Anda di halaman 1dari 34

Muhammad Adiguna Said 1102010174

LI 1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Pankreas


LO 1.1 Anatomi makroskopis

Memiliki struktur lunak dan berlobus, berada pada abdomen di region epigastrium.
Terdiri atas 4 bagian :
a. Caput : cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di belakang
a.v. mesenterica superior dan terdapat processus uncinatus
b. Collum : terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superior
c. Corpus : berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengah
d. Cauda : menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa

Batas – Batas
a. Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum, bursa
omentalis, gaster
b. Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v. cava inferior,
aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra, glandula suprarenalis
sinistra, renal sinistra & hilus lienalis

Perdarahan
Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena Lienalis, V.
Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke vena porta hepatica.

Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis

Saluran Kelenjar Pankreas


a. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
b. Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)
LO 1.2 Anatomi mikroskopis

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :


(1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk
ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah
50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang
tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane
(2003) :
a. Sel α, jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel ß mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel δ mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel γ mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang
tidak jelas.
LI 2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin
LO 2.1 Struktur

Insulin adalah suatu polipeptida yang


mengandung dua rantai asam amino
yang dihubungkan oleh jembatan
disulfida. Rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari
30 asam amino. Ada perbedaan kecil
dalam komposisi molekul asam amino
dari suatu spesies ke spesies lain.
Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologis suatu
insulin pada spesies heterolog tetapi sukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat antigenic.
Bila insulin dari suatu spesies disuntikkan dalam jangka lama ke spesies lain, akan terbentuk
antibody antiinsulin yang menghambat insulin yang disuntikkan. Hamper semua pasien yang
pernah mendapat insulin sapi yang ada di pasaran selama lebih dari 2 bulanmembentuk antibody
terhadap insulin sapi, tetapi titernya biasanya rendah. Insulin babi berbeda dari insulin manusia
hanya pada satu residu asam amino dan memiliki antigenisitas yang rendah. Insulin manusia
yang dihasilkan dalam bakteri oleh teknologi DNA rekombinan sekarang digunakan secara luas
untuk menghindari pembentukan antibodi.

LO 2.2 Regulasi
Glukosa masuk ke dalam semua sel
melalui difusi terfasilitasi atau, di usus
dan ginjal, melalui transport aktif
sekunder dengan Na+. di otot, jaringan
lemak, dan sebagian jaringan lain,
insulin mempermudah masuknya
glukosa ke dalam sel dengan
meningkatkan jumlah transporter
(pengangkut) glukosa di membrane sel.
Transporter glukosa yang berperan
dalam difusi terfasilitasi glukosa
melintasi membrane sel adalah
sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi membrane sel serta memiliki
terminal amino dan karboksil di dalam sel. Protein-protein ini berbeda, dan tidak memiliki
homologi, dengan transporter glukosa dependen natrium (sodium-dependent glucose
transporter), SGLT 1 dan SGLT 2, yang berperan dalam transport aktif sekunder glukosa keluar
usus dan tubulus ginjal, maupun SGLT juga memiliki 12 ranah (domain) transmembran. Asam
amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam segmen heliks transmembran 3, 5, 7,
dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat masuk glukosa. Diperkirakan kemudian terjadi
konformasi lalu perubahan, dan glukosa kemudian dilepaskan ke dalam sel.
Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai
urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu asam amino, dan
afinitasnya terhadap glukosa bervariasi. Tiap-tiap transporter tampaknya memiliki tugas khusus.
GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam
vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Bila reseptor
insulin di sel-sel ini diaktifkan,vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi
dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membrane sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak
membrane yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel siap untuk pajanan
insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membrane
sel dengan mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase, tetapi bagaimana pengaktifan ini memicu
pergerakan vesikel masih belum dipastikan.
Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membrane selnya ditingkatkan oleh
insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh hormone lain.
Hormone pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan tertentu. Proses ini dalam
keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga bukanlah merupakan reaksi penentu
kecepatan (rate-limiting step) dalam metabolism glukosa. Namun, proses ini merupakan reaksi
penentu kecepatan di sel B.
Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui
peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT 4 di membrane sel, melainkan dengan memicu
glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel
tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.
Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke
dalam membrane sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak bergantung
pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga dapat menurunkan kadar
gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5’-AMP mungkin berperan dalam insersi vesikel
ini ke membrane sel.

