkembangan dalam rahim. Bibir sumbing dengan atau tanpa langit-
langit sumbing bisa unilateral atau bilateral, dan terjadi dalam berbagai
kombinasi dengan ekspresi bervariasi di hidung, bibir, alveolus, dan palatum
primer dan sekunder. Ekspresi bibir sumbing dan / atau palatum yang sangat
kecil dikenal sebagai microform, occult, minor, atau forme fruste (aborted
form).6

A B C

Gambar. A. Cleft bibir (labioschizis), B. Cleft palatum (Palatoschizis),


C. Cleft bibir dan Palatum (Labiopalatoschizis)

2
B. Etiologi
Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit secara etiologis
heterogen dengan genetika dan kontribusi lingkungan. Dengan munculnya era
genomik dan kemajuan teknik analisis kuantitatif dan molekuler, telah terjadi
perbaikan besar dalam identifikasi mutasi genetik dan asosiasi penyebab
sindrom bentuk celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit. Di sisi lain,
saat ini ada sedikit kemajuan dalam mengidentifikasi dan memahami etiologi
genetik kasus celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit terisolasi
(nonsyndromik).7
Berbagai polimorfisme genetik telah dipelajari dalam studi asosiasi
berbasis populasi dan studi gen kandidat. Hasil telah menyarankan peran gen
yang bertanggung jawab untuk faktor pertumbuhan (misalnya TGFα, TGFβ3),
faktor transkripsi (misalnya MSX1, IRF6, TBX22), faktor-faktor yang
mempengaruhi metabolisme xenobiotik (misalnya CYP1A1, GSTM1, NAT2),
metabolisme nutrisi (misalnya MTHFR, RARA ), dan respon imun (misalnya
PVRL1, IRF6). Gen TGFα dan MTHFR telah termasuk varian yang paling
banyak diteliti selama ini. Sebuah survei komprehensif tentang penghapusan
kromosom dan duplikasi dilakukan untuk mengidentifikasi fenotipe yang secara
signifikan terkait dengan aneupoid parsial tertentu. Daerah yang secara
signifikan terkait dengan celah ditemukan pada 1q25, 3p21, 4p15, 4q32 dan
10p15. Wilayah 4p15 sangat penting karena mengandung gen homeobok MSX1
yang juga merupakan situs penghapus yang menyebabkan sindrom Wolf-
Hirschhorn, yang umumnya terkait dengan celah orofacial juga. Meskipun
dipelajari secara ekstensif, karena faktor-faktor seperti heterogenitas genetik,
kepergian dari pola pewarisan Mendelian, ketersediaan terbatas dan biaya tinggi
alat genomik, dan kebutuhan untuk kumpulan data yang sangat besar, asosiasi
genetika yang tepat, terutama pada kasus celah orofasial non-sindromik. , tetap
kurang dicirikan.7
Sebagian besar studi epidemiologi celah orofasial mendukung peran
faktor lingkungan dalam etiologi clefting. Faktor risiko yang paling umum
dilaporkan adalah paparan ibu terhadap produk tembakau, alkohol, kekurangan

3
gizi, beberapa infeksi virus, obat-obatan, dan teratogen di tempat kerja atau di
rumah pada awal kehamilan. Teratogen yang dikenal termasuk eksposur langka
seperti fenitoin, asam valproik, thalidomide, dan herbisida seperti dioksin.7
Kerentanan genetik menjadi faktor pembaur dalam teratogenitas ibu
yang merokok. Ketika fetus memiliki polimorfisme genetik 1088 dan 1095,
pada N-acetyltransferase 1 (NAT1), risiko clef bibir dan palatum, tetapi tidak
cleft palatum sendiri, akan meningkat. Gene ini terlibat dalam biotransformasi
bahan toksik dari tembakau. Ibu yang memakai obat antikonvulsan
untukmencegah kejang atau gejala gangguan mood (atau untuk kelainan medis
lainnya) akan meningkatkan risiko fetus yang terpajan obat dan akan
menyebabkan malformasi besar, termasuk cleft bibir dan palatum. Peningkatan
frekuensi cleft bibir dan palatum juga telah diidentifikasi pada fetus yang
terpapar alcohol selama kehamilan. Ibu dengan indeks massa tubuh lebih dari
29 juga memperlihatkan peningkatan risiko memiliki bayi dengan cleft mulut.8

