Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA DI


INDONESIA

1. Kurikulum 1999
1. Telaah Kurikulum 1999
Kalau ada yang menyatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang kerdil
dan tidak mau melihat kesalahan masa lalu untuk dapat menapaki masa depan
dengansukses barangkali tidak sepenuhnya salah. Setidak-tidaknya hal ini berlaku
dalam menjalankan sistem pendidikan nasional dalam kaitannya dengan
penggantian kurikulum sekolah,pembaruan, penyempurnaan, atau apa pun
namanya.Sejak tahun 1975 sampai tahun 1994 kita memiliki pengalaman
"menamba lsulam" kurikulum, dan hasilnya selalu saja tidak mampu
menghantarkan bangsa ini kepada kinerja pendidikan yang kompetitif dan
produktif. Banyak indikator yang dapat dipakai; misalnya seperti dilaporkan oleh
Bank Dunia kemampuan membaca siswa kita lebih rendah dibanding siswa di
negara-negara tetangga; prestasi pelajar kita di dalam International Mathematic
Olympic(IMO) selalu saja "jeblok",kecakapan berbahasa (Inggris) siswa dan guru
kita begitu rendah dibanding negara-negara lain, dan sebagainya.Meskipun
demikian, pengalaman buruk tersebut diulang kembali dengan"menambal sulam"
Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 1999, atau apapun namanya.

Durasi waktu yang digunakan untuk menggarap kurikulum baru


punnampak sempit sehingga, meminjam terminologi Bahasa Jawa,prosesinya
kelihatan sekali grusa-grusu; yaitu tergesa-gesa dan kurang hati-hati.
Pendekatannya jauh dari profesional,sehingga hasilnya pun tentu kurang optimal.
Memang ada kesan yang tidak dapat ditutup-tutupi bahwa ada sesuatu yang
dipaksakan dalam prosesi pembaruan kurikulum kita kali ini.Sebagian masyarakat

1
bahkan ada yang menganggap bahwa penerapan Kurikulum 1999 kali ini
merupakan upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian supaya masyarakat
tidak complainatas terjadinya berbagai kegagalan dalam pelaksanaan pendidikan
nasional.

Tiga Kelemahan Apakah Kurikulum 1999 yang baru ini memang lebih
efektif dan sempurna kalau dibandingkan dengan Kurikulum 1994? Sudah barang
tentu hal ini masih memerlukan waktu untuk membuktikan-nya. Apakah
kurikulum yang baru ini telah menyentuh kelemahan dasar yang dimiliki
kurikulum lama, artinya Kurikulum 1999 dapat mengatasi kelemahan Kurikulum
1994? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita mencoba membuat analisis
yang objektif.Di samping kelebihan yang ada, Kurikulum 1994 sebenarnya
memiliki tiga kelemahan yang cukup mendasar. Adapun kelemahan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Soal Tunggalistik.
Dalam realitasnya Kurikulum 1994 tidak bersifat pluralistik
dikarenakan kurang mengakomodasi perbedaan potensi dan kultur yang ada di
masyarakat. Kurikulum 1994 sarat dengan "muatan nasional" yang
berkonotasikan pada keseragaman beban. Memang benar bahwa setiap
sekolah diberi kesempatan untuk mengembangkan Muatan Lokal yang boleh
berbeda antarasekolah yang satu dengan yang lainnya; namun demikian hal
ini di dalam realitasnya banyak yang mandek, tidak berjalan. Bahkan di
banyak sekolah Muatan Lokal dianggap sebagai sekedar asesoris yang tidak
harus dipasang.Secara teknis juga sangat sulit melaksanakan Muatan Lokal
dikarenakan adanya tuntutan jam wajib yang terlalu padat; yaitu 42 jam
masing-masing untuk siswa kelas1, 2, dan 3 SMU dan SLTP. Juga 42 jam
untuk siswa kelas 5 dan 6 SD, dan 40 jam untuk kelas 4 SD. Jumlah ini pun
belum termasuk mata pelajaran "khas" bagi sekolah-sekolah swasta yang
berkarakter.
2) Soal fleksibilitas.

