Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan pembangunan yang terjadi hampir di seluruh kota besar di


Indonesia akhir-akhir ini menuntut kebutuhan lahan yang semakin meningkat,
baik untuk pemukiman maupun kegiatan perekonomian, sehingga lahan terbuka
yang berfungsi sebagai retensi dan resapan semakin berkurang. Keadaan ini
menyebabkan aliran permukaan akibat air hujan menjadi lebih besar sehingga
dapat menyebabkan saluran drainase tidak mampu lagi mengatasi banjir
genangan. Kondisi di Kota Meulaboh dalam beberapa tahun terakhir mengalami
perkembangan yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya
luas lahan terbuka. Kampus Universitas Teuku Umar (UTU) merupakan salah satu
lokasi dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan mengakibatkan
perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka.
Perubahan tata guna lahan dan berkurangnya lahan terbuka di kampus
UTU diperkirakan dapat mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi
dan menyebabkan aliran permukaan bertambah besar. Bertambah besarnya aliran
permukaan ini dapat menyebabkan dimensi saluran drainase yang telah ada tidak
cukup lagi sehingga air melimpas dan terjadi banjir genangan. Oleh sebab itu,
agar tidak terjadi banjir genangan ini, perlu upaya memperbesar air hujan yang
terinfiltrasi antara lain dengan Lubang Resapan Biopori (LRB).
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah metode resapan air yang ditujukan
untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada
tanah, peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang
pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan
kompos. Sampah organik yang akan digunakan adalah sampah sayuran, kulit buah
dan sabut kelapa. Sampah organik yang ditimbun pada lubang ini kemudian dapat
menghidupi fauna tanah, yang seterusnya akan membentuk pori-pori atau

1
terowongan dalam tanah (biopori) yang dapat mempercepat resapan air ke dalam
tanah secara horizontal.
Beberapa teknologi peresapan air ke dalam tanah seperti kolam resapan
(infiltration basin), parit resapan (infiltration trench), dan sumur resapan (french
drain) sudah dikenal masyarakat. Namun, teknologi peresapan air tersebut belum
dapat diterapkan secara meluas karena berbagai alasan, antara lain memerlukan
tempat yang relatif luas, waktu yang relatif lama, dan biaya yang relatif mahal.
Dengan demikian, masih perlu dikembangkan lagi alternatif teknologi peresapan
air yang lebih tepat guna pada lahan disekitar kampus Universitas Teuku Umar,
yang tidak perlu lahan luas dan waktu pembuatan yang lama, mudah dibuat dan
dipelihara dengan biaya lebih murah, serta lebih ramah lingkungan. Teknologi
peresapan air hujan tersebut adalah Model Peresapan Air Hujan dengan
menggunakan Metode Lubang Resapan Biopori (LRB). Lubang resapan biopori
(LRB) dikembangkan atas dasar prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memperbaiki
kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut.
Pada penelitian ini akan menggunakan 3 jenis sampah organik pada 3 lubang
resapan air. LRB akan digali disekitar lokasi penelitian atau dapat dilihat pada
Lampiran A Gambar A.1.1 dan A.1.2 Halaman 39 dan Halaman 40.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat beberapa


permasalahan yaitu:
1. Berapakah besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut?
2. Jenis LRB apakah yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut.
2. Untuk menentukan LRB yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU.

2
1.4 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah penelitian ini yaitu:


1. Lokasi penelitian di depan gedung Fakultas Teknik Universitas Teuku
Umar Kabupaten Aceh Barat.
2. LRB menggunakan sampah-sampah organik (sayuran, kulit buah, dan
sabut kelapa).
3. Data Curah Hujan diperoleh dari BMKG Cut Nyak Dhien mulai dari tahun
2000 sampai 2009.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mencegah atau mengantisipasi terjadinya genangan air sehingga


memperkecil kemungkinan terjadinya banjir di kawasan kampus
Universitas Teuku Umar.
2. Memberikan suatu masukan tentang lubang resapan untuk drainase yang
berwawasan lingkungan.

1.6 Hasil Penelitian

Dari data analisis hasil laju resap LRB pada lokasi penelitian Fakultas
Teknik di dapat hasil resapan air yang berbeda-beda antara tiap jenis sampah.
LRB yang lebih besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan variasi umur
sampah 21 hari adalah LRB jenis kulit buah. Hal ini dapat disebabkan aroma kulit
buah yang sangat kuat dan berasa manis sehingga mampu menarik lebih banyak
mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, rayap, dan sebagainya.

3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini membahas teori-teori yang digunakan dalam tugas akhir ini,
seperti pengertian hujan, pengertian tentang lubang resapan biopori dan debit
banjir rencana.

2.1 Hujan

Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai
ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses
terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang
turun sampai ke bumi. Hujan terbentuk apabila titik-titik air yang terpisah dari
awan jatuh ke bumi. Sebelum terjadinya hujan, pasti ada awan karena awan
adalah penampung uap air dari permukaan bumi. Air yang ada di permukaan bumi
baik laut, sungai atau danau menguap karena panas dari sinar matahari. Uap air ini
akan naik dan menjadi awan. Awan yang mengandung uap air ini akan terkumpul
menjadi awan yang mendung (Harto, 2000).
Pada suhu tertentu di atmosfer, uap air ini akan mengembun dan turun
menjadi hujan. Pengaruh hujan terhadap penentuan bentuk tanah bersifat kimiawi
dan sebagian bersifat mekanis. Bersifat kimiawi karena air hujan bukan air murni.
Di atmosfer air hujan menyerap gas-gas atmosfer, yaitu gas oksigen, gas nitrogen,
dan karbon dioksida. Disamping gas-gas ini, air hujan menyerap sejumlah asam
nitrat, asam belerang, garam-garam, mikroorganisme, dan debu. Proses mekanis
air hujan yaitu air hujan turun sangat deras dapat mengikis dan menggores tanah
sehingga terbentuk selokan. Hujan yang turun dengan lebat dapat menghanyutkan
tanah berkubik-kubik yang daya angkutnya sama dengan sungai. Apabila diatas
tanah tumbuh pepohonan dan semak belukar, maka tanah ini tidak akan hanyut
oleh air hujan, atau sebaliknya. Di Siria, Turki, Afrika, dan Spanyol sering terjadi
penggundulan hutan sehingga tanah di daerah tersebut mudah dihanyutkan air
hujan (Grolier International, 2004).

4
2.2 Lubang Resapan Biopori

Menurut Brata (2008), lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang


berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah.
Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari
permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan
air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding
LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah
cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan
tanah. Gambar lubang resapan biopori seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Lubang resapan biopori


Sumber : Brata, 2008.

Brata (2008), menyebutkan peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar


dengan adanya biopori yang dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman.
Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam
tanah, LRB perlu diisi dengan sampah organik sebagai sumber makanan bagi
biodiversitas tanah.
Adanya LRB dapat mempercepat peresapan air hujan dan mengatasi
sampah organik sehingga dapat mencegah timbulnya genangan air dan banjir,
serta menjauhkan dari bencana erosi dan longsor. Selain itu, sampah organik yang
ditimbun di dalam lubang juga dapat dijadikan sebagai kompos, sekaligus

5
meningkatkan kesuburan tanah serta dapat meningkatkan cadangan air bersih
(Brata, 2008).
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
untuk mengatasi banjir dengan cara, (Brata, 2008):
1. meningkatkan kapasitas infiltrasi.
2. mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah
kaca.
3. memanfaatkan peran aktivitas fauna dan akar tanaman, dan mengatasi masalah
yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan
malaria.
Lokasi pembuatan LRB harus benar - benar diperhatikan. Walaupun
diameternya cukup kecil bila dibandingkan dengan sumur resapan, tetapi lokasi
lubang tidak boleh dibuat di sembarang tempat. Selain harus indah dilihat, LRB
pun harus ditempatkan di lokasi yang dilalui aliran air serta tidak membahayakan
bagi manusia dan hewan peliharaan. LRB juga dapat dibuat untuk membuang air
hujan, di dasar alur yang dibuat disekeliling batang pohon, atau batas taman
(Brata, 2008).
Jumlah LRB yang akan dibuat sebaiknya disesuaikan dengan luasan tanah
yang ada. Jumlah LRB pada setiap luasan lahan tanah bisa dihitung berdasarkan
rumus berikut (Brata, 2008):
Intensitas hujan (mm/jam)×luas bidang kedap (m2 )
Jumlah LRB = (2.1)
laju peresapan air per lubang (liter/jam)

2.3 Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh
saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Metode untuk
memperkirakan laju aliran puncak yang umum digunakan adalah Metode Rasional
USSCS (1973), namun penggunannya terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran
kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Suripin, 2004).

6
Untuk penelitian drainase perkotaan sering digunakan Rumus Rasional
Modifikasi seperti berikut (Subarkah, 1980):
𝑄 = 0.2778. 𝐶. 𝐼. 𝐴 (2.2)
Dengan:
Q : debit limpasan (m3/dtk);
C : koefisien pengaliran/limpasan;
I : intensitas curah hujan (mm/jam);
A : luas daerah pengaliran (km2).

2.3.1 Koefisien aliran/limpasan


Koefisien aliran permukaan ( C ) adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya air permukaan terhadap besarnya curah hujan.
Faktor utama yang mempengaruhi koefisien limpasan adalah laju infiltrasi
tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Suripin (2004).
Untuk suatu daerah dengan beberapa penggunaan lahan, nilai Cgab dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
𝐶i𝐴i
Cgab = ∑ (2.3)
𝐴total
i=1

Dimana :
I : indek yang menunjukkan penggunaan lahan
Ci : koefisien aliran permukaan untuk masing-masing penggunaan lahan
Ai : luasan masing-masing penggunaan lahan dalam satu sub DAS
Atotal : luas sub DAS

Tabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasional

7
Tabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasional (Lanjutan)

(Sumber : Asdak, 1995)

2.3.2 Intensitas hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung semakin tinggi dan
makin besar periode ulangnya makin besar pula intensitasnya. Apabila data hujan
jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas
hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe seperti berikut (Suripin, 2004)
𝑅24 24 2/3
𝐼= (𝑡) (2.4)
24
Dengan :
I : intensitas hujan (mm/jam);
t : lama hujan (jam);
𝑅24 : curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm).

2.3.3 Hujan rencana


Perhitungan curah hujan rencana dapat dilakukan dengan analisis statistik
yaitu dengan menghitung parameter statistik dari data yang dianalisis. Curah
hujan rencana adalah curah hujan terbesar tahunan di dalam suatu daerah dengan

8
kala ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar perhitungan penelitian suatu
dimensi bangunan ( Harto, 2000).

a. Jenis distribusi
Menurut Harto (2000), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam
analisis sebaran dan banyak digunakan dalam hidrologi. Analisis sebaran tersebut
adalah :
1. Distribusi Normal
2. Distribusi Log Normal
3. Sebaran Gumbel
4. Sebaran Log Pearson III

1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana
persamaan distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut:
XT = X + KT (2.5)
Dimana :
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan
X = Nilai rata-rata hitung variat
S = Deviasi standar nilai variat
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang.

2. Distribusi Log Normal


Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai
berikut :
Rt  Xr  Kt  Sx (2.6)
Dimana :
Rt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun
R = Curah hujan rata – rata
Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun, Tabel 2.2
Sx = Standar deviasi

9
Tabel 2.2 Faktor frekuensi k untuk distribusi log normal 3 parameter
Peluang kumulatif ( % )
Koefisien 50 80 90 95 98 99
Kemencengan(CS) Periode Ulang ( tahun )
2 5 10 20 50 100

-2,00 0,2366 -0,6144 -12,437 -18,916 -27,943 -35,196

-1,80 0,2240 -0,6395 -12,621 -18,928 -27,578 -34,433

-1,60 0,2092 -0,6654 -12,792 -18,901 -27,138 -33,570

-1,40 0,1920 -0,6920 -12,943 -18,827 -26,615 -32,601

-1,20 0,1722 -0,7186 -13,067 -18,696 -26,002 -31,521

-1,00 0,1495 -0,7449 -13,156 -18,501 -25,294 -30,333

-0,80 0,1241 -0,7700 -13,201 -18,235 -24,492 -29,043

-0,60 0,0959 -0,7930 -0,3194 -17,894 -23,600 -27,665

-0,40 0,0654 -0,8131 -0,3128 -17,478 -22,631 -26,223

-0,20 0,0332 -0,8296 -0,3002 -16,993 -21,602 -24,745

0,00 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

0,20 0,0332 0,8996 0,3002 15,993 21,602 24,745

0,40 0,0654 0,8131 0,3128 17,478 22,631 26,223

0,60 0,0959 0,7930 0,3194 17,894 23,600 27,665

0,80 0,1241 0,7700 13,201 18,235 24,492 29,043

1,00 0,1495 0,7449 13,156 18,501 25,294 30,333

1,20 0,1722 0,7186 130,567 18,696 26,002 31,521

1,40 0,1920 0,6920 12,943 18,827 26,615 32,601

1,60 0,2092 0,6654 12,792 18,901 27,138 33,570

1,80 0,2240 0,6395 12,621 18,928 27,578 34,433

2,00 0,2366 0,6144 12,437 18,916 27,943 35,196

(Sumber: Suripin, 2003)

3. Distribusi Gumbel
Adapun rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan curah hujan
rencana dengan metode Gumbel adalah sebagai berikut :
Xt = Xr + (K . Sx) (2.7)

10
Dimana :
Xt = Hujan dalam periode ulang tahun
Xr = Harga rata – rata
K = Faktor Frekuensi
Untuk mendapatkan nilai faktor frekuensi (K) maka dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.8
𝑌𝑡−𝑌𝑛
𝐾= (2.8)
𝑆𝑛
Dimana :
Yt = Reduced variate, Tabel 2.3
Sn = Reduced Standard, Tabel 2.4
Yn = Reduced mean, Tabel 2.5

Tabel 2.3 Reduced mean (Yn)


n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,495 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,52
20 0,523 0,525
2 0,526
6 0,528
5 0,529
0 0,530
0 0,532
8 0,533
7 0,534
1 0,53
2 2
30 0,536 0,537
6 0,538
2 0,538
8 0,539
3 0,540
6 0,541
9 0,541
0 0,542
2 0,54
3 5
0
40 0,543 0,544
2 0,544
1 0,545
0 0,545
8 0,546
6 0,546
3 0,547
0 0,547
8 0,54
4 3
50 0,548 0,548
6 0,549
2 0,549
8 0,550
3 0,550
8 0,550
3 0,551
8 0,551
3 0,55
7 8
6
60 0,552 0,552
5 0,552
9 0,553
3 0,553
7 0,553
1 0,553
4 0,554
8 0,554
1 0,55
5 1
70 0,554 0,555
1 0,555
4 0,555
7 0,555
0 0,555
3 0,556
5 0,556
8 0,556
0 0,55
3 4
8
80 0,556 0,557
8 0,557
0 0,557
2 0,557
5 0,557
7 0,558
9 0,558
1 0,558
3 0,55
5 6
5
90 0,558 0,558
9 0,558
0 0,559
2 0,559
4 0,559
6 0,559
8 0,559
0 0,559
1 0,55
3 8
7
10 0,560 0,560
6 0,560
7 0,560
9 0,560
1 0,560
2 0,560
3 0,560
5 0,561
6 0,56
8 9
5
0
(Sumber: Suripin, 02003) 2 3 4 6 7 8 9 0 1
9
1
Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,949 0,967 0,983 0,997 10,09 10,20 10,31 10,41 10,49 10,56
20 10,62 10,69
6 10,75
6 10,81
3 10,86
1 10,91
5 10,96
6 11,00
6 11,04
1 11,08
3 5
30 11,12 11,15
8 11,19
6 11,22
4 11,25
1 11,28
4 11,31
5 11,33
1 11,36
4 11,38
7 0
40 11,41 11,43
4 11,45
9 11,48
3 11,49
6 11,51
5 11,53
5 11,55
3 11,57
9 11,59
3 8
50 11,60 11,62
3 11,63
6 11,65
8 11,66
0 11,68
9 11,69
9 11,70
8 11,72
7 11,73
4
60 11,74 11,75
7 11,77
3 11,78
8 11,79
8 11,80
7 11,81
1 11,82
6 11,83
8 11,84
01 4
70 11,85 11,86
7 11,87
9 11,88
0 11,89
2 11,89
3 11,90
3 11,91
4 11,92
4 11,93
4 4
80 11,93 11,94
4 11,95
3 11,95
3 11,96
1 11,97
0 11,98
8 11,98
6 11,99
5 12,00
3 0
8 5 3 9 7 3 0 7 4 1

11
Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn) (Lanjutan)
90 12,00 12,01 12,02 12,02 12,03 12,03 12,04 12,04 12,05 12,06
10 12,06 12,06
7 12,07
3 12,07
0 12,08
6 12,08
2 12,08
8 12,09
4 12,09
9 12,09
5 0
(Sumber: Suripin,
0 5 2003)9 3 7 1 4 7 0 3 6

Tabel 2.5 Reduced variate (YTr)


Periode Ulang Reduced Variate Periode Ulang Reduced Variate

Tr (tahun) YTr Tr (tahun) YTr

2 0,3668 100 46,012


5 15,004 200 52,969
10 22,510 250 55,206
20 29,709 500 62,149
25 31,993 1000 69,087
50 39,028 5000 85,188
75 43,117 10000 92,121
(Sumber: Suripin, 2003)

4. Distribusi Log Pearson III


Metode Log Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan membentuk persamaan garis lurus, sehingga dapat
dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut :
Y = Y + k .S (2.9)
Dimana :
X = Curah hujan (mm)
YT = Nilai logaritmik dan X atau log X dengan periode ulang tertentu
Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = Deviasi standar nilai Y
K = Karakteristik distribusi peluang log-pearson tipe III

b. Uji keselarasan chi-kuadrat


Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling
sesuai dari beberapa metode distribusi statistik yang telah dilakukan maka
dilakukan uji keselarasan. Uji keselarasan chi- kuadrat menggunakan rumus :
(𝑂𝑖−𝐸𝑖)2
𝑋 2 − ∑𝑛𝑖=0 (2.10)
𝐸𝑖

12
Dimana :
X2 = harga chi square terhitung
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1
N = jumlah data

Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat


α Derajat kepercayaan
dk 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,000039 0,000157 0,00098 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879


2
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

13
Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (Lanjutan)
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645


28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,67

(Sumber: Suripin, 2003)

Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < dari X2 kritis.
Nilai X2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.6. Dari hasil pengamatan yang didapat
dicari penyimpangannya dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai
nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat
kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dk = n – 3 (2.11)
Dimana :
Dk = derajat kebebasan
n = banyaknya d

c. Penentuan jenis distribusi


Triatmodjo (2008) menyebutkan penentuan jenis distribusi yang sesuai
dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter statistik dengan syarat
masing-masing jenis ditribusi. Untuk menentukan jenis parameter distribusi dapat
dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi


No. Jenis Distribusi Syarat
Cs ≈ 0
1 Normal
Ck = 0
2 Log Normal Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497
Cs ≤ 1,1396
Gumbel
3 Ck ≤ 5,4002

4 Log Pearson III Cs ≠ 0

Sumber: Triatmodjo, 2008

14
2.4 Penelitian Terdahulu

Widyastuti (2013), meneliti dengan membandingkan kecepatan proses


pengkomposan berbagai jenis sampah organik dalam biopori, bahan yang di
gunakan daun kering dan sampah dapur. Penelitian ini memberikan
rekomendasikan bahwa pengisian biopori tidak hanya sampah daun kering saja
yang berasal dari kebun atau halaman tetapi juga sampah dapur.
Humaira (2011), merencanakan LRB untuk mengetahui perbandingan
dimensi saluran drainase Kopelma Darussalam-Kampus Unsyiah, pada kondisi
daerah tanpa biopori, dengan kondisi daerah setelah diberi biopori. Penelitian ini
mengambil distribusi sebaran Gumbel, dengan curah hujan rencana periode ulang
2 tahun. Jumlah biopori yang direncanakan pada kawasan Kopelma Darussalam
bagian Selatan sebanyak 3350 LRB, dengan diameter masing-masing ∅10 cm dan
kedalaman biopori 80 cm. Hasil pemanfaatan biopori tersebut dapat mengurangi
debit aliran permukaan rata-rata.
Efendi (2013), LRB dibuat dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm
dan jarak antar LRB 100 cm. LRB dibuat sebanyak 6 lubang, 3 LRB tidak
diberikan pupuk kompos, dan 3 LRB lainnya diberikan pupuk kompos. Setiap
LRB diberikan penyiraman yang berbeda. Bahan yang di gunakan pupuk kompos
Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur hara N, P, dan K pada tanah setelah
diberikan LRB meningkat, baik pada LRB tanpa kompos maupun LRB yang
diberikan kompos. Namun jika dibandingkan kandungan unsur haranya (N, P, dan
K), LRB yang diberikan kompos kandungan unsur haranya lebih tinggi dari pada
LRB yang tanpa kompos.
Penelitian ini akan membandingkan laju resapan pada tiga LRB dengan
jenis sampah yang berbeda. Bahan yang akan di gunakan adalah daun kering, sisa
sayuran, sabut kelapa. Hasil penelitian ini akan menunjukan perbandingan laju
reasapan pada masing-masing LRB.

15
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan beberapa aspek yang terkait dengan metode
penelitian yang digunakan, yaitu lokasi penelitian, pengumpulan data dan analisis
data. Bagan alir dari metode penelitian dapat dilihat pada Lampiran A Gambar
A.3.1 Halaman 41.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di depan gedung Fakultas Teknik


Universitas Teuku Umar Negeri Alue Peunyareng Kecamatan Meureubo Aceh
Barat atau pada 196.1060 LS dan 4.13810 BT. Ada 3 titik yang di jadikan tempat
pembuatan LRB yaitu pada lingkungan Fakultas Teknik.

3.2 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit banjir rencana,
ukuran dimensi LRB dan proses pembuatan LRB yang merupakan data primer.
Data sekunder yang digunakan adalah peta tata guna lahan dan data curah hujan.

3.2.1 Ukuran dimensi lubang resapan biopori


Lubang resapan biopori berdiameter 10 cm dengan kedalaman lubang 80
- 100 cm. Pada penelitian ini LRB menggunakan 3 jenis sampah organik yaitu
sayuran, kulit buah dan sabut kelapa. Data ini digunakan untuk menganalisis laju
resapan air pada tiap jenis LRB.
1. Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan lubang resapan biopori (LRB) :
1. Bor biopori
2. Sampah organik (sayuran busuk, kulit buah dan sabut kelapa)
3. Kawat jaring
4. Wadah untuk tanah

16
5. Gayung dan timba
6. Pipa PVC diameter 10 cm
2. Proses pembuatan lubang resapan biopori (LRB) sebagai berikut :
a. Siram dengan sedikit air bagian tanah yang akan dibor, agar tanah menjadi
lunak dan tidak melekat saat pengeboran.
b. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10
cm. Kedalamannya sekitar 80 - 100 cm atau sampai melampaui muka air
tanah jika dibuat tanah yang mempunyai permukaan air dangkal.
c. Putar setang bor biopori searah jarum jam sambil ditekan, setelah mata bor
terisi dengan tanah, tariklah bor biopori keluar
d. Perkuat mulut LRB dengan pipa.
e. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, dan
sisa-sisa tanaman pada ketiga LRB.
f. Sampah organik perlu ditambahkan jika isi lubang sudah berkurang atau
menyusut akibat proses pelapukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran A.3.2 sampai A.3.5 Halaman 42 sampai Halaman 45.

3.2.2 Data curah hujan


Data curah hujan diperlukan untuk mendapatkan curah hujan rencana
yang kemudian hujan rencana ini digunakan untuk mendapatkan debit banjir
rencana. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian
maksimum tahunan dengan panjang pencatatan selama 10 tahun yaitu mulai tahun
2000 hingga tahun 2009 hasil pencatatan stasiun di BMKG Cut Nyak Dhien,
Aceh Barat. Data curah hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada
Lampiran B Tabel B.3.1 Halaman 48 sampai Halaman 52.

3.2.3 Peta tata guna lahan


Pemanfaatan lahan di suatu daerah perkotaan merupakan salah satu
parameter utama penyebab terjadinya genangan. Peta tata guna lahan dapat
digunakan untuk menentukan koefisien aliran (C). Peta tata guna lahan diperoleh

17
dari Bappeda Kota Meulaboh. Peta dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.6
Halaman 46.

3.3 Analisis Data

Analisis data meliputi kegiatan-kegiatan menganalisis data penentuan


jumlah lubang resapan biopori, debit banjir rencana dan pemilihan jenis distribusi
curah hujan.

3.3.1 Jumlah lubang resapan biopori


Untuk menentukan jumlah lubang resapan biopori yang ideal pada
kawasan Fakultas Teknik UTU dilakukan analisis mencari intensitas hujan luas
bidang kedap dan laju resapan air perlubang pada persamaan 2.1. Halaman 6.

3.3.2 Debit banjir rencana


Penentuan debit banjir rencana dilakukan dengan cara menganalisis debit
(Q) limpasan menggunakan persamaan 2.2. Halaman 7. Setelah dihitung Q
limpasan selanjutnya dihitung koefisien pengaliran/limpasan dan intensitas hujan
dengan menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4. Halaman 7 dengan cara
menganalisis curah hujan maksimum dalam setahun.

3.3.3 Pemilihan jenis distribusi curah hujan


Pemilihan jenis distribusi curah hujan akan ditentukan dengan
mecocokkan parameter statistik dengan syarat masing-masing distribusi. Tabel
parameter statistik untuk penentuan jenis ditribusi dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Halaman 14. Penentuan jenis distribusi mengikuti distribusi Normal dan Log
Normal, distribusi Gumbel dan distribusi Log Pearson III berdasarkan perhitungan
yang di tunjukkan pada persamaan 2.5 sampai 2.9 Halaman 9 dan 12. Berdasarkan
hasil perhitungan jenis distribusi hujan, curah hujan rencana dihitung menurut
jenis distribusi yang terpilih.

18
3.3.4 Tahapan pelaksanaan penelitian
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Pengumpulan data primer dan data sekunder.
2. Menentukan lokasi pembuatan LRB.
3. Melakukan pembuatan LRB sebanyak 9 lubang selama 2 hari.
4. Memeriksa kondisi LRB dalam jangka waktu 7,14 dan 21 hari.
5. Memeriksa kondisi sampah organik pada 7 hari, jika sudah terjadi
pembusukan maka akan diisi kembali sampah organik lain.
6. Mengolah data hasil LRB yang didapat selama 7,14 dan 21 hari.
7. Mengolah data curah hujan bulanan maksimum selama periode 10 tahun
untuk mendapatkan hujan selama 24 jam.
8. Menghitung Q debit banjir puncak akibat hujan berdasarkan pengaruh tata
guna lahan dengan Metode Rasional.
9. Menghitung data curah hujan maksimal kemudian diturunkan dengan
Mononobe.
10. Menggambar kurva IDF berdasarkan data-data yang telah didapat.
11. Setelah nilai kedua data di dapat akan ditentukan jumlah LRB yang
dibutuhkan pada kawasan Fakultas Teknik UTU untuk mencegah adanya
genangan.
12. Jika jumlah LRB telah diketahui dan dari jumlah LRB yang ditentukan
sanggup mengurangi genangan maka penelitian ini dianggap selesai.

