Anda di halaman 1dari 268

Overlord

Volume 5
Men In The Kingdom
Prolog
Bulan Api Bawah (Bulan ke-9), Hari ke 1, 14:15

Dia mengangkat wajahnya dan melihat awan yang gelap menutupi langit mengucurkan sebuah kabut hujan.
Melihat dunia abu-abu menyebar di depan matanya, Warrior Gazef Stronoff membuat suara klik dengan
lidahnya.

Jika saja dia pergi sedikit lebih awal, mungkin dia bisa menghindari hujan ini.

Meskipun dia memeriksa langit-langit yang cerah, awan yang tebal benar-benar membungkus Re-Estize,
Ibukota Kingdom dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda meskipun dia menunggu.

Memutuskan untuk mengabaikan gagasan menunggu hujan di dalam istana, dia menurunkan tudung yang
menempel pada mantelnya dan melangkahkan kaki ke bawah hujan yang turun dengan deras.

Dia melewati penjaga gerbang istana dalam sekejap dan menuju ke tengah ibukota.

Biasanya, tempat itu akan dipenuhi dengan kehidupan, tapi aktifitas bising yang biasanya ada disana sekarang
tak terlihat dimanapun. Malahan, digantikan dengan sedikit orang-orang yang bergerak kesana kemari, berhati-
hati agar tidak terpeleset di permukaan yang basah.

Melihat keadaan sekitar yang kosong, dia bisa menebak berapa lama hujan ini sudah turun hingga sekarang.

Mau bagaimana lagi. Pergi sejak awal tidak ada bedanya.

Dengan mantel yang semakin berat karena air, dia melewati pejalan kaki lainnya tanpa banyak bicara.
Meskipun jaketnya mampu dipakai sebagai jas hujan, sensasi basah masih tetap menempel di punggungnya
membuatnya tidak nyaman. Gazef mempercepat langkah menuju rumahnya.

Saat rumahnya semakin dekat, kenyataan bahwa dia akan segera terbebas dari mantel yang basah kuyup
membuatnya menghela nafas. Tiba-tiba, perasaannya tertarik melihat ke arah samping. Pandangannya dibayangi
oleh tudung tipis, jalanan sempit membelok ke sampingnya. Disana, terlihat seperti tidak perduli dengan
tubuhnya yang basah kuyup, terdapat seorang pria yang menjatuhkan diri di sisi jalan.

Terlihat seperti mengecat rambutnya, potongan-potongan rambutnya yang alami bisa terlihat di seluruh
kepalanya. Rambutnya basah dan menempel di dahi, meneteskan tetesan-tetesan air dari rambut ikalnya.
Wajahnya sedikit menunduk ke bawah dan tersembunyi dari pandangan.

Alasan mengapa Gazef menghentikan matanya ke arah pria itu bukan karena merasa aneh ada orang yang ada di
luar tanpa mantel yang benar di dalam hujan ini. Tapi lebih kepada dia merasa sesuatu yang terasa aneh.
Matanya tertancap terutama ke arah lengan kanan pria tersebut.

Seperti seorang anak yang menggandeng lengan mamanya, pria itu membawa sebuah senjata yang tidak cocok
dengan penampilannya yang kusut. Itu adalah senjata yang sangat langka yang disebut sebagai 'katana', dibuat
di kota yang terletak di gurun jauh di selatan.

Dia sedang menggenggam sebuah katana... Seorang pencuri..? Tidak. Perasaan yang didapatkan darinya ini
berbeda. Apakah aku merasa lega melihatnya ?

Gazef merasa ada yang aneh, seperti mantel dengan kancing yang tidak cocok.

Dengan kaki yang terbenam, Gazef menatap dengan teliti profil pria itu. Saat itu, ingatannya muncul seperti
gelombang yang bergejolak.

"Apakah itu kamu... Unglaus?"

Sesaat setelah kaliat tersebut keluar dari mulut Gazef, pikirannya dipenuhi dengan keraguan.

Pria yang dia hadapi pada pertandingan final turnamen istana, Brain Unglaus.

Bahkan sekarang, penampilan pria yang dia hadapi di pertandingan yang hampir saja kalah terpaku di otak
Gazef. Sangat mungkin adalah musuh terkuat yang dia hadapi sejak pertama kali dia mengambil pedang dan
hidup sebagai seorang warrior - dan meskipun itu adalah satu sisi, itu adalah wajah dari seorang pria yang dia
pertimbangkan sebagai rivalnya.

Benar sekali. Profil suram pria itu hampir cocok dengan wajah dari ingatannya.

Namun - itu mustahil.

Tidak diragukan lagi, wajah mereka memang mirip. Meskipun alur waktu telah merubah penampilan, jejak
masa lalunya masih terlihat. Tapi pria dari ingatan Gazef tidak memiliki wajah yang menyedihkan seperti itu.
Dia adalah seorang pria yang dipenuhi dengan luapan kepercayaan diri dalam teknik berpedangnya dan
semangat bertarung yang terbakar liar seperti api. Dia tidak memiliki tampang seperti anjing basah seperti pria
di depannya ini.

Dengan suara air terpercik, Gazef berjalan ke arah pria itu.

Seakan merespon suaranya, pria itu pelan-pelan mengangkat wajahnya.

Gazef merasa nafasnya menjadi pendek. Melihat pria di depannya, dia sekarang yakin. Pria ini adalah Brain
Unglaus, jenius dalam teknik berpedang.

Namun, cahaya dari masa lalu telah hilang. Brain yang ada di depannya adalah pria yang kalah dengan
semangat yang benar-benar hancur.

Brain terhuyung-huyung di kakinya. Gerakan yang tumpul dan lamban ini bukanlah gerakan seorang warrior.
Bahkan sulit disebut sebagai gerakan dari seorang prajurit tua. Dengan Mata yang layu, pria itu berputar tanpa
berkata apapun, berjalan pergi dengan susah payah.

Saat punggungnya semakin kecil di dalam hujan, Gazef tersambar perasaan tidak enak bahwa jika mereka pisah
disini, dia takkan pernah melihatnya lagi. Dia memperpendek jarak diantara mereka sambil berteriak.

"Unglaus! Brain Unglaus!"

Jika pria itu menyangkalnya, dia akan memutuskan bahwa keduanya hanya kebetulan terlihat mirip dan
menegur dirinya sendiri. Namun, sebuah suara lirih mengalir ke telinga Gazef.

"..Stronoff."

Itu adalah suara yang tak punya daya sama sekali, yang tak mungkin milik dari Brain dari yang dia ingat pernah
bersilangan pedang dulu.

"Apa, apa yang terjadi ?"


Terbengong, dia bertanya.

Tentu saja, hidup siapapun bisa menjadi hancur atau jatuh di waktu sulit. Gazef telah melihat banyak contoh
dari orang-orang seperti itu. Seorang pria yang selalu memilih jalan yang mudah bisa kehilangan semuanya
hanya dalam satu kegagalan.

Tapi apakah dia pria semacam itu ? Jenius dalam pedang, Brain Unglaus; benar-benar tidak bisa terpikirkan.
Mungkin ini hanya lahir dari sentimen dirinya sendiri karena tidak ingin berharap untuk melihat musuh terkuat
di masa lalunya menjadi seperti ini.

Dua orang pria itu bertatap mata.

Bagaimana bisa dia berwajah seperti itu...?

Dengan pipi yang suram, dia memiliki kantung mata di bawah matanya. Matanya sangat pucat dan kehilangan
seluruh tenaga. Pria itu seperti mayat.

Tidak, bahkan mayat akan lebih baik dari ini... Unglaus sudah mati berdiri...

"...Stronoff. Aku hancur."

"Apa ?"

Dari kalimatnya, hal pertama yang dia lihat adalah katana yang dibawa oleh Brain di tangannya. Tapi dia segera
menyadari bukan itu. Apa yang hancur bukanlah katana, tapi-

"Hey, apakah kita itu kuat ?"

Dia tidak bisa berkata ya.

Insiden di desa Carne berkelebat di otak Gazef. Magic Caster misterius, Ainz Ooal Gown; jika dia tidak
membantunya, baik dia dan pasukannya akan musnah. Bahkan dengan gelar sebagai yang terkuat di Kingdom,
itu semua masih kurang. Dia tidak bisa memanggil dirinya kuat dengan kepala tertegak tinggi.

Dalam diamnya, Brain melanjutkan bicara.

"Lemah. Kita itu lemah. Lagipula, kita hanya manusia. Kita manusia adalah makhluk rendah."

Manusia memang lemah.

Dibanding suatu ras terkuat seperti naga (Dragon), perbedaannya sangat jelas. Manusia tidak memiliki sisik
yang keras, cakar yang setajam silet, sayap yang terkepak ke langit, Nafas yang bisa menghancurkan apapun;
ini adalah semua yang tidak dimiliki oleh manusia.

Itulah kenapa para warrior memberikan para pembantai naga kehormatan tinggi. Dengan kemampuan mereka
yang terlatih, senjata, dan sekutu, ada sebuah keagungan dalam melewati perbedaan yang jauh dan
mengalahkan ras seperti itu. Itu adalah keuntungan yang hanya diberikan kepada para warrior yang bisa disebut
sebagai "yang terkecuali".

Kalau begitu apakah Brain bertarung melawan naga dan kalah ?

Dia mengulurkan tangannya ke tempat yang jauh dari jangkauannya dan gagal; kehilangan keseimbangan dan
jatuh berdebum ke tanah.

"...Apa yang kamu katakan. Warrior manapun akan mengerti bahwa kita memang lemah."

Benar sekali. Dia tidak bisa mengerti. Siapapun akan tahu bahwa sebuah dunia kuat memang ada.

Meskipun jika dia disebut yang terkuat oleh negara-negara tetangga, Gazef sangat ragu apakah itu memang
benar.

Dunia itu mungkin memang tidak bisa dia lihat, tapi Gazef benar-benar paham akan keberadaannya. Sebuah
fakta yang bisa dipertimbangkan sebagai hal yang wajar bagi warrior manapun, apakah Brain benar-benar tidak
tahu ?

"Ada dunia dimana hanya ada yang kuat. Bukankah kita berlatih agar kita bisa menang melawan musuh seperti
itu ?"

Dengan harapan suatu hari, mereka akan bisa meraih dunia itu.

Tapi Brain dengan tegas menggelengkan kepala, menyebabkan rambutnya yang basah kuyup melemparkan
tetesan-tetesan air ke sekeliling.

"Bukan! Bukan level seperti itu yang aku bicarakan!"

Sebuah teriakan seperti batuk yang mengeluarkan darah.

Pria di depannya tumpang tindih dengan gambaran dari ingatan Gazef. Meskipun tenaganya terlihat diarahkan
ke arah yang benar-benar berlawanan ketika dibandingkan dulu, itu adalah semangat yang sama seperti saat
mereka beradu pedang.

"Stronoff! Kita takkan pernah bisa meraih dunia dimana mereka yang memiliki kekuatan yang sejati, tak perduli
bagaimanapun kerasnya kita mencoba. Selama kita dilahirkan sebagai manusia, ini adalah kebenarannya. Pada
akhirnya, kita hanyalah anak-anak yang menggenggam tongkat kayu. Kita bermain dengan pedang sekarang,
tapi kita masih seperti anak-anak yang berpura-pura seperti seorang ahli pedang."

Sebuah ekspresi tenang seperti kehilangan seluruh bekas-bekas emosi menatap Gazef.

"...Dengar, Stronoff. Kamu percaya diri dengan pedangmu ya kan ? Tapi... itu cuman sampah. Semua yang
kamu lakukan hanya menipu dirimu sendiri jika kamu berpikir bahwa kamu telah melindungi orang-orang ini
dengan benda tak berguna itu di tanganmu."

"...Apakah puncak yang kamu lihat benar-benar setinggi itu ?"

"Aku melihatnya dan menyadari; sebuah ketinggian yang takkan pernah bisa dilalui oleh manusia. Sebenarnya-"

Brain mengeluarkan tawa yang mengejek dirinya sendiri.

"Apa yang kulihat hanya sekilas. Aku teralu lemah untuk melihat puncak yang sebenarnya, tahukah kamu. Itu
seperti permainan anak-anak, menggelikan."

"Kalau begitu jika kamu berlatih supaya kamu bisa melihat dunia itu..."

Wajah Brain berubah menjadi marah.


"Kamu tidak tahu apapun! Kamu takkan pernah mencapai level monster itu, tidak dengan hanya tubuh
manusiamu. Meskipun jika kamu mengayunkan pedang tanpa akhir, jelas sekali masih bukan apapun!...Tidak
beguna. Lalu apa yang aku tuju selama ini ?"

Gazef tidak bisa berkata apapun.

Dia telah melihat seseorang yang hatinya telah terluka seperti ini. Seseorang yang hatinya telah hancur karena
melihat rekannya tewas di depannya.

Tidak ada caranya untuk menyelamatkan orang seperti itu. dia tidak bisa diselamatkan oleh orang lain. Tanpa
sebuah kemauan untuk berdiri dengan kakinya sendiri, segala usaha untuk membantunya hanya akan sia-sia.