2
Kurikulum 1994 terkesan kaku dan benar-benar tidak fleksibel.
Beratnya beban yang ada pada kurikulum tersebut menyebabkan sivitas
sekolah tidak bisa kreatif untuk mengembangkan ide dan pemikirannya. Baik
sisimaterial (subject matter) maupun dari sisi cara pengajaran(methodology)
kurikulum kita benar-benar kurang sensitif terhadap pengembangan
kreativitas. Kelemahan ini tentu saja sangat mendasar sifatnya.Guru-guru di
sekolah kita di dalam mengajar anak didik tidak lagi mengaplikasi pendekatan
kreativitas dan kasih sayang tetapi lebih cenderung pada bagaimana dapat
mengejar target kurikulum. Bagaimana seluruh bahan ajar dapat disampaikan
kepada siswa agar supaya tidak ada keluhan di Ebtanasnya mengakibatkan
sang guru terkesan terburu-buru dalam mengajar tanpa mempedulikan
kemampuan siswa yang berbeda antara satu dengan lainnya. Apabila ada
sebagian siswa yang tertinggal dalam mengikuti pelajaran tertentu itu menjadi
persoalan yang kesekian setelah persoalan pencapaian target kurikulum itu
terselesaikan. Akibatnya banyak, atau bahkan kebanyakan, siswa kita menjadi
tertinggal beneran pada akhirnya.Ketiga, soal wawasan keeksaktaan. Kalau
dicermati ternyata materi eksaktadalam Kurikulum 1994 relatif sangat rendah
sehingga tidak mampu menciptakan secara lebih konkrit kita dapat mengambil
contoh di satuan SD misalnya. Dari delapan mata pelajaran di SD ternyata
hanya dua saja (25 persen) yang merupakanmatapelajaran eksakta; sedangkan
yang selebihnya bersifat noneksakta. Atau, dari total 195 jam pelajaran beban
kurikulum SD ternyata hanya 75 (38 persen) jam yang merupakan jam
eksakta. Di SLTP dari 302 total jam pelajaran ternyata hanya 111 (37 persen)
jam yang merupakan jam eksakta. Untuk SMU pada dasarnya sama
saja.Rendahnya wawasan keeksaktaan anak didik sudah barang tentu
berpengaruh pada banyak hal; antara lain kemampuan dalam mengembangkan
teknologi. Kalau perkembangan teknologi di negara kita selama ini terkesan
lamban dibanding negaralain hal itu tidak terlepas dari kasus rendahnya
wawasan keeksaktaan tersebut.Apakah Kurikulum 1999 bisa mengatasi
kelemahan-kelemahan yang terdapatdalam Kurikulum 1994. Jangankan

3
mengatasi, secara esensial menyentuh ketiga kelemahan yang mendasar pun
tidak. Ini berarti dengan atau tanpa menggunakan Kurikulum 1999 di sekolah
maka tiga kelemahan tersebut tetap saja tidak dapat teratasi untuk waktu-
waktu yang akan datang.Teori Three in One . Kalau perbaikan kurikulum
tidak mampu menyentuh permasalahan atau kelemahan yang dimiliki oleh
kurikulum yang sebelumnya sebenarnya kurikulum yang baru itu tidak perlu
dilaksanakan. Ia harus dikaji kembali, disempurnakan lagi,dan divalidasi
untuk bisa dijalankan di lapangan. Itupun masih ada persyaratan lainnya yang
perlu dipenuhi, yaitu dilakukan sosialisasi pada orang-orang yang akan
terlibat dalam pelaksanaan kurikulum baru termasuk pengelola
sekolah.Adalah Curtis R. Finch dan John R. Crunkilton. Dua orang ahli
kurikulum dari Virginia Polytechnic Institute and State Univer-sity ini dalam
karyanya'Curriculum Development in Vocational and Technical Education :
Planning, Content and Implementation' (1979) menyatakan bahwa untuk
menyusun dan mengimplementasi kurikulum (baru) setidak-tidaknya ada dua
hal yang harus diperhatikan; masing-masing menyangkut bagaimana metode
mengembangkan materi serta bagaimana membangun sistem
desiminasinya.Untuk mengembangkan materi kurikulum dan membangun sis-
temdesiminasinya kita dapat mengacu Teori “Three in One"; yaitu
memperhatikan tigaaspek baik dalam pengembangan materi maupun tiga
aspekdi dalam pembangunansistem desiminasi. Adapun ketiga aspek dalam
pengembangan materi adalah menyangkut ketersediaan waktu (time),
ketersediaan pakar (expertise), sertaketersediaan dana ("dollars"). Sedangkan
untuk mendesiminasikannya ada tigaaspek pula yang harus dipertimbangkan;
yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan pemakai dan pelaksana (audience),
kondisi geografis(geographical consideration),dan beaya penyebaran (cost).
3) Kurikulum 1999 terasa pendek, bahkan amat pendek. Indikasinya antara lain,
sekitar sebulan lalu salah seorang pejabat Departemen Pendidikan
menyatakan belum tahu bentuk dan struktur kurikulum baru karena memang
belum siap; tetapi beberapa hari yang lalu pimpinan sekolah sudah mendapat