19
3.3.5 Bagan alir lapangan

MULAI

Penentuan tempat
pembuatan LRB

Pembuatan LRB

Alat Jenis bahan Proses pembuatan LRB


1. Bor Biopori 1. Sayuran 1. Buat lubang silindris diameter
2. Sampah organik 2. Kulit buah 10 cm dan kedalama 80 - 100
3. Kawat jaring 3. Sabut kelapa cm.

4. Wadah untuk tanah 2. Perkuat mulut LRB dengan pipa


diameter 10 cm.
5. Gayung dan timba
3. Isi lubang dengan sampah
6. Pipa 10 cm
organik pada ketiga LRB.

Pengamatan laju resap LRB Pada titik 1, 2 dan 3

Minggu I Minggu II Minggu III

Menganalisis data lapangan

Membuat diagram dan grafik perbandingan hasil


laju resapan LRB dan menentukan jumlah LRB
yang ideal pada Fakultas Teknik UTU.

SELESAI

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab disampaikan pembahasan hasil perhitungan dan pembahasan


Biopori yang berkenaan dengan perencanaan. Pembahasan dilakukan berdasarkan
teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan sebelumnya.

4.1 Analisis Data

Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil penggunaan tata guna lahan,
analisis hidrologi, analisis intensitas curah hujan, perkiraan debit aliran dengan
metode rasional, analisis lubang resapan biopori, dan jumlah lubang resapan
biopori.

4.1.1 Penggunaan Tataguna Lahan


Universitas Teuku Umar mempunyai luas 1,098,948.89 m2. Oleh karena itu
kampus UTU dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya wilayah Fakultas
Teknik yang rutin mengalami genangan pada saat terjadi durasi hujan dan
intensitas yang tinggi, dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan
mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi dan menyebabkan air
permukaan yang bertambah.
Untuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan
jenis penggunaan lahan pada suatu daerah untuk dapat memperkirakan persentase
pada suatu lokasi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan pada kampus UTU
pada wilayah Fakultas Teknik dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik


Koefisien
Jenis Daerah Persentase (%) Luas daerah (A) CxA
limpasan (C)

Lahan Berumput 45 2.622 0.1 0.26222


Jalan Aspal 10 0.583 0.9 0.52443
Gedung Fak. Teknik 30 1.748 0.5 0.87405

21
Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik (Lanjutan)
Jalan batu 15 0.874 0.7 0.61184
Total 100% 5.827 2.27253
Koef. aliran (C) = 0.39

Persentase penggunaan lahan yang ada di wilayah Fakultas Teknik UTU.


Dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput yaitu
mencapai 45% hampir seperempat wilayah tersebut dikelilingi oleh lahan
berumput dan selebihnya terdapat gedung Fakultas Teknik 30%, jalan aspal 10%
dan jalan batu 15%. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada
Lampiran C.4.1 Halaman 53.

4.1.2 Analisis Hidrologi


Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data-data yang telah
tersedia. Berdasarkan data tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan
hujan bulanan maksimum rata-rata dan mendapatkan nilai intensitas curah hujan.

a. Curah hujan maksimum


Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu
tertentu. Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan dari
BMKG Stasiun Cut Nyak Dhien 10 tahunan (2000 – 2009). Data curah hujan
maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari)


Bulan
Tahun Max
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2000 132 54 61 75 83 78 97 48 38 69 46 131 132

2001 64 89 58 78 75 39 97 92 69 58 79 57 97

2002 15 17 98 43 59 86 39 97 47 37 83 42 98

2003 96 30 96 70 49 62 131 42 85 95 101 35 131

2004 121 125 62 102 35 48 38 155 80 61 116 82 155

2005 43 73 106 83 68 37 48 46 85 53 72 56 106

22
Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari) (Lanjutan)
2006 50 70 52 42 19 54 66 65 88 107 60 31 107

2007 39 41 31 37 50 37 60 101 35 135 42 94 135

2008 165 100 31 95 94 40 100 100 96 75 77 69 165

2009 25 63 96 107 100 66 45 59 95 45 75 26 107

Data curah hujan maksimum yang telah dianalisis dari tahun 2000-2009
sehingga bisa mendapatkan grafik tinggi rendahnya durasi curah hujan pada 10
tahun terakhir. Perbedaan tinggi durasi hujan tiap tahun yang telah dianalisis dapat
di lihat pada Gambar 4.1

Curah Hujan Maksimum


200
150
100
Curah hujan Maksimum
50
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Gambar 4.1 grafik tinggi curah hujan maksimum

Gambar di atas menjelaskan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2008
dengan durasi maksimum 165 mm/hari dan yang terendah terjadi pada tahun 2001
dengan durasi maksimum 97 mm/hari. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut
dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 54.

b. Frekuensi curah hujan rencana


Untuk tabulasi curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi
data hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu :

1. Perhitungan Distribusi Normal


Distribusi Normal merupakan distribusi yang memodelkan fenomena
kuantitatif. Distribusi Normal disebut pula distribusi Gauss yang memiliki rata-
rata 0 dan simpangan baku 1, dapat dilihat pada tabel 4.3.

23
Tabel 4.3 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Normal
Metode Distribusi Normal

No Tahun p p-pbar (p-pbar)2 (p-pbar)3 (p-pbar)4

1 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976

2 2001 97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056

3 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208

4 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304

5 2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912

6 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504

7 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176


8 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872
9 2008 165 41.700 1738.890 72511.71 3023738.432
10 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176
Jumlah 1233 0.000 5178.1 58858.44 5180432.617
Rata - rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262
Sd 23,986
Cv 0,195
a 8174.783
Cs 0,5923
b 7195045.301
Ck 3,1051

Tabel 4.3 Perhitungan menggunakan distribusi normal, Dari hasil


perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd) = 23,986,
Koefisien variasi (Cv) = 0,195, Koefisien skewnees (Cs) = 0,5923 dan koefisien
curtois (Ck) = 3,1051. Agar lebih jelas perhitungan tersebut dapat dilihat pada
Lampiran C.4.2 Halaman 54.

2. Perhitungan Distribusi Log Normal


Distribusi Log Lormal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X.
Distribusi Log-Pearson Type III akan menjadi distribusi Log Normal apabila
nilai koefisien kemencengan CS = 0,00. Perhitungan distribusi Log normal dapat
dilihat pada Tabel 4.4.

