Anda di halaman 1dari 6

Penggunaan Metode Microscopic Observation Drug Susceptibility (MODS)

untuk Mendeteksi Resistensi Rifampicin dan Isoniazid pada Mycobacterium


tuberculosis
Fachreza Aulia Trinanda – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Prevalensi Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR TB)


Multiple Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) telah menjadi tantangan baru
dalam penanganan TB di beberapa negara di dunia. Data yang dihimpun oleh
Zignol et al1 menunjukkan bahwa sekitar 9.8 juta (8.9 juta pasien baru dan 0.9 juta
pasien yang pernah menjalani pengobatan TB) penduduk dunia menderita MDR-
TB yang 3.3 juta (3 juta pasien baru dan 0.3 juta pasien yang pernah menjalani
pengobatan TB) diantaranya berada di wilayah Asia Tenggara. 1
TB merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri yang mempengaruhi
berbagai sistem organ, terutama sistem organ respirasi. TB umumnya disebarkan
melalui transmisi primer nosokomial (pengecualian dalam hal pembentukan TB
yang memiliki resistensi obat). MDR TB merupakan kondisi dimana TB memiliki
resistensi terhadap minimal dua buah antibiotik yang paling potensial yaitu
Rifampicin (RMP) dan Isoniazid (INH).2

Mekanisme Terbentuknya Resistensi Antibiotik pada TB


MDR TB menjadi salah satu masalah kesehatan utama karena resistensinya
terhadap obat-obat yang paling potensial dalam melawan TB. INH dan RMP
merupakan antibiotik yang ditemukan resistensinya pada MDR TB. Selain itu, juga
ada bentuk obat lain seperti floroquinolone dan obat injeksi lini kedua.
1. INH. Resistensi TB terhadap INH dapat disebabkan oleh adanya mutasi
pada gen katG, mabA/inhA, dan/atau mshA. Gen katG berperan dalam
menghasilkan enzim katalase-peroksidase (KatG) yang akan mengaktifkan
INH. Aktivasi INH oleh KatG akan menghasilkan berbagai spesies reaktif
yang akan menyerang M.tuberculosis. Mutasi pada gen katG akan
mengakibatkan hilang atau berkurangnya enzim katalase-peroksidase. INH
akan membentuk aduksi dengan NAD menjadi INH-NAD yang akan
menyerang situs inhA pada M.tuberculosis. Mutasi pada daerah promoter
inhA yang menyebabkan ekspresi berlebihan inhA atau mutasi pada situs
aktif inhA yang mengurangi afinitas inhA terhadap aduksi INH-NAD akan
menghasilkan resistensi tingkat rendah pada M.tuberculosis. Resistensi
akibat mutasi pada inhA juga dapat menyebabkan munculnya resistensi
silang pada ethionamide (ETH). Secara in vitro, mutasi pada mshA yang
merupakan penghasil enzim yang terlibat dalam biosintesis mycothiol
berperan dalam pembentukan resistensi INH dan ETH.3
2. RMP. 96% dari resistensi RMP pada M.tuberculosis diakibatkan oleh
adanya mutasi pada daerah 81 bp (pasang basa) pada rpoB. Yang
mengkhawatirkan dari resistensi RMP adalah munculnya tipe
M.tuberculosis yang bersifat RMP-dependen yang akan menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik dengan keberadaan RMP. Tipe M.tuberculosis
ini juga memiliki mutasi yang mirip dengan resistensi RMP pada
M.tuberculosis dengan mutasi tambahan pada rpoB.3

Metode Diagnostik TB dan MDR-TB


Pemeriksaan Mikroskopik Sputum
Pemeriksaan mikroskopik sputum merupakan dasar utama dari diagnosis TB karena
sifatnya yang murah. Namun, pemeriksaan mikroskopik ini kurang sensitif dan
spesifik apabila dibandingkan dengan metode diagnosis lain. Penggunaan light
emitting diodes (LED) yang memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan
harga yang lebih murah menjadi solusi bagi masalah tersebut. Walaupun begitu,
teknik ini tidak memungkinkan untuk mengetahui resistensi M.tuberculosis
terhadap antibiotik tertentu.4

Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)