"...Unglaus."

"...Stronoff. Kekuatan yang diperoleh dari pedang benar-benar sampah. Percuma saja di depan kekuatan sejati."

Seperti yang diduga, kalimat itu menunjukkan tak ada tanda-tanda dari kejayaan di masa lalu.

"..Aku lega bertemu denganmu pada akhirnya."

Saat Brain memutar badannya dan hendak pergi, Gazef menatapnya dengan mata yang sedih.

Figur yang menyedihkan itu pernah sekali menjadi rivalnya yang terhebat hatinya sekarang compang camping.
Gazef tidak lagi bisa menemukan energi untuk bicara padanya. Namun, dia tidak luput dengan kalimat pendek
yang dia dengar saat mereka berpisah.

"Sekarang... Aku bisa mati."

"Berhenti! Tunggu, Brain Unglaus!"

Dia berteriak dengan buru-buru ke arah punggung Brain.

Dia berlari ke arah Brain dan memegang bahunya, lalu memutar tubuhnya.

Penampilannya yang terhuyung-huyung tidak lagi memiliki cahaya dari masa lalu. Namun, meskipun kenyataan
bahwa Gazef menariknya dengan seluruh tenaga, Postur Brain tidak goyah ataupun roboh. Itu adalah bukti
bahwa dia memiliki baik tubuh bagian bawah yang sangat terlatih dan keseimbangan yang menakjubkan.

Gazef merasakan sedikit kelegaan. Pada akhirnya, kemampuannya tidak berkarat.

Ini masih belum terlambat. Dia tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.

"..Apa yang kamu lakukan."

"Ikut denganku ke rumah."

"Lupakan saja. Jangan mencoba untuk menghentikanku... Aku sudah lelah dengan ketakutan. Aku tidak ingin
terus-terusan melihat bahuku, yang ketakutan oleh sebuah bayangan. Aku tidak ingin menghadapi realita lagi.
Dan tidak kusangka aku dulu pernah puas dengan sampah di tanganku ini."

Mendengar suara iba Brain, Gazef merasa kejengkelan memuncak di dalam dirinya.
"Diam saja dan ikut aku."

Dan dengan begitu Gazef mulai berjalan sambil menggenggam lengan Brain. Melihat bagaimana Brain
mengikuti dengan langkah yang goyah, tanpa ada perlawanan, Gazef merasa tidak nyaman yang tidak bisa
dijelaskan dengan kata-kata.

"Setelah kamu berganti pakaianmu dan makan sesuatu, langsung istirahat."


Bulan Api Pertengahan (Bulan ke-8), Hari ke 26, 13:45

Kingdom Re-Estize dan ibukotanya, Re-Estize.

Sebuah negara dengan total populasi 9 juta, 'kuno' merapakan kata terbaik untuk mendeskripsikan bentuk
ibukotanya. Sebuah tempat bersejarah, kehidupan sehari-hari yang tidak berubah, sebuah kota kotor yang
bersembunyi dibalik samaran jaman dahulu, sebuah kota yang statis - tempat yang memiliki banyak arti.

Itu adalah sesuatu yang bisa dengan mudah dimengerti hanya dengan sekali jalan-jalan melewati kota.

Disamping dari beberapa rumah-rumah asli di masing-masing sisi, Kekerasan yang nyata dari keadaan sekitar
berarti bahwa kesegaran atau kemegahannya kurang. Namun, bagaimana menginterpretasikannya berbeda
tergantung individunya. Memang benar, ada mereka yang melihatnya sebagai suasana yang tenang dari tanah
yang kaya akan sejarah. Yang lainnya bisa melihatnya sebagai kota yang membosankan, stagnan yang tak
berkesudahan.

Terlihat seakan ibukota itu sendiri akan tetap ada seperti ini, meskipun tidak ada yang kebal terhadap
perubahan.

Ibukota memiliki banyak jalan yang masih belum dipaving. Karena itu, ketika tempat ini basah karena hujan,
mereka akan berubah menjadi lumpur yang memunculkan keraguan apakah ini memang benar-benar di dalam
kota. Itu bukan berarti bahwa Kingdom itu miskin. Kalian takkan pernah bisa membandingkan mereka dengan
tempat seperti Theocracy atau Empire.

Dengan jalan-jalan yang semakin sempit, orang-orang tidak bejalan di tengah jalan - menghalangi kereta -
malahan, mereka berdempetan ke samping dalam sikap yang tidak teratur. Penduduk Kingdom sudah terbiasa
dengan kepadatan tersebut dan berjalan seperti ingin mencoba menyelinap melalui celah-celah kecil, dengan
pintar menghindari orang lain yang menuju arah yang berlawanan.

Meskipun begitu, jalan yang diambil Sebas berbeda dari jalan biasa sangat lebar dan dipaving dengan kadang-
kadang blok-blok bebatuan.

Alasannya sangat jelas dengan satu tatapan di sekitar. Sebagai jalan pusat dari ibukota, rumah-rumah yang
berjajar di samping memang besar dan mengagumkan, memancarkan perasaan kekayaan.

Saat Sebas berjalan dengan cepat dan dengan ekspresi bermartabat, diikuti oleh mata-mata dari berbagai macam
wanita berusia paruh baya dan gadis-gadis yang terpesona dengan keeleganannya. Meskipun jarang ada wanita
yang berani mengirimkan tatapan gerah ke wajahnya, Sebas tidak menghiraukannya. Dengan punggung yang
lurus dan mata yang mantap terarah langsung ke depan, kakinya tidak goyah sedikitpun.

Kaki yang terlihat tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti hingga tiba di tujuannya tiba-tiba berhenti dan
terfokus perhatiannya ke arah kereta yang sedang mendekat dari samping. Lalu berputar sembilan puluh derajat
dan menyeberangi jalan.

Di tempat yang dia tuju ada seorang wanita tua. Dia sedang duduk di samping bingkai besar yang bisa dibawa
sambil memijat pergelangan kakinya.

"Apakah ada masalah ?"

Terkejut karena tiba-tiba didekati oleh orang asing, wanita tua itu mengangkat wajahnya, menunjukkan
sepasang mata yang waspada. Tapi kecurigaan itu langsung menghilang ketika melihat penampilan Sebas dan
pakaiannya yang elegan.

"Anda kelihatannya sedang mengalami masalah. Apakah ada yang bisa saya bantu ?"

"Ti..Tidak tuan. Tidak sama sekali."

"Mohon jangan biarkan ini mengganggu anda. Mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan adalah
hal yang biasa."

Sebas mengeluarkan senyum yang cerah, membuat wanita tua itu bersemu merah. Senyum tampan dari seorang
pria yang penuh dengan kharisma menghancurkan sisa-sisa pertahanannya yang terakhir.

Setelah selesai menjajakan jualannya, wanita tua itu kembali ke rumah ketika pergelangan kakinya terkilir dan
akhirnya dia menemukan kesulitan.

Meskipun area sekitar biasanya mempertahankan ketertiban umum, bukan berarti orang-orang yang bepergian
disini semuanya adalah penduduk yang mematuhi peraturan. Masih mungkin untuk mendapatkan kesialan
dengan menanyakan bantuan kepada orang-orang yang salah dan akhirnya kehilangan baik uang dan barang.
Mengetahui insiden semacam itu adalah kenyataan, wanita tua itu tidak bisa sembarangan meminta bantuan
tanpa hati-hati sehingga akhirnya tidak bisa apa-apa.

Kalau begitu mudah saja.

"Aku akan menemani anda. Bolehkah saya meminta anda menunjukkan jalan kepada saya ?"

"Tuan yang baik, apakah itu tidak apa?!"

"Tentu saja. Hal yang wajar untuk membantu mereka yang sedang membutuhkan."

Sebas memutar badannya ke arah wanita tua yang berterima kasih berkali-kali.

"Kalau begitu silahkan naik."

"I--Itu..."

Wanita tua itu bersuara dengan malu-malu.

"Aku akan mengotori pakaian anda!"


Namun-

Sebas menunjukkan senyum yang ramah.

Memangnya kenapa jika pakaian seseorang menjadi kotor ? Hal seperti itu tidak perlu menjadi masalah ketika
menolong orang lain.

Dia tiba-tiba teringat teman-temannya di Great Tomb of Nazarick. Ekspresi aneh mereka; wajah cemberut yang
jelas menghina. Dan di ujungnya adalah Demiurge. Tapi tak perduli apa yang dia katakan, Sebas sangat yakin
bahwa yang dia lakukan adalah hal yang benar.

Menolong orang lain adalah hal yang benar.

Setelah meyakinkan wanita tua itu setelah berkali-kali menolak, dia membawa wanita tua di punggungnya dan
mengangkat barang bawaannya dengan satu tangan.

Pemandangan dia mengangkat benda seberat itu tanpa sedikitpun goyah membuat takjub bukan hanya dari
wanita tua itu, tapi dari mereka yang ada di sekitarnya.

Dengan wanita tua itu sebagai penunjuk jalan, Sebas mulai berjalan.
Chapter 1 – A Boy’s Feeling
Part One
Bulan Api Bawah (Bulan ke-9), Hari ke-2, 23:30

Pria tersebut menyalakan lentera yang menggantung di pinggangnya. Minyak khusus menyalakan api hijau
yang mewarnai sekitar dengan warna yang mengerikan.

Dia melangkah keluar, merasakan panas yang merasuk ke dalam tubuhnya. Meskipun pria tersebut memiliki
ekspresi pahit, dia harus membuktikan setidaknya untuk musim ini. Meskipun ketika matahari belum naik, di
waktu seperti hari ini, dimanapun di kerajaan terkena lembab karena panas. Dengan begitu, yang seharusnya
paling parah telah berlalu dan hari-hari semakin lebih dingin. Bahkan tidak ada tanda sekecil apapun yang bisa
ditemukan dimana-mana.

"Wah~ hari ini panas juga."

"Memang benar. Mereka bilang seharusnya di sebelah utara sudah sedikit lebih dingin, di dekat lautan."

Partner pria tersebut untuk malam ini berkata meresponnya dengan bergumam.

"Jika ada hujan, maka panas ini akan sedikit berkurang."

Dia melihat ke langit saat bicara tapi hanya melihat langit yang cerah tak ada bekas dari awan satupun yang
terlihat, jangankan awan hujan. Bintang-bintang bersinar sangat cerah di atas kepala, itu adalah pemandangan
yang akrab di langit malam hari.

"Yang benar saja, aku berharap kita bisa mendapatkan hembusan angin... Kalau begitu, ayo kerja."

Dua pria tersebut memiliki air muka yang membuatnya sulit untuk disebut sebagai penduduk desa biasa.
Pertama adalah equipment mereka. Sebuah pedang panjang di pinggang dan armor kulit - perlengkapan mereka
terlalu berlebihan untuk seorang milisi desa. Bukan hanya itu, wajah dan tubuh mereka bukan seperti orang
yang biasa bekerja di ladang. Namun lebih tepat, mereka memiliki aura bahaya dari orang-orang yang mahir
dengan kekerasan.

Dua orang pria itu berjalan ke dalam desa tanpa bertukar sepatah katapun.

Keheningan di bawah kegelapan, suara yang terdengar di desa itu hanyalah langkah kaki mereka. Benar-benar
kota hantu. Dengan langkah yang lebar, dua orang itu dengan tenang berjalan menembus suasana yang
mengerikan. Ketenangan mereka adalah bukti bahwa ini adalah sebuah rutinitas.

Desa yang dilewati oleh pria-pria ini dikelilingi oleh dinding-dinding yang tinggi bahkan dengan hanya sekali
tatap, seseorang bisa melihat enam menara pengawas. Sulit untuk menemukan pertahanan kuat semacam itu
bahkan diantara desa-desa perbatasan dimana monster-monster sering muncul.

Daripada disebut sebagai sebuah desa, lebih tepat disebut sebagai markas militer.

Meskipun begitu, pihak ketiga mungkin hanya akan melihatnya sebagai desa yang lain dengan keamanan yang
ketat. Namun, pemandangan yang mengikuti selanjutnya akan membuat mereka mengerutkan alis.

Seganjil itulah pemandangan yang ada di depannya. Biasanya, sebuah dinding akan mencakup bangunan-
bangunan rumah atau gudang penyimpanan sementara ladang-ladang tersebar di luar. Membajak ladang di
dalam dinding akan membutuhkan pekerjaan yang lebih berat untuk bisa mengelilingi ladang pertanian yang
luars. Namun, desa ini mengelilingi rumput-rumput yang hijau yang bergoyang karena angin dan menjaganya
seakan mereka terbuat dari emas.
Pria yang sedang berjalan di dalam kota yang eksentrik tersebut merasakan mata seseorang yang tertuju
padanya dari salah satu menara pengawas. Padahal, seharusnya itu adalah temannya yang dilengkapi dengan
sebuah busur. Jika ada sesuatu yang terjadi, dia bisa menerima bantuan dengan menggoyangkan lenteranya di
atas kepala.

