Anda di halaman 1dari 49

dr. Rika Ferlianti M.

Biomed
Bagian Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
W. bancrofti

B. malayi

B. timori

O. volvulus

Loa loa
Epidemiologi
Parasit

Kebiasaan Bionomik
Hospes Vektor

Lingkungan

peluang
kontak

Sehat

Sistem Asimtomatik
imun
Simtomatik
FILARIASIS LIMFATIK
Filariasis Limfatik
Filariasis limfatik disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
merupakan masalah kesehatan masyarakat dan penyebab utama kecacatan di
daerah tropis dan subtropis

Endemik di 83 negara Indonesia (2009): 125 juta orang


1,2 milyar penduduk berisiko di 337 kabupaten/kota endemis filariasis
120 juta penduduk terinfeksi dengan 11.914 kasus kronis

WHA (1997)
Dampak:
• penurunan produktivitas kerja penderita,
WHO (2000)
• beban keluarga,
• kerugian ekonomi bagi negara PerPres RI
(No.7/2005)

Program Global Eliminasi Filariasis tahun 2020


Cacing filaria dewasa Mf Wuchereria bancrofti

Mf Brugia malayi Mf Brugia timori


Distribusi Geografik

WHO : 1,3 miliar penduduk dari 83 negara berisiko tertular filariasis,


(> 60% negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara)
> 120 juta orang sudah terinfeksi, kira-kira 107 juta (W. bancrofti) dan
13 juta disebabkan oleh B. malayi atau B. timori
Distribusi spesies cacing filaria di Indonesia

Brugia malayi mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia.


Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores,
Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur
Wuchereria bancrofti terdapat di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua
Siklus Hidup

Cara infeksi : tertusuk nyamuk yang mengandung L3 (bentuk infektif)


Beda siklus hidup W. bancrofti dan brugia sp: waktu perkembangan di nyamuk dan
manusia. Brugia sp lebih singkat dari W.bancrofti
Indikator kabupaten/kota endemis filariasis jika hasil survei mf (survei darah jari)
pada desa dengan kasus klinis filariasis didapatkan microfilaria rate ≥ 1%.
Daerah Endemisitas/Tidak
• Menghitung Mikrofilaria rate (melalui survei darah jari) :

Mf rate = Σ sediaan darah positif mf x 100 %


Σ sediaan darah yang diperiksa

• Mf rate ≥ 1% = daerah endemis filariasis (warna merah)


• Mf rate < 1% = daerah endemis rendah (warna kuning)
• Mf rate : 0% = daerah non endemis (warna hijau)
HOSPES
• Hospes Definitif : Manusia
Manusia terinfeksi filariasis  digigit nyamuk infektif (L3)
• Hospes Reservoar : Kucing dan Kera (Presbytis)  hanya
B. malayi

• Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi


sumber infeksi bagi orang lain yang rentan.
• Pendatang baru ke daerah endemis, lebih rentan terhadap
infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk
asli.
• Laki-laki umumnya lebih banyak terinfeksi dan
memberikan gejala penyakit yang lebih nyata
daripada perempuan.
• Di daerah endemik, laki-laki yang terinfeksi
sekitar 10-50% dan perempuan 10%
VEKTOR
• BIONOMIK  Pengendalian Vektor
• Di Indonesia telah teridentifikasi ada 23
spesies nyamuk dari 5 genus yaitu : Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang
menjadi vektor filariasis.
• Vektor :
– Nyamuk anophelini
– Nyamuk non-anophelini
Etiologi penyakit & jenis
vektornya
W. bancrofti

Aedes Armigeres
kochi obsturbans

Culex Anopheles sp
quinguefasciatus
Etiologi penyakit & jenis vektornya

B. malayi B. timori

An. barbirostris Mansonia Anopheles


An. nigerrimus uniformis barbirostris
Jakarta, Bekasi,
Semarang, Tangerang,
Pekalongan dan Lebak

Papua, NTT/NTB

Sumatera,
Kalimantan,
Sulawesi, beberapa
pulau di Maluku

Pulau Timor, Flores,


Rote, Alor dan
NTT
Tempat Perindukan
• Non-anophelini : air jernih, air keruh,
permukaan air yang dapat ditumbuhi berbagai
macam tumbuhan air.
• Anophelini : terbagi 3 kawasan (pantai,
pedalaman, hutan dan gunung)
Perilaku Menghisap Darah (Feeding)
 Non-anophelini
 Aedes Siang hari

 Culex Malam hari


 Mansonia Siang & Malam hari

 Anophelini
 Malam hari (Senja dini hari)

