Anda di halaman 1dari 3

Dongeng: Kisah Timun Mas

Mbok Sirni namanya, ia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat
membantunya bekerja. Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak
dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan keraksasa itu untuk disantap.
Mbok Sirnipun setuju. Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua
minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan berkilau seperti
emas. Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi
cantik yang diberi nama timun emas.

Semakin hari timun emas tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu hari datanglah raksasa untuk
menagih janji Mbok sirni amat takut kehilangan timun emas, dia mengulur janji agar raksasa datang
2 tahun lagi, karena semakin dewasa,semakin enak untuk disantap, raksasa pun setuju.
Mbok Sirnipun semakin sayang pada timun emas, setiap kali ia teringat akan janinya hatinyapun
menjadi cemas dan sedih.

Suatu malam mbok sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui petapa di
Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa yang
memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai
penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan
disuruhnya timun emas berdoa.

Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Timun emaspun disuruh keluar lewat pintu
belakang untuk Mbok sirni. Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya,
maka ditebarnya biji mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat
buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa. Lalu
timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon banbu yang sangat tinggi
dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar. Timun emaspun membuka
bingkisan garam dan ditaburkannya. Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitannya
raksasa dapat melewati. Yang terakhit Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika
terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasapun mati.
" Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini " Timun Emas mengucap syukur.
Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.
Demokrasi
Saya begitu mencintai demokrasi. Tapi saya cuman wong cilik, tak ada tampang seperti pejuang,
apalagi pahlawan gagah berani.

Saya tak mungkin masuk koran, wajah saya juga tak banyak dikenal orang. Perjuangan saya
hanya sebatas RT 01 tempat saya tinggal.

Demokrasi di tempat kecil ini begitu indah. Semua warga memaknai dan mengamalkan
demokrasi tanpa ada paksaan darimanapun.

Saat ada yang anti demokrasi di wilayah kecil nan indah ini, dengan gejolak semangat
perdamaian para warga akan meminta saya menyelesaikannya. Ya, mereka menghormati saya
sebagai pimpinan hasil demokrasi mereka.

Jika saya mampu, saya bisa mengerahkan mereka bila ada yang megusik demokrasi. Tapi toh
buat apa? Di sini, di RT 01, demokrasi sudah berjalan begitu indah. Semua membela demokrasi
dengan kompak dan dengan kesadaran sendiri.

Seandainya, semua wilayah negaraku seperti ini. Oh, sungguh indahnya.


Ibu Tercinta
Rasa ini selalu sama untukmu Ibu, semua cinta serta ketulusan. Hal-hal yang tidak akan pernah
tampak sederhana bagiku, tetapi engkau tulus dan menganggap bahwa semua sesederhana yang
kau lihat.

Senja merona yang berada di ujung barat selalu menjadi milik kita, untuk bisa menggenapkan
waktu menuju malam penuh harmoni. Bukankah begitu bu? Seperti itulah kau untukku, kau senja
yang hanya untukku.

Yang selalu menjadi kebahagiaanku. Fajar yang ada di ujung timur juga selalu jadi milik kita kan
Ibu? Untuk menerbitkan sinar setelah gelapnya malam yang diselimuti kabut kedamaian.

Selalu itu yang engkau katakan padaku, bahwa selalu ada harapan untuk semua aspek dalam
kehidupan ini. Engkaulah yang menerbitkan sinar saat duniaku gelap.

Fajar itu selalu memberikan kehangatan, seperti hangatnya secangkir kopi di pagi hari, kau ingat
kan itu bu? Kita selalu menikmati kebersamaan dengan tawa, menyeruput kopi itu sampai tetes
terakhir. Mengapa demikian Ibu?

Mengapa semua itu terasa indah saat bersamamu? Kau tahu Ibu, bahwa ini lebih suka duduk di
sampingmu dan menceritakan semua hak tentang apapun itu. Bagiku, hal ini lebih menenangkan
daripada aku mendengarkan alunan musik instrument favoritku.

Sudah kuduga dari dulu, bahwa engkau bukan wanita biasa. Lihatlah aku sekarang bu, aku yang
setiap harinya selalu bersamamu, sampai detik pun masih mengagumimu. Berapa kata yang
hendak kugunakan untuk mengungkapkan semua rasa kagumku terhadapmu? Seribu? Satu juta?
Itu semua tidak akan pernah.

IBu, anakmu ini ingin sekali menjadi yang terbaik di hidupmu. Ibu, anakmu ini ingin sekali
menjadi yang engkau banggakan. IBu, aku anakmu ini ingin sekali ada disampingmu untuk
selamanya. I Love Ibu.

Anda mungkin juga menyukai