Mempertimbangkan kemampuan rekannya dalam hal penggunaan busur, dia telah lolos jika hanya untuk tugas
melingdunginya dengan tembakan. Namun, dengan membunyikan lonceng untuk membangunkan yang lain
adalah yang dia butuhkan untuk merasa aman.

Tapi jika dia tiba-tiba tidak sengaja menggunakan sinyal, dia akan menderita oleh rekan-rekannya yang sedang
tertidur. Meskipun begitu, pria tersebut siap untuk menggoyangkan lentera saat dia merasa ada sedikit
kecurigaan.

Lagipula, dia tidak ingin kehilangan nyawa.

Dengan berkata seperti itu, masih diragukan jika situasi tersebut akan muncul. Dia telah mengulangi pekerjaan
yang sama ini sudah lebih dari beberapa bulan belakangan dan akan terus melakukannya.

Saat dia memutari tepatnya separuh jalan dari rute patrolinya, sesuatu seperti seekor ular menabrak mulut pria
tersebut. Tidak, itu bukan seekor ular. Benda yang menempel di mulutnya dan tidak bergerak adalah sebuah
tentakel gurita.

Dagunya terpaksa bergerak naik dan diikuti dengan luka bakar di leher yang terbuka. Semuanya bahkan tidak
sampai sedetik terjadi.

Suara hisapan mengalir dari lehernya.

Itu adalah suara terakhir dari pria yang didengar selama hidupnya.

Tangan yang ada di mulut pria tersebut melepaskan genggamannya. Punggungnya, ditahan dari belakang agar
tubuhnya tidak ambruk. Setelah memastikan bahwa pisau itu telah menyedot darah, senjata magic, 'Vampire
Blade' (Pisau Vampir) dicabut.

Yang memeluk pria itu dari belakang adalah sebuah wujud yang tertutupi oleh pakaian yang serba hitam. Selain
matanya, seluruh wajah tertutup dan seluruh tubuh diselimuti oleh kain hitam. Bahan pakaiannya sendiri dibuat
dari kain tapi gauntlet (sarung tangan) dan greave (pelindung tulang kering kaki) pada lengan dan kakinya
menambah pertahanannya. Sama halnya dengan dada, tertutupi dengan lempengan logam tapi lekukan wanita
jelas terlihat dan bisa dengan mudah dikenali.

Sama halnya, dibelakang pria yang lain ada seorang figur yang mengenakan pakaian yang sama. Disisi ini juga
memakai lempengan logam yang terangkat menutupi dadanya. Mata itu menoleh ke sisi lain dan mengangguk
sekali.

Setelah memastikan bahwa assassinasinya sukses, dia memeriksa keadaan sekitar. Tak ada tanda mereka
diketahui, sebuah ruang kelegaan kecil muncul di sudut otaknya.

Meskipun dengan lampu dari lentera, mereka menempel sangat dekat sekali dengan mayatnya sehingga sulit
dikenali perbedaannya dari menara pengawas. Yang perlu diwaspadai adalah dalam sekejap mereka menyerang
- jarak yang pendek telah terlampaui sambil bergerak di antara bayangan-bayangan, 'Dark Crossing'. Bahkan hal
itu sudah selesai dilakukan.

Dengan pisau yang merah karena darah masih ada di dalam, dia menyangga tubuh yang akan roboh.
Bagi orang-orang yang ada di menara pengawas, kelihatannya seakan yang berpatroli sedang berhenti sejenak.
Bagaimanapun juga, berdiri sekaku ini atau roboh akan membuat sebuah kecurigaan.

Kalau begitu harus segera bergerak ke fase selanjutnya. namun, itu bukan perannya.

Wanita yang merasakan sebuah sensasi di tangannya; perasaan dari tubuh tanpa nyawa seorang pria yang
semakin mengeras, seakan di dalamnya disangga oleh sebuah pilar. Seakan memastikan dia tidak salah,
selanjutnya, tubuh pria itu tersentak.

Meskipun ketika mayat itu bergerak bahkan tidak ada rasa kaget sedikitpun. Semuanya telah mengikuti rencana.

Wanita yang melepaskan tangannya dan di waktu yang sama, meluncurkan skill miliknya. Salah satu skill yang
dia pelajari dari kelas ninja miliknya, 'Hide Shadow'. Selama sebuah bayangan masih ada, seseorang bisa
berbaur dengan sempurna ke dalamnya dan membuatnya tidak mungkin dideteksi dengan mata telanjang.

Meninggalkan dua orang yang sekarang tersembunyi dengan sempurna di balik bayangan, pria-pria tersebut
mulai bergerak maju seakan mereka baru saja dilepaskan dari rantai. Mereka kembali melanjutkan rute patroli
mereka. Seakan mereka baru saja teringat tugas asalnya. Tapi kecepatan dari gaya berjalan mereka janggal dan
berat. meskipun jika luka mereka sudah sembuh, darah segar tidak terserap dari sabetan di leher mereka karena
seluruh darah mereka telah disedot.

Hanya ada satu alasan mengapa mereka masih bisa bergerak. Mereka telah berubah menjadi zombie dan
sekarang mengikuti perintah dari pencipta mereka.

Yang merubah mereka bukanlah si wanita.

Dilihat secara biasa, yang ada disini hanyalah dua orang pria. Meskipun jika ada seseorang yang bisa melihat
menembus kemampuan bersembunyi mereka, maka masih tidak lebih dari empat orang. Namun, disana ada
lima. Figur kelima yang tak terlihat aalah yang bertanggung jawab untuk zombie-zombie tersebut.

Figur itu tidak terlihat bahkan oleh wanita itu. Tapi Ninjutsu mereka membuat keduanya bisa mendeteksi
kehadirannya dengan menggunakan magic atau skill. Kemampuan ini bereaksi dengan yang ada di depan
merka.

"Persiapan disini sudah selesai"

"Sempurna."

Suara lirih terdengar dan sebuah suara kecil segera menjawab responnya.

"Aku tahu karena aku sedang melihatnya, aku akan bergerak ke lokasi selanjutnya. Aku harus menangkap
seseorang dengan otoritas tertinggi disini."

Ini juga adalah suara seorang wanita. Tapi yang ini memiliki nada yang tinggi dan kurang dewasa dan seolah-
oleh terasa seperti anak-anak.

"Kalau begitu bagian kami akan mulai menyerang. Bagaimana dengan dua orang lainnya ?"

"Jangan bilang jika mereka sedang main-main entah dimana karena mereka tidak mendapat giliran ?"

"Tidak mungkin. Mereka sedang bersembunyi di luar, di dekat desa. Rencananya mereka akan membuat
serangan dari depan dan belakang jika ada keadaan darurat. Baiklah kalau begitu. Aku akan bergerak ke
prioritas kita yang tertinggi. Kalian berdua juga ikuti rencana."

Rekan mereka yang tak terlihat - bahkan hanya kehadirannya pun – nai k ke udara. Dia bergerak menembus
udara menggunakan 'Flight'.

Kehadiran yang semakin menjauh dan menjauh tersebut segera menghilang ke arah bangunan yang dimaksud
sebagai prioritas tertinggi. Itu adalah salah satu dari beberapa bangunan yang ada di dalam desa dan merupakan
lokasi kunci yang harus diamankan dahulu dan yang terpenting.

Biasanya, mereka akan memprioritaskan bangunan yang berbeda. Tapi alasan bahwa tempat itu adalah tempat
khusus adalah prioritas karena magic 'Message'.

Ada banyak yang menjauhi magic ini, menyebutnya tidak bisa diandalkan. Di waktu yang sama, ada pula
mereka yang tidak risau dan menggunakannya bagaimanapun juga. Empire yang bahkan lebih maju dari
Kingdom dalam hal mendidik pertumbuhan dari magic caster, mereka yang menginginkan informasi sesegera
mungkin, dan musuh yang mengatur desa ini. Dengan demikian, sangat perlu untuk mengamankan dahulu agen
penghubung yang terletak di dalam bangunan itu.

Sekarang setelah rekan mereka menuju kesana, mereka juga harus menunggu pada lokasi yang ditentukan.
Semuanya harus menyamakan timing dan menyelesaikan serangan mereka sambil tidak terdeteksi.

Dua ninja itu menghela nafas dan berlari maju.

Bergerak cepat dan lari di kegelapan, mereka tidak akan terlihat oleh orang biasa. Tidak, jika mereka
menggunakan item magic yang mereka pakai juga, bahkan para petualang akan kesulitan melihat mereka.
Dengan kata lain, tidak ada satupun di dalam desa yang bisa melihat dua wanita itu dengan mata mereka.

Rekannya yang sedang berlari di samping dengan mahir menggerakkan jari-jarinya. Meskipun terlihat seperti
sekedar meliuk-liukkan jarinya, rekan lain yang melihat ini membaca artinya-

- Untungnya mereka tidak punya anjing apapun.

Dia menjawab 'setuju' dengan jari-jarinya.

Itu adalah bahasa isyarat yang digunakan oleh para assassin. Pada level keahlian mereka, berkomunikasi secepat
bicara adalah hal yang mudah bagi mereka. Meskipun sudah mengajarkannya ke sekutu mereka, sayangnya,
yang bisa mereka kuasai hanyalah kalimat atau perintah sederhana. Di lain pihak, baik kecepatan dan kosa kata
isyarat mereka berada pada level dimana mereka bisa melakukan percakapan sehari-hari dan akan sering
menggunakannya sebagai percakapan rahasia dengan satu sama lain.

-Aku tahu apa maksudmu. Ini akan lebih mudah karena mereka tidak akan tertarik oleh bau darah.

Jika musuh memiliki anjing-anjing penjaga maka tidak akan semudah ini. Meskipun mereka telah
mempersiapkan jalan untuk membuat anjing-anjing itu tidak berdaya, tak ada yang lebih baik daripada
menghindari pekerjaan yang tidak perlu.

Segera setelah dia membalas, jari-jari rekannya bergerak cepat.

-Kalau begitu aku akan menuju bangunan yang ditargetkan.

Segera setelah dia menjawab paham, rekan yang sedang berlari di sampingnya berpisah.
Sekarang sendiri, dia melihat area penglihatannya sambil berlari dengan kecepatan tinggi. Apa yang sedang
dipanen bukanlah gandum seperti barley atau sayuran. Itu adalah tanaman bahan mentah untuk obat-obatan
ilegal dan yang paling umum di Kingdom, Black Dust. Dikelilingi oleh dinding-dinding yang tinggi, banyak
ladang di desa yang seluruhnya menumbuhkan tanaman yang sama. Itu adalah bukti bahwa desa ini adalah
salah satu dari markas-markas untuk menumbuhkan obat-obatan ini.

Black Dust, juga dikenal dengan Laira Powder (Bubuk Laira), obat-obatan ini adalah bubuk gelap yang
dicampur dengan air.

Sangat mudah memproduksinya secara masal dan lalu menjualnya dengan murah. Berkat perasaan 'high' dan
'euforia' yang mudah, itu adalah obat-obatan yang paling terkenal di dalam Kingdom. Bukan hanya itu, ada
banyak yang percaya bahwa obat ini tidak membuat kecanduan dan tidak memiliki efek samping,
menyebabkannya bisa tersebar jauh dan luas.

Dia teringat informasi palsu dan mendengus lalu tertawa.

Obat seperti itu tidak ada lagi dimanapun. 'Aku bisa keluar kapanpun aku mau' begitu kah ? Seharusnya ada
batasan dari hal yang naif seperti itu. Hasil dari percobaan cairan dari kecanduan black dust telah menunjukkan
bahwa otak pemakainya telah mengerut sekitar delapan puluh persen dari ukuran otak normalnya.

Dibuat dari tanaman yang asalnya tumbuh di tanah liar, Black Dust adalah obat yang sangat kuat. Aneh sekali
bagaimana orang-orang bisa percaya bahwa tanaman yang beracun seperti itu tidak akan membuat ketagihan.
Alasan bahwa Black Dust beredar di dalam Kingdom didaftarkan sebagai obat bius karena tanaman yang
dipakai untuk membuatnya kurang kuat.

Namun, obat itu masih kuat sekali efek kecanduannya dan butuh waktu lama agar bisa benar-benar
meninggalkan sistem tubuh pemakainya. Sebagai hasilnya, sering sekali ada kasus untuk memakai obat itu lagi
sebelum memiliki peluang meninggalkan tubuhnya. Jika para bishop tidak menggunakan magic untuk
memaksanya keluar dari tubuh, kecanduannya pasti akan sampai pada tahap dimana rasa kecanduan mereka
hampir tidak mungkin bisa berhenti sama sekali dengan kemauan mereka sendiri.

Bagian yang menyusahkan dari obat yang menakutkan tersebut adalah gejala ketagihannya lemah. Meskipun
jika seorang pecandu mengalami *bad trip*, mereka tidak akan bersikap liar atau melukai sekeliling mereka.
Itulah kenapa para petinggi di Kingdom tidak mengerti bahayanya sama sekali dan kebanyakan mengabaikan
Black Dust. malahan, mereka memilih untuk memfokuskan usaha mereka untuk mengekspos obat-obatan lain.
Tidak heran jika Empire bahkan mencurigai bahwa Kingdom secara sembunyi-sembunyi membantu
produksinya.