LO 2.3 Sekresi

Sel-sel beta pancreas mempunyai


sejumlah besar pengangkut glukosa
(GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya
ambilan glukosa dengan kecepatan yang
sebanding dengan nilai kisaran fisiologis
konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu
berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat
oleh glukokinase. Langkah ini menjadi
penentu kecepatan metabolisme glukosa di
sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan
jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya
dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang
peka-ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase
membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang
penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam
cairan ekstrasel melalui eksositosis.

Insulin dibentuk dalam reticulum endoplasma kasar sel B. Insulin kemudian dipindahkan
ke apparatus golgi, tempat ia mengalami
pengemasan dalam granula berlapis
membrane. Granula ini bergerak ke
membrane plasma melalui suatu proses
yang melibatkan mikrotubulus, dan isi
granula dikeluarkan melalui eksitosis.
Insulin kemudian melintasi lamina basalis
sel B serta kapiler di dekatnya dan
endotel kapiler yang berpori untuk
mencapai aliran darah.
Seperti hormone polipeptida dan
protein serupa lain yang masuk ke dalam
reticulum endoplasma, insulin disintesis
sebagai suatu bagian dari praprohormon
yang berukuran besar. Pada manusia, gen
untuk insulin terletak di lengan pendek
kromosom 11. Praproinsulin memiliki peptide sinyal asam amino 23 yang dikeluarkan sewaktu
molekul ini molekul ini memasuki reticulum endoplasma. Molekul sisanya kemudian berlipat,
lalu terbentuk ikatan disulfide sehingga akhirnya terbentuk proinsulin. Segmen peptide yang
menghubungkanrantai A dan B, connecting peptide (peptide C), mempermudah melipatnya
molekul dan kemudian terlepas dari granula sebelum sekresi. Peptide C dapat diukur dengan
radioimmunoassay, dan kadarnya digunakan untuk menilai indeks fungsi sel B pada pasien yang
mendapat insulin eksogen.

A. Fase 1 (acute insulin secretion response) : sekresi insulin segera setelah ada rangsangan
sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat mencegah hiperglikemi akut.
B. Fase 2 (sustained phase) : setelah fase 1, sekresi insulin mulai meningkat perlahan dan
bertahan dalam waktu relative lebih lama

Jika fase 1 tidak adekuat  mekanisme kompensasi  peningkatan sekresi insulin fase 2

LO 2.4 Ekskresi
Pada orang normal dan pasien DM tanpa komplikasi, masa paruh insulin di plasma
sekitar 5-6 menit,sedangkan pada DM yang mempunyai antibody anti-insulin nilai tersebut
memanjang. Proinsulin masa paruhnya lebih panjang (+ 17 menit). Insulin dalam peredaran
darah didistribusi ke seluruh tubuh melalui cairan ekstrasel.
Degradasinya terjadi di hepar, ginjal, otak, dan sekitar 50% insulin di hepar akan dirusak
dan tidak akan mencapai sirkulasi sistemik. Klirens peptide-C di hepar lebih rendah, karenanya
masa paruhnya lebih panjang (+ 30 menit). Hormon ini mengalami filtrasi glomeruli dan
reabsrobsi serta degradasi di tubuli ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berat dapat
mempengaruhi kecepatan eliminasi insulin.
Ada 2 enzim yang berperan pada degradasi insulin yaitu (1) enzim glutation insulin
transhidrogenase yang menggunakan glutation tereduksi untuk memecah jembatan disulfide dan
(2) enzim proteolitik yang memecah rantai asam amino. Akibat pemecahan jembatan disulfide
maka rantai A bebas dapat ditemukan dalam plasma dan urin.
LI 3. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus
LO 3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Melitus tipe 2 adalah
diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat,
tetapi sel sasaran insulin kurang peka terhadap hormone ini dibandingkan dengan sel normal.
LO 3.2 Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas
sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
2. Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu
DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel
beta pankreas.
3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
4. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.
5. Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
6. Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel
beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang
melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM
akibat bakteri masih belum bias di deteksi.
(Waspadji, 2002)
LO 3.3 Klasifikasi

LO 3.4 Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut :
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah
yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml),
akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini
akan memudahkan terjadinya gangren.

Patofisiologi DM (Brunner and Suddarth, 2002) :


1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin
(glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan,
keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur.
3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama
kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005)

LO 3.5 Manifestasi Klinis


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).

LO 3.6 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan
baik.

Catatan :
Untuk kelompok
risiko tinggi yang tidak

menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun
tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan Fisik :
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index
(ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain :


i. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
ii. A1C
iii. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
iv. Kreatinin serum
v. Albuminuria
vi. Keton, sedimen, dan protein dalam urin
vii. Elektrokardiogram
viii. Foto sinar-x dada

LO 3.7 Diagnosis Banding

A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin
umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap
insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat
resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk
komplikasinya.

B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non
spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah
dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140
– 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu
dari tersebut dibawah ini :
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram
glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl
sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena
risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat
besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara
140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes.
Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori)
tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL.

LO 3.8 Komplikasi
Diabetes Mellitus (DM) dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi berupa komplikasi akut (yang terjadi
secara mendadak) dan komplikasi kronis (yang terjadi secara menahun).
1. Komplikasi akut dapat berupa :
1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/d
2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan
hiperketogenesis
3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh
hiperlaktatemia.
4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak
ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

2. Komplikasi kronis :
Kadar gula darah tetap tinggi sheingga timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik
diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bias menyebabkan serangan
jantung, gangguan ginjal, gangguan saraf.
- (Nephropathy ) : kerusakan ginjal. DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal. Sehingga ginjal tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila
ada kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang
seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar (proteinuria).
- Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat
secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner,
pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.
- Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati
diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).
- (Neuropathy) : Bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik dan berlangsung sampai 10 tahun lebih. Akhirnya saraf tidak bias mengirim atau
mengahntar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.
Meyebabkan kelemahan otot sampai penderita tidak bias jalan.
- (Retinopathy) : kerusakan retina mata. Glukosa tinggi menyebabkan rusaknya
pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah
kapiler. Darah akan menutup sinar yang menuju ke retina sehingga pasien DM
penglihatan menjadi kabur.
- Penyakit jantung : DM merusak pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh
darah coroner menyempit, otot jantung akan kekurangan O2 dan makanan akibat
suplai darah kurang.
- Hipertensi : DM cenderung terkena hipertensi 2x lipat dari orang normal. Dan dapat
memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke.
Gangguan saluran pencernaan : menyebabkan urat saraf lambung akan rusak sehingga fungsi
lambung untuk mengahncurkan makanan menjadi lemah. Gejalanya adalah sukar BAB, perut
gembung, dan kotoran keras.
LO 3.9 Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang
terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam
keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada
pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang
permanen. Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan
angka kematiannya tinggi.

LO 3.10 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak
masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan
jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup
dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu
penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan
penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan
GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
i. Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
ii. Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
iii. Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
iv. Orang-orang yang gemuk

b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan
bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat
badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet
dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih
merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral.
Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu
dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas
atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.

Tabel 2
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari
Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

c. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang
masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari.
Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara
makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe
II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan.
(Hendrawan,2002). Modifikasi dari faktor-faktor resiko
a) Menjaga berat badan
b) Tekanan darah
c) Kadar kolesterol
d) Berhenti merokok
e) Membiasakan diri untuk hidup sehat
f) Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik
yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang
berulang untuk mencapai kebugaran.
g) Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena
hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
h) Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam
yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat
dan lemak tinggi.
i) Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-
325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
LI 4. Tatalaksana DM tipe 2
LO.4.1 nonfarmakologi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien.

B. Terapi gizii medis


Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
a) Kadar glukosa darah mendekati normal
b) Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
c) Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
d) Kadar A1c <7%.
e) Tekanan darah <130/80 mmHg.
f) Profil Lipid
g) Kolesterol LDL<100 mg/dl
h) Kolesterol HDL >40 mg/dl.
i) Trigliserida < 150 mg/dl.
j) Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan


KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada
setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :

o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
o Julah serat 25-50 gram per hari.
o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.
o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,
dan sukralosa.
o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:

o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.


o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan
rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi
trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar
VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:

o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
o Batasi asam lemak bentuk trans.
o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori


Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan
jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.

o Berat badan kurang <18,5


o Berat badan normal 18,5-22,9
o Berat badan lebih ≥ 23,0
o Dengan resiko 23-24.9
o Obes I 25-29,9
o Obes II ≥ 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

o Berat badan kurang BB <90% BBI


o Berat badan normal BB 90-110% BBI
o Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.


Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:

o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor


o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:


o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas ringan : +10%
o Aktifitas sedang : +20%
o Aktifitas berat : +30%
o Berat badan gemuk : -20%
o Berat badan lebih : -10%
o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
C. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90
menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70%
maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

LO.4.1 Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Terapi Insulin
a. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan
dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi
perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung
hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi
dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk
menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism.
c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan
pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan
pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid,
estrogen, glucagon,dll)

2. Obat Antidiabetik Oral


a. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )
- Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan
- Mek. Kerja : berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta
depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta,
merangsang sekresi insulin.
- Farmakokinetik :masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi.
Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak
boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
- ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.
- Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun.
Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang
terlalu cepat.
- Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien
yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan
gawat.
- Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid,
kloramfenikol)

b. Meglitinid
- Pemberian : sesaat sebelum makan
- Mek. Kerja : sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas.
- Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa
paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan.
- Farmakokinetik : metabolism utama di hepar, 10% di ginjal.
- ES : hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. Biguanid
- Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan
- Teridiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin,
metformin.
- Mek. Kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi
glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada
DM yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB.
- Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein
plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
- Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.
- Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi
dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
- ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin
eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
- KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung
kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena
atau yang akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

d. Tiazolidinedion
- Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
- Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor ɣ (PPAR ɣ) suatu
resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer.
- ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung
kongestif, hipoglikemi.
- KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
- Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)


- Pemberian : bersama makan suapan pertama
- Mek. Kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di
usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya
tidak mempengaruhi sekresi insulin.
- ES : kembung, flatulens.
- Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 Inhibitor
- Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
Mek. Kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan
oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2.

LI 5. Memahami dan menjelaskan Makanan yang Halal dan Tayyibah

A. Kriteria Makanan Halal


Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila al-
Qur’an maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal
yang dijelaskan teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para
ulama berijtihad sesuai kaedah: ”al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu
‘ala tahrimihi” (Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil
yang mengharamkannya). Secara umum al-Qur’an maupun hadis memberikan kriteria
bahwa makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban,
menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah
manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh
dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.
Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:
1. Pertama, makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan,
selama tidak membahayakan tubuh.
2. Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya),
kopi, cokelat.
3. Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat
baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga
binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag
membahayakan.
Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut,
beliau menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya.” (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i).

B. Kriteria Makanan Haram


Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Qur’an dan al-Hadis
adalah haram. Al-Qur’an maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu adalah
khabitsah dan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min ‘amal asy-syaithan (QS. al-
Maidah: 90). Rijs kata ulama berarti najis secara fisik dan ma’nawi. Dalam Shahih
Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits
dan upah bekam itu khabits.”
Selain itu setiap binatang yag diperintahkan untuk dibunuh adalah haram. Seperti
binatang fawasiq (pengganggu); burung gagak, rajawali, kalajengking, anjing gila dan
tikus. Hal ini dijelaskan dalam riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i dari Aisyah
RA. Begitu juga hewan-hewan yang dilarang untuk dibunuh seperti semut, lebah, burung
hud-hud dan burung surad dan katak. Namun pendapat ini ditolak Imam Syaukani, bahwa
tidak mesti hewan yang diperintahkan untuk dibunuh atau dilarang berarti haram
dagingnya. Karena keharaman mengonsumsinya harus ada dalil yang jelas.
Makanan yang diharamkan dalam Islam terbagi menjadi haram lidaztihi dan haram
lighairihi; yaitu makanan yang pada asalnya halal namun ada faktor lain yang haram
menjadikannya haram. Makanan yang diharamkan lidzatihi oleh al-Qur’an dan hadis
secara jelas, antara lain darah (dam masfuh), daging babi, khamr (minuman keras),
binatang buas yang bertaring, burung bercakar yang memangsa dengan cakarnya seperti
elang, binatang yang dilarang dibunuh, binatang yang diperintahkan untuk dibunuh,
keledai rumah (humur ahliyah), binatang yang lahir dari perkawinan silang yang salah
satunya diharamkan, anjing, binatang yang menjijikan dan kotor, semua makanan yang
berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sedangkan makanan yang haram lighairihi, di antaranya adalah binatang yang disembelih
untuk sesajian, binatang yang disembeli tanpa menyebut nama Allah (basmalah), bangkai
dengan berbagai kriterianya, makanan halal yang diperoleh dengan cara haram dan
diperuntukkan untuk hal yang dilarang, jallalah atau binatang yang sebagian besar
makanannya kotoran atau bangkai, dan makanan halal yang tercampur dengan najis
dalam bentuk cair, namun bila berbentuk padat, maka cukup membuang yang terkena
najis saja.

