Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dari pasien terhadap pelayanan kesehatan dengan membandingkan apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan pelayanan kesehatan yang diterima disuatu tatanan kesehatan rumah sakit (Kotler, 2007, Riska, 2017). Dengan demikian kepuasan pasien dirumah sakit tergantung bagaimana pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut. Standar kepuasan pasien di pelayanan kesehatan ditetapkan secara nasional oleh Departemen Kesehatan. Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk kepuasan pasien yaitu diatas 95% (Kemenkes, 2016). Bila ditemukan pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasaan pasien berada dibawah 95%, maka dianggap pelayanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi standar minimal atau tidak berkualitas. Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Nursalam, 2012). Dikarenakan tumbuhnya persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat dan tajam, maka setiap rumah sakit dituntut untuk mempertinggi daya saing dengan berusaha memberikan kepuasan kepada pasiennya (Lestari,2008 didalam Hajriani, 2015). Untuk memenangkan persaingan, rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggan atau pasiennya, salah satu diantaranya dengan memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan profesional. Untuk tercapainya asuhan keperawatan profesional diperlukan suatu pendekatan yang disebut proses keperawatan (Mandala, 2014). Dalam pelaksanaannya, proses keperawatan tidak pernah lepas dari proses interaksi yang terjadi antara perawat dan pasien. Hal ini terjadi karena keperawatan didasarkan pada hubungan merawat dan membantu pasien. Hubungan ini adalah dasar dari interaksi yang membuat pasien dan tim keperawatan berusaha menemukan pemahaman atas kebutuhan klien. Dalam hubungan ini komunikasi yang baik sangat dibutuhkan dimana peran perawat yakni mendengar, bicara dan bertindak untuk menegosiasikan perubahan demi meningkatkan kesehatan klien kembali ke tingkat sehat. Hal ini menggambarkan bahwa komunikasi memiliki arti penting dalam praktik keperawatan untuk hasil yang optimal dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Mandala, 2013). Komunikasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Secara prinsip komunikasi dianggap sebagai proses untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika melalui komunikasi yang benar semua keinginan kita akan dapat terpenuhi dengan mudah dan lancar (Arwani, 2012). Salah satu cara berkomunikasi antara perawat dan klien adalah dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Perawat harus memiliki ketrampilan komunikasi yang bersifat profesional dan bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Perawat yang memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien. Sehingga dapat memberikan kepuasan profesional dalam pelayanannya (Damiyanti, 2010). Komunikasi terapeutik yang baik diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan dapat membina hubungan saling percaya terhadap pasien sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya. Kepuasan pengguna dapat tercapai apabila ada pelayanan yang unggul, yakni sikap atau cara karyawan dalam melayani pengguna, secara memuaskan atau cervice excellent yang meliputi kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Pencapaian tingkat excellent, setiap karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu, diantaranya berpakaian rapi, bersikap ramah, selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena dibutuhkan serta menguasai pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Tjiptono, 2010). Perawat merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati ( Aripudin, 2014). Perry & Potter, (2005) didalam Anwar, 2011 menjelaskan bahwa 80% kesembuhan dan kepuasan pasien ditentukan dari keberhasilan perawat dalam memberikan keperawatan, baik fisik maupun psikis. Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Untuk menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi (Hamid, 2012). Komunikasi efektif membutuhkan usaha sadar perawat dalam mencari cara untuk membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan dengan lebih efektif. Merencanakan tempat yang sesuai dan mengatur perawatan dengan waktu yang akurat sangat penting. Selain itu pemberian intervensi dan teknik komunikasi yang sesuai dengan latar belakang budaya, dan umur pasien juga harus diperhatikan. Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan pasien dalam berkomunikasi tergantung pada partisipasi pasien dalam menentapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan hubungan yang membantu. Penggunaan kemampuan komunikasi akan membantu perawat merasakan, bereaksi, dan menghargai kekhasan pasien (Potter, 2005:327 didalam Setiawan, 2013). Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena persepsi yang berbeda, hal ini sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misal pasien sering komplain karena perawat tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien, jika kesalahan penerimaan terus menerus dapat berakibat pada ketidakpuasan pasien. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien dan larinya pasien ke pelayanan kesehatan lain yang dapat memberikan kepuasan (Mustikasari, 2006, didalam Setiawan, 2013). Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dari pasien terhadap pelayanan kesehatan dengan membandingkan apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan pelayanan kesehatan yang diterima disuatu tatanan kesehatan rumah sakit (Kotler, 2007 ; Pohan, 2007). Dengan demikian kepuasan pasien dirumah sakit tergantung bagaimana pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut. Namun pelayanan yang diberikan masih ada yang belum sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pasien dan kepuasan pasien masih belum sesuai dengan standar. Kepuasan pasien ditentukan oleh sikap, sikap dan cara perawat berinteraksi dengan pasiennya. Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa pasien akan terjadi apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2013:178). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah memberikan pelayanan dengan komunikasi yang terapeutik. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan menjalin hubungan rasa percaya pada pasien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Dwidiyanti,2015:17). Tingkat kepuasan masyarakat mempunyai pengukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan yang ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan (Ratminto & Winarsih, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan, masih banyak ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien dan disampaikan melalui kotak saran dimana indeks kepuasan pasien berada pada 75,48%. Penelitian Organisasi Rakyat Independent Pekalongan Kualitas layanan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan menurut responden ketika ditanya tentang kepuasan pemakai layanan di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan 87% menyatakan tidak puas dan 13% menyatakan tidak tahu, tidak ada satupun yang puas dengan layanan. Terkait dengan pelayanan yang diberikan di RSUD Kraton
Hasil penelitian Darmawan (2009) dengan judul “Hubungan
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan Barat” menyatakan bahwa sebagian besar perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak sudah melaksanakan komunikasi terapeutik dan kepuasan klien tentang pelayanan keperawatan adalah puas, ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan klien tentang pelayanan keperawatan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas rumusan masalah yang saya buat adalah “Apakah ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien Ruang Cendana RSUD dr. H. Andi Abdurahman Noor Kabupaten Tanah Bumbu ?”. 1.3 TUJUAN 1.4 KEASLIAN PENELITIAN