Selama dia hidup menjadi seorang assassin, dia telah menggunakan obat-obatan jika situasinya memang
diharuskan. Dan karena organisasinya telah membudidayakan tanaman yang juga mirip, dia tidak memiliki
perasaan benci dengan masalah itu. Meskipun obat-obatan bisa memberikan efek yang besar jika digunakan
dengan hati-hati. Mereka juga tidak terlalu berbeda dari tanaman obat dengan efek samping bahaya, kalau boleh
dikatakan.

Namun, ini adalah sebuah permintaan dan pendapat pribadinya bukanlah masalahnya. Hanya itu saja -

...Permintaan yang tidak dilewatkan ke guild petualang adalah bahaya.

Dia mengerutkan kening dibalik topengnya. Clientnya kali ini adalah teman dari pimpinan tim. Meskipun
imbalannya cukup, menerima permintaan yang melewati guild bisa membuat masalah dengan konsekuensi
baliknya di masa depan. Meskipun jika mereka adalah salah satu dari dua tim petualan kelas adamantium di
Kingdom.
Hmmm ? Bukankah sekarang ada tiga ?

Setelah dipikir-pikir, dia teringat mendengar bahwa tim kelas adamantium yang baru telah terbentuk - sambil
berpikir demikian, wanita yang tiba di dekat bangunan tersebut yang diberi kode nama No. 2.

Perannya adalah mengumpulkan setiap jengkal informasi di dalam bangunan ini. Setelah itu, dia akan
membakar ladang tersebut.

Meskipun memang benar bahwa asap dari tanaman yang terbakar adalah beracun, itu harus dilakukan agar bisa
menyelesaikan misinya. Tergantung dari angin, mungkin saja akhirnya bisa berakibat kepada para penduduk
desa. Tidak ada waktu atau metode untuk mengevakuasi mereka.

Pengorbanan yang harus dilakukan.

Setelah berkata kepada dirinya demikian, dia membuang ke samping keselamatan dari para penduduk desa.

Dibesarkan sebagai seorang assassin, hilangnya nyawa manusia hampir tak pernah berakibat secara emosioanl
padanya. Dia bahkan tidak mengedipkan mata, terutama jika mereka ada orang asing. Dia hanya tidak suka
ekspresi pemimpinnya ketika ada korban. Tapi karena rencana ini sudah disetujui oleh pemimpinnya, dia tidak
merasa sedikitpun keinginan untuk menyelamatkan mereka.

Dan yang lebih penting lagi, mereka harus menggunakan magic teleportasi segera setelah serangan berakhir
agar mereka bisa bergerak ke desa lain dan mengulang pekerjaannya. Kepalanya hanya dipenuhi oleh rencana
tersebut.

Ini bukan satu-satunya desa dimana bahan untuk obat tersebut dibudidayakan. Menurut penyelidikan mereka,
ada dua belas tanaman dengan skala besar di dalam kerajaan. Kemungkinan besar masih ada lagi yang belum
mereka temukan. Jika tidak, darimana bisa menjelaskan jumlah obat-obatan yang sudah tersebar di seluruh
tanah kerajaan.

Rumput harus segera dicabut ketika mereka mulai tumbuh... Meskipun banyak yang tidak berhasil mendapatkan
apapun, hanya itu satu-satunya cara.

Jika mereka menemukan sesuatu seperti perintah tertulis di desa ini maka itu akan menjadi sebuah
keberuntungan. Sayangnya, tidak pernah semudah itu. Mereka hanya bisa berharap bahwa yang bertanggung
jawab terhadap desa ini akan tahu sesuatu.

Pimpinan akan gembira jika kita bisa mendapatkan bahkan sedikit informasi tentang organisasinya.

Sindikat kuat yang membudidayakan obat tersebut dikenal sebagai 'Eight Fingers' (Delapan Jari). Dinamakan
mirip dengan Eight Fingers dari Dewa Pencuri, bawahan dari Dewa Bumi. Mereka adalah kelompok yang
mengendalikan dunia bawah tanah di kerajaan.

Organisasi kriminal dibagi menjadi delapan kategori: penjualan budak, assassinasi, penyelundupan, pencurian,
perdagangan obat, keamanan, perbankan, dan perjudian. Jangkauan mereka diperpanjang ke setiap kelompok
kriminal di dalam kerajaan dan ukuran organisasi yang tipis artinya mereka diselimuti dengan misteri.

Di lain pihak, yang terlihat jelas adalah seberapa besar pengaruh mereka di dalam kerajaan. Desa yang
tergeletak di depannya adalah bukti hal itu.

Mereka mengembangbiakkan tanaman ilegal secara terang-terangan. Itu saja sudah cukup mengindikasikan
bahwa bangsawan yang memiliki tanah itu adalah sekutunya. Tapi menyerang bangsawan tersebut tidak akan
menjadi hukuman.

Berbeda ceritanya jika keluarga kerajaan atau seseorang dari otoritas yudisial yang menyelidiki masalah ini.
Namun begitu, sangat sulit untuk bisa sampai kepada keputusan bersalah ketika sudah melibatkan aristokrasi
feodal. Bangsawan tanah ini akan mengklaim bahwa mereka tidak tahu jika tanaman itu bisa digunakan sebagai
bahan untuk obat-obatan. Mereka mungkin akan menuduh para penduduk desa yang bertindak dengan kemauan
sendiri untuk memindahkan tuduhan.

Pengumuman secara publik tidak efektif dan mencoba untuk memaksa membatasi peredaran obat itu hampir
tidak mungkin ketika organisasinya menyuap para bangsawan dengan pengaruh terhadap aliran peredaran.

Itulah kenapa pilihan satu-satunya yang ada adalah kekerasan, membakar ladang adalah usaha terakhir.

Sejujurnya, dia percaya bahwa meskipun dia membakar obat-obatan disini, tidak akan membuat sebuah lekukan
di dalam operasi mereka. Dengan jari-jari mereka yang sudah merambah politik, sekuat itulah organisasi
tersebut.

"Waktunya menunggu... Jika kita tidak segera membuat serangan penentuan suatu hari, maka ini pun akan
percuma."
Part Two
Hujan sedang turun, diikuti dengan suara berdengung yang membuat telinganya berisik.

Kingdom tidak membangun jalanannya dengan perhatian tertentu pada sistem drainasenya, terutama jika itu
adalah lorong kecil. Hasilnya adalah seluruh jalanan bisa berubah menjadi danau yang besar.

Hujan yang turun di permukaan danau terpercik kemana-mana, angin yang membawa aroma air dan
memercikkannya ke udara. Itu adalah sebuah bagian dari alasan mengapa seluruh kerajaan memancarkan
suasana tenggelam di bawah permukaan air.

Di dalam dunia yang berwarna abu-abu karena semprotan air itu ada seorang anak laki-laki.

Dia hidup di rumah yang diabaikan. Tidak, bahkan menyebutnya hidup terlalu berlebihan. Pilar-pilar rumah
tersebut terbuat dari kayu yang hanya setebal lengan pria dewasa. Kain buruk menggantikan atapnya dan satu-
satunya dinding adalah kain buruk yang menutupi sisi-sisinya.

Di dalam hunian yang tidak ada bedanya dengan tidur di ruang terbuka ada seorang anak laki-laki dengan usia
sekitar enam tahun. Seperti sampah yang dibuang sembarangan, tubuhnya melingkar seperti bola dan berbaring
di atas kain tipis.

Kayu yang bertindak sebagai pilar, kain kumal tersebut bertindak sebagai atap dan dinding, mereka terlihat
seperti markas rahasia yang dibangun oleh anak-anak.

Rumah ini tidak berbeda dari luar, manfaat satu-satunya adalah sebagai tempat berteduh dari hujan. Turunnya
suhu yang tajam dari hujan yang tak ada hentinya menyelimuti bocah itu dengan kedinginan yang membuat
badannya gemetar tidak karuan. Kehangatan nafasnya memastikan bahwa keberadaannya telah dirampok oleh
suhu itu dan hilang di udara.

Sebelum bocah tersebut lari ke dalam rumah itu, hujan telah membasahi si bocah dan dia sekarang kehilangan
panas di tubuhnya dengan cepat.

Tidak mungkin bisa menghentikan gemetar di badannya.

Hawa dingin yang menyusup ke dalam tubuhnya menenangkan lecet-lecet di tubuhnya karena pukulan.
Mungkin hanya ini kegembiraan kecil dan satu-satunya dalam keadaan yang terburuk ini.

Anak laki-laki itu berbaring ke samping dan menatap lorong yang kosong, di dunia.

Suara satu-satunya yang bisa dia dengar adalah hujan dan nafasnya sendiri. Keheningan inilah yang
membuatnya seakan-akan hanya dia di dunia tersebut.

Meskipun dia masih muda, anak laki-laki itu yakin bahwa dia mungkin akan mati.

Dia belum mencapai usia yang paham penuh akan kematian oleh karena itu dia tidak terlalu takut. Dia juga
tidak merasa apakah ada yang layak yang bisa dia pertahankan dalam hidup. Satu-satunya alasan dia bertahan
hidup sekarang karena dia tidak senang dengan luka, hampir seperti peralihan.

Meskipun sangat dingin, jika dia bisa mati tanpa kesakitan seperti ini, maka kematian tidaklah begitu buruk.

Saat tubuhnya yang basah kuyup semakin mati rasa, kesadarannya mulai hilang.

Dia seharusnya mencari tempat yang bisa melindunginya dari angin yang sedang bertiup. Tapi dia diserobot
oleh sekelompok berandalan dan tempatnya saat ini adalah tempat yang terbaik yang bisa dia dapatkan dengan
tubuh yang babak belur.

Dia memiliki kegembiraan kecil. Lalu apakah yang lainnya adalah kemalangan ?

Mulutnya belum menyentuh makanan selama dua hari, tapi hal seperti itu adalah hal yang biasa jadi bukanlah
kemalangan. Otang tuanya sudah pergi jadi dia tinggal sendirian tanpa ada yang merawatnya. Tapi memang
sudah seperti itu sejak lama jadi itu bukanlah kemalangan. Bau yang tidak mengenakkan di sekelilingnya juga
bukan kemalangan. Lagipula, itu berasal dari kain kumal jadi mau bagaimana lagi. Kehidupan yang tidak jauh
dari dirinya dipenuhi dengan makanan busuk dan air yang buruk juga bukanlah kemalangan karena hanya itu
yang dia tahu.

Lalu rumah kosong dimana dia bisa mendapatkan kenyamanan, rumah hasil membangun dengan kerja keras
yang telah dirusak oleh seseorang karena bercanda, badannya yang babak belur dan terasa sakit karena pukulan
dari para pemabuk, apakah itu semua adalah kemalangan ?

Tidak.

Kemalangan bocah laki-laki itu sangat besar sehingga dia tidak bisa memilih yang mana.

Bahkan itu juga telah berakhir.

Kemalangan yang diabaikan oleh anak laki-laki itu akan berakhir disini.

Kematian datang kepada yang beruntung atau tidak.

Memang benar. Kematian adalah absolut.

Dia menutup matanya.

Bagi tubuhnya yang sudah tidak bisa lagi merasakan dingin, bahkan untuk tetap membuka mata adalah usaha
yang berat.

Dia bisa mendengar suara yang kecil dan samar dari detak jantungnya sendiri di kegelapan. Di dunia dimana
hanya suara yang bisa terdengar adalah hujan dan detak jantungnya sendiri, sebuah suara aneh bercampur disitu.

Suara itu seperti menghalangi hujan. Di dalam kesadaran yang semakin meredup, rasa penasaran seorang anak-
anak mendorongnya untuk mengalirkan kekuatan kepada kelopak matanya.

Di dalam penglihatannya yang tipis seperti benang, ada sebuah pantulan.

Anak laki-laki itu membuka matanya lebar-lebar.

Cantik sekali.

Untuk sesaat, dia tidak mengerti apa yang dia lihat.

'Seperti sebuah permata, sebuah gumpalan emas'. Ekspresi semacam itu memang cocok. Tapi seseorang yang
memenuhi rasa laparnya dengan separuh makanan basi dari sampah tidak bisa terpikirkan kalimat seperti itu.

Benar sekali.
Hanya ada satu pemikiran yang mengalir di otaknya.

Matahari.

Obyek yang paling indah di dunia ini dan di waktu yang sama, yang paling jauh dari yang bisa dia jangkau.

Dunia yang berwarna abu-abu karena hujan, awan hujan yang gelap yang menutupi langit. Mungkin merekalah
yang harus bertanggung jawab. Matahari yang pergi karena tak ada siapapun disana yang melihatnya dan
kembali, muncul di depan matanya.

Begitulah yang muncul di pikirannya.

Sebuah tangan terulur dan mengusap wajahnya. Dan-

Sampai sekarang, anak laki-laki itu bukanlah seorang manusia.

Tak ada yang pernah melihatnya demikian.