C. Patofisiologi
Sebagian besar malformasi kraniofasial kongenital terjadi selama
minggu 5-12 perkembangan. Masa embrio (dari minggu 3-9) adalah periode
paling sensitif dimana teratogen dapat merusak secara khusus. Hal ini terutama
berlaku untuk gangguan morfologi midline seperti bibir sumbing dan langit-
langit mulut. Mereka dianggap sebagai masalah multifaktorial poligenik di
mana kerentanan genetik dipengaruhi oleh faktor lingkungan multipel dan
mungkin kumulatif, yang berinteraksi sama sekali untuk menggeser proses
kompleks morfogenesis dari palet primer dan sekunder menuju ambang
abnormalitas dimana celah terjadi (multifaktorial). / Model ambang batas).
Faktor genetik dan lingkungan belum terbentuk.9
Kematian sel adalah fenomena normal yang terlihat pada perkembangan
embrio (PCD). Ini juga merupakan ciri umum yang terlihat pada embrio setelah
terpapar berbagai teratogenes yang menginduksi malformasi kraniofasial. Ada
tiga jenis PCD yang berbeda. Tipe 1 ditandai dengan kondensasi seluler,

4
fragmentasi, fagositosis dan akhirnya degradasi lisosom. Tipe 2 ditandai
terutama oleh munculnya lisosom besar yang memulai degradasi seluler. Tipe
3 terjadi tanpa keterlibatan lisosom dan tanpa fagositosis yang jelas.9
Situs kematian sel bervariasi tergantung pada teratogen (atau
penghinaan genetik) dan waktu pemaparan (yaitu tahap perkembangan embrio).
Tampaknya ada sensitivitas selektif; Jaringan dengan aktivitas proliferatif
tinggi lebih cenderung menunjukkan kematian sel dibandingkan jaringan yang
berkembang biak lebih lambat. Faktor lain mungkin juga terlibat dalam
diferensiasi seluler, distribusi obat diferensial atau karakteristik seluler spesifik
lainnya. Baik hilangnya dan perluasan area PCD mungkin memiliki peran
dalam teratogenesis.9
Pathogenesis kemungkinan disebabkan oleh salah satu mekanisme
berikut:9
1. Obstruksi anatomis, yaitu hipotesis obstruksi lidah-hanya bila dikaitkan
dengan keterbelakangan mandibula. Dalam kasus di mana dagu terkompresi
terhadap sternum, lidah bisa bercermin di antara rak-rak yang menaik.
Defisiensi palatal yang dihasilkan berbentuk U tidak berbentuk V dan
dianggap sebagai deformasi jaringan dengan potensi pertumbuhan normal
daripada malformasi jaringan yang mungkin telah dipengaruhi oleh
gangguan ektomesenkhim atau fenomena lainnya pada tingkat sel.
2. Interferensi dengan diferensiasi sel atau migrasi, baik melalui defek
hormonal, cacat biokimia, atau gangguan biokimia ekstrinsik. Sejumlah
penelitian telah membuktikan hubungan antara teratogen dan clefting.
Teratogen semacam itu dapat dilakukan secara individu dalam
subkelompok individu yang secara genetis dan biologis rentan. Sebaliknya,
beberapa teratogen berbeda dapat bertindak bersama pada satu mekanisme
tunggal yang dikendalikan oleh hanya beberapa gen. Saat ini pengetahuan
kita tentang teratogen yang terkait dengan clefting sangat terbatas. Hanya
beberapa zat seperti asam retinoat (digunakan dalam pengobatan jerawat
dan psoriasis), telah dikonfirmasi sebagai teratogen dengan efek langsung
pada morfogenesis wajah.

5
Regio orofasial diidentifikasi paling awal pada hari ke 28 post konsepsi,
dengan munculnya lempeng prechordal pada lempeng germinal embrionik
trilaminar. Lempeng ini disusun oleh lapisan germinal primer yaitu ectoderm,
mesoderm, dan endoderm. Lempeng prechordal ditandai dengan kurangnya
mesoderm intermediet. Perbatasan ectoderm dan endoderm pada titik lempeng
prechordal berkombinasi untuk membentuk membrane orofaringeal yang rapuh
dan bersifat sementara yang akan membatasi lokasi mulut. Ectoderm akan
membentuk mukosa oral cavity, sementara endoderm akan melapisi dinding
faringeal. Membrane orofaringeal mengidentifikasi topografi pusat
perkembangan wajah dengan membatasi penekanan sentral, stomodeum, mulut
primitive dimana terdapat sekitar lima prominensia facial selama minggu
keempat embryogenesis. Mulut terbentuk dari perbatasan antara bagian medial
prominensia frontonasal, pada bagian lateral oleh prominensia maksilaris, dan
pada bagian caudal oleh prominensia mandibular, dua yang terakhir berasal dari
arcus faringeal pertama.10

Gambar. Bagian embrio yang berperan dalam pembentukan wajah

Jaringan yang merupakan prominensia frontonasal, maksilaris, dan


mandibularis terdiri ats sel-sel dari asal yang berbeda yang telah bermigrasi,
berelokasi, dan digantikan oleh interaksi epithelial mesenkimal. Mesenkim
neural crest berkontribusi pada sebagian besar tipe jaringan yang berkombinasi
dengan pusat mesoderm dan ditutupi oleh epithelia permukaan. Jaringan neural