24
Tabel 4.4 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Normal
Metode Log Normal
No Tahun P y = ln P (y - ybar) (y - ybar)2 (y - ybar)3 (y - ybar)4
1 2000 132 4.883 4.883 23.842 116.415 568.429
2 2001 97 4.575 4.575 20.928 95.739 437.980
3 2002 98 4.585 4.585 21.022 96.385 441.921
4 2003 131 4.875 4.875 23.768 115.871 564.896
5 2004 155 5.043 5.043 25.436 128.285 646.997
6 2005 106 4.663 4.663 21.748 101.419 472.961
7 2006 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782
8 2007 135 4.905 4.905 24.062 118.029 578.966
9 2008 165 5.106 5.106 26.071 133.115 679.680
10 2009 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782
Jumlah 1233 47.981 47.981 230.546 1109.325 5345.395
Rata-rata 123.30 4.798 4.798 23.055 110.932 534.540
S 5.061
Cv 1,055
a 154.0
Cs 1,188
Ck 1,616

Hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd)
= 5,061, Koefisien variasi (Cv) = 1,055, Koefisien skewnees (Cs) = 1,188, dan
koefisien curtois (Ck) = 1,616. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat
dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 55.

3. Perhitungan Distribusi Gumbel


Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya
untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien
kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS < 1,139 dan koefisien kurtois
(Coefisien Curtois) atau Ck < 5,4002. Pada metode ini biasanya menggunakan
distribusi dan nilai ekstrim dengan distribusi dobel eksponensial.

25
Tabel 4.5 Perhitungan curah hujan rencana menggunakan distribusi Gumbel
Metode Gumbel
No Tahun x x-xbar (x-xbar)2 (x-xbar)3 (x-xbar)4
1 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976
2 2001 97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056
3 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208
4 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304
5 2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912
6 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504
7 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176
8 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872
9 2008 165 41.700 1738.890 72511.713 3023738.432
10 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176
Jumlah 1233 0.000 5178.100 58858.440 5180432.617
Rata Rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262
Sx 23.986
Sn 0.950
yn 0.495
cv 0.195
cs 0.592
ck 2.174

Hasil dari perhitungan distribusi Metode Gumbel didapat nilai Standar


deviasi (Sd) = 23.986, koefisien variasi (Cv) = 0,195, koefisien skewnees (cs) =
0,592 dan koefisien curtois (ck) = 2,174. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut
dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 56.

4. Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III


Distribusi Log Pearson Type III digunakan untuk analisis variabel
hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekuensi distribusi
dari debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Type III, mempunyai
koefisien kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS ≠ 0, perhitungan
distribusi Log Pearson type III dapat dilihat pada tabel 4.6.

26
Tabel 4.6 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Pearson Type III
Metode Log person III
(Log x – (Log x - Log (Log x – Log (Log x – Log
No Tahun x Log X
Log Xbar) Xbar)^2 Xbar)^3 Xbar)^4
1 2000 132 2.1206 0.0368 0.0014 0.0000 0.0000
2 2001 97 1.9868 -0.0970 0.0094 -0.0009 0.0001
3 2002 98 1.9912 -0.0926 0.0086 -0.0008 0.0001
4 2003 131 2.1173 0.0335 0.0011 0.0000 0.0000
5 2004 155 2.1903 0.1065 0.0113 0.0012 0.0001
6 2005 106 2.0253 -0.0585 0.0034 -0.0002 0.0000
7 2006 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000
8 2007 135 2.1303 0.0465 0.0022 0.0001 0.0000
9 2008 165 2.2175 0.1337 0.0179 0.0024 0.0003
10 2009 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000

Jumlah 1233 20.8381 0.0000 0.0612 0.0016 0.0006


Rata-rata 123.30 2.0838 0.0000 0.0061 0.0002 0.0001

S log 0,0825

Cs log 0,3855

Cv log 0,0007

Ck log 0,1604

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, dalam Tabel 4.6 menjelaskan
bahwa didapat hasil koefisien skewnees (Cs) = 0,3855 dan nilai koefisien curtois
(Ck) = 0,1604. Setelah melakukan perhitungan ini kemudian dilakukan
perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G) dan perhitungan curah hujan
rencana distribusi log pearson III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
4.7 dan 4.8.

Tabel 4.7 Perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G)


Nilai G
2 5 10 25 50 100
0.2 -0.033 0.83 1.301 1.818 2.159 2.472
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615
0.38545 -0.064 0.817 1.316 1.875 2.254 2.605

27
Tabel 4.8 Perhitungan curah hujan rencana distribusi log pearson type III
T PT RT
G G.s Log RT
(tahun) (%) (mm)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2 5 -0.064 -0.005 2.079 119.829
5 2 0.817 0.067 2.151 141.636
10 1 1.316 0.108 2.192 155.705

Pada Tabel 4.8 menjelaskan debit curah hujan rencana periode ulang 2, 5
dan 10 tahunan hujan, hasil yang didapat pada periode ulang 10 tahunan yaitu
mencapai 155,705 mm/jam. Untuk lebih jelasnya lagi hitungan tersebut dapat
dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 58.
Untuk menentukan jenis distribusi curah hujan yang akan dipakai dalam
perencanaan ini, maka hasil perhitungan curah hujan rencana periode ( T)
tahun pada empat metode tersebut harus dianalisis dengan syarat-syarat jenis
sebaran di bawah ini :

Tabel 4.9 Jenis sebaran


No Jenis Distribusi Syarat Perhitungan Kesimpulan
Tidak
CS = 0.5924
Cs ≈ 0 memenuhi
1 NORMAL
Ck ≈ 3 Tidak
CK = 3.1051
memenuhi
Tidak
CS = 1.1884
LOG memenuhi
2
NORMAL Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497 Tidak
CK = 1.6163
memenuhi
Tidak
CS = 0.5924
Cs ≤ 1,1396 memenuhi
3 GUMBEL
Ck ≤ 5,4002 Tidak
CK = 2.1736
memenuhi
LOG CS = 0.3855
4
PEARSON III
𝐶𝑠≠0 Memenuhi
CK = 0.1604

Sumber: Triatmodjo, 2008


Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati
adalah sebaran Log Pearson Type III dengan nilai koefisien skewnees (Cs) =

28
0,3855 mendekati persyaratan Cs ≤ 0 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604
yang mendekati persyaratan Ck ≤ 0,3.
Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji
kecocokan sebarannya dengan chi kuadrat. Hasil uji kecocokan sebaran
menunjukan distribusinya dapat diterima atau tidak.

c. Uji keselarasan chi kuadrat


Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling
sesuai dari beberapa metoda distribusi statistik yang telah dilakukan maka
dilakukan uji keselarasan.
Tabel 4.10 X2 Cr hitungan
No. P(X) EF OF EF-OF (EF-OF)2 (EF-OF)2 / EF

1 85.5<X<100 2 1 1 1 0.5
2 100<X<105 2 2 0 0 0
3 105<X<106.5 2 2 0 0 0
4 106.5<X<135 2 2 0 0 0
5 135<X<146 2 3 -1 1 0.5
10 10 1

Bandingkan X2 Cr hasil tabel dengan X2 Cr hasil hitungan.


