Anda di halaman 1dari 7

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang ada antara teori dan
aplikasi dalam menangani kasus di lapangan. Kesenjangan yang terjadi dan solusi
yang digunakan diharapkan dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien Tn. WS dengan diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan di ruang
Bratasena Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali. Pada bab ini akan diuraikan mengenai
hasil pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, implementasi serta evaluasi pada klien Tn. WS.
3.1 Pengkajian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau secara destruktif. Dalam
Yosep (2007), terdapat beberapa faktor penyebab dari seseorang melakukan perilaku
kekerasan salah satunya adalah faktor psikologis. Dalam faktor psikologis disebutkan
teori frustration-aggresion theory yang dikemukan oleh Freud yang menyatakan
bahwa apabila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi. Jadi
hampir semua orang yang melakukan tindakan amuk mempunyai riwayat perilaku
agresif. Pada kasus Tn. WS penyebab dari risiko perilaku kekerasan yang terjadi
adalah keinginannya untuk keluar dari RSJ dihalangi oleh ruangan yang ditrali dan
digembok serta oleh petugas ruangan, selain itu ketika dilakukan pengkajian klien
juga mengalami gangguan proses pikir : waham agama. Saat itu secara tidak sengaja
keyakinan klien sebagai Kresna ditentang oleh salah seorang pasien yang ada di luar
ruangan, sehingga ia juga menjadi marah.
Di samping itu penyebab lain yang memungkinkan terjadinya perilaku
kekerasan adalah adanya pengalaman pada masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan, sering mengalami kegagalan, dan kehidupan yang penuh tindakan
agresif serta penolakan. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh Tn. WS, yang
menyatakan bahwa ia memiliki beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan yang
terjadi padanya, dan menurut klien ketika mengingat hal tersebut klien akan menjadi
sedih dan marah. Adapun hal–hal tersebut yaitu menurut klien, sewaktu kecil klien
pernah diperkosa oleh anak yang lebih besar tubuhnya dibandingkan klien sehingga
dia tidak dapat melawannya. Klien juga mengaku pernah ingin dibunuh oleh
pamannya akibat masalah pohon pisang yang tidak sengaja ditebang oleh klien. Klien
mengatakan merasa tidak disayang ataupun dianggap oleh ayahnya padahal ia adalah
anak lelaki satu-satunya, dan terakhir klien merasa selalu ditinggalkan oleh pacar-
pacarnya akibat direbut oleh teman-temannya, klien tidak kuasa mempertahankannya
karena ia merasa tidak lebih tampan ataupun kaya dibandingkan dengan teman-
temannya itu. Selain itu, klien juga mengatakan sering dipukul oleh teman-temannya
tanpa tahu apa penyebabnya.
Adapun tanda, gejala dan perilaku yang sering nampak pada perilaku
kekerasan/agresif menurut Yosep (2007) dan Videback (2008) adalah gelisah,
ansietas, iritabilitas, berjalan mondar-mandir, otot tegang, pernapasan cepat,
berkeringat, suara keras, marah, wajah pucat atau kemerahan, berteriak, bersumpah,
agitasi, mengancam, menuntut, mengepalkan tangan, gestur mengancam,
menunjukkan sikap bermusuhan, kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah atau berpikir jernih, melempar-lempar benda, menendang, memukul,
meludah, menggigit, mencakar, menjerit, tidak mampu berkomunikasi dengan jelas,
afek labil, status mental berubah tiba-tiba, tidak mampu duduk diam, mudah
terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan, dan disorientasi serta mengacau
minta perhatian. Tanda, gejala, dan perilaku yang ada saat pengkajian baik subyektif
maupun obyektif sesuai dengan teori yang ada. Saat dilakukan pengkajian suara klien
keras dan cepat, klien nampak marah, mengancam akan mati jika tidak dikeluarkan,
berjalan mondar-mandir, klien nampak gelisah, agitasi, afek labil, wajah klien nampak
tegang, kontak mata baik namun mendelik, serta jika diajak mengobrol terkadang
jawaban klien sesuai dengan pertanyaan namun dilanjutkan dengan berbicara tidak
sesuai dengan topik. Dari tanda, gejala, dan perilaku tersebut maka diangkatlah risiko
perilaku kekerasan sebagai core problem dari kasus Tn. WS.