6
crest akan membentuk rangka facial, sedangkan mesoderm akan membentuk
otot facial.10
Inti mesodermal dari arcus pharyngeal pertama berkondensasi menjadi
elemen miogenik yang akan diinervasi oleh cabang motorik dari nervus
trigeminal. Otot tersebut akan bermigrasi ke tujuannya masing-masing untuk
membentuk aktivitas mastikatori dan menelan. Elemen miogenik arcus
pharyngeal kedua juga diinervasi oleh cabang nervus facialis, occipital,
temporal, zygomatic, mandibular, dan cervical, bermigrasi di sepanjang
mesenchimal milieu dari prominensia facial untuk membuat otot-otot mimetic.
Semua otot-otot yang tersebar mempertahankan suplai saraf mereka yang
pertama. Lingual musculature dibentuk dari migrasi dan elongasi corda
hypoglossal dari mesodermal somatic, mempertahankan inervasi hipoglossus
(nervus cranialis XII). Distribusi yang tepat dari semua elemen tersebut akan
membentuk fisiognomoni wajah yang normal. Defisiensi otot perioral telah
diperlihatkan pada celah bibir atas bentuk microform dan full-fledged.10
Prominensia frontonasal diinervasi oleh cabang frontal dari nervus
trigeminus, yang berkontribusi pada dahi dan hidung. Pada sudut inferolateral
dari prominensia frontonasal, berkembang placoda nasal bilateral yang
berdiferensiasi menjadi epitel olfactory yang akan berinteraksi dengan saraf
olfactorius. Kekurangan atau hilangnya placoda nasal tidak hanya akan
menghasilkan anosmia tapi juga akan berefek merusak pada perkembangan
hidung dan pusat wajah. 10
Tenggelamnya placoda nasal untuk membentuk lubang hidung
merupakan hasil dari perkembangan dari naiknya prominensia nasal medial dan
lateral yang berbentuk tapal kuda. Bagian posterior dari tiap lubang hidung,
awalnya berhubungan dengan stomodeum, menjadi terpisah dari cavitas oral
oleh membrane oronasal transien. Membrane ini normalnya hancur pada akhir
minggu ke-5 post konsepsi untuk membuka choana posterior menghubungkan
lubang hidung ke bagian posterior cavitas oral. Gagalnya penghancuran
menyebabkan atresia choana, yang berpotensi menyebabkan kelainan asfiksia
neonatus congenital. 10

7
Penaikan prominentia nasal lateral membentuk alae hidung. Defek pada
perkembangan prominensia nasal medial dapat menghasilkan arhinia, atau nasal
bifida, bervariasi mulai dari depresi simple sampai pemisahan komplit dari
kedua lubang hidung. Malformasi hidung yang lain mencakup derajat aplasia
alae seperti atresia fossa nasalis. 10
Batas atas dan lateral cavitas oral primitive dibentuk dari proyeksi
prominensia maxilla, nasal medial, dan nasal lateral. Penyatuan awal antara
batas bawah prominensia nasal medial berbentuk tapal kuda dan prominensia
nasal lateral menyempurnakan bukaan besar rotund lubang hidung.
Pertumbuhan prominensia maxillaries menekan lubang hidung yang luas kea
rah medial dan mengubahnya menjadi balahan. Penyelesaian bibir atas
membutuhkan fusi bilateral prominensia maxillary dan dua prominensia nasalis
media, dengan prominensia nalasis lateral terjepit diantaranya. 10
Ujung medial dari tiap prominensia maxillaries awalnya terpisah dari
aspek inferolateral tiap prominensia nasalis media oleh campur tangan epithelial
“nasal fin” yang berdegenerasi, memungkinkan migrasi mesenkim melewati
batas-batas sebelumnya, dan melapisi celah awal. Perkembangan jaringan fusi
merupakan hasil dari proliferasi sel, invasi vascular, produksi matriks
ekstraseluler, dan akumulasi cairan, yang semuanya merupakan variasi yang
dapat menjadi predisposisi kondisi clefting. Persistensi nasal fin dapat
berkkontribusi pada clefting bibir atas dan palatum anterior. Meskipun
prominensia nasal lateral tidak berkkkontribusi terhadap bibir atas, kegagalan
fusi awal dengan prominensia nasal medial akan berimplikasi dimana celah
bibir atas meluas sampai ke lubang hidung. Semua fusi mengadakan apoptosis
periderm dari permukaan epitel, transformasi mesenkim epithelial, filopodial,
dan interaksi adheren. Epithelia filopodia membangun dan menjangkar ke
dalam prominensia yang berseberangan, diikuti oleh fusi mesenkimal.
Ketidaktepatan kontak perbedaan topografi prominensia atau penundaan urutan
hierarki kaskade akan menghasilkan clefting bibir atas. 10
Prominensia nasal media yang awalnya terpisah jauh menyatu pada
garis tengah untuk membentuk segmen intermaxillaris, yang berasal dari