X2 Cr tabel = 7,815
X2 Cr hasil hitungan =1

Syarat :
X2 Cr hitungan < X2 Cr tabel
1 < 7,815
Dari perhitungan sebaran yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
X2 Cr hasil hitungan = 1 < X2 Cr tabel =7,815 maka distribusi yang dilakukan
memenuhi syarat dan dapat digunakan. Hitungan tersebut dapat dilihat pada
Lampiran C.4.2 Halaman 60.

29
4.1.3 Analisis intensitas curah hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan waktu. Setelah
dilakukan analisis curah hujan periode ulang 10 tahunan, dengan menggunakan
distibusi Log Pearson III. Metode yang dipakai untuk mendapatkan data intensitas
curah hujan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perhitungan intensitas curah hujan


RT (2 th) RT (5 th) RT (10 th)
t (Menit)
119.829 141.636 155.705
1 41.542 4.094 21.094
2 26.170 5.571 17.178
3 19.972 6.671 15.233
4 16.486 7.580 13.989
5 14.207 8.371 13.094
6 12.581 9.077 12.405
7 11.353 9.721 11.851
8 10.386 10.315 11.391
9 9.601 10.870 11.001
10 8.950 11.391 10.663
11 8.399 11.884 10.366
12 7.926 12.352 10.102
13 7.514 12.800 9.865
14 7.152 13.228 9.651
15 6.830 13.640 9.456
16 6.543 14.037 9.276
17 6.283 14.420 9.111
18 6.048 14.791 8.958
19 5.834 15.151 8.816
20 5.638 15.500 8.683
21 5.458 15.840s 8.558
22 5.291 16.171 8.441
23 5.137 16.494 8.331
24 4.993 16.809 8.226
Max 41.542 16.809 21.094

Intensitas curah hujan dengan durasi 24 jam dengan periode ulang 10


tahunan. Dari tabel tersebut dapat dilihat tinggi intensitas curah hujan yang terjadi
sebesar 21,094 mm/dtk. Untuk perhitungan dapat dilihat pada Lampiran C.4.3
Halaman 62.

30
Dari hasil perhitungan intensitas curah hujan yang telah dilakukan
sebelumnya dapat digambarkan kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Dapat
dilihat pada gambar 4.2.

25.000

20.000

15.000

10.000 Periode 10 tahun

5.000

0.000
0 5 10 15 20 25 30
Gambar 4.2 kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF).

Dari penurunan dengan mononobe, selanjutnya digambar kurva IDF


seperti pada Gambar 4.2. Pola curah hujan yang tidak menentu saat ini memberi
pengaruh besar terhadap lingkungan. Perhitungan debit banjir rencana dengan
metode rasional untuk perancangan saluran memerlukan data intensitas curah
hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari Kurva
IDF. Kurva IDF ini bertujuan untuk memperkirakan debit puncak yang terjadi di
daerah tangkapan.

4.1.4 Perkiraan debit aliran dengan metode rasional


Setelah mendapatkan nilai koefisien limpasan yang dihitung berdasarkan
tata gunalahan dan nilai intensitas hujan selanjutnya yaitu menghitung debit (Q)
dengan menggunakan rumus Q = 0,2778.C.I.A yang dapat dilihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Debit aliran dengan metode rasional


Kala Ulang Koef. Limpasan Intensitas Hujan Luas daerah Debit Rencana
10 0,39 21,094 5,827 13,32

Untuk lebih jelasnya perhitungan debit aliran dengan metode rasional


dapat dilihat pada Lampiran C.4.4 Halaman 63.

31
4.1.5 Analisis lubang resapan biopori (LRB)
Lokasi pembuatan LRB dilakukan di depan gedung Fakultas Teknik UTU,
pembuatan LRB dilakukan di 3 titik tetapi salah satu titik lokasi tidak dapat
digunakan karena limpasan dan genangan yang tinggi, oleh karena itu hanya 2
titik lokasi yang dilakukan pembuatan LRB, dimana masing-masing lokasi
pembuatan dibuat 3 LRB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran A.4.1
Halaman 47.

a. Analisis lubang resapan biopori (LRB) pada titik I


Dari pengamatan yang di dapat volume pada minggu pertama sayur 6,835
lt/dtk, kulit buah 6,679 lt/dtk dan sabut kelapa 7,071 lt/dtk pada minggu kedua
sayur 5,893 lt/dtk, kulit buah 5,657 lt/dtk dan sabut kelapa 6,757 lt/dtk dan pada
minggu ketiga sayur 5,108 lt/dtk, kulit buah 4,085 lt/dtk dan sabut kelapa 6,443
lt/dtk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Perbandingan hasil laju resap LRB pada titik I


Jenis Sampah
Umur Sampah
Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa
7 hari 6,835 lt/dtk 6,679 lt/dtk 7,071 lt/dtk
14 hari 5,893 lt/dtk 5,657 lt/dtk 6,757 lt/dtk
21 hari 5,108 lt/dtk 4,085 lt/dtk 6,443 lt/dtk

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat digambarkan grafik


perbandingan hasil laju resap LRB. Dapat dilihat pada gambar 4.3.

8
7
6
7 hari
5
14 hari
4
3 21 hari

2
1
0
Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan hasil laju resap LRB lokasi I.

32
Gambar 4.3 menjelaskan pemilihan LRB pada titik lokasi I yang lebih
besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan umur sampah selama 21 hari
adalah LRB dengan menggunakan sampah jenis kulit buah. Besarnya resapan air
yang didapat adalah sebesar 4,085 lt/dtk.

b. Analisis lubang resapan biopori (LRB) pada titik II


Hasil pengamatan pada titik lokasi II minggu pertama di dapat volume pada
sayur 7,071 lt/dtk, kulit buah 6,835 lt/dtk dan sabut kelapa 7,228 lt/dtk minggu
kedua sayur 6,364 lt/dtk, kulit buah 6,285 lt/dtk dan sabut kelapa 6,757 lt/dtk dan
pada minggu ketiga sayur 5,814 lt/dtk, kulit buah 4,872 lt/dtk dan sabut kelapa
6,364 lt/dtk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Perbandingan hasil laju resapan LRB pada titik II


Jenis Sampah
Umur Sampah
Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa
7 hari 7,071 lt/dtk 6,835 lt/dtk 7,228 lt/dtk
14 hari 6,364 lt/dtk 6,285 lt/dtk 6,757 lt/dtk
21 hari 5,814 lt/dtk 4,872 lt/dtk 6,364 lt/dtk

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat digambarkan grafik


perbandingan hasil laju resap LRB. Dapat dilihat pada gambar 4.4.

8
7
6
7 hari
5
14 hari
4
21 hari
3
2
1
0
Sayur Kulit Buah Sabut Kelapa
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan hasil laju resap LRB lokasi II.