C. Kriteria Makanan Syubhat


Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah perkara yang tidak dijelaskan halal dan
haramnya oleh syariat. Dalam hal ini sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara
itu tidak ada penjelasan halal dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu
mubah (boleh) kecuali bila ada dalil yang mengharamkan. Hal ini didasari banyak ayat
al-Qur’an dan hadis, di antaranya:
Firman Allah SWT:
”Dialah (Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian.” (QS. al-
Baqarah: 29).
Riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apa yang Allah halalkan dalam
Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang tidak
dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang diperbolehkan Allah
karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun.” (HR. Al-Bazzar dengan
sanand Sahih).
Riwayat Abu Tsa’labah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesunguhnya Allah
mewajibkan kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian
abaikan, dan telah memberi batasan kepada kalian, maka janganlah kalian langgar, dan
mendiamkan masih banyak perkara sebagai rahmat bagi kalian bukan karena kealpaan.
Maka janganlah kalian membahasnya berlebihan.” (HR. Daruquthni dalam Sunan)
Menurut Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama tentang sesuatu tidak ada
penjelasan halal haramnya: pertama, tidak dapat dikatakan halal, haram atau mubah.
Karena mengatakan sesuatu halal atau haram harus kembali kepada dalil syar’i. Kedua,
hukumnya mubah, kembali ke hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak
ada dalil yang melarangnya. Ketiga, hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.
Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan
halal haramnya, hukumnya kembali pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu
ditegaskan, bahwa yang halal lebih banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah
makanan yang halal, karena hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bish shawab.
LI.6. Menjelaskan retinopati diabetikum
LO.6.1 Definisi dan klasifikasi
Definisi Retinopati diabetik (RD)merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus
karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi,usia dan lama menderita DM,kontrol gula
darah,tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.
Klasifikasi Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati
diabetika type non proliferatif dan retinopati diabetika type proliferatif.

1. Retinopati diabetika non proliferative


Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina
akibat diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma, hemoragik dan eksudat
dalam retina. Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari
pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu
bagian yang memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan gangguan
pada ketajaman penglihatan.

Retinopati diabetika non proliferatif terdiri atas :


A. Retinopati diabetika background Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis
hiperpermeabilitas serta inkompetensi dindind-dinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk
tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat
dinamakan mikroaneurisma, sedang vena retina mengalami pelebaran. Pada retina terjadi
perdarahan dengan bentuk nyala api ( flame hemorages ) dan bentuk bercak ( blot hemorrhages ).
Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di macula, sehingga retina menebal
dan terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid kekuningan
dalam bentuk eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau iskemis atau
terdapat eksudat keras maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu.
Pada tahap ini umumnya tidak progresif.

B. Retinopati diabetika preproliferatif Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro


vascular maka gejala ikemia melebihi gambaran retinopati dasar. Perubahannya yang khas adalah
adanya sejumlah bercak mirip kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut
sebagai eksudat lunak atau soft eksudat yang merupakan mikro infark lapisan serabut saraf.
Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops), segmentasi vena (boxcar
phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak
teratur dan hubungan pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiongrafi
fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskemis, non perfusi kapiler dan defek
pengisian kapiler.

Perkembangan retinopati diabetika non proliferatif adalah sebagai berikut :

 Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar ) darah retina ( sel endotel kapiler retina
dan sel epitel pigmen ). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis
terjadi penebalan membrane basalis kapiler dan hilangnya perisit ( dalam keadaan normal satu
perisit ).