4
instruksi untuk melaksanakannya.Bukan main; mungkinkan kurikulum yang
bagus dapat dihasilkan hanya dalam waktu sependek itu?Australia yang sudah
lebih mapan pendidikannya saja konon memerlukan waktudua sampai tiga
tahun hanya untuk menentukan bidang-bidang apa saja yang cocok
dikembangkan dalam kurikulum sekolah untuk mengantisipasi datangnya
milenium ketiga nanti. Hal ini terungkap di dalam pertemuan menteri-menteri
pendidikan dinegara-negara bagian Australia tanggal 22-23 April 1999 di
Adelaide yang menghasilkan'The Adelaide Decralation on National Goals for
Schooling in theTwenty-First Century'.

Dalam hal ini nampaknya pemerintah kurang melibatkan


pakar pendidikan "kelas satu"; jadi wajarlah kalau hasil yang dicapai jauh dari
memuaskan.Mengenai sistemperiodisasi proses belajar mengajar di SMK dapat
diambil contoh! Dalam Kurikulum1984 proses belajar mengajar dilaksanakan
dengan sistem semesteran, kemudian dalam Kurikulum 1994 berubah menjadi
sistem catur wulan.Kini, dalam Kurikulum 1999 kembali lagi kepada sistem
semesteran. Terasa sekali bahwa perubahan sistem seperti ini tidak dilandasi pada
konsepsi edukasional yang kokoh sebagai kontribusi dari para pakar pendidikan,
akan tetapi lebih cenderung pada selera birokrasi sebagai keinginan dari penguasa
pendidikan.Kesertaan masyarakat praktisi pendidikanyang berpengalam-an
nampaknya juga(sengaja) tidak dilibatkan secara maksimal dalam penggarapan
Kurikulum 1999. Para pakar dan praktisi dari lembaga swasta yang kualitas
output-nya diakui sampai keAustralia, Mesir, Arab, Jepang dan negara-negara
manca lainnya, yang di negerinya sendiri terkadang malah tidak diakui,
nampaknya juga tidakdiikut-sertakan secara intensif. Para pakar dan praktisi dari
lembaga pendidikan yang telah mendharmabaktikan pengabdiannya di dunia
pendidikan sejak jaman prakemerdekaan dan eksistensinya langsung didirikan
oleh Bapak Pendidikan Nasional juga tidak disertakan.
Apakah Kurikulum 1999 hanya dibuat oleh kaki tangan biro-krasi?
Semoga saja tidak; sebab di dalam sejarah tidak pernah ada kurikulum bikinan

