Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan dalam
pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dari pasien terhadap pelayanan
kesehatan dengan membandingkan apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan pelayanan
kesehatan yang diterima disuatu tatanan kesehatan rumah sakit (Kotler, 2007, Riska, 2017).
Dengan demikian kepuasan pasien dirumah sakit tergantung bagaimana pelayanan yang
diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut.
Standar kepuasan pasien di pelayanan kesehatan ditetapkan secara nasional oleh
Departemen Kesehatan. Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk kepuasan pasien yaitu diatas 95% (Kemenkes,
2016). Bila ditemukan pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasaan pasien berada dibawah
95%, maka dianggap pelayanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi standar minimal atau
tidak berkualitas.
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa
kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien (Nursalam, 2012). Dikarenakan tumbuhnya
persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat dan tajam, maka setiap rumah sakit dituntut
untuk mempertinggi daya saing dengan berusaha memberikan kepuasan kepada pasiennya
(Lestari,2008 didalam Hajriani, 2015).
Untuk memenangkan persaingan, rumah sakit harus mampu memberikan pelayanan
yang bermutu kepada pelanggan atau pasiennya, salah satu diantaranya dengan memberikan
asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan profesional. Untuk tercapainya asuhan
keperawatan profesional diperlukan suatu pendekatan yang disebut proses keperawatan
(Mandala, 2014).
Dalam pelaksanaannya, proses keperawatan tidak pernah lepas dari proses interaksi
yang terjadi antara perawat dan pasien. Hal ini terjadi karena keperawatan didasarkan pada
hubungan merawat dan membantu pasien. Hubungan ini adalah dasar dari interaksi yang
membuat pasien dan tim keperawatan berusaha menemukan pemahaman atas kebutuhan klien.
Dalam hubungan ini komunikasi yang baik sangat dibutuhkan dimana peran perawat yakni
mendengar, bicara dan bertindak untuk menegosiasikan perubahan demi meningkatkan
kesehatan klien kembali ke tingkat sehat. Hal ini menggambarkan bahwa komunikasi memiliki
arti penting dalam praktik keperawatan untuk hasil yang optimal dalam melaksanakan asuhan
keperawatan (Mandala, 2013).
Komunikasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Secara
prinsip komunikasi dianggap sebagai proses untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Sehingga
menjadi hal yang sangat wajar jika melalui komunikasi yang benar semua keinginan kita akan
dapat terpenuhi dengan mudah dan lancar (Arwani, 2012). Salah satu cara berkomunikasi antara
perawat dan klien adalah dengan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan bertujuan
untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Perawat harus memiliki ketrampilan
komunikasi yang bersifat profesional dan bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Perawat yang
memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik akan lebih mudah menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien. Sehingga dapat memberikan kepuasan profesional dalam pelayanannya
(Damiyanti, 2010). Komunikasi terapeutik yang baik diharapkan dapat memberikan informasi
yang baik dan dapat membina hubungan saling percaya terhadap pasien sehingga pasien akan
merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya.
Kepuasan pengguna dapat tercapai apabila ada pelayanan yang unggul, yakni sikap atau
cara karyawan dalam melayani pengguna, secara memuaskan atau cervice excellent yang
meliputi kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Pencapaian tingkat excellent,
setiap karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu, diantaranya berpakaian rapi, bersikap
ramah, selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena dibutuhkan
serta menguasai pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Tjiptono, 2010).
Perawat merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan atau memulihkan kesehatan
yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati ( Aripudin, 2014). Perry & Potter, (2005)
didalam Anwar, 2011 menjelaskan bahwa 80% kesembuhan dan kepuasan pasien ditentukan
dari keberhasilan perawat dalam memberikan keperawatan, baik fisik maupun psikis.
Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai kesempatan paling besar untuk
memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Untuk menjalankan perannya
dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai, konseling dan
komunikasi (Hamid, 2012).
Komunikasi efektif membutuhkan usaha sadar perawat dalam mencari cara untuk
membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan dengan lebih
efektif. Merencanakan tempat yang sesuai dan mengatur perawatan dengan waktu yang akurat
sangat penting. Selain itu pemberian intervensi dan teknik komunikasi yang sesuai dengan latar
belakang budaya, dan umur pasien juga harus diperhatikan. Keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan pasien dalam berkomunikasi tergantung pada partisipasi pasien dalam
menentapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan komunikasi dan
kemampuan untuk menetapkan hubungan yang membantu. Penggunaan kemampuan
komunikasi akan membantu perawat merasakan, bereaksi, dan menghargai kekhasan pasien
(Potter, 2005:327 didalam Setiawan, 2013).
Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang
diterimanya. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena persepsi yang
berbeda, hal ini sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misal pasien sering komplain
karena perawat tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien, jika kesalahan
penerimaan terus menerus dapat berakibat pada ketidakpuasan pasien. Kondisi ketidakpuasan
tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien dan
larinya pasien ke pelayanan kesehatan lain yang dapat memberikan kepuasan (Mustikasari,
2006, didalam Setiawan, 2013).
Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan dalam
pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian dari pasien terhadap pelayanan
kesehatan dengan membandingkan apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan pelayanan
kesehatan yang diterima disuatu tatanan kesehatan rumah sakit (Kotler, 2007 ; Pohan, 2007).
Dengan demikian kepuasan pasien dirumah sakit tergantung bagaimana pelayanan yang
diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut. Namun pelayanan yang diberikan masih ada yang
belum sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pasien dan kepuasan pasien masih belum sesuai
dengan standar.
Kepuasan pasien ditentukan oleh sikap, sikap dan cara perawat berinteraksi dengan
pasiennya. Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa
yang diharapkannya. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan sebaliknya,
ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa pasien akan terjadi apabila kinerja pelayanan
kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2013:178).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah memberikan pelayanan
dengan komunikasi yang terapeutik. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara
terapeutik tidak saja akan menjalin hubungan rasa percaya pada pasien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Dwidiyanti,2015:17). Tingkat
kepuasan masyarakat mempunyai pengukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan yang
ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan (Ratminto & Winarsih, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan data yang diperoleh dari rekam medis RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan, masih banyak ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien dan
disampaikan melalui kotak saran dimana indeks kepuasan pasien berada pada 75,48%.
Penelitian Organisasi Rakyat Independent Pekalongan Kualitas layanan RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan menurut responden ketika ditanya tentang kepuasan pemakai layanan
di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan 87% menyatakan tidak puas dan 13% menyatakan
tidak tahu, tidak ada satupun yang puas dengan layanan. Terkait dengan pelayanan yang
diberikan di RSUD Kraton

Hasil penelitian Darmawan (2009) dengan judul “Hubungan


Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Klien Dalam
Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr
Soedarso Pontianak Kalimantan Barat” menyatakan bahwa sebagian besar
perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso
Pontianak sudah melaksanakan komunikasi terapeutik dan kepuasan klien
tentang pelayanan keperawatan adalah puas, ada hubungan yang bermakna
antara pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan klien
tentang pelayanan keperawatan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas rumusan masalah yang saya buat adalah “Apakah ada hubungan
antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien Ruang Cendana RSUD dr. H. Andi
Abdurahman Noor Kabupaten Tanah Bumbu ?”.
1.3 TUJUAN
1.4 KEASLIAN PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai