Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuh penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) baik fisik maupun psikososial yang dilakukan secara terpadu (Ahituta, 2009 didalam Ilkafah, 2017). Keberhasilan pelayanan kesehatan dirumah sakit dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor tersebut adalah pelayanan keperawatan yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Persaingan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu telah menjadi sorotan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Hal ini dikarenakan para konsumen sangat memperhatikan mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia seperti rumah sakit (Potter & Perry, 2009). Sesuai dengan pasal 32 (d) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasien mempunyai hak untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur (UU RS no 44 tahun 2009). Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah merupakan hak setiap pasien. Hal ini memacu para penyelenggara pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit untuk secara serius berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Sekarang adalah zaman bahwa semboyan pasien atau konsumen adalah raja, ini sudah benar-benar harus diwujudkan. Saat ini merupakan masa keunggulan konsumen termasuk kesehatan harus berorientasi pada kepuasan pasien atau konsumen. Aspek-aspek kepuasan pasien terdiri dari pelayanan medis, informasi, makanan, fasilitas akomodasi, lingkungan, pelayanan keperawatan,dan jadwal visit ke pasien (Gadalean, Chepte, & Constantin, 2011). Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi di bidang kesehatan menimbulkan harapan akan peluang meningkatnya pelayanan kesehatan. Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam meningkatkan kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit baik milik pemerintah, swasta dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan pelayanan. Tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin meningkat turut memberikan warna di era globalisasi dan memacu rumah sakit untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh masyarakat. Setelah pasien pulang dari rumah sakit mereka akan mengingat kembali pengalaman mereka selama dirawat di rumah sakit, bila mereka merasa puas akan pelayanan keperawatan maka mereka akan kembali berobat ke rumah sakit tersebut ketika mereka membutuhkan perawatan (Otani, Kurz, Barney, & Steven, 2015). Pelayanan keperawatan mempunyai posisi sangat strategis dalam menentukan mutu pelayanan karena pemberi pelayanan profesional yang terbanyak adalah perawat dan paling lama kontak dengan pasien selama 24 jam (Sutoto & Wibowo, 2013 didalam Ilkafah, 2017). Hasil penelitian Huber (1996) dalam Wiyana (2013) menyatakan bahwa 90% pelayanan yang diberikan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Dengan demikian baik buruknya pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan keperawatan itu sendiri (Wiyana, 2013). Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan yaitu apakah pelayanan keperawatan yang diberikan memuaskan pasien atau tidak (Nursalam, 2011). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keperawatan melalui pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif sebagai indikator pelayanan dalam menentukan kepuasan pasien sebagai tolak ukur mutu pelayanan (Sutoto & Wibowo, 2013 didalam Ilkafah, 2017). Keberhasilan sebuah rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pelayanan keperawatan, yang memberikan pelayanan secara terus-menerus selama 24 jam. Dengan demikian pelayanan keperawatan adalah ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menjadi salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan serta berperan dalam menentukan kepuasan pasien, sebagai tolok ukur mutu pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan yang perlu mendapat perhatian adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti atau fokus dalam keperawatan sebagai bentuk praktik keperawatan profesional (Anjaswarni, 2013). Gillies (1978) menjelaskan bahwa keberhasilan memberikan pelayanan keperawatan merupakan cerminan utama pelayanan kesehatan dirumah sakit. Pelayanan profesional oleh perawat dapat dilakukan oleh perawat dengan memperlihatkan perilaku caring. Perilaku Caring perawat sangat penting dalam memenuhi kepuasan pasien. Hal ini merupakan sentral praktik keperawatan, juga merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Perawat adalah orang yang menjadi salah satu kunci dalam memenuhi kepuasan pasien. Oleh karena itu, perilaku caring perawat dapat memberikan pengaruh dalam pelayanan yang berkualitas kepada pasien (Prompahakul, Nilmanat, & Kongsuwan, 2014). Perawat harus melayani dan berperilaku caring kepada pasien, karena hal tersebut menjadi dasar pada saat memberikan perawatan kepada pasien. Perilaku caring perawat dapat secara otomatis memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Akan tetapi standar keperawatan saat ini dan kualitas pelayanan berhubungan dengan kepuasan pasien dan keluarganya. Oleh karena itu, perilaku caring perawat perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan saat ini (Prompahakul, et al., 2013). Terdapat lima tipe tuntutan dan harapan pasien kepada perawat sebagai pemberi pelayanan yaitu, responsif (mereka harus bersedia dan siap untuk melayani), kompeten (mereka harus mengetahui tugas mereka), sopan (ramah, tamah, hormat, beretika baik, dan fleksibel), kredibilitas (mereka dapat dipercaya dan jujur), dan sensitif (mereka mengerti akan kebutuhan pasien) memberikan perhatian kepada pasien, dan peka terhadap lingkungan (Kotler, 2012). Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan, Nursalam (2011) menyatakan bahwa caring adalah komponen penting dalam keperawatan dan merupakan inti dari praktek keperawatan karena mengandung nilai-nilai humanistik, menghormati kebebasan manusia terhadap suatu pilihan, menekankan pada peningkatan kemampuan dan kemandirian, peningkatan pengetahuan dan menghargai setiap manusia. Perawat yang mempunyai nilai dan jiwa caring akan mempunyai perilaku kerja yang sesuai dengan prinsip etik dikarenakan kepedulian perawat yang memandang klien sebagai makhluk humanistik sehingga termotivasi untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi (Nursalam, 2011). Di dunia perilaku caring perawat sudah mulai baik, namun masih ada beberapa negara yang perilaku caring perawatnya buruk. Penelitian Aiken (2014) menunjukkan persentase perawat yang memiliki kualitas pelayanan caring yang buruk terdapat pada Negara Irlandia 11%, dan Yunani 47%. International Association of Human Caring (Asosiasi Internasional untuk Kepedulian Terhadap Manusia) menjelaskan bahwa keperawatan selalu meliputi empat konsep yaitu merawat adalah apa yang perawat lakukan, manusia adalah sasaran dari apa yang perawat lakukan, kesehatan adalah tujuannya dan lingkungan adalah tempat dimana perawat merawat. Di Indonesia sendiri caring menjadi salah satu penilaian bagi para pengguna pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta menunjukan bahwa 14% pasien tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, disebabkan oleh perilaku caring kurang baik (Depkes, 2008). Pelayanan keperawatan saat ini masih kurang memuaskan salah satu penyebabnya karena kurangnya perilaku caring perawat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malini (2015) dituangkan dalam skripsinya yang berjudul “Identifikasi Perilaku Caring perawat di RS Dr. M Djamil Padang” menunjukkan data bahwa 48,6% perawat masih kurang ramah dalam melayani pertanyaan pasien, berperilaku tidak bersahabat dan jarang tersenyum dan 55,7 % keluarga pasien masih kurang puas terhadap pelayanan keperawatan dirumah sakit tersebut. Hasil penelitian Agustin (2014) di RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang menyebutkan bahwa hampir separuh perawat dinilai tidak caring (40,5%). Begitupula penelitian yang telah dilakukan oleh Sumarwati (2006) di rumah sakit di RS Ludira Husada Tama Yogyakarta, tentang gambaran perilaku caring perawat pada pasien penderita kanker. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 67 orang responden 54 (80,59%) orang mengatakan perilaku caring perawat kurang baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo, dkk (2014) di RSU dr.H.Koesnadi Bondowoso menunjukan separuh perawat 50% berperilaku kurang caring. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gaghiwu, dkk (2013) di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado didapatkan 26.7% perawat berperilaku caring kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Umi Kalsum (2016) di RSUP Fatmawati menyebutkan bahwa masih banyak dari pasien dan keluarga pasien yang mengeluhkan kurang optimalnya pelayanan yang diberikan. Hal ini tergambarkan dalam hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tahun 2015. Indikator kepuasan pasien yang ditetapkan oleh rumah sakit adalah lebih dari 85%. Namun berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008, kepuasan pasien untuk rawat inap harusnya lebih dari 90%. Namun kenyataannya di RSUP Fatmawati pada semester 1 tahun 2015, rata-rata pencapaian IKM hanya 79,67%. Pada semester 1 ini, hanya IFPD yang mencapai target, yaitu 86,38% sedangkan pencapaian terendah adalah Teratai yaitu 74,3%. Pada semester 2 tahun 2015, rata-rata pencapaian IKM menurun menjadi 78,77% . Pada semester 2 ini, hanya instalasi Griya Husada yang mampu mencapai 5 target dengan pencapaian 85,73%, sedangkan pencapaian terendah masih dipegang oleh Teratai yaitu 72,6%. Hasil pengukuran IKM 2015 baik semester 1 maupun 2, capaian tertinggi adalah mengenai unsur biaya yaitu 88% pada semester 1 dan 87,34% pada semester 2, capaian terendah adalah unsur kecepatan pelayanan dan unsur sikap kerja peTugas. Capaian terhadap kecepatan pelayanan hanya 65,4% pada semester 1 dan 63,98% pada semester 2. Sedangkan capaian unsur sikap kerja petugas, pada semester 1 pencapaiannya hanya 68,2%, dan menurun pada semester 2 pencapaiannya adalah 66,7% (Laporan IKM RSUP Fatmawati 2015 didalam Kalsum, 2016). Menurut penelitian Trifianingsih, Yarlitasari, dan Azidin, (2016) tentang hubungan perilaku caring perawat dan kecerdasan emosional perawat dengan Tingkat Kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler di ruang Alamanda Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2015, menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin baik perilaku caring perawat akan diikuti dengan tingkat kecemasan pasien yang rendah. Dimana hasil uji hipotesis didapatkan p value 0,031 (p value < 0,05) dengan hasil uji statistik diperoleh koefisien korelasi (r) = -0,576 artinya keeratan hubungannya sedang. Terdapat hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler dengan nilai (p= 0,031).
1.2 Tujuan 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Keaslian Penelitian 1.5 Manfaat