5
kaki tangan birokrasi yang hasilnya bagus.Bagaimana soal dana? Kiranya kita
puncukup maklum bahwa Departemen Pendidikan bukanlah lembaga yang
berlebih dalam soal uang. Kalau Departemen Pendidikan kaya dengan uang maka
tidak mungkin terjadi jutaan anak yang tidak melanjutkan, ratusan ribu siswa
yang putus sekolah(drop out)serta puluhan ribu mahasiswa yang mengajukan cuti
kuliah. Kalau pun departemen ini berlebih uang maka pengembangan kurikulum
bukanlah prioritas untuk saat ini karena soal anak pantas diprioritaskan. Belum
lagi soal-soal lain yang lebih elementer seperti siswayang kurang gizi, dan
sejenisnya.Tidak Strategis .Di samping mutu dari materi (subject matter)
kurikulum yang masih perlu divalidasi maka momentum pelaksanaannya juga
kurang strategis. Apabila kita sebarkan angket kepada guru dan pengelola sekolah
mengenai ketersetujuan mereka atas pelaksanaan Kurikulum 1999 mungkin saja
akan didapatkan temuan 90 dari setiap seratus guru dan pengelola pendidikan
tidak setuju. Mengapa? Bagaimana mungkin mereka dapat melaksanakan
kurikulum dengan baik kalau pengetahuan dan informasi mengenai kurikulumnya
itu sendiri belum diperoleh secara lengkap.Kurang strategisnya momentum
pelaksanaan Kurikulum 1999 juga berkait dengan rencana dijalankannya
desentralisasi pendidik-an di daerah.Sekarang ini kita sudah memiliki Undang-
Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah. Menurut kedua UU ini Daerah Kabupaten (yang sekarang disebut
Kabupaten) dan Daerah Kota (yang sekarang disebut Kota Madya) memiliki
otonomi di berbagai bidang sekaligus; yaitu meliputi bidang pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan
tenaga kerja. Jadi jelaslah bahwa pendidikan (dan kebudayaan) termasuk bidang
yang diotonomikan kepada Daerah; pada hal otonomi ini harus dilaksanakan
selambat-lambatnya dua tahun terhitung kedua UU tersebut diundangkan. Perlu
diketahui bahwa UU Nomor 22 itu diundangkan sejak tanggal 7 Mei 1999 dan
UU Nomor 25 sejak tanggal 19 Mei 1999. Artinya selambat-lambatnya bulan Mei

6
2001 setiap daerah akan menjalankan otonomi di berbagai bidang, termasuk
bidang pendidikan.Kalau setiap Daerah nantinya menjalankan otonomi di bidang
pendidikan maka terjadilah apa yang disebut dengan desentralisasi pendidikan;
artinya pemerintah daerah berhak mengatur pelaksanaan pendidikan didaerahnya
masing-masing, dari soal guru (man), keuangan (money), sarana (material)
sampai kurikulum (method). Itu berarti paling lambat bulan Mei tahun 2001 nanti,
kalau otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tersebut berjalan sesuai
dengan rencana, maka sekolah-sekolah di daerah berhak untuk "menolak"
kurikulum dari pusat yang nota bene sakarang ini adalah Kurikulum 1999. Atau,
setidak-tidaknya "menolak" sebagian materi kurikulum dari pusat untuk dapatnya
mengembangkan kurikulum yang dianggap cocok dengan potensi dan kebutuhan
daerah. Jadi, ada kemungkinan Kurikulum 1999 itu tahun depan atau tahun
depannya menjalankan otonominya secara penuh sebagaimana diatur oleh UU.
Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 dapat mengubah "irama" belajar
disekolah yang baru saja akan teratur. Kalau dipaksakan, pelaksanaan
Kurikulum1999 hasilnya bisa kontra produktif. Kalau dipaksakan, pelaksanaan
Kurikulum1999 dapat membingungkan para pelaksana pendidikan di lapangan.
Kalau dipaksakan, pelaksanaan Kurikulum 1999 itu hanya membuang energi.

2. Kurikulum 2004

Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (Kurikulum


Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya
UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam
Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran
dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan
tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi
dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang

7
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge,
understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-
aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun
kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah
lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran),
kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi
akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia
kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat
Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang
dimiliki siswa.

A. Pengertian
Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai pebelajar, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002:3).

Kerangka dasar KBK dapat digambarkan sebagai berikut.

