Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai
fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuh penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) baik fisik
maupun psikososial yang dilakukan secara terpadu (Ahituta, 2009 didalam
Ilkafah, 2017). Keberhasilan pelayanan kesehatan dirumah sakit dipengaruhi
oleh berbagai faktor, salah satu faktor tersebut adalah pelayanan keperawatan
yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan
secara keseluruhan.
Persaingan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu
telah menjadi sorotan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan.
Hal ini dikarenakan para konsumen sangat memperhatikan mutu pelayanan
yang diberikan oleh penyedia seperti rumah sakit (Potter & Perry, 2009). Sesuai
dengan pasal 32 (d) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasien
mempunyai hak untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar operasional prosedur (UU RS no 44 tahun
2009).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah merupakan hak setiap
pasien. Hal ini memacu para penyelenggara pelayanan kesehatan termasuk
rumah sakit untuk secara serius berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan. Sekarang adalah zaman bahwa semboyan pasien atau konsumen
adalah raja, ini sudah benar-benar harus diwujudkan. Saat ini merupakan masa
keunggulan konsumen termasuk kesehatan harus berorientasi pada kepuasan
pasien atau konsumen. Aspek-aspek kepuasan pasien terdiri dari pelayanan
medis, informasi, makanan, fasilitas akomodasi, lingkungan, pelayanan
keperawatan,dan jadwal visit ke pasien (Gadalean, Chepte, & Constantin,
2011).
Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi di bidang kesehatan
menimbulkan harapan akan peluang meningkatnya pelayanan kesehatan.
Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam
meningkatkan kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit
memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit baik milik pemerintah,
swasta dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan pelayanan.
Tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin
meningkat turut memberikan warna di era globalisasi dan memacu rumah sakit
untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh
masyarakat. Setelah pasien pulang dari rumah sakit mereka akan mengingat
kembali pengalaman mereka selama dirawat di rumah sakit, bila mereka merasa
puas akan pelayanan keperawatan maka mereka akan kembali berobat ke rumah
sakit tersebut ketika mereka membutuhkan perawatan (Otani, Kurz, Barney, &
Steven, 2015).
Pelayanan keperawatan mempunyai posisi sangat strategis dalam
menentukan mutu pelayanan karena pemberi pelayanan profesional yang
terbanyak adalah perawat dan paling lama kontak dengan pasien selama 24 jam
(Sutoto & Wibowo, 2013 didalam Ilkafah, 2017). Hasil penelitian Huber (1996)
dalam Wiyana (2013) menyatakan bahwa 90% pelayanan yang diberikan di
rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Dengan demikian baik buruknya
pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit sangat ditentukan oleh kualitas
pelayanan keperawatan itu sendiri (Wiyana, 2013). Mutu pelayanan
keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan
menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi
dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang
lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah satu indikator
dari mutu pelayanan keperawatan yaitu apakah pelayanan keperawatan yang
diberikan memuaskan pasien atau tidak (Nursalam, 2011). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa keperawatan melalui pelayanan asuhan keperawatan
yang komprehensif sebagai indikator pelayanan dalam menentukan kepuasan
pasien sebagai tolak ukur mutu pelayanan (Sutoto & Wibowo, 2013 didalam
Ilkafah, 2017).
Keberhasilan sebuah rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pelayanan
keperawatan, yang memberikan pelayanan secara terus-menerus selama 24 jam.
Dengan demikian pelayanan keperawatan adalah ujung tombak pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang dapat menjadi salah satu indikator mutu
pelayanan kesehatan serta berperan dalam menentukan kepuasan pasien,
sebagai tolok ukur mutu pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan
yang perlu mendapat perhatian adalah perilaku caring perawat yang merupakan
inti atau fokus dalam keperawatan sebagai bentuk praktik keperawatan
profesional (Anjaswarni, 2013). Gillies (1978) menjelaskan bahwa
keberhasilan memberikan pelayanan keperawatan merupakan cerminan utama
pelayanan kesehatan dirumah sakit. Pelayanan profesional oleh perawat dapat
dilakukan oleh perawat dengan memperlihatkan perilaku caring.
Perilaku Caring perawat sangat penting dalam memenuhi kepuasan
pasien. Hal ini merupakan sentral praktik keperawatan, juga merupakan suatu
cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih
meningkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Perawat adalah orang yang
menjadi salah satu kunci dalam memenuhi kepuasan pasien. Oleh karena itu,
perilaku caring perawat dapat memberikan pengaruh dalam pelayanan yang
berkualitas kepada pasien (Prompahakul, Nilmanat, & Kongsuwan, 2014).
Perawat harus melayani dan berperilaku caring kepada pasien, karena
hal tersebut menjadi dasar pada saat memberikan perawatan kepada pasien.
Perilaku caring perawat dapat secara otomatis memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Akan tetapi standar keperawatan
saat ini dan kualitas pelayanan berhubungan dengan kepuasan pasien dan
keluarganya. Oleh karena itu, perilaku caring perawat perlu dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan saat ini (Prompahakul, et al., 2013). Terdapat lima
tipe tuntutan dan harapan pasien kepada perawat sebagai pemberi pelayanan
yaitu, responsif (mereka harus bersedia dan siap untuk melayani), kompeten
(mereka harus mengetahui tugas mereka), sopan (ramah, tamah, hormat,
beretika baik, dan fleksibel), kredibilitas (mereka dapat dipercaya dan jujur),
dan sensitif (mereka mengerti akan kebutuhan pasien) memberikan perhatian
kepada pasien, dan peka terhadap lingkungan (Kotler, 2012).