8
puncak hidung, collumela, philtrum, tuberculum labialis bibir atas, frenulum,
dan seluruh palatum primer. Bagian sentral segmen intermaxillaris
menyediakan kontinuitas bibir atas, untuk inervasi nervus maxillaries.
Pembentukan bibir atas dimulai pada 24 hari post konsepsi dan selesai pada 34
hari, sekitar trimester pertama kehamilan. Kegagalan disintegrasi normal dari
nasal fin oleh apoptosis atau transformasi mesenkim epithelial merupakan
penyebab cleft bibir atas, alveolar clefting, dan clefting palatum primer anterior
dengan mencegah penyatuan mesenkim nasalis medial dan mesenkim
maxillaries. Defek penyatuan dideskripsikan sebagai “defek diferensiasi”
sebagai lawan dari “defek fusi”, yang menjadi signifikan secara klinis dalam
berbagai derajat dismorfologi yang muncul pada cleft bibir, alveolar clefting,
dan clefting palatum primer. 10
Clefting bibir atas merupakan satu anomaly congenital yang paling
sering, terjadi akibat inadekuat migrasi jaringan neural crest ke area bibir. Cleft
bibir median berkaitan dengan agenesis palatum primer dan defek midline lain.
Kegagalan fusi bibir atas dapat berimplikasi pada konjungsi palatum sekunder
yang akan terjadi kemudian, yang menyebabkan kombinasi cleft bibir dan
palatum. 10
Gangguan prominensia maxillaries dan mandibularis akan
menyebabkan anomaly wajah yang jarang. Normalnya, aperture stomodeal
primitive yang luas akan berkurang dengan migrasi mesenkim gabungan
prominensia maxillaries dan mandibularis untuk membentuk “sudut” pasti
mulut. Ektomesenkim yang adekuat menghasilkan macrostomia (unilateral atau
bilateral), bentuk clefting wajah, sementara kelebihan fusi menghasilkan
microstomia atau astomia biasanya berhubungan dengan anomaly congenital
lain seperti agnathia dan synothia. 10
Fusi prominensia mandibular bilateral pada garis tengah akan
membentukkontinuitas bibir bawah. Bibir bawah sangat jarang terjadi defek,
tetapi jika terjadi, akan membentuk cleft pada garis tengah, berkebalikan
dengan clefting unilateral bibir atas. 10

9
Persistensi yang jarang dari garis fusi antara prominensia maxillaries
dan prominensia nasalis lateral menyebabkan cleft facial oblique pada garis
naso-optic canal. Sumber potensial lain dari clefting wajah dapat terjadi ketika
amniotic bands atau serabut jaringan ikat terlepas (in utero) dari kantong
amnion, dan fetus kemudian menelan, menambatkan wajah fetus ke amnion dan
merobek disepanjang wajah untuk membentuk gangguan congenital (cleft)
yang tidak berkaitan dengan garis fusi embrionik. 10
Perkembangan palatum manusia yang intak merupakan evolusi dalam
memisahkan ruang respirasi dan mastikatori pada ruang oronasal (stomodeum
embrionik). Palatum primer berkembang sebagai proyeksi ke dalam ruang
stomodeal dari prominensia frontonasal medial dengan kontribusi dari
prominensia medial, lateral, dan maxillaries. Palatum sekunder berkembang
sebagai proyeksi bilateral dari prominensia maxillaries ke dalam stomodeum.
Elemen yang awalnya terpisah diprogram untuk menyatu. Jika penyatuan gagal,
akan terjadi clefting. 10
Bentuk cleft palatum mengindikasikan etiologinya. Cleft berbentuk V
merupakan konsekuensi dari kekurangan jaringan pada shelves unntuk
penutupan sempurna. Cleft berbentuk U biasanya berkaitan dengan
micrognathia dan glossoptosis (Robin-type cleft) hasil dari lidah mendesak
diantara shelves, mencegah elevasinya. 10
Bentuk yang paling ringan dari cleft palatum yaitu uvula bifida. Cleft
yang lebih parah selalu melibatkan bagian posterior, cleft selalu mengarah ke
depan kontradiksi terhadap arah fusi normal. 10

D. Epidemiologi
Kejadian dan distribusi geografis celah orofasial sangat bervariasi di
seluruh dunia karena perbedaan prevalensi kelahiran serta kekurangan dalam
pencatatan sistem surveilans kelahiran dan kelahiran cacat, terutama di banyak
bagian negara berkembang. Di seluruh dunia, ada variasi enam kali lipat dalam
prevalensi saat kelahiran cleft bibir dengan atau tanpa cleft palatum, dan variasi
tiga kali lipat dalam prevalensi saat kelahiran celah langit-langit seperti yang