8
B. Kompetensi Utama
Mengacu pada kompetensi yang dikembangkan Anderson dan
Krathwhol (2001:ii), maka Kompetensi Utama dapat dikelompok menjadi 4
(empat) gugus, yaitu:

1) Factual Knowledge
Factual knowledge menyangkut pengetahuan tentang fitur-fitur
dasar yang harus diketahui oleh pebelajar dalam sebuah disiplin keilmuan
dan dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Jenis kompetensi ini
terdiri dari dua, yaitu:
a) Pengetahuan tentang terminologi
b) Pengetahuan tentang detil spesifik (specific details) dan fiturfitur dasar
(basic elements)

2) Conceptual Knowledge
Conceptual knowledge meliputi kompetensi yang menunjukkan
pemahaman tata hubungan antar fitur dasar dalam suatu struktur yang

9
lebih luas dan yang memungkinkan berfungsinya fitur-fitur tersebut.
Termasuk ke dalam kompetensi ini adalah:
a) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori
b) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip kerja dan generalisasinya
c) pengetahuan tentang teori, model, paradigma dan struktur dasar

3) Procedural Knowledge
Procedural knowledge meliputi pengetahuan dan pemahaman
bagaimana melakukan sesuatu (technical know how), metode inkuiri, dan
kriteria dalam menggunakan keterampilan, algotima, teknik, dan metode.
Termasuk dalam kompetensi ini, yaitu:
a) Pengetahuan tentang keterampilan khusus (subject-specific skills) dan
perhitungan-perhitungan (algorithm)
b) Pengetahuan tentang teknik dan metode khusus (subject-specific
techniques and methods)
c) Pengetahuan tentang kriteria penggunaan sebuah prosedur yang tepat

4) Metacognitive Knowledge.
Metacognitive knowledge merupakan kompetensi yang menyangkut
tentang pengetahuan terhadap kognisi secara umum dan kesadaran serta
memahami kognisi diri sendiri. Kompetensi ini meliputi 3 hal, yaitu:
a) Pengetahuan strategis
b) Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan
tentang kontekstualitas dan kondisi khusus
c) Pengetahuan tentang diri sendiri.

Ke-empat gugus kompetensi utama tersebut perlu dijembatani


dengan lima unsur pokok yang diamanatkan dalam Kepmen 045/U/2002,
yaitu: Pengembangan kepribadian (MK), pengembangan keahlian dan
keterampilan (MKK), pengemabngan keahlian berkarya (MKB),

10
pengembangan perilaku berkarya (PPB), dan pengembangan berkehidupan
bermasyarakat (PBB). Bila unsur-unsur kompetensi utama ini diwujudkan
ke dalam sebuah matrik, maka akan tampak sebagai berikut.

Tabel Matrik Kompetensi

Gugus
Kompetensi Factual Conceptual Procedural Metacognitive
Unsur Knowledge Knowledge Knowledge Knowledge
Kompetensi

Pengembangan
Kepribadian X X X

Pengembangan
Keilmuan dan X X
Keterampilan

Pengembangan
Keahlian X X
Berkarya

Pengembangan
Perilaku Berkarya X X

11
Pengembangan
Berkehidupan X X X
Bermasyarakat

Keterangan: X – persilangan antar gugus dan unsur yang perlu dikembangkan


sebagai kompetensi utama. (Hanya contoh)

1) KBK yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi


Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know,learning to do,
learning to live together, dan learning to be.

2) Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.

3) Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah
mata pelajaran belum bisa dikurangi.

4) Metode pembelajaran Keterampilan proses dengan melahirkan metode


pembelajaran PAKEM dan CTL,

5) Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian


memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan
penekanan penilaian berbasis kelas.

6) KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB),
penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi tentang
perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara
keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK adalah melakukan
penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan 12nstrument
tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan

7) pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun
makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber

12
belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal.