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati
pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan,
Nursalam (2011) menyatakan bahwa caring adalah komponen penting dalam
keperawatan dan merupakan inti dari praktek keperawatan karena mengandung
nilai-nilai humanistik, menghormati kebebasan manusia terhadap suatu pilihan,
menekankan pada peningkatan kemampuan dan kemandirian, peningkatan
pengetahuan dan menghargai setiap manusia. Perawat yang mempunyai nilai
dan jiwa caring akan mempunyai perilaku kerja yang sesuai dengan prinsip etik
dikarenakan kepedulian perawat yang memandang klien sebagai makhluk
humanistik sehingga termotivasi untuk memberikan pelayanan keperawatan
yang bermutu tinggi (Nursalam, 2011).
Di dunia perilaku caring perawat sudah mulai baik, namun masih ada
beberapa negara yang perilaku caring perawatnya buruk. Penelitian Aiken
(2014) menunjukkan persentase perawat yang memiliki kualitas pelayanan
caring yang buruk terdapat pada Negara Irlandia 11%, dan Yunani 47%.
International Association of Human Caring (Asosiasi Internasional untuk
Kepedulian Terhadap Manusia) menjelaskan bahwa keperawatan selalu
meliputi empat konsep yaitu merawat adalah apa yang perawat lakukan,
manusia adalah sasaran dari apa yang perawat lakukan, kesehatan adalah
tujuannya dan lingkungan adalah tempat dimana perawat merawat.
Di Indonesia sendiri caring menjadi salah satu penilaian bagi para
pengguna pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien pada
beberapa Rumah Sakit di Jakarta menunjukan bahwa 14% pasien tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, disebabkan oleh perilaku caring
kurang baik (Depkes, 2008).
Pelayanan keperawatan saat ini masih kurang memuaskan salah satu
penyebabnya karena kurangnya perilaku caring perawat. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Malini (2015) dituangkan dalam skripsinya
yang berjudul “Identifikasi Perilaku Caring perawat di RS Dr. M Djamil
Padang” menunjukkan data bahwa 48,6% perawat masih kurang ramah dalam
melayani pertanyaan pasien, berperilaku tidak bersahabat dan jarang tersenyum
dan 55,7 % keluarga pasien masih kurang puas terhadap pelayanan keperawatan
dirumah sakit tersebut.
Hasil penelitian Agustin (2014) di RS Dr. Mohammad Hoesin
Palembang menyebutkan bahwa hampir separuh perawat dinilai tidak caring
(40,5%). Begitupula penelitian yang telah dilakukan oleh Sumarwati (2006) di
rumah sakit di RS Ludira Husada Tama Yogyakarta, tentang gambaran perilaku
caring perawat pada pasien penderita kanker. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dari 67 orang responden 54 (80,59%) orang mengatakan perilaku caring
perawat kurang baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo, dkk
(2014) di RSU dr.H.Koesnadi Bondowoso menunjukan separuh perawat 50%
berperilaku kurang caring. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gaghiwu, dkk
(2013) di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado didapatkan 26.7% perawat
berperilaku caring kurang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Umi Kalsum (2016) di RSUP Fatmawati
menyebutkan bahwa masih banyak dari pasien dan keluarga pasien yang
mengeluhkan kurang optimalnya pelayanan yang diberikan. Hal ini
tergambarkan dalam hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tahun
2015. Indikator kepuasan pasien yang ditetapkan oleh rumah sakit adalah lebih
dari 85%. Namun berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008, kepuasan pasien untuk rawat inap
harusnya lebih dari 90%. Namun kenyataannya di RSUP Fatmawati pada
semester 1 tahun 2015, rata-rata pencapaian IKM hanya 79,67%. Pada semester
1 ini, hanya IFPD yang mencapai target, yaitu 86,38% sedangkan pencapaian
terendah adalah Teratai yaitu 74,3%.
Pada semester 2 tahun 2015, rata-rata pencapaian IKM menurun
menjadi 78,77% . Pada semester 2 ini, hanya instalasi Griya Husada yang
mampu mencapai 5 target dengan pencapaian 85,73%, sedangkan pencapaian
terendah masih dipegang oleh Teratai yaitu 72,6%. Hasil pengukuran IKM
2015 baik semester 1 maupun 2, capaian tertinggi adalah mengenai unsur biaya
yaitu 88% pada semester 1 dan 87,34% pada semester 2, capaian terendah
adalah unsur kecepatan pelayanan dan unsur sikap kerja peTugas. Capaian
terhadap kecepatan pelayanan hanya 65,4% pada semester 1 dan 63,98% pada
semester 2. Sedangkan capaian unsur sikap kerja petugas, pada semester 1
pencapaiannya hanya 68,2%, dan menurun pada semester 2 pencapaiannya
adalah 66,7% (Laporan IKM RSUP Fatmawati 2015 didalam Kalsum, 2016).
Menurut penelitian Trifianingsih, Yarlitasari, dan Azidin, (2016)
tentang hubungan perilaku caring perawat dan kecerdasan emosional perawat
dengan Tingkat Kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler di ruang
Alamanda Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2015,
menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin baik perilaku caring perawat
akan diikuti dengan tingkat kecemasan pasien yang rendah. Dimana hasil uji
hipotesis didapatkan p value 0,031 (p value < 0,05) dengan hasil uji statistik
diperoleh koefisien korelasi (r) = -0,576 artinya keeratan hubungannya sedang.
Terdapat hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien
gangguan kardiovaskuler dengan nilai (p= 0,031).

1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Keaslian Penelitian
1.5 Manfaat

Anda mungkin juga menyukai