10
dilaporkan oleh Kelompok Kerja IPDTOC, 2011. Penduduk asli Amerika
menunjukkan kejadian tertinggi pada 3,74 per 1000 kelahiran hidup, sementara
kejadian kelahiran 1: 600 sampai 1: 700 yang cukup seragam dilaporkan terjadi
di antara orang Eropa. Insiden ini muncul di antara orang Asia (0,82-4,04 per
1000 kelahiran hidup) , Menengah di Kaukasia (0,9-2,69 per 1000 kelahiran
hidup) dan rendah di Afrika (0,18-1,67 per 1000 kelahiran hidup). Perbandingan
antara kelompok etnis di AS dan Inggris yang terkait dengan imigran dari Asia
dan China mengindikasikan bahwa para imigran melaporkan tingkat celah
orofasial mendekati wilayah asalnya. Orang Afrika Amerika melaporkan
prevalensi yang lebih rendah daripada orang kulit putih di AS. Meskipun data
dari negara-negara Afrika jarang, bukti yang ada menunjukkan tingkat
prevalensi rendah untuk celah orofasial.7
Cleft bibir terisolasi terdiri dari sekitar 25% dari semua celah, sementara
celah bibir gabungan / palatum menyumbang sekitar 45%. Celah bibir dengan
atau tanpa palatum terjadi lebih sering dan lebih parah pada anak laki-laki
daripada pada anak perempuan. Celah unilateral lebih sering terjadi daripada
celah bilateral dengan rasio 4: 1, dan untuk celah unilateral, sekitar 70% terjadi
di sisi kiri wajah. Cleft bibir dengan atau tanpa cleft palatum sering dikaitkan
dengan kelainan perkembangan lainnya dan sebagian besar kasus disajikan
sebagai bagian dari sindrom. Sumbatan sindrom menyumbang sekitar 50% dari
total kasus di beberapa laporan dengan sekitar 300 sindrom yang dijelaskan.
Meskipun persentase kasus yang terkait langsung dengan faktor genetik
diperkirakan sekitar 40%, semua celah tampak menunjukkan kecenderungan
keluarga. Tabel 3 menunjukkan perkiraan prevalensi kelahiran oleh wilayah
Global Burden of Disease (GBD) dan Gambar 1 menunjukkan data registrasi
EUROCAT yang dikumpulkan oleh negara. Dilaporkan bahwa ada lebih dari 2
sampai 3 perbedaan perbedaan prevalensi nonsyndromik, OFCs di bagian Eropa
yang berbeda. Ini berkisar antara 2 / 1.000 di Eropa Utara sampai 1 / 1.000 di
Italia.7
Selalu ada masalah underreporting kasus celah orofasial. Sebagai
kelainan bawaan, mereka harus dicatat pada akta kelahiran, namun sampai

11
sekarang, tidak ada protokol standar nasional atau internasional untuk prosedur
ini. Dokter anak dan perawat di ruang persalinan bertanggung jawab untuk
memeriksa bayi yang baru lahir dan dengan demikian diharapkan melaporkan
adanya anomali dan menjelaskannya pada rekam medis. Kasus yang salah
didiagnosis dan belum ditemukan sangat berkontribusi terhadap pelaporan yang
tidak dilaporkan. Contoh yang jelas untuk kasus-kasus tersebut adalah celah
submukosa, di mana permukaan mukosa utuh menutupi celah palatal, sering
kali tidak diketahui saat lahir dan baru ditemukan kemudian ketika pasien
mengembangkan pidato hiperatural. Dilema lain dalam pelaporan celah
orofasial adalah bahwa beberapa penelitian mencakup semua kelahiran dalam
perhitungan tingkat sementara yang lain hanya mencakup kelahiran hidup.
Karena celah lebih sering terjadi pada bayi yang lahir mati dan bayi yang
dibatalkan secara spontan, inklusi mereka dalam penyebut mempengaruhi hasil
secara signifikan.7

E. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi yang dapat digunakan pada cleft bibir dan palatum yaitu:6
1. Klasifikasi Veau
a. Grup I (A). defek hanya pada palatum mole.
b. Grup II (B). defek meliputi palatum durum dan palatum mole (tidak
meluas ke depan ke foramen incisivum)
c. Grup III (C). defek meliputi palatum sampai alveolus.
d. Grup IV (D). celah bilateral komplit.

12
Gambar. Klasifikasi Veau

2. Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark
(1958)
Sistem klasifikasi berbasis embriologi yang diusulkan pada tahun 1958 yang
menunjuk foramen incisivum sebagai garis pemisah antara palatum primer
dan sekunder. Foramen incisivum adalah bukaan berbentuk corong yang
dilewati bundel neurovaskular. Foramen ini terletak di palatum durum di
belakang gigi atas tengah (gigi seri). Struktur ini merupakan tengara
embriologis yang penting, yang digunakan untuk menentukan batas antara
palatum primer dan sekunder.
a. Langit-langit bagian atas mencakup struktur-struktur di anterior
foramen incisivum (bibir, pre-maxilla, septum anterior).
b. Langit-langit sekunder mencakup struktur posterior foramen incisivum
(palatine lateral, palatum mole, dan uvula).