3. Kurikulum 2006
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah
kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh
sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi
(SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan
menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23
Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan

13
kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi
merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang memuat :
a) Kerangka dasar dan struktur kurikulum
b) Beban belajar,
c) Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan
pendidikan
d) Kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.SKL meliputi kompetensi
untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.Kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan
SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan
dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya
diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas
Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain
melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila
perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite
sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai

14
dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh
BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

A. Tujuan diadakannya KTSP


Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah memberlakukan
KTSP pada setiap jenjang pendidikan. Tujuan tersebut dijabarkan sebagai
berikut : Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikandan mendorong
sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola
dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa (2006: 22-23)

15
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan
dengan tujuh hal berikut :
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi dirinya.
b) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan.
c) Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena
sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
d) Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang
sehat.
e) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya
masing-masing.
f) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-
sekolah lain dalam meningkatkan mutu pendidikan.
g) Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang
berubah secara cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut


Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari
Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut:
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta
didik dan lingkungannya.Pengembangan kurikulum didasarkan
atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral proses pendidikan
agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu,
serta warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta
didik.
b) Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah dengan

16
tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta status sosial
ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.Kurikulum dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
d) Relevan dengan kebutuhan.
e) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi
pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
f) Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.
g) Belajar sepanjang hayat, kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.
h) Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan
lokal.Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun
kehidupan masyarakat.

B. Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting
sebagai berikut.
1) Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang
merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam
suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
2) Tujuan pendidikan satuan pendidikan

17
Tujuan pendidikan satuan pendidikan merupakan acuan dalam
mengembangkan KTSP. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Kalender pendidikan
Dalam penyusunan kalender pendidikan, pengembang
kurikulum harus mampu menghitung jam belajar efektif untuk
pembentukan kompetensi peserta didik, dan menyesuaikan dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta
didik.

4) Struktur muatan KTSP


Struktur muatan KTSP terdiri atas.
a) Mata pelajaran
b) Muatan lokal
c) Kegiatan pengembangan diri
d) Pengaturan beban belajar
e) Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
f) Pendidikan kecakapan hidup
g) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
5) Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok
mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan.
6) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

18
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk
mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam
Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.

TABEL PERBANDINGAN PERKEMBANGAN


KURIKULUM 2004 DAN 2006

Kurikulum Kurikulum
No Aspek
2004 2006
 Tap MPR/GBHN Tahun  UU No. 20/2003 – Sisdiknas
1999-2004  PP No. 19/2005 – SPN
 UU No. 20/1999 –  Permendiknas No. 22/2006 –
Pemerintah-an Daerah Standar Isi
Landasan  UU Sisdiknas No 2/1989  Permendiknas No. 23/2006 –
1 Hukum kemudian diganti dengan Standar Kompetensi Lulusan
UU No. 20/2003
 PP No. 25 Tahun 2000
tentang pembagian
kewenangan

Implementasi  Bukan dengan Keputusan/  Peraturan Mendiknas RI No.


2 /Pelaksanaan Peraturan Mendiknas RI 24/2006 tentang
Kurikulum  Keputusan Dirjen Pelaksanaan Peraturan
Dikdasmen Menteri No. 22 tentang SI

19
No.399a/C.C2/Kep/DS/20 dan No. 23 tentang SKL
04 Tahun 2004.
 Keputusan Direktur
Dikme-num No.
766a/C4/MN/2003 Tahun
2003, dan No. 1247a/
C4/MN/2003 Tahun 2003.

Ideologi  Liberalisme Pendidikan :  Liberalisme Pendidikan :


3 Pendidik- terciptanya SDM yang terciptanya SDM yang
an yang Dianut cerdas, kompeten, cerdas, kompeten,
profesional dan kompetitif profesional dan kompetitif
 Cenderung Sentralisme  Cenderung Desentralisme
Pendidikan : Kurikulum Pendidikan : Kerangka Dasar
Sifat (1) disusun oleh Tim Pusat Kurikulum disusun oleh Tim
4
secara rinci; Pusat; Daerah dan Sekolah
Daerah/Sekolah hanya dapat mengembangkan lebih
melaksanakan lanjut.
 Kurikulum disusun rinci  Kurikulum merupakan
oleh Tim Pusat (Ditjen kerangka dasar oleh Tim
Sifat (2)
5 Dikmenum/ Dikmenjur BSNP
dan Puskur)