Menurut Yosep (2007), Tn. WS berada dalam rentang respon agresif dilihat
dari tanda, gejala dan perilakunya, sedangkan menurut Videbeck (2008), terdapat lima
fase dari siklus agresi, yang mana dimulai dari fase pemicu (peristiwa atau keadaan di
lingkungan yang memunculkan respon klien yang sering kali dalam bentuk
kemarahan atau permusuhan), eskalasi (respon klien memperlihatkan peningkatan
perilaku yang mengindikasikan pergerakan menuju kehilangan kendali), krisis
(periode krisis emosional dan fisik ketika klien kehilangan kendali), pemulihan (klien
memperoleh kembali kendali fisik dan emosional), pascakrisis (klien berusaha
memperbaiki hubungan dengan orang lain dan kembali ke tingkat fungsi sebelum
insiden agresi dan kembali seperti semula). Pada kasus Tn. WS, saat pengkajian klien
secara berangsur-angsur mengalami fase pemicu, eskalasi, dan terakhir adalah fase
krisis, yang mengakibatkan klien dilakukan restrain.
3.2 Perumusan Masalah
Setelah dilakukan pengkajian atau pengumpulan data maka langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah membuat daftar masalah, pohon masalah dan
diagnosa keperawatan. Perumusan masalah yang ada sesuai dengan teori, yang dalam
kasus Tn. WS diperoleh beberapa diagnosa keperawatan yaitu risiko perilaku
kekerasan sebagai core problem-nya, dan diagnosa lain sebagai etiologinya seperti
diagnosa gangguan proses pikir : waham agama, harga diri rendah kronis,
ketidakefektifan performa peran, ketidakefektifan koping, ketidakefekfan manajemen
kesehatan diri, dan ketidakmampuan koping keluarga
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan Pada Klien Dengan Risiko Perilaku
Kekerasan
Perencanaan tindakan keperawatan yang disusun untuk Tn. WS disesuaikan
dengan masalah utama (core problem) yang nampak pada klien yaitu risiko perilaku
kekerasan. Perencanaan yang disusun terlebih dahulu akan menentukan tujuan umum
lalu dilanjutkan dengan tujuan khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi yang akan
dilakukan. Perencanaan tindakan keperawatan yang disusun mengacu pada standar
asuhan keperawatan yang lazim digunakan dengan 10 tujuan khusus (TUK) yang
nantinya akan membantu menangani masalah yang dihadapi klien dengan risiko
perilaku kekerasan.
3.4 Implementasi Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. WS dilaksanakan selama empat
hari, yaitu dari tanggal 20 – 23 Desember 2011. Secara umum semua tindakan
keperawatan yang dilakukan pada Tn. WS sudah sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan, penulis bekerja sama
dengan perawat ruangan, karena penulis hanya melaksanakan asuhan keperawatan
selama praktik diruangan sedangkan perawat ruangan bisa memantau klien selama 24
jam. Implementasi keperawatan selama empat hari tersebut telah berhasil melakukan
lima tujuan khusus dari 10 tujuan khusus yang ada. Adapun hambatan yang terjadi
sehingga tidak semua tujuan khusus dapat terlaksana dikarenakan diawal pengkajian
klien tidak kooperatif dan tidak bersedia menerima kehadiran perawat, sehingga TUK
1 memerlukan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyelesaikannya. Ketika hari
ketiga klien sudah kooperatif sehingga implementasi dapat dilaksanakan dari TUK 1
hingga TUK 3, sementara hari keempat, klien masih kooperatif sehingga TUK 4 dan 5
berhasil dilaksanakan, hanya saja untuk TUK selanjutnya tidak bisa dilakukan pada
hari yang sama dikarenakan klien merasa tidak enak badan, jadi ia lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk tidur.