13
3. Klasifikasi Kernahan
Sistem klasifikasi berdasarkan kemiripan pandangan intra-oral bibir
sumbing dan langit-langit dengan huruf 'Y', diusulkan pada tahun 1971.
Daerah yang terkena sumbing ditandai pada 'Y' dan diberi label dari 1
sampai 9, masing-masing Yang mewakili struktur anatomis yang berbeda.
Kombinasi nilai numerik mewakili penampilan bibir sumbing, alveolus,
atau langit-langit mulut.
a. Area 1 dan 4 mewakili sisi kanan dan kiri lantai hidung.
b. Area 2 dan 5 mewakili sisi kanan dan kiri bibir.
c. Area 3 dan 6 mewakili sisi kanan dan kiri dari segmen alveolar
berpasangan.
d. Area 7 mewakili langit-langit primer.
e. Area 8 dan 9 mewakili langit-langit sekunder.

Gambar. klasifikasi Kernahan

14
4. Klasifikasi Harkin
System klasifikasi yang dikenalkan pada tahun 1962
a. Celah palatum primer
1) Celah bibir
2) Celah alveolar
b. Celah palatum sekunder
1) Palatum mole
2) Palatum durum
c. Celah processus mandibula
d. Celah naso-okular; termasuk hidung pada region canthal medial
e. Celah oro-ocular; meluas dari comissura oral melewati fissure palpebra
f. Celah oro-aural; meluas dari comissura oral melewati auricular

5. Klasifikasi Spina
Klasifikasi yang dikenalkan pada tahun 1974
a. Pre-incisive foramen clefts (lip ± alveolus)
 Unilateral
 Bilateral
 Median
b. Trans-incisive foramen cleft (lip, alveolus, palate)
 Unilateral
 Bilateral
c. Post-incisive foramen clefts (secondary cleft palate)
d. Atypical (rare) facial clefts.

6. Klasifikasi Tessier
Tessier mendeskripsikan skema klasifikasi yang secara universal diutilisasi.
Celah oro-facial dapat bermanifestasi sebagai:
a. Unilateral or bilateral
b. Complete, incomplete, or microform (e.g., sub-mucous cleft palate)

15
c. Clefting of the lip with or without the palate, or of the palate in
isolation
d. Atypical cranio-facial clefts.

F. Penatalaksanaan
Maksud dan tujuan dari manajemen cleft bibir dan palatum yaitu: 1)
untuk memperbaiki defek secara bedah, sehingga pasien dapat memiliki estetika
wajah yang dapat diterima; 2) untuk memberikan cara bicara yang jelas; 3)
untuk memperbaiki pertumbuhan gigi sehingga memiliki fungsi normal dan
estetika.11
Pengelolaan bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing
melibatkan tim multi-disiplin yang memberikan perawatan menyeluruh
mengenai masalah fungsional dan estetika kondisi sejak lahir sampai dewasa.7

Gambar. time-line pengobatan celah bibir dan palatum6

Secara lebih rinci, penatalaksanaan cleft bibir dan palatum berdasarkan


usia adalah sebagai berikut:6

16
Tabel. Penatalaksanaan cleft bibir dan palatum berdasarkan usia6
Kelompok
Usia Terapi
pasien
 Spesialisasi makan
 Manajemen jalan napas
Cleft bibir dan
0-3 bulan  pre-surgical lip taping, oral
palatum komplit
appliances, atau pre-surgical nasal
alveolar moulding (PNAM)
 Definitive cleft lip repair ±
bilateral myringotomy dan
3-7 bulan
tympanostomy tube (T-tube)
placement
 palatoplasty dan long-lasting
tympanostomy tube (T-tube)
10-14 bulan
placement ± V-Y columellar
advancement
 speech and language therapy
2-5 tahun
 secondary speech surgery
 alveolar cleft bone grafting dengan
8-11 tahun
persiapan orthodontics
 definitive septorhinoplasty ± prior
Saat pematangan
orthodontics dan orthognathic
tulang
surgery
 Spesialisasi makan
Cleft palatum
 Manajemen jalan napas
 bilateral myringotomy and
3-6 bulan tympanostomy tube (T-tube)
placement

17
 palatoplasty and long-lasting
10-14 bulan tympanostomy tube (T-tube)
placement
 Terapi bicara dan bahasa
2-5 tahun
 secondary speech surgery
Saat pematangan  preparatory orthodontics ±
tulang orthognathic surgery
Cleft bibir  Spesialisasi makan
 pre-surgical lip taping, oral
0-3 bulan appliances, atau pre-surgical nasal
alveolar moulding (PNAM)
3-7 bulan  definitive cleft lip repair
10-14 bulan  V-Y columellar advancement
 alveolar cleft bone grafting with
8-10 tahun
preparatory orthodontics
 definitive septorhinoplasty ± prior
Saat pematangan
orthodontics and orthognathic
tulang
surgery

Penanganan awal pada pasien dengan cleft bibir dengan atau tanpa cleft
palatum antara lain: pemberian makan, jalan napas, dan genetik. Bayi tidak
dapat menghisap akibat adanya hubungan antara mulut dan hidung. Pemberian
makan dibantu dengan menggunakan putting buatan yang menyebabkan aliran
cairan ke dalam mulut bayi. Berat badan minimal yang harus dicapai adalah ½
ons perhari. Jika cleft palatum adalah komponen dari rangakaian Pierre Robin,
manajemen awal jalan napas mungkin diperlukan. Konseling genetik penting
untuk mengedukasi orang tua yang memiliki faktor risiko untuk
mengidentifikasi sindrom yang terkait dengan clefting.12

18
Posisi pronasi efektif untuk menangani obstruksi jalan napas ringan
pada pasien dengan suara napas yang berisik. Pada suatu penelitian disebutkan
bahwa hanya 30% pasien yang memerlukan intubasi endotrakhea dan 6,6%
yang memerlukan tracheostomy. Beberapa teknik intubasi yang dapat dilakukan
yaitu: Laringeal Mask Airway (LMA), Fiberoptic Bronchoscope (FOB),
intubasi fiberoptik melalui LMA, nasoendoskopi kaku dengan kamera video
atau video intubation laryngoscope, trachlight dengan homemade lighted stylet,
dan retrograde intubation.13

Gambar. Laringeal Mask Airway

Gambar. fiberoptic bronchoscopy

19
Gambar. intubasi fiberoptik melalui LMA

Tujuan dari modifikasi pemberian makan adalah untuk memastikan bayi


dengan cleft mendapatkan suplai nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan
normal. Teknik modifikasi pemberian makan harus semirip mungkin dengan
pemberian makan normal untuk menyediakan pertumbuhan normal dari fungsi
motorik oral. Berbagai jenis modifikasi pemberian makan secara oral tersedia,
termasuk nipple shields, system perawatan supplemental (supplemental nursing
system), modifikasi nipple, dan obturator oral.14
Kebanyakan ahli anak dan penyedia pelayanan kesehatan
merekkomendasikan Air susu ibu (ASI). ASI mengandung antibody ibu, yang
membantu dalam melindungi melawan penyakit, membantu dalam mencegah
alergi makanan sejak dini, dan melindungi dari otitis media. Menyusui juga
membangun hubungan ibu dan anak. Kemampuan menyusu bervasriasi
tergantung pada ukuran dan lokasi cleft juga aliran ASI. Pasien cleft bibir
inkomplit dapat sukses dengan menyusui. Nipple shields dapat digunakan jika
bayi menunjukkan kesulitas dengan penguncian (latching). Nipple shield
terbuat dari silicon yang tipis, dan lentur dan memungkinkan bayi untuk lebih
mudah mengunci pada payudara. Benda ini juga dapat membantu membentuk
pelindung untuk meningkatkan hisapan. Menyusui akan lebih sulit pada pasien
dengan cleft palatum akibat kurangnya kemampuan untuk menghisap. Ketika

20
kesulitan untuk makan teridentifikasi segera, pemberian makan menggunakan
botol khusus adalah hal ideal untuk memastikan intake nutrisi yang adekuat.14

Gambar. Nipple shield

Gambar. Botol khusus Medela Special Needs Feeder: niplle, botol, 1-


way valve dengan disk, collar

Pada cleft bibir dan palatum komplit dan cleft bibir dengan lebar >1cm
diperlukan 2 tahap perbaikan bibir. Hal ini mencakup pre-surgical lip taping,

21
insersi alat oral (oral appliance insertion), atau PNAM dengan tujuan untuk
menyempitkan celah sebelumnya untuk perbaikan bibir devinitif. Lip tapping
harian dengan menggunakan steristrip dan benzoin untuk meningkatkan
perlekatan dilakukan oleh oleh orang tua sesuai instruksi, dan digunakan untuk
melindungi kulit pipi baik pada cleft bibir bilateral maupun unilateral. Tujuan
dari PNAM adalah untuk memperpanjang columella, memperluas mukosa cleft
nasal, dan memperbaiki simetri nasal tip. Pada cleft dengan lebar <1cm dapat
dilakukan perbaikan bibir devinitif tanpa pengobatan pra bedah (presurgical lip
taping, oral appliance insertion, atau PNAM). Waktu untuk melalukan
perbaikan bibir (operatif) pada umumnya berdasarkan “rule of ten”, yaitu usia
>10 minggu, hemoglobin >10g/dl, dan berat badan >10 pon. 6,12