33
Dari data analisis hasil laju resap LRB pada titik lokasi II Besarnya resapan
air yang didapat dalam waktu 21 hari adalah 4,872 lt/dtk. Untuk lebih jelasnya
hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.5 Halaman 63.
Kedua hasil laju resap LRB yang didapat berbeda-beda antara tiap jenis
sampah. Namun pada lokasi I menunjukkan LRB yang lebih besar dalam
meresapkan air limpasan. Berdasarkan dengan umur sampah 21 hari pada jenis
sampah kulit buah. Besarnya resapan air yang didapat pada titik lokasi I adalah
sebesar 4,085 lt/dtk dan titik lokasi II 4,872 lt/dtk. Hal ini dapat disebabkan aroma
kulit buah yang sangat kuat dan berasa manis sehingga mampu menarik lebih
banyak mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, dan rayap menuju
sampah. Selain itu permukaan kulit yang licin juga berpengaruh dalam
melewatkan air menjadi semakin mudah. Sedangkan massa sabut kelapa jauh
lebih ringan/ kecil daripada sampah sayuran dalam hal ini sayur kangkung
memiliki batang yang tebal dan lebih lama dalam mengurainya.

4.1.6 Menentukan Jumlah Lubang Resapan Biopori (LRB)


Hasil dari data debit limpasan digunakan untuk menghitung jumlah LRB
dan mengetahui kebutuhan LRB pada daerah penelitian sehingga jumlah yang di
dapat diharapkan mampu mencegah terjadinya genangan, agar lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 4.15 Jumlah lubang resapan biopori yang disarankan


21,094 mm/jam x 5,82 m2
Jumlah LRB = 68 LRB
180 lt/jam

Dari data diatas jumlah lubang resapan biopori yang disarankan untuk
daerah Fakultas Teknik UTU memerlukan sebanyak 68 lubang resapan biopori.

4.2 Pembahasan

Universitas Teuku Umar mempunyai luas 1,098,948.89 m2. Oleh karena


itu kampus UTU dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya wilayah Fakultas

34
Teknik yang rutin mengalami genangan pada saat terjadi durasi hujan dan
intensitas yang tinggi, dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan
mengakibatkan air permukaan yang bertambah.
Persentase penggunaan lahan yang ada di wilayah Fakultas Teknik UTU.
Pada penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput yaitu mencapai 45%
hampir seperempat wilayah tersebut dikelilingi oleh lahan berumput dan
selebihnya terdapat gedung Fakultas Teknik 30%, jalan aspal 10% dan jalan batu
15%.
Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu
tertentu. Data curah hujan maksimum yang telah dianalisis dari tahun 2000-2009
mendapatkan grafik tinggi rendahnya durasi curah hujan pada 10 tahun terakhir
Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan durasi maksimum 165
mm/hari dan yang terendah terjadi pada tahun 2001 dengan durasi maksimum 97
mm/hari.
Untuk tabulasi curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi
data hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu
Perhitungan Distribusi Normal, Perhitungan Distribusi Log Normal, Perhitungan
Distribusi Gumbel dan Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III. Dari
keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran
Log Pearson Type III dengan nilai koefisien skewnees (Cs) = 0,3855 mendekati
persyaratan Cs ≤ 0 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604 yang mendekati
persyaratan Ck ≤ 0,3.
Intensitas curah hujan dengan durasi 24 jam dengan periode ulang 10
tahunan. Tinggi intensitas curah hujan yang terjadi sebesar 21,094 mm/dtk.
Setelah data intensitas curah hujan didapat selanjutnya dilakukan pembuatan
LRB. lokasi LRB di depan gedung Fakultas Teknik yang berada di atas lahan
kampus UTU, pembuatan LRB dilakukan di 3 titik lokasi tetapi salah satu lokasi
tidak dapat digunakan karena limpasan dan genangan yang tinggi, oleh karena itu
hanya 2 titik lokasi yang dilakukan pembuatan LRB, dimana masing-masing
lokasi pembuatan dibuat 3 lubang berbentuk silinder dengan cara menggali
didalam tanah menggunakan alat bor manual, berdiameter mata bor 10 cm dan

35
panjang 80-100 cm, dan jarak antar LRB 100 cm, kemudian diberi sampah
organik. Dari data analisis hasil laju resap LRB pada dua lokasi di dapat hasil
resapan air yang berbeda-beda antara tiap jenis sampah. Namun pada lokasi I
menunjukkan LRB yang lebih besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan
variasi umur sampah 21 hari adalah jenis kulit buah. Untuk menambah laju resap
LRB yang tinggi jumlah lubang resapan biopori yang disarankan untuk daerah
Fakultas Teknik UTU memerlukan sebanyak 68 lubang resapan biopori.

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan penulisan dari hasil olah data yang di dapat dan perbandingan
laju resap LRB serta menentukan LRB yang efektif yaitu :
1. Intensitas curah hujan yang terjadi dengan durasi 24 jam untuk periode
ulang 10 tahunan dengan menggunakan metode log pearson III adalah
21,094 mm/dtk.
2. Pengamatan pada titik lokasi I besarnya resapan air yang didapat adalah
sebesar 4,085 lt/dtk.
3. Pada titik lokasi II besarnya resapan air yang didapat adalah 4,871 lt/dtk.
4. Jumlah LRB yang disarankan pada wilayah Fakultas Teknik UTU
memerlukan sebanyak 68 LRB.

5.2 Saran

Saran akan disampaikan sesuai dengan rekomendasi terhadap hasil dan


pembahasan dalam penulisan ini.
1. Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk
drainase ramah lingkungan dengan LRB agar lebih cepat diterapkan dan
efisien dalam pelaksanaannya.
2. Pentingnya sosialisasi krisis air bersih dan upaya pemulihannya, akan
mampu memacu kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap
pelestarian sumberdaya air tanah.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Brata, K.R & Nelistya A, 2008. Lubang Resapan Biopori, Penebar Swadaya,
Depok.
2. Chow, V.T., 1997, Hidrolika Saluran Terbuka, Terjemahan Nensi Rosalina,
Erlangga, Jakarta.
3. Effendi, SZ., 2014. Dampak Lubang Resapan Biopori (LRB) Terhadap
Ketersediaan Hara Dalam Tanah. Universitas jember, Jember.
4. Harto, S., 2000, Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5. Humaira, Z., 2011. Perbedaan Dimensi Saluran Drainase Kopelma
Darussalam Pada Lahan Dengan Dan Tanpa Memanfaatkan Biopori.
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
6. Mulyadi, T.E., 2012, Kajian Efektifitas Sistem Jaringan Drainase Kota
Lhokseumawe, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
7. Soemarto, C.D., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta.
8. Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi,
Yogyakarta.
9. Triatmodjo, B., 2003, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta
10. Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.
11. Widyastuti, S., 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu
Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori.Universitas PGRI Adi Buana,
Surabaya.
12. Yulianur, A., 2003, Drainase Perkotaan, Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.

PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)


SEBAGAI METODE UNTUK MENGURANGI
GENANGAN DAN MENINGKATKAN DAYA RESAPAN
TANAH …
TR AGUSTI - 2016 - repository.utu.ac.id

38

Anda mungkin juga menyukai