NAAT merupakan pemeriksaan TB yang berbasis pada amplifikasi asam nukleat
melalui Polymerase Chains Reaction (PCR) atau Real Time-PCR (RT-PCR) serta
biasanya diikuti oleh hibridisasi probe oligonukleotida atau alternatif lain. Metode
ini secara teori dapat menemukan sebuah kopi asam nukleat pada spesimen, namun
dapat sangat terganggu hasilnya apabila terdapat inhibitor PCR atau hilangnya asam
nukleat dari spesimen. NAAT terbagi menjadi dua yaitu Line Probe Assay (LPA)
dan Xpert MTB RIF. LPA dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan
M.tuberculosis dan resistensi RMP (mengetahui mutasi pada gen rpoB) dan INH.
Xpert MTB RIF dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan M.tuberculosis dan
resistensi RMP.4

Lowenstein-Jensen (LJ)
Kultur LJ merupakan salah satu bentuk kultur konvensional yang umum digunakan.
Kultur ini membutuhkan waktu 3-6 minggu untuk isolasi dan 1-2 minggu untuk
spesiasi. Metode kultur ini merupakan metode yang murah dan sangat sederhana
dan dapat dilakukan di laboratorium negara berkembang. Namun, selain
membutuhkan waktu yang lama, metode ini juga memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan metode lain. 5

Automated Mycobacterial Growth Indicator Tube (MGIT)


Metode MGIT menggunakan sensor kolorimetri untuk mendeteksi keberadaan
M.tuberculosis. Sensor tersebut akan mendeteksi keberadaan CO2 yang dihasilkan
oleh mikroorganisme akan mengubah warna pada sensor sesuai dengan tingkat
refleksinya. Metode ini termasuk metode yang cukup cepat dan aman, tetapi
membutuhkan peralatan yang cukup canggih serta biaya yang kurang terjangkau.5

Metode MODS untuk Deteksi Resistensi Rifampicin dan Isoniazid pada TB


Pemeriksaan MDR TB menggunakan metode MODS merupakan pemeriksaan
mikroskopik untuk menentukan keberadaan M.tuberculosis serta mengetahui
kerentanan tipe tersebut terhadap antibiotik tertentu. Metode MODS merupakan
metode pemeriksaan MDR TB yang akurat, murah, dan menggunakan kultur
berbasis cairan. Pemilihan penggunaan metode MODS ini berdasar kepada tiga
prinsip antara lain: a) M.tuberculosis tumbuh lebih cepat di medium cair
dibandingkan padat, b) formasi korda dapat dilihat secara mikroskopis pada
medium cair pada fase-fase awal M.tuberculosis, c) inkorporasi obat ke dalam tes
memungkinkan penentuan kerentanan tipe M.tuberculosis terhadap obat beserta
dengan tingkat pertumbuhan dari bakteri.6
Pemeriksaan MODS dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Sputum pasien yang telah didekontaminasi dicampurkan dengan INH dan
RMP serta diinokulasikan dengan Middlebrook 7H9 liquid broth, suplemen
pertumbuhan (asam oleat, albumin, dekstrosa, katalase) dan suplemen
antibiotik (polymixin B, amphotericin B, asam nalidixat, trimethoprim,
azlocillin).
2. Pembacaan kultur setiap hari setelah 4 hari inkubasi hingga hari ke 21,
dilanjutkan dengan pemeriksaan mingguan sampai hari ke-40. Hasil
dinyatakan postitif apabila terdapat unit pembentukan koloni
M.tuberculosis sebanyak 2 atau lebih.7-9

Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Metode MODS


Keuntungan metode MODS dibandingkan beberapa metode lain terutama
disebabkan oleh metodenya yang menggunakan kultur berbasis cairan. Berdasarkan
metaanalisis Minion et al10, metode MODS memiliki sensitivitas 94% dan
spesifisitas 96.5% untuk INH serta sensitivitas 98% dan spesifisitas 99.4% untuk
RMP dengan inokulasi langsung memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih rendah
dibandingkan inokulasi tidak langsung (RMP: 96.8% : 100%; 99% : 100%, INH:
96.4% : 100%; 94.2% : 98%). Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil
juga lebih lama pada inokulasi langsung dibandingkan dengan yang tidak langsung
(11.6 hari : 6.5 hari). Penggunaan metode MODS membutuhkan biaya (tidak
termasuk biaya tenaga kerja) sebesar 1.57-1.72 USD untuk pemeriksaan resistensi
dua obat (INH dan RMP) per sampel dan 1.8-2.17 USD untuk pemeriksaan
resistensi empat obat (INH, RMP, ethambutol, streptomycin). Walaupun begitu,
metode MODS sangat rentan akan terjadinya kontaminasi (4.2%) dibandingkan
dengan metode lain.10
Apabila dibandingkan dengan metode yang sering dijadikan sebagai standar baku
untuk pemeriksaan MDR TB, seperti metode Lowenstein-Jensen (LJ) dan kultur
mycobacterial growth indicator tube (MGIT), MODS memiliki sensitivitas (84% :
89% : 97.8%), spesifistas (100% : 99.9% : 99.6%), kecepatan munculnya hasil (26
hari : 13 hari : 7 hari), dan keefektifan biaya (52 USD : 6 USD : 2 USD) yang
menunjukkan bahwa secara keseluruhan penggunaan MODS lebih ideal untuk
diaplikasikan dibandingkan LJ dan MGIT.6-8
Saran dan Kesimpulan
Metode MODS merupakan metode pemeriksaan MDR TB yang sangat ideal untuk
diaplikasikan di Indonesia karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, waktu
pemeriksaan yang cepat, serta biaya yang terjangkau. Penggunaan pemeriksaan
MODS di rumah sakit-rumah sakit dapat menekan jumlah penderita MDR TB
dengan meminimalisasi terjadinya transmisi primer nosokomial dari penderita
MDR TB. Hanya dengan peralatan yang tidak terlalu rumit dan pelatihan untuk
dokter, pemeriksaan MODS dapat dengan mudah diinstitusionalisasikan di
Indonesia oleh pemerintah selama memenuhi standard operating procedure (SOP)
dan sistem kualitas yang diakreditasi oleh World Health Organization (WHO).

Referensi
1. Zignol M, Hosseini MS, Wright A, Weezenbeek CL, Nunn P, Watt CJ, et
al. Global incidence of multidrug-resistant tuberculosis. JID 2006 Aug; 194:
479-85.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Drug-resistant TB [Internet].
2014 [cited one Jul 25, 2014]. Available from:
http://www.cdc.gov/tb/topic/drtb/default.htm
3. Zhang Y, Yew WW. Mechanism of drug resistance in Mycobacterium
tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 2009; 13(11):1320–30.
4. Drobniewski F, Nikolayevskyy V, Maxeiner H, Balabanova Y, Casali N,
Kontsevaya I, et al. Rapid diagnostics of tuberculosis and drug resistance in
the industrialized world: clinical and public health benefits and barriers to
implementation. BMC Medicine 2013; 11(190): 1-11.
5. Naveen G, Peerapur BV. Comparison of the Lowenstein-Jensen medium,
the Middlebrook 7H10 medium and MB/Bact for the isolation of
Mycobacterium tuberculosis (MTB) from clinical specimens. Journal of
Clinical and Diagnostic Research 2012; 6(10): 1704-9.
6. Moore DAJ, Evans CAW, Gilman RH, Caviedez L, Coronel J, Vivar A, et
al. Microscopic-observation drug-susceptibility assay for the diagnosis of
TB. N Engl J Med 2006; 355(15): 1539-50.
7. Rasslan O, Hafez SF, Hashem M, Ahmed OI, Faramawy MAS, Khater WS,
et al. Microscopic observation drug susceptibility assay in the diagnosis of
multidrug-resistant tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 2012: 1-6.
8. Minh Ha DT, Ngoc Lan NT, Wolbers M, Kiet VS, Thanh Hang HT, Duc
NH, et al. Evaluation of microscopic observation drug susceptibility assay
for diagnosis of multidrug-resistant Tuberculosis in Viet Nam. BMC
Infectious Diseases 2012; 12(49): 1-11
9. Makamure B, Mhaka J, Makumbirofa S, Mutetwa R, Mupfumi L, Mason P,
et al. Microscopic-observation drug-susceptibility assay for the diagnosis of
drug-resistant tuberculosis in Harare, Zimbabwe. Plos One 2013; 8(2): 1-7.
10. Minion J, Leung E, Menzies D, Pai M. Microscopic-observation drug
susceptibility and thin layer agar assays for the detection of drug resistant
tuberculosis: a systematic review and meta-analysis. The Lancet 2010.
DOI:10.1016/S1473-3099(10)70165-1.

Anda mungkin juga menyukai