 Berbasis Kompetensi  Berbasis Kompetensi


Pendekatan  Terdiri atas : SK, KD, MP  Hanya terdiri atas : SK dan
6 dan Indikator Pencapaian KD. Komponen lain
dikembangkan oleh guru

 Berubahan relatif banyak  Penambahan mata pelajaran


dibandingkan kurikulum untuk Mulok dan Pengem-
sebelumnya (1994 bangan diri untuk semua
suplemen 1999) jenjang sekolah
 Ada perubahan nama  Ada pengurangan mata
mata pelajaran pelajaran (Misal TIK di SD)
Struktur  Ada penambahan mata  Ada perubahan nama mata
7
pelajaran (TIK) atau pelajaran
penggabungan mata  KN dan IPS di SD dipisah lagi
pelajaran (KN dan PS di  Ada perubahan jumlah jam
SD) pelajaran setiap mata
pelajaran

20
8 Beban Belajar  Jumlah Jam/minggu :  Jumlah Jam/minggu :
SD/MI = 26-32/minggu SD/MI 1-3 = 27/minggu
SMP/MTs = 32/minggu SD/MI 4-6 = 32/minggu
SMA/SMK = 38-39/minggu SMP/MTs = 32/minggu
 Lama belajar per 1 JP: SMA/MA= 38-39/minggu
SD = 35 menit  Lama belajar per 1 JP:
SMP = 40 menit SD/MI = 35 menit
SMA/MA = 45 menit SMP/MTs = 40 menit
SMA/MA = 45 menit

9 Pengembanga  Hanya sekolah yang  Semua sekolah /satuan


n mampu dan memenuhi pendidikan wajib membuat
Kurikulum syarat dapat KTSP.
lebih mengembangkan KTSP.  Silabus merupakan bagian
lanjut  Guru membuat silabus tidak terpisahkan dari KTSP
atas dasar Kurikulum  Guru harus membuat
Nasional dan RP/Skenario Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Pembelajaran (RPP)

10 Prinsip  Keimanan, Budi Pekerti  Berpusat pada potensi,


Pengembanga Luhur, dan Nilai-nilai perkembangan, kebutuhan,
n Budaya dan kepentingan peserta
Kurikulum  Penguatan Integritas didik dan lingkungannya
Nasional  Beragam dan terpadu
 Keseimbangan Etika,  Tanggap terhadap
Logika, Estetika, dan perkembangan ilmu
Kinestetika pengetahuan, teknologi, dan
 Kesamaan Memperoleh seni
Kesempatan  Relevan dengan kebutuhan
 PengembanganPengeta kehidupan
huan dan Teknologi  Menyeluruh dan berkesinam-
Informasi bungan
 Pengembangan  Belajar sepanjang hayat
Kecakapan Hidup  Seimbang antara
 Belajar Sepanjang Hayat kepentingan nasional dan
 Berpusat pada Anak kepentingan daerah
 Pendekatan Menyeluruh
dan Kemitraan

11 Prinsip Tidak terdapat prinsip Didasarkan pada potensi,


Pelaksanaan pelaksanaan kurikulum perkembangan dan kondisi

21
Kurikulum peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang berguna bagi
dirinya.
Penegakkan lima pilar belajar:
 belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan
YME,
 belajar untuk memahami
dan menghayati,
 belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat
secara efektif,
 belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi
orang lain,
 belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri,
melalui proses pembela-
jaran yang efektif, aktif,
kreatif & menyenangkan.
12 Pedoman  Bahasa Pengantar Tidak terdapat pedoman
Pelaksanaan  Intrakurikuler pelaksanaan kurikulum seperti
Kurikulum  Ekstrakurikuler pada Kurikulum 2004.
 Remedial, pengayaan,
akselerasi
 Bimbingan & Konseling
 Nilai-nilai Pancasila
 Budi Pekerti
 Tenaga Kependidikan
 Sumber dan Sarana
Belajar
 Tahap Pelaksanaan
 Pengembangan Silabus
 Pengelolaan Kurikulum

22
23

Anda mungkin juga menyukai