Gambar. Lip taping

Gambar. Nasoalveolar Moulding (NAM)

22
Bayi dengan cleft palatum biasanya mengalami disfungsi tuba
eustachius. Oleh karena itu, semua neonatus dengan cleft orofacial harus
melakukan screening pendengaran. Bilateral myringotomy dan tympanostomy
tube (T-tube) placement dilakukan mengikuti penilaian timpanogram dan bedah
kepala leher jika didapatkan bukti adanya disfungsi tuba eustachius. Bukaan
yang kecil pada T-tube mencegah gradient tekanan pada telinga tengah dengan
memungkinkan masuknya udara langsung melalui canalis acusticus eksternus.
T-tube sendiri tidak mengobati otitis media, tetapi menyeimbangkan tekanan
telinga tengah dan tekanan atmosfer dengan mencegah penutupan awal dari
bukaan dari miringotomi sebelumnya. Otorrhea kronis dapat ditangani dengan
menggunakan antibiotic tetes atau penggantian tuba jika kemungkinan terdapat
akumulasi bio-film. Hilangnya pendengaran yang tidak membaik dengan
pemasangan T-tube diobati dengan amplifikasi pendengaran berdasarkan
konsultasi bidang neuro-otologi.6,15

Gambar. T-tube placement

Disfungsi bicara berkaitan dengan clefting oro-facial kompleks dan


harus dianalisis dengan input pathologist bicara dan bahasa. Antara usia 2-5
tahun, anak dengan cleft bibir dan palatum komplit dan cleft bibir
olehkarenanya menerima penilaian bicara dan bahasa dengan pemeriksaan
fluoroscopic speech dan nasopharingoscopy dengan tujuan untuk

23
mengobservasi insuvisiensi velopharingeal (VPI) atau disfungsi velopharingeal
(VPD). Terapi bicara dan bahasa dimulai jika terdapat VPD.6
Rinoplasti primer pada saat dilakukan perbaikan cleft lip saat ini sering
dilakukan oleh ahli bedah yang menangani cleft. Meskipun rinoplasti defitif
tidak dilakukan sampai pertumbuhan hidung dilakukan, rinoplasti primer dapat
meminimalisir keparahan deformitas juga mengurangi jumlah perbaikan yang
dibutuhkan pada saat dewasa. Tujuan dari rinoplasti pada pasien dengan cleft
bibir unilateral adalah untuk mengembalikan kesimetrisan nasal tip dan
memperbaiki nasal ala hooding. Tujuan dari rinoplasti pada pasien dengan cleft
bibir bilateral adalah untuk mengurangi lebar ala nasi, membangun kembali
ambang hidung (nasal sill), mengembalikan panjang columella, memperbaiki
malposisi cartilage lateralis inferior, dan mengembalikan proyeksi nasal tip.
Salah satu teknik yang dapat digunakan yaitu V-Y columellar advancement.
Teknik ini digunakan bila terdapat lebar columella dan jaringan bibir atas yang
adekuat, karena prinsip dari teknik ini adalah meminjam jaringan dari bibir
untuk memanjangkan hidung.16,17
V-Y advancement flap unik dimana flap berbentuk V tidak direntangkan
ke area resipien tetapi dinaikkan dengan memundurkan atau di dorong, daripada
ditarik, kea rah defek. Sehingga flap dapat bergerak ke area resipien tanpa
penarikan penutupan luka. Defek sekunder dari donor triangular kemudian
diperbaiki dengan cara mempertemukan dua tepi luka pada daerah donor. Pada
akhirnya, hasil jahitan penutupan luka akan membentuk konfigurasi seperti
huruf Y; biasanya kaki Y merupakan garis yang terbentuk dari penutupan defek
sekunder.18

24
Gambar. A. V-Y advancement flap diambil dari kulit pada midline bibir atas.
B. Flap dinaikkan ke columella untuk mempertinggi panjang columella

25
BAB III
PENUTUP

Celah oro-facial adalah pembukaan abnormal sekunder akibat kegagalan


perkembangan dalam rahim. Bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit
sumbing bisa unilateral atau bilateral, dan terjadi dalam berbagai kombinasi dengan
ekspresi bervariasi di hidung, bibir, alveolus, dan palatum primer dan sekunder.
Celah oro-facial secara etiologis heterogen dengan genetika dan kontribusi
lingkungan. Kejadian dan distribusi geografis celah oro-facial sangat bervariasi di
seluruh dunia karena perbedaan prevalensi kelahiran serta kekurangan dalam
pencatatan sistem surveilans kelahiran dan kelahiran cacat, terutama di banyak
bagian negara berkembang. Pengelolaan celah oro-facial melibatkan tim multi-
disiplin yang memberikan perawatan menyeluruh mengenai masalah fungsional
dan estetika kondisi sejak lahir sampai dewasa.

26
ALGORITMA PENATALAKSANAAN

27

Anda mungkin juga menyukai