• Eksofagik > Endofagik


Pilihan Hospes
 Non-anophelini

Aedes Antropofilik > Zoofilik


Culex Antropofilik = Zoofilik

Mansonia Antropofilik < Zoofilik

 Anophelini

antrophofilik > zoofilik


Tempat Istirahat (resting place)

 Non-anophelini
Aedes Eksofilik

Culex Eksofilik & Endofilik


Mansonia Eksofilik

 Anophelini
Eksofilik > Endofilik
Umur Nyamuk Anophelini
Di alam > 10 hari
Di Laboratorium 3 – 5 minggu

Umur Nyamuk Culicini


• Di Alam Kurang lebih 2 minggu
• Di Laboratorium = Anopheles
Syarat-syarat vektor
 Infeksi nyamuk alami dpt mengembangkan mf
 Antropofilik > Zoofilik
 Densitas spesies tinggi
 Longevity
 Infeksi percobaan di lab. positif
Faktor Lingkungan
• Lingkungan yang menunjang kelangsungan hidup hospes,
hospes reservoar dan vektor.
Area yang memungkinkan terjadinya interaksi Vektor 
Manusia / Hospes

gigitan
nyamuk

Dibutuhkan gigitan vektor nyamuk >>>  filariasis Hyma


dkk (2005): dibutuhkan sekitar 15.500 L3 untuk
ditransmisikan ke polulasi endemik yang menghasilkan 1
pasien mikrofilaremik.
Habitat An. subpictus di daerah pantai
Vektor filariasis bankrofti rural
Habitat Anopheles barbirostris
Pedalaman (sawah)
Vektor filariasis bankrofti , filariasis brugia (rural)
Habitat Anopheles farauti
Hutan (bekas jejak kaki binatang)
Vektor filariasis bankrofti rural
Habitat Culex quinquefasciatus
Vektor filariasis bankrofti urban

Tempat perindukan : air kotor dan tercemar


Habitat Aedes kochi
Vektor filariasis bankrofti rural

Tempat perindukan : air bersih


Habitat Mansonia uniformis
Vektor filariasis malayi

Tempat perindukan : daerah rawa


Strategi
penanggulangan
Parasit

Kebiasaan Bionomik
Hospes Vektor

EDUKASI Kontrol
Lingkungan vektor

peluang
kontak

Sehat
Sistem Asimtomatik
imun
Simtomatik

Pengobatan
Pengobatan
Filariasis limfatik

Pemberian obat massal Pengobatan selektif


microfilaria rate ≥ 1% microfilaria rate < 1%
DEC (6 mg/kg) + albendazole (400 mg) DEC (6mg/kg/hari) selama
setiap tahun selama 5 tahun 10-12 hari
berturut-turut

Tujuan umum :
Filariasis tidak menjadi masalah kesehatan
Strategi kunci masyarakat di Indonesia tahun 2020.
Program Global Eliminasi Filariasis Tujuan khusus :
tahun 2020 (a) menurunkan angka mikrofilaria (microfilaria rate)
menjadi kurang dari 1% di setiap kabupaten/kota
(b) mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.
FILARIASIS NON LIMFATIK
Onchocerca volvulus
• Penyakit : onkoserkosis, river blindness, blinding
filariasis.

• Distribusi geografik : Afrika , Amerika selatan dan


Amerika Tengah . Indonesia tidak ada.
Vektor
• Simulium damnosum
• S. metallicum
• S. ochraceum
• S. callidum Simulium damnosum
Lingkaran hidup Simulium

larva
pupa

dewasa
telur
Sifat & Morfologi lalat
 Hanya lalat betina menghisap darah
 Aktif pagi dan sore hari
 Ukuran 2-3 mm
 Warna hitam
 Punggung bongkok
 Tipe mulut tusuk isap
Habitat Simulium
vektor onkoserkosis

Dataran tinggi sepanjang air sungai yang deras


Klinis onkoserkosis

mikrofilaria
Loa-loa
• Penyakit : loaiasis , calabar swelling (fugitive
swelling)

• Distribusi geografik : Afrika (daerah katulistiwa


di hutan yang berhujan = rain forest dengan
kelembaban tinggi)
Vektor
• Chrysops silacea
• C. dimidiata
• C. centurionis
Chrysops silaceae
• C. longicornis
• C. distinctipennis
Sifat & Morfologi Chrysops
• Lalat betina menghisap darah
• Aktif pagi & sore hari
• Warna coklat muda
• Ukuran = lalat rumah
• Gambaran khas pada venasi sayap
• Tipe mulut piercing & sucking
Klinis loaiasis
Pemberantasan
 Pengobatan terhadap penderita O. Volvulus : Ivermectin
Loa-loa : DEC

 Mencegah kontak vektor hospes

 Penyuluhan/Edukasi

Anda mungkin juga menyukai