Tapi di hari itu, dia menjadi manusia --


Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 4:15

Terletak di area yang terdalam di ibukota Re-Estize kingdom ada istana Ro-Lente. Dinding-dindingnya
mengelilingi tanah yang luas terbentang berukuran 1400 meter dengan cincin pelindung yang terdiri dari
menara pengawas berbentuk silinder yang besar dengan jumlah dua belas.

Ruangan tersebut terletak di dalam salah satu dari dua belas menara ini.

Dengan seluruh lampu yang padam, seseorang berbaring di atas tempat tidur di ruangan itu. Dia berada di usia
yang rapuh, perbatasan antara seorang anak laki-laki dan seorang pria dewasa.

Rambutnya yang pirang dipotong pendek dan kulitnya yang kecoklatan menunjukkan kulit yang sehat.

Climb.

Tanpa nama belakang, dia adalah satu-satunya yang diberikan izin untuk berdiri pada jarak yang terdekat
dengan seorang gadis yang disebut sebagai 'Golden Princess' (Putri Emas), seorang prajurit yang mengundang
kecemburuan dari banyak orang.

Dia terbangun bahkan sebelum matahari terbit.

Saat dia sadar dari dunia kegelapan, otaknya langsung menjadi tajam dan fungsi tubuhnya hampir seluruhnya
kembali. Tidur dengan baik dan bangun dengan tepat adalah salah satu hal yang sangat dibanggakan oleh
Climb.

Mata Sanpaku miliknya terbuka lebar, menunjukkan semangat seperti baja yang tertanam di dalamnya.

Climb menyingkirkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya ke samping dan berdiri. Meskipun ini adalah
musim panas, dinding-dinding batu yang mengelilinginya artinya bahwa malam masih dingin.

Dia menggosok matanya dan melihat jarinya yang basah.

"..Mimpi itu lagi."

Climb menggunakan lengan bajunya untuk mengusap air mata dari wajahnya.

Sebuah ingatan dari saat ketika dia masih anak-anak, hujan deras dua hari lalu pasti yang membuatnya teringat.

Air mata itu bukanlah air mata kesedihan.

Berapa kali dalam hidupnya seseorang akan bertemu dengan orang lain yang layak untuk dihormati ? Seseorang
yang rela kamu berikan nyawa untuk melayaninya... berapa banyak ?

Gadis yang Climb temui di hari itu adalah orang seperti itu.

Ini adalah air mata kegembiraan, air mata bersyukur kepada keajaiban yang diciptakan dari pertemuan mereka.

Climb berdiri, wajahnya menunjukkan determinasi yang kuat dan energi masa muda yang cocok dengan
usianya.

Suaranya, yang kasar karena latihan yang berlebihan, mengucapkan sebuah kata.
"Light."

Lampu yang menempel di atap merespon kata kunci dan menyinari bagian dalam ruangan dengan cahaya putih.
Sebuah item magic yang diberi mantra dengan 'Continual Light'.

Meskipun mereka banyak digunakan, alasan mengapa dia diberi item yang mahal seperti itu bukan karena
posisinya yang spesial.

Meskipun itu hanya lampu, membakar sesuatu di dalam menara yang terbuat dari batu, dengan sirkulasi udara
yang buruk, adalah hal yang tidak aman. Itulah kenapa hampir setiap ruangan diberi sumber lampu magic,
meskipun biaya pengembangan awalnya yang besar.

Lantai dan dinding-dinding disinari oleh cahaya yang terbuat dari batu. Sebuah karpet tipis terbentang
digunakan untuk usaha yang sia-sia dalam menutupi hawa dingin, permukaannya keras. Selain itu, yang
menghiasi kamar itu termasuk tempat tidur kayu yang jelek, lemari yang sedikit lebih besar untuk
mengakomodasi senjata-senjata dan armor, sebuah meja dengan laci-lacinya, dan bantal tipis tergeletak di kursi
kayu.

Orang luar yang melihati ini mungkin akan berpikir ini tidak mengesankan, tapi bagi mereka yang berada di
tingkat yang sama dengan Climb, itu adalah perlakukan yang menimbulkan rasa iri.

Prajurit tidak mendapatkan kamar pribadi. Mereka ditempatkan ke dalam ruangan besar dengan tempat tidur
susun. Tidak termasuk tempat tidur sendiri-sendiri, perabot yang diberikan kepada para prajurit adalah lemari
kayu dengan sebuah kunci untuk menempatkan barang-barang pribadi mereka.

Dan juga, di sudut ruangan itu ada armor full plate berwarna putih. Armor tanpa noda sedikitpun itu memiliki
kilauan yang membuatnya seakan bersinar. Tak ada prajurit infanteri yang mendapatkan equipment seperti itu.

Perlakuan spesial ini bukanlah hal yang didapatkan oleh Climb dengan kekuatannya sendiri, tapi sebagai isyarat
hutang budi dari tuannya yang dia sumpah setia. Oleh karena itu, tidak mungkin hal tersebut tidak mengundang
kecemburuan dari yang lainnya.

Dia membuka lemari dan berganti sambil menatap cermin yang menempel di dalamnya.

Setelah berganti dengan pakaian yang lusuh dan berbau logam, dia lalu memakai kaos rantai di atas seluruh
pakaiannya. Biasanya ini adalah dimana dia memakai armor full plate miliknya, namun, dia lebih memilih
rompi dengan banyak saku dan menyelesaikannya dengan celana panjang. Di tangannya terdapat tongkat kayu
yang dibungkus handuk.

Terakhir, dia melihat dirinya di cermin, memeriksa apakah ada yang lewat, memastikan perlengkapannya rapi.

Kesalahan apapun di tubuh Climb bisa menjadi potensi yang melukai tuannya, 'Putri Emas' Renner.

Itulah kenapa dia harus selalu waspada. Alasan hidupnya bukan untuk menyebabkan tuannya terluka. tetapi
untuk mengabdikan seluruh milik Climb kepadanya.

Climb menutup matanya di depan cermin dan memikirkan wajah tuannya.

Putri Emas - Renner Theiere Chardelon Ryle Vaiself.

Seperti seorang dewi, pikiran yang baik hati dan bercahaya cocok dengan darah bangsawannya, dan
kebijaksanaannya yang telah menghasilkan berbagai macam keputusan.
Dalam kalimat yang paling benar, seorang bangsawan diantara para bangsawan, wanita yang hebat.

Memiliki kemilau emas, tak ada yang boleh menodai permata yang sempurna seperti itu.

Jika seseorang membandingkannya dengan sebuah cincin, Renner mirip dengan potongan berlian yang besar
dan mengkilap. Lalu Climb itu apa ? Dia adalah tatakan permata dimana perhiasan itu diletakkan. Bahkan
sekarang, nilainya berkurang karenanya, dia tidak bisa membiarkan semakin bertambah buruk.

Climb tidak bisa menghentikan dadanya yang semakin hangat ketika memikirkan tuannya.

Bahkan seorang yang mengaku beriman penuh akan sangat tertekan karena tak bisa mengalahkan silaunya
Climb yang sekarang.

Setelah menatap dirinya sendiri di cermin untuk beberapa saat, Climb, yang telah bertekad untuk tidak menjadi
rintangan bagi tuannya, menganggukkan kepala puas dan melangkah ke luar ruangan.
Part Three
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 4:35

Tempat yang dia tuju adalah sebuah aula yang luas. Seluruh lantai dari menara yang dikosongkan berfungsi
sebagai area latihan.

Biasanya tempat tersebut memancarkan panas dari para prajurit yang sedang latihan. Namun, awal hari seperti
ini masih sepi. Ruang yang kosong itu sangat hening; siapapun akan merasa kesepian disana. Karena batu ada
dimana-mana, maka langkah kaki Climb terdengar sangat keras.

Aula tersebut terlihat terang karena cahaya semi permanen dari api magic.

Di dalam sana, ada armor yang dipasang pada tonggak dan boneka jerami yang bertindak sebagai target panah.
Pada Dinding-dinding tersebut berjejer rak senjata yang dipenuhi dengan berbagai macam senjata yang menjadi
tumpul.

Biasanya, sebuah area latihan seharusnya dipasang di luar ruangan. Tapi ada alasan mengapa diputuskan untuk
dibuat di dalam ruangan.

Kota Ro-Lente adalah rumah bagi istana Valencia. Jika prajurit berlatih di luar maka mereka akan terlihat oleh
utusan asing. Untuk menghindari resiko tampil sebagai kelas bawah, banyak area di dalam menara yang
dibersihkan dan dialihfungsikan sebagai area latihan.

Sebuah demonstrasi prajurit-prajurit kuat yang berlatih dengan gigih akan memberikan keuntungan diplomatis,
tapi Kingdom tidak melihatnya seperti itu. Lebih dari apapun, ada sebuah tren untuk terlihat elegan, megah, dan
bangsawan.

Dengan berkata seperti itu, masih ada latihan-latihan yang tidak mungkin dilakukan di dalam ruangan. Mereka
akan melakukannya secara rahasia di sudut atau di lapangan di luar istana, walaupun di luar ibukota.

Climb memasuki aula yang sunyi seakan memotong udara yang dingin dan pelan-pelan mulai peregangan di
sudut.

Tiga puluh menit kemudian, setelah melalui sesi peregangan, wajah Climb semakin merah, dahinya basah oleh
keringat dan nafasnya yang terengah-engah berat karena panas.

Climb mengusap keringat dari dahinya dan mendekati rak senjata. Memeriksa genggamannya, dia memastikan
senjata itu pas di tangan. Telapak tangan Climb sudah kasar dan keras karena banyaknya kapalan yang datang
dan pergi.

Selanjutnya, dia memenuhi sakunya dengan gumpalan logam dan mengancingkannya dengan ketat agar tidak
jatuh.

Banyak pecahan logam yang memenuhi pakaiannya membuatnya seberat armor full plate. armor plate biasa
tanpa mantra magic akan memberikan pertahanan yang hebat dengan timbal balik keleluasaan gerakan yang
terkekang.
Meskipun begitu, langka sekali membawa armor full plate hanya untuk berlatih, belum lagi armor putih yang
diberikan kepadanya. Itulah kenapa dia menggunakan gumpalan logam sebagai alternatifnya.

Climb menggenggam senjata logam yang ukurannya melebihi pedang besar dan menggenggamnya tinggi-tinggi
di atas kepala. dia pelan-pelan mengayunkan pedang itu ke bawah, sambil menghembuskan nafas. Berhenti
sebelum pedang tersebut menyentuh lantai, dia menghirup udara dan mengangkat pedang tersebut kembali ke
atas kepala. Dia mulai memandang ruang kosong di depannya dengan mata yang tajam, benar-benar terserap ke
dalam latihannya sambil meningkatkan kecepatan ayunannya.

Dia sudah menyelesaikan 300 ayunan.

Keringat mengguyur Climb yang membuat wajahnya semakin merah. Nafasnya panas, seakan membuang panas
yang terkumpul di badannya.

Meskipun Climb berlatih berat sebagai prajurit, sulit sekali menguasai berat dari pedang besar. Menghentikan
pedang saat hampir menyentuh lantai terutama sangat menantang. Hal semacam itu memerlukan kekuatan yang
luar biasa.

Saat hitungan dari ayunannya mencapai 500, lengannya mulai kram dan terasa seakan berteriak kesakitan.
Keringat berjatuhan dari wajahnya seperti air terjun.

Climb sangat tahu bahwa itu adalah batasan darinya. Meskipun begitu, dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan
berhenti.

Namun-

"-Mungkin itu sudah cukup."

Mendengar suara orang lain, Climb cepat-cepat memutar wajahnya ke arah suara tersebut di matanya terpantul
sebuah figur seorang pria.

Menyebutnya kekar akan seperti meremehkan. Pria itu seperti perwujudan dari baja. Kerutan di wajahnya yang
mirip batu membuatnya tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Otot-ototnya yang menggembung
membuatnya jelas dia bukan orang biasa.

Tidak ada prajurit di Kingdom yang tak kenal dengannya.

"-Stronoff-sama."

Kapten Warrior Gazef Stronoff, disanjung sebagai yang terkuat di Kingdom dan tak ada tandingannya di
negara-negara tetangga.

"Lebih jauh lagi akan menjadi latihan yang terlalu berlebihan. Tidak ada artinya menekan dirimu sejauh itu."

Climb menurunkan pedangnya dan menatap lengannya yang gemetar.


"Kamu benar. Aku sedikit terlalu berlebihan."

Melihat wajah tanpa ekspresi Climb saat dia memberikan terima kasih, Gazef mengangkat bahunya.

"Jika memang itu yang kamu pikirkan, bisakah kamu tidak membuat sering mengulanginya ? Sudah berapa kali
ini jadinya...?"

"Saya minta maaf."

Gazef mengangkat bahu sekali lagi saat Climb merendahkan kepalanya.

Ini adalah percakapan yang terulang berkali-kali diantara mereka, seperti semacam sapaan. Biasanya, saling
bertukar tutur seperti ini akan berakhir dan masing-masing akan mengejar latihan mereka sendiri. Tapi hari ini
berbeda.

"Bagaimana, Climb. Mau coba sparing ?"

Karena kalimat Gazef, ekspresi datar Climb hampir runtuh dalam sekejap.