 Terjadi microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit
dengan dinding tipis, mula-mula pada sisi vena kemudian juga pada sisi arteri
 Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada
membrane basalis sekitar mikroaneurisma

 Meskipun membrane basalis tebal, tetapi karena permeable terhadap air dan molekul besar,
maka terjadi timbunan air dan lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi
timbunan cairan pada retina terutama macula ( bintik kuning ) dengan demikian terjadi
penurunan visus dan kelainan persepsi warna

 Terjadi pula dilatasi vena, yang kadang-kadang ireguler.

 Apabial dinding kapiler lemah, maka akan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan
bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala ( frame shaped ) apabila
letaknya superfisial atau perdarahan subhyaloid apabila terletak antara retina dan badan kaca.

 Selain terjadi perubahan retina vascular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi
abnnormalitas koriokapilaris yang berupa penebalan membrane basalis.
Gejala klinik :
- Makula edema
- Mikroaneurisma
- Penimbunan air dan lipid
- Haemorhage intra retinal
- Daerah hipoksia atau iskemia
- Eksudat lunak

2. Retinopati diabetika proliferatif


Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru
( neovaskularisasi ) yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein
dalam jumlah yang banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optic di tepi posterior
daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovaskularisasi disebut rubeosis.
Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan posterior badan kaca ( corpus vitreum ) dan
terangkat bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya
penglihatan mendadak.

Retinopati diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium :


Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium “florid”, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina
menonjol, peradarah retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa
belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitrus masih
melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.

Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau “quiescent”, lesi intra retina minimal,
neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi
lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan,
eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa.
LO.6.2 Etiologi
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30
tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan
retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan
kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik,
meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa
awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya retinopati
diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi penyakit
ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon
terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

LO.6.3 Epidermiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi masalah
terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis pada dekade terakhir
ini dan diperkirakan akan meningkat duakali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya
prevalensi diabetes, mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes
seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap pasien
maupun masyarakat.(2)
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa
antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat
sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati
diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-
50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%
dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes
tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
LO.6.4 Patofisiologi
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.Lamanya terpapar
hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan
perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara
lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.Kesehatan dan
aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
disebut fovea.Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut.Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat
pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk
barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan
kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut,
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh
darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5)
kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang
mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol,
glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.(1,2)
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi
dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf
optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
(1,2)

 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama
hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi
membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.(1,2)
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas,
sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.(1,2)
Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik(1)

Mekanisme Cara Kerja Terapi


Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel. inhibitor

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin


endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia. PKC -Isoform
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Nitrit Oxide Synthase Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
meningkatkan VEGF.
Menghambat ekspresi Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun Induksi produksi
pada hiperglikemia. PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol; ROS=
reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-
derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.1
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi mikrovaskular
yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat oklusi dan
penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi
pada semua komponen darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran
darah atau plasma melalui endotel yang rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool
spot.Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi
kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti manik-
manik.10
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain terganggunya fungsi barrier,
kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik
dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang
dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi
thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular Hal ini adalah rusaknya barrier
darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema
macula.Edema ini dapat bersifat difus ataupun local.Edema ini tampak sebagai retina yang
menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona
eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal makula.10
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di
dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik
(dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson
berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
plasma.
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis
iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel perisit
dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami
perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara
abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan
dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya
ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa
lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai
terlepas sehingga terjadi ablasio retina
LO.6.5 Manifestasi
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada
stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien akan
menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,11
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat
dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak
pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler
dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu
iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi
antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
 Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan ireguler.
Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian
ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
LO.6.6 Diagnosis dan DD
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.Pemeriksaan
dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk
skrining.Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina.(1)
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9

Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif


1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
. mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
. dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3 Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
. mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
. non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif

1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal


adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor


resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah hipertensive
retinopathy.1,2
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina
pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus
Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan
blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.
LO.6.7 Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat
berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,
selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain
dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi
karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru
yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau
keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan
vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya mengeluh
kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan
bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit
dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek
menunjukkan adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk
mendiagnosa perdarahan badan kaca.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-
bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
LO.6.8 Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum

Anda mungkin juga menyukai