3.5 Evaluasi Hasil Implementasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama empat hari dari tanggal 20-23
Desember 2011, pelaksanaan asuhan keperawatan telah terlaksana sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Namun pelaksanaannya hanya sampai pada TUK 5 dari
10 TUK yang ada, yaitu klien mampu mengidetifikasi akibat dari perilaku kekerasan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
4.1.1 Hasil analisa pengkajian dapat dilihat bahwa klien mengalami risiko perilaku
kekerasan karena adanya stresor atau faktor predisposisi yang
melatarbelakanginya yakni ketika klien berusaha untuk dapat mencapai tujuan
yang diinginkan namun dihalangi maka timbul dorongan agresif. Hasil analisa
tanda dan gejala didapatkan data subyektif dan obyektif klien yaitu suara klien
keras dan cepat, klien nampak marah, mengancam akan mati jika tidak
dikeluarkan, berjalan mondar-mandir, klien nampak gelisah, klien sering
menendang-nendang pintu, agitasi, afek labil, wajah klien nampak tegang,
kontak mata baik namun mendelik, serta jika diajak mengobrol terkadang
jawaban klien sesuai lalu terkadang dilanjutkan dengan berbicara tidak sesuai
dengan topik.
4.1.2 Diagnosa keperawatan yang bisa dirumuskan yaitu risiko perilaku kekerasan
(core problem), gangguan proses pikir : waham agama, harga diri rendah
kronis, ketidakefektifan performa peran, ketidakefektifan koping,
ketidakmampuan koping keluarga, dan ketidakefektifan manajemen kesehatan
diri
4.1.3 Perencanaan yang disusun pada kasus ini sudah mengacu pada teori asuhan
keperawatan dengan diagnosa keperawatan prioritas risiko perilaku kekerasan
dimana tujuan umumnya adalah klien tidak melakukan tindakan kekerasan dan
tujuan khususnya yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan, klien
dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, klien dapat
mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernag dilakukannya, klien
dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
4.1.4 Implementasi telah dilaksanakan selama empat hari dari tanggal 20-23
Desember 2011. Secara umum tindakan keperawatan yang dilaksanakan sudah
sesuai rencana namun belum semua TUK bisa terlaksana karena di awal
pengkajian pasien belum bisa menerima kehadiran perawat sehingga BHSP
berlangsung lama, hari ketiga klien baru tampak kooperatif sehingga dapat
melaksanakan TUK 1, 2, 3. Sementara hari keempat klien tampak kooperatif
sehingga TUK 4 dan 5 berhasil dilaksanakan.
4.1.5 Evaluasi hasil implementasi asuhan keperawatan telah dilaksanakan dengan
baik. Namun pencapaian tujuan khusus hanya sampai pada TUK 5 yaitu klien
mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

4.2 Saran
4.2.1 Kepada mahasiswa selanjutnya diharapkan dapat membuat intervensi dan juga
melaksanakan implementasi terhadap diagnosa atau permasalahan lainnya
yang dialami klien selain core problem sehingga pelaksanaan asuhan
keperawatan professional dapat diberikan tidak hanya dari segi psikologis
namun tetap memperhatikan kebutuhan biologis dan fisik klien.
4.2.2 Kepada perawat di ruangan tempat Tn. WS dirawat diharapkan agar dapat
melanjutkan intervensi dan implementasi yang tidak dapat dilakukan oleh
penulis dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Tn. WS.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:
EGC
Hawari, H.D. 2008. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Keliat, B.A, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 Jakarta: EGC
Maramis, W.F.(2005), Catatan Ilmu Kepereawatan Jiwa, Airlangga University Press ;
Surabaya.
Nanda. 2010. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2010. Jakarta:
EGC
Rajiman, W. 2003. Pedoman Penulisan Laporan dan Strategi Pelaksanaan, Malang:
Dep Kes RI.
Stuart,G.W. & Sundeen,S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta:
EGC
Townsend,M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri, Edisi 3, Jakarta, EGC
Videbeck, SL. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Rafika Aditama

Anda mungkin juga menyukai