Hingga sekarang, mereka tak pernah adu pedang ketika bertemu di lokasi ini. Itu adalah peraturan tak tertulis
mereka.

Tidak ada yang bisa didapatkan jika mereka berlatih bersama-sama. Tidak, akan benar-benar tidak ada hasilnya,
tapi kerugian itu dikalahkan oleh keuntungannya.

Saat ini ada perebutan kekuasaan antara golongan raja dan tiga aliansi dari enam keluarga bangsawan.
Situasinya cukup bahaya karena ada rumor bahwa satu-satunya alasan Kingdom tidak terpecah karena perang
tahunan melawan Empire.

Di tengah pertikaian itu, jika orang kepercayaan raja, Gazef Stronoff - meskipun sangat tidak mungkin - kalah,
akan memberikan fraksi bangsawan keuntungan yang besar.

Di lain pihak, bangsawan akan melompat ke hasil yang jelas dari kekalahan Climb untuk berbisik bahwa dia
tidak layak melindungi Renner. Ada banyak orang yang tidak senang dengan putri cantik yang belum menikah
mempercayai seorang prajurit untuk melindunginya, ditambah lagi oleh seseorang dengan latar belakang yang
tidak jelas.

Keduanya berada dalam posisi dimana mereka tidak bisa kalah.

Mereka tidak boleh terlihat lemah, menunjukkan titik lemah yang bisa dieksploitasi dalam sebuah serangan.
Keduanya memiliki pemikiran sama dalam hal itu sehingga mereka berdua sangat berhati-hati agar tidak
melukai tuan-tuan mereka yang dihormati.

Untuk alasan apa dia menghancurkan peraturan yang tak tertulis itu ?
Climb melihat ke sekelilingnya.

Apakah karena tidak ada orang lain disini ? Itu tidak terpikirkan. Ini adalah tempat tinggal para demon.

Tidak ada yang tahu mereka akan diawasi dari jauh atau mengamati mereka dengan sembunyi-sembunyi. Tapi
dia tidak bisa memikirkan alasan lain.

Tidak mampu mengetahui niatnya, Climb tidak membiarkan kegelisahannya yang membingungkan terlihat di
wajahnya.

Pria yang berdiri di depan Climb adalah seorang warrior yang dipuji sebagai orang terkuat di Kingdom. Dengan
tajam merasakan emosi sekejap yang dilewatkan oleh orang biasa, dia berbicara.

"Baru saja, ada hal yang terjadi yang membuatku menyadari bahwa aku masih kurang. Aku ingin berlatih
dengan seseorang yang kompeten."

"Stronoff-sama ?"

Gazef, yang terkuat di kerajaan, insiden macam apa yang bisa membuat merasa kekurangan ?

Climb tiba-tiba teringat dengan jumlah pasukan di dalam unit Gazef yang semakin menurun.

Climb tidak memiliki rekan-rekan yang dekat jadi dia mendengarnya dari rumor yang berputar di sekitar aula
mess. Menurut cerita, mereka kehilangan jumlah pasukan setelah terlibat dalam sebuah insiden.

"Ya. Jika aku tidak bertemu magic caster yang pemurah hati, jika dia tidak meminjamkan kekuatannya kepada
kami, Aku tidak akan ada disini sekarang-"

Mendengar ini, Climb merasakan topeng besinya runtuh. Tidak, siapa yang tidak kaget ? Sebelum tahu, rasa
ingin tahu Climb semakin menjadi-jadi di dalam dirinya dan dia memberikan sebuah pertanyaan.

"Siapa magic caster yang murah hati itu ?"

"...Dia menyebut dirinya Ainz Ooal Gown. Ini hanya firasat, tapi aku merasa bahwa dia mungkin setara dengan
magic caster monster milik Empire."

Dia tak pernah mendengar nama itu.

Climb mengidolakan para pahlawan dan memiliki hobi mengumpulkan cerita-cerita kepahlawanan mereka. Dia
mengabaikan ras mereka dan bahkan mengumpulkan cerita-cerita dari para petualang terkenal dari negara-
negara tetangga. Namun begitu, nama yang diucapkan oleh Gazef barusan tidak akrab baginya.

Tentu saja, ada kemungkinan itu hanyalah sebuah alias.

"Ka-Kalau begitu-*batuk*!"
Climb menahan keinginannya untuk bertanya lebih jauh.

Mencoba bertanya kepadanya tentang sebuah insiden yang merenggut pasukannya... bahkan kekurangajaran
pun ada batasnya.

"Aku akan menulis namanya di hatiku... Tapi, benarkah tidak apa kita melakukan sparing ?"

"Bukan sparing, hanya adu pedang. Apa yang kamu dapatkan dari itu sepenuhnya tergantung padamu.... Kamu
sendiri adalah pasukan kelas satu diantara para pasukan negeri. Seharusnya juga memberiku keuntungan."

Meskipun itu adalah pujian yang tinggi, bagi Climb, itu hanyalah ucapan kosong.

Bukan karena Climb memang kuat, hanya saja standarnya rendah. Skill dari prajurit Kingdom hanya sedikit
lebih baik dari penduduk biasa. Bahkan jika dibandingkan dengan 'Knight', prajurit khusus Empire, mereka
masih lemah. Juga tidak ada seorangpun di negara tetangga yang memiliki perbedaan militer yang mencolok.
Pasukan Gazef memang kuat, namun begitu, dibandingkan dengan Climb mereka sedikit lebih rendah. Jika
Climb menilai dirinya sendiri menurut peringkat para petualang, dengan tembaga, besi, perak, emas, platinum,
mithrill, orichalcum dan adamantium, dia hanya sampai level emas. Tidak lemah, tapi banyak yang ada di
atasnya.

Apa benar orang seperti itu termasuk layak bagi pria seperti Gazef ? Seorang pria, yang tidak diragukan lagi,
berada pada kelas adamantium ?

Climb menyingkirkan pemikiran selemah itu.

Pria terkuat di Kingdom menawarkan diri untuk melatihnya. Pengalaman seperti ini tidak datang seringkali.
Meskipun jika hasilnya mengecewakan Gazef, tidak ada rasa penyesalan.

"Kalau begitu aku akan meminta petunjuk anda."

Gazef tersenyum kelihatan gigi-giginya dan tidak sabar menganggukkan kepalanya.

Keduanya mendekati rak senjata dan masing-masing mengambil sebuah pedang yang cocok dengan ukuran
mereka. Gazef memilih Bastardsword, Climb dengan perisai kecil dan Broadsword.

Climb lalu mengeluarkan gumpalan logam dari saku-sakunya. Menghadapi seseorang yang lebih kuat dari
dirinya sendiri dengan logam-logam itu adalah hal yang tidak sopan. Bukan hanya itu, dia harus bertarung
dengan seluruh yang dia miliki agar latihan bermanfaat bagi perkembangannya. Lawannya adalah warrior
terkuat di dalam Kingdom. Sebuah dinding yang tinggi dan tebal harus dirasakan dengan kekuatan sepenuhnya.

Setelah Climb menyelesaikan persiapannya sekarang, Gazef bertanya.

"Bagaimana dengan lenganmu ? Apakah masih nyeri ?"

"Ya, sekarang tidak apa-apa. Mereka sedikit lelah tapi tidak akan menjadi masalah bagi genggamanku."
Climb melemaskan kedua tangannya. Melihat dia berkata yang sebenarnya, Gazef sekali lagi mengangguk.

"Ternyata begitu... dalam hal lain bisa jadi sayang sekali. Seseorang akan sangat jarang berada dalam kondisi
sempurna pada medan perang. Jika genggamanmu sakit kamu harus bertarung dengan cara yang bisa menjadi
penggantinya. Apakah kamu pernah berlatih dalam kondisi seperti itu ?"

"Hm, Tidak, belum pernah. Kalau begitu aku akan melanjutkan ayunanku dan.."

"Ah, tidak. Tak perlu sejauh itu. Tapi karena kamu bertanggung jawab terhadap keselamatan putri, kamu akan
baik-baik saja belajar bagaimana bertarung dalam situasi dimana dilarang membawa senjata. Mungkin kamu
juga bisa mahir dalam menangani berbagai macam variasi senjata."

"Baik!"

"...Pedang, Perisai, Tombak, Kapak, Pisau, Sarung tangan, busur, gada dan senjata lemparan. Itu adalah latihan
untuk menggunakan sembilan jenis senjata yang berfungsi sebagai pondasi pertarungan bersenjata, namun...
Jika kau melebarkan diri terlalu tipis maka yang lainnya akan menderita. Akan lebih baik jika kamu
menyempitkannya menjadi dua atau tiga senjata dan belajar dari sana. Hmm. Kelihatannya aku telah
mengatakan hal yang tidak perlu."

"Tidak sama sekali, Stronoff-sama. Terima kasih banyak!"

Gazef tersenyum pahit dan menjawab dengan lambaian tangan.

"Jika kamu sudah siap mari kita mulai. Pertama, cobalah menyerangku dalam kuda-kuda itu. Segera... ya, aku
takkan mampu sparring denganmu tapi aku bisa mengajarimu beberapa taktik menggunakan sembilan senjata."

"Ya! Kalau begitu mohon bantuannya."

"Kemarilah, tapi aku tidak ada niat untuk memperlakukan ini sebagai latihan. Pertimbangkan ini sebagai hal
yang nyata dan serang."

Climb pelan-pelan menurunkan pedangnya dan memutar sisi kiri tubuhnya, yang ditutupi oleh perisai, terhadap
arah Gazef. Tatapan Climb sangat tajam dan indera miliknya sudah bukan seperti latihan. Begitu juga, Gazef
telah membuatnya dirinya waspada bahwa ini adalah pertarungan sebenarnya.

Keduanya saling menatap satu sama lain, tapi Climb tidak bisa melakukan gerakan pertama.
Meskipun membuang gumpalan logam membuatnya lebih mudah bergerak, Climb tidak berpikir dia bisa
mengalahkan Gazef. Baik kekuatan dan pengalaman, Gazef jauh lebih unggul di atasnya.

Dengan hanya memperpendek jarak pasti akan langsung bertemu dengan serangan balik. Lawannya adalah
seorang master yang memiliki kelas di atasnya jadi mau bagaimana lagi. tapi ini adalah pertarungan yang
sebenarnya, apakah dia hanya bisa berguling dan mati karena hal semacam itu ?

Lalu apa yang bisa dia lakukan ?


Dia harus melawannya dengan sebuah faktor bahwa yang tidak dimiliki Gazef.

Tubuh, pengalaman dan otak, Climb kalah dalam semua hal yang diperlukan sebagai seorang warrior.
Perbedaannya adalah equipment mereka.

Gazef memegang sebuah bastard sword. Di lain pihak, Climb memilih broadsword dan perisai kecil. Jika
mereka adalah senjata magic maka akan lain ceritanya, tapi ini hanya digunakan dalam latihan, tak ada
perbedaan dalam hal senjata.

Gazef hanya memiliki sebuah senjata sementara Climb memiliki dua, karena sebuah perisai bisa digunakan
sebagai senjata pula. Ini juga berarti dia memiliki lebih banyak cara untuk menyerang dengan harga yang harus
dibayar adalah pembagian kekuatan.

Tahan serangan pertama dengan perisai dan tebas dengan pedang. Tangkis dengan pedang dan serang dengan
perisai.

Setelah memutuskan serangan balik sebagai strateginya, Climb berfokus terhadap mengamati gerakan Gazef.

Setelah beberapa detik terlewat, Gazef mengeluarkan senyum.

"Apakah kamu tidak mau datang ? Kalau begitu aku akan menyerangmu --- sekarang."

Dengan sikap tenang yang mutlak, Gazef mempersiapkan kuda-kudanya. Pinggang sedikit rendah, kekuatan
mulai masuk ke dalam tubuhnya seperti mata air. Climb juga; dia mengumpulkan kekuatan di dalam tubuhnya
agar dia bisa menahan pedangnya, tak perduli kapanpun datangnya.

Gazef memperpendek jaraknya dan mengayunkan pedangnya sambil mengarahkan ke perisai.

-Cepat!

Climb membuang niat untuk menggerakkan perisainya untuk mementalkan serangan. Dia memfokuskan seluruh
pikiran dan tubuhnya kepada bertahan, hanya menahan serangan.

Selanjutnya - perisai Climb terkena benturan yang luar biasa besar.

Level kekuatan yang cukup membuat Climb berpikir bahwa perisainya telah hancur. Itu adalah sebuah serangan
yang cukup kuat untuk bisa membuat kaku tangan yang menggenggam perisai. Menahan benturan yang seperti
itu akan membutuhkan kekuatan dari seluruh tubuh.

Mementalkannya ? Bagaimana kamu bisa menyamakan timing untuk suatu hal seperti ini?! Getarannya saja
sudah cukup untuk...

Pemikiran naif Climb membuatnya lengah; dia merasakan benturan lain di perutnya.
"Gah!"

Tubuhnya melayang ke belakang, punggungnya menabrak batu lantai yang keras dan mengeluarkan udara dari
paru-parunya. Tatapan Gazef yang datar membuatnya sadar apa yang terjadi.

Baru saja, dia menurunkan kakinya yang mengirimkan sebuah tendangan kuat kepada Climb.

"...Meskipun hanya itu satu-satunya senjata di tanganku, bahaya sekali jika hanya fokus terhadap pedang.
Seperti sekarang ini, kamu bisa terkena sebuah tendangan. Aku mengarahkan ke perutmu tadi tapi biasanya, itu
adalah tempat dimana armor yang lebih ringan. Aku mungkin bisa menghancurkan lututmu....Meskipun kamu
memakai bantalan di pangkal pahamu, jika kamu tidak beruntung, sepatu armor akan menghancurkan mereka.
Amati seluruh tubuh lawanmu dan lihatlah setiap gerakannya."

"...Ya."

Climb menahan rasa sakit dari perutnya dan pelan-pelan berdiri.

Kekuatan fisik Gazef Stronoff yang terkuat di Kingdom memang benar-benar luar biasa. Jika dia
menendangnya dengan serius, maka bukan masalah untuk menghancurkan tulang rusuknya menembus kaos
berantai dan membuatnya tidak bisa bertarung. Alasan mengapa itu bukan masalahnya adalah karena Gazef
menahan diri dan hanya menyentuh perut Climb dengan kakinya dan mendorong Climb dengan niat untuk
mendorongnya ke belakang.

Lagipula itu adalah sparring untuk memberikan instruksi... syukurlah.

Menyadarai bahwa orang terkuat di Kingdom yang melakukan sparring dengannya, Climb bersyukur lalu dia
melanjutkan sikap kuda-kudanya.

Dia harus berhati-hati agar momen berharga ini tidak berakhir dengan tiba-tiba.

Climb sekali lagi mengangkat perisainya dan pelan-pelan mendekati Gazef. Gazef menatapnya tanpa bicara saat
Climb mendekat. Jika ini berlanjut, hanya akan mengulang apa yang sudah terjadi. Climb harus membuat
sebuah rencana saat dia mendekat.

Gazef menunggu, mengeluarkan ketenangannya yang luar biasa. Tidak mungkin bisa membuatnya bertarung
dengan serius.

Adalah hal yang sombong jika merasa marah.

Batasan Climb sudah terlihat. Meskipun bangun lebih awal seperti ini untuk berlatih teknik berpedang, progress
yang dimilikinya lebih lambat dari siput. Dibandingkan saat dia pertama kali mulai berlatih, ini terlalu pelan.

Tetap maju, meskipun jika dia bisa melatih tubuhnya dan meningkatkan kecepatan dan beban dari pedangnya,
skill seperti martial arts masih belum bisa diraihnya.
Seseorang seperti Climb, merasa marah karena kenyataan bahwa orang yang merupakan perwujudan dari bakat
tidak bertarung melawannya dengan serius adalah hal yang tidak sopan. Dia, yang tak mampu menarik keluar
kekuatan penuh orang itu, hanya bisa menyalahkan dirinya yang kurang kemampuan.

Ucapan sebelumnya yang mengatakan bahwa dia tidak boleh menganggap ini sebagai latihan dan menyerang
dengan sepenuhnya adalah sebuah peringatan. Itu artinya "serang dengan niat membunuh atau kamu bahkan
tidak akan memiliki peluang untuk bisa mengimbanginya." Sebuah peringatan yang datang dari pria yang
berdiri di tempat yang jauh di atasnya.

Climb menggeretakkan gigi-giginya.

Dia membenci kelemahannya sendiri. Jika saja dia bisa lebih kuat, maka dia bisa lebih berguna. Dia bisa
menjadi senjata tuannya dan bertarung langsung melawan mereka yang ingin mengotori Kingdom dan melukai
orang-orangnya.

Fakta bahwa pedang milik Renner sangat lemah sehingga Renner harus berhati-hati hingga titik dimana Climb
dipenuhi dengan rasa bersalah.

Namun, Climb langsung menyingkirkan pemikiran seperti itu. Apa yang harus dia lakukan sekarang adalah
untuk tidak kalah dengan perasaan negatif. Mengeluarkan semua yang dia miliki pada pria yang berdiri di dunia
orang-orang kuat agar dia sendiri bisa tumbuh lebih kuat, tak perduli seberapa kecilnya.

Hanya sebuah pemikiran yang memenuhi hati Climb.

Agar bisa berguna bagi sang putri-.

"Oh ?"

Gazef mengeluarkan helaan nafas dan sedikit merubah ekspresinya.

Itu karena wajah dari orang yang berdiri di hadapannya, yang merupakan seorang bocah dan pria dewasa, telah
berubah. Jika dia harus membandingkan, hingga sekarang, dia seperti anak-anak yang bertemu dengan seorang
selebritis dan tidak bisa menahan rasa senangnya. Kegelisahannya telah hilang setelah sebuah tendangan dan
berganti dengan wajah seorang warrior.

Gazef menaikkan level kewaspadaannya satu titik.

Terlebih dari yang disadari Climb, Gazef memiliki pendapat tinggi terhadapnya. Khususnya, pemikirannya
yang tulus, serakah dalam mengejar kekuatan, loyalitasnya yang berbatasan dengan semangat agama, dan
keahlian berpedangnya.

Kemampuan berpedang Climb bukanlah sesuatu yang dia ajarkan. Dia memperolehnya dengan mengintip orang
lain yang sedang berlatih. Memang tidak enak dilihat dan penuh dengan gerakan berlebihan.
Tapi tak seperti yang mereka yang berlatih tanpa berpikir panjang, setiap gerakan pedangnya sangat cermat
dipikirkan dan dikembangkan untuk penggunaan sebenarnya. Istilah buruknya, itu menjadi sebuah pedang
untuk membunuh.

Gazef berpikir itu sangat bagus.

Sebuah pedang pada akhirnya adalah sebuah alat untuk membunuh. Seseorang yang berlatih dengan biasa tidak
akan mampu menunjukkan keefektifannya di dalam pertarungan sebenarnya. Pedang itu tidak akan mampu
melindungi mereka yang harus dilindungi. Pedang itu tidak akan mampu menyelamatkan mereka yang harus
diselamatkan.

Tapi Climb berbeda. Dia akan memotong musuhnya dan melindungi orang yang penting baginya.

Namun-

"-Meskipun kamu menguatkan tekad, perbedaan dalam skill dengan lawanmu masih sangat jauh. Sekarang, apa
yang akan kamu lakukan ?"

Tentu saja, Climb tidak memiliki bakat. Meskipun dia berusaha lebih keras dari siapapun- tak perduli seberapa
keras dia menekan tubuhnya, tanpa bakat, dia tidak akan mampu menjadi kuat. Dia tidak akan mampu mencapai
tingkat orang-orang seperti Gazef atau Brain Unglaus.

Meskipun jika Climb ingin lebih kuat dari siapapun, itu hanya akan terjadi dalam mimpi dan angan-angannya.

Lalu mengapa Gazef memberikan sparring kepada Climb ? Bukankah akan lebih berguna untuk menghabiskan
waktunya dengan orang yang lebih memiliki bakat ?

Jawabannya sederhana. Gazef tidak tahan diam saja dan melihat Climb tanpa henti mengulangi usahanya yang
sia-sia. Jika bakat adalah dinding yang memutuskan batasan manusia, Gazef merasa kasihan kepada si bocah
dan usahanya yang tak ada akhirnya dan ceroboh dalam menabrak dinding.

Itulah kenapa dia berharap untuk mengajarinya metode yang berbeda.

Dia percaya bahwa meskipun ada batasan dalam hal bakat, tidak ada batasan dalam pengalaman.

Dan karena kemarahan yang dia rasakan kepada figur yang patut dikasihani yang pernah menjadi rivalnya.

Tapi meskipun begitu, mencoba untuk memperoleh kepuasan dari hal lain... Aku berhutang maaf kepada
Climb... Tapi menghadapiku seharusnya berguna juga baginya.

"-Serang aku, Climb"

Pada ucapan yang dia keluarkan sendiri, sebuah teriakan kuat datang meresponnya.

"Ya!"
Climb berlari segera setelah dia menjawab.

Gazef, dengan ekspresi serius yang berbeda dari sebelumnya, pelan-pelan mengangkat pedangnya di atas bahu.

Itu adalah posisi untuk serangan vertikal di atas pinggang.

Menahannya dengan perisai akan membatasi gerakannya sendiri dan menangkisnya dengan pedang hanya akan
membuatnya terpental ke belakang. Itu adalah serangan yang membuat gerakan pertahanan menjadi percuma.
Menahannya adalah hal yang bodoh. Tapi broadsword Climb lebih pendek daripada bastard sword Gazef.

Satu-satunya pilihan adalah berlari maju. Mengetahui ini, Gazef menunggu serangan balik.

Itu sama dengan melompat ke mulut harimau - tapi keragu-raguannya hanya berlangsung sesaat.

Climb meluncurkan dirinya ke dalam jangkauan pedang Gazef.

Seakan menunggu saat ini, pedang Gazef diturunkan dan menabrak perisai Climb. Benturan yang luar biasa itu
bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Wajah Climb berubah karena luka yang mengalir ke lengannya.

"Sayang sekali. hasilnya sama seperti sebelumnya."

Dengan sedikit petunjuk kekecewaan, kaki Gazef meraih perut Climb dan -

"[Fortress]!"

Dengan teriakan Climb, Gazef sedikit terkejut.

Pengaktifan martial art, 'Fortress' tidak hanya terbatas pada pedang atau perisai. Mungkin sekali
menggunakannya untuk bagian tubuh manapun. Alasan seseorang biasanya mengaktifkannya ketika
menghadang dengan senjata mereka adalah karena sulit sekali menemukan timing yang tepat untuk hal lainnya.
Menggunakannya pada armor membawa resiko menerima serangan lawan tanpa pertahanan apapun.
Menyimpan skill tersebut untuk menghadang dengan pedang atau perisai adalah hal yang biasa.

Namun, masalahnya selesai jika seseorang bisa memprediksi gerakan lawan selanjutnya seperti yang Climb
lakukan terhadap tendangan Gazef.

"Apakah kamu menargetkan ini?!"

"Ya!"

Kekuatan di belakang tendangan Gazef menghilang seakan terserap oleh sesuatu yang lembut. Tak mampu
mengalirkan kekuatannya kepada kakinya yang terulur, Gazef membuang percobaan untuk mencoba membawa
kakinya kembali ke tanah. Membuatnya berada pada posisi yang tidak menguntungkan, Climb menyerang.

"[Slash]!"
Sebuah martia art, high slash.

Hanya satu, memiliki satu skill yang bisa digunakan dengan penuh percaya diri.

Mengambil ucapan yang dia dengar dari warrior tertentu ke dalam hatinya, ini adalah serangan yang
dipraktekkan Climb yang tidak memiliki bakat berhari-hari.

Tubuh Climb tidak diselimuti oleh armor otot-otot. Dari awal, bentuk tubuhnya tak pernah sekalipun untuk
figur tipe seperti itu. Dan juga, jika dia memang membangun otot, dia tidak bisa mempertahankan
kelincahannya.

Karena hal ini, tubuhnya ditempa untuk sebuah spesialisasi melalui pengulangan yang tak ada akhirnya.

Hasilnya adalah sebuah sabetan vertikal dan lurus, sebuah serangan dengan kecepatan tinggi yang membatasi
ranah yang keabsurdan. Seperti sebuah kilatan cahaya, sebuah sabetan yang terlihat seperti memanggil badai.

Serangan ini datang ke bawah menuju ke atas kepala Gazef.

Di dalam pikiran Climb, pemikiran bahwa serangan berkelanjutan akan menghasilkan luka yang fatal telah
hilang sama sekali. Itu adalah sebuah teknik yang hanya bisa dilakukan karena kepercayaan diri yang tidak
tergoyahkan bahwa seorang pria bernama Gazef tidak akan tewas karena hal seperti ini.

Dengan suara raungan logam, bastard sword diangkat untuk bertemu dengan broadsword yang turun.

Semuanya sejauh ini seperti dugaan.

Climb mengalirkan seluruh kekuatan di tubuhnya untuk mencoba menghancurkan keseimbangan Gazef.

Namun - tubuh Gazef tidak bergeming.

Bahkan dalam posisi yang canggung berdiri di satu kaki, Gazef seperti pohon raksasa dengan akar yang tebal
menancap ke tanah.

Serangan Climb yang terkuat dengan seluruh yang dia miliki, ditambah lagi dengan dua martial art, dan Climb
masih tidak bisa menyamai Gazef yang hanya berdiri satu kaki. Meskipun terkejut, mata Climb bergerak ke
perut Gazef.

kenyataan bahwa dia telah menurunkan broadsword berarti bahwa jarak mereka telah menjadi pendek. Itu juga
berarti bahwa Gazef bisa menendangnya lagi di perut.

Tendangan mendarat di tubuh Climb segera setelah dia melompat ke belakang.

Ada luka yang kecil dan meredup. Keduanya berdiri berhadapan dengan beberapa langkah jarak yang
memisahkan mereka.
Gazef sedikit mengendurkan matanya dan menenangkan bibirnya.

Meskipun dia tersenyum, bukan tidak menyenangkan, tapi menyegarkan. Membuat Climb sedikit malu.
Baginya, itu terlihat seperti sebuah senyum dari seorang ayah yang melihat pertumbuhan anaknya.

"Itu bagus sekali. Kalau begitu aku akan sedikit serius."

Ekspresi Gazef berubah.

Climb merasa merinding di sekujur tubuhnya. Yang terkuat di Kingdom akhirnya menunjukkan diri.

"Aku memiliki potion disini jadi tidak usah khawatir. Ini bisa menyembuhkan retak."

"...Terima kasih."

Cara tanpa bicara Gazef menunjukkan bahwa dia harus bersiap terhadap tulang yang retak membuat jantung
Climb berdegup dengan kencang di dadanya. Dia terbiasa dengan luka tapi bukan berarti dia menikmatinya.

Gazef menutup jaraknya dengan dua kali kecepatan Climb.

Bastard Sword menggambar sebuah busur yang cukup rendah untuk menggesek lantai dan menebas kaki Climb.
Kecepatannya, dipenuhi dengan kekuatan rotasi, Climb cepat-cepat menusukkan broadsword ke lantai mencoba
untuk melindungi kakinya.

Dua sisi berbenturan, setidaknya, itulah yang diyakini Climb. Dalam sekejap - pedang Gazef berubah arah dan
bergeser naik di samping broadsword.

"Kuh!"

Climb menyandarkan tubuhnya ke belakang dan pedang tersebut melayang beberapa inchi dari wajahnya.
Angin dari tebasan itu memotong beberapa helai rambutnya ketika melewatinya.

Ketakutan pada kenyataan bahwa Gazef telah membuatnya tersudut seburuk ini dengan secepat ini, Climb
melihat dalam pandangannya ke arah bastard sword yang berhenti dan cepat-cepat kembali.

Sebelum dia bisa berpikir, insting menyelamatkan dirinya membuat Climb mendorong maju dengan perisai
kecil. Bastard Sword bertabrakan dengan perisai dan suara logam yang keras terdengar.

Dan-

"-Ugh!"

Climb merasakan nyeri yang kuat saat dia terdorong ke samping. Benturan saat tubuhnya menabrak dengan
keras ke lantai memaksa pedangnya terlepas dari tangan.
Bastard Sword yang berbenturan dengan perisai kecil telah bergerak ke atas dan mengirimkan benturan yang
kuat ke samping Climb.

"Perhatikan alirannya, bukan hanya menyerang dan bertahan. Kamu harus bergerak agar setiap tindakanmu bisa
mengalir kepada serangan selanjutnya. Pertahananmu harus bertindak sebagai bagian dari seranganmu
berikutnya."

Gazef berbicara kepada Climb dalam suara yang lirih sambil mengambil pedangnya dan mencoba untuk berdiri
sambil memegang bagian samping tubuhnya.

"Aku mengendalikan kekuatan agar tidak hancur. Kamu seharusnya bisa melanjutkan... Apa yang ingin kamu
lakukan ?"

Gazef, yang bahkan tidak lelah, dan Climb, yang kaku dan berat karena luka.

Pemandangan yang buruk karena tidak mampu bertahan dalam beberapa serangan, dia hanya membuang-buang
waktu Gazef. Meskipun begitu, Climb ingin menjadi lebih kuat, tak perduli walau hanya sedikit.

Dengan mengangkat pedangnya, Climb mengangguk kepada Gazef dan melanjutkan kuda-kudanya.

"Bagus sekali, mari kita lanjutkan."

"Ya!"

Dengan suara teriakan yang serak, Climb menyerang.

Dihajar, terlempar kesana kemari, dan suatu ketika bahkan beralih menjadi pukulan-pukulan dan tendangan-
tendangan, Climb roboh ke lantai dengan nafas terengah-engah. Hawa dingin dari lantai terasa nyaman saat
menyerap panas tubuhnya melalui chain shirt miliknya.

"Hah, hah, hah..."

Climb bahkan tidak mencoba mengusap keringatnya. Tidak, dia bahkan tidak memiliki energi untuk
melakukannya.

Menahan tusukan-tusukan luka, Climb yang tak mampu menahan rasa lelah yang semakin meningkat di sekujur
tubuhnya, menutup matanya sedikit.

"Usaha yang bagus. Aku mencoba untuk tidak menghancurkan atau meremukkan apapun, tapi bagaimana ?"

"...."

Terkapar di lantai, Climb menggerakkan tangannya dan menyentuh bagian-bagian yang masih memberi rasa
nyeri.
"Kurasa tidak ada masalah apapun. Sakit sih, tapi mereka hanyalah goresan-goresan."

Rasa sakitnya berdering ringan; tidak akan menjadi hambatan terhadap keamanan putri.

"Begitukah... Kalau begitu kita tidak akan memerlukan potion."

"Ya. Lagipula, penggunaan yang ceroboh akan membatalkan efek dari latihan otot."

"Memang benar. Mereka seharusnya dibiarkan sembuh secara alami tapi magic akan membuat otot-otot itu
kembali ke bentuk asal. Aku asumsikan kamu akan kembali ke tugasmu sebagai pengawal putri ?"

"Ya."

"Kalau begitu ambil ini. Gunakan jika ada sesuatu yang terjadi."

Dengan suara berdenting, botol potion itu berada di samping Climb.

"Terima kasih."

Dia bangun sendiri dan melihat ke arah Gazef, kepada pria yang pedangnya tidak bisa disentuh sekalipun.

Pria yang tak ada goresan apapun itu melihat ke arah Climb dengan aneh, lalu bebicara.

"Ada apa ?"

"Bukan apa-apa... saya hanya berpikir anda memang menakjubkan."

Nafas Climb menjadi tenang, hampir tak ada jejak keringat di dahinya. Climb menghela nafas; dia menyadari
bahwa ini adalah perbedaan antara dirinya, yang ada di lantai, dan yang terkuat di Kingdom. Di lain pihak,
Gazef menyunggingkan senyum pahit.

"...Oh begitu."

"Bagaimana-"

"-Meskipun kamu tanya bagaimana aku bisa kuat. Aku tak punya jawaban yang bisa kuberikan. Itu hanya bakat.
Aku belajar bagaimana bertarung selama hari-hariku sebagai tentara bayaran. Pekerjaan yang disebut vulgar
oleh para bangsawan ini, aku mempelajarinya selama hari-hari itu."

Tidak ada trik untuk memperoleh kekuatan, Gazef berkata. Harapan yang mengadopsi latihan yang sama akan,
hingga titik tertentu, membantunya menjadi lebih kuat menjadi dihancurkan.

"Climb, kamu memiliki potensi akan itu. Memukul dan menendang, menggunakan tinjumu untuk bertarung."

"Be...Begitukah ?"
"Memang benar. Pada kenyataannya, beruntung sekali kamu tidak dilatih menggunakan seni berpedang atau
sebagai prajurit. Ketika seseorang memegang pedang, mereka cenderung terfokus bertarung hanya dengan
menggunakan senjata. Aku percaya bahwa ini salah. Merubah pandangan kita akan pedang untuk melihatnya
hanya sebagai cara lain dalam menyerang sambil menggabungkan tinju-tinju dan kaki-kaki, bukankah itu lebih
efektif di dalam pertarungan yang sebenarnya ? Yah... pedangku lebih cocok untuk para petualang."

Wajah datar Climb yang biasanya telah hilang dan digantikan dengan senyum. Dia tidak mengira yang terkuat
di Kingdom ini memuji skill miliknya setinggi itu; gerakan tak beraturan dan skill miliknya tidak memiliki
kerangka.

Pedang yang diejek oleh para bangsawan di belakangnya dipuji. Kegembiraannya sangat besar sekali.

"Kalau begitu, aku akan pergi. Aku tidak boleh telat mendatangi sarapan pagi sang raja. Apakah kamu akan
kembali ?"

"Tidak. Seharusnya ada seorang tamu hari ini."

"Seorang tamu ? Mungkin seorang bangsawan ?"

Saat Gazef mengiranya aneh sang putri akan menerima tamu, Climb merespon.

"Ya, Aindra-sama akan berkunjung."

"Aindra?..Ah! Tapi Aindra yang mana yang kamu maksud ? Yang biru, ya kan ? Bukan yang Crimson (Merah
Tua) ?"

"Ya. Blue Rose (Mawar Biru)."

Kelegaan di wajah Gazef jelas terlihat dalam sekali lihat.

"Benar... Memang begitu. Jika seorang teman berkunjung..."

Gazef pasti mengira alasan Climb yang tak diundang sarapan pagi adalah karena seorang teman yang datang.
Sebenarnya, Climb adalah orang yang menolak penawaran sang putri. Meskipun jika dia berada pada posisi
diperbolehkan, menolak keluarga kerajaan, bahkan Gazef akan mengerutkan dahi akan berita ini. Itulah kenapa
Climb tetap diam untuk masalah tersebut dan menyerahkannya pada imajinasi pria itu.

Bahkan Aindra sendiri, yang kenal dengan Climb melalui Renner, memintanya untuk bergabung dengan
mereka. Dia tidak akan memberikan reaksi yang sama dengan para bangsawan lain jika Climb bergabung
dengan sarapan mereka.

Ini adalah pertimbangan untuk tuannya yang memiliki sedikit teman-teman wanita. Seorang putri yang hampir
tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pembicaraan di kalangan para gadis dan Climb yang merasa
bahwa ketidakhadirannya adalah hal yang terbaik.
"Terima kasih atas petunjuk anda hari ini, Gazef-sama."

"Tidak sama sekali, tidak usah dihiraukan. Aku juga menikmatinya."

"...Jika tidak terlalu bermasalah, maukah anda mengawasi latihan saya di lain waktu juga ?"

Gazef berhenti sejenak - sebelum Climb meminta maaf, Gazef berbicara.

"Aku tidak melihatnya masalah jika kita tetap melakukan ketika yang lainnya tidak ada."

Climb tidak membuka mulutnya, dia benar-benar mengerti alasan dari keraguan pria itu. Dia lalu memaksa
tubuhnya yang berderak itu untuk berdiri menunjukkan ketulusannya.

"Terima kasih banyak!"

Gazef pelan-pelan melambaikan tangannya dan berbalik.

"Aku akan serahkan bersih-bersihnya kepadamu. Akan masalah jika aku melewatkan sarapannya..Ah, benar
juga. Tebasan vertikal tadi tidak buruk, tapi kamu harus menyimpan gerakanmu yang selanjutnya di pikiran
saja. Pikirkan saja apa yang akan terjadi jika musuhmu menghadang atau menghindari seranganmu."

"Ya!"
Part Four
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 6:22

Setelah berpisah dengan Gazef, Climb mengusap keringatnya dengan handuk basah dan menuju tempat yang
benar-benar berbeda dengan aula utama.

Ruangannya saat ini seluas aula sebelumnya, dipenuhi dengan orang-orang yang sedang bercakap-cakap.
Sebuah aroma yang lezat bercampur dengan suasana hangat, meningkatkan nafsu makan orang-orang.

Itu adalah mess hall (ruang makan).

Climb berjalan menembus kebisingan dan berdiri di belakang garis orang-orang. Seperti orang di depannya, dia
mengambil salah satu hidangan yang bertumpuk tinggi. Pada nampannya, dia meletakkan sebuah piring kayu,
sebuah mangkuk sup kayu, dan sebuah sendok kayu.

Dia menyajikan makanannya secara teratur.

Sebuah kentang rebus besar, roti gandum, rebusan putih dengan sedikit daging dan sayuran, acar kubis dalam
cuka, dan sebuah sosis. Dari sudut pandang Climb, itu adalah makanan yang mewah.

Saat makanan menuju nampannya, Climb mencium aroma mewah dan menstimulasi perutnya. Dia lalu melihat
ke sekeliling ruang makan.

Para prajurit yang bersuara keras memakan makanan mereka sambil ngobrol hal-hal yang remeh seperti hari
libur mereka, makanan hari ini, keluarga, dan tugas-tugas remeh mereka.

Climb menemukan kursi kosong dan menuju kesana menembus suara bising tersebut.

Dia duduk di ruangan dengan kursi panjang. Para prajurit duduk di masing-masing sisinya, berbicara dengan
ramai di antara teman mereka. Mereka hanya menatap Climb tidak tertarik lalu kembali melanjutkan
percakapan mereka.

Orang luar akan berpikir suasana ini aneh.

Meskipun percakapan di sekitar sangat ramai, tak ada satupun yang mencoba untuk melakukan percakapan
dengan Climb. Tentu saja, orang-orang memang biasanya tidak akan begitu saja langsung berbicara dengan
orang aneh. Tapi mereka adalah sama-sama prajurit yang suatu saat, mempercayakan nyawa satu sama lain.
Memang benar, respon seperti sangat aneh.

Seakan orang yang bernama Climb tidak ada.

Climb sendiri tidak berusaha untuk berbicara dengan yang lainnya, alasannya jelas karena dia mengerti
posisinya.

Yang menjaga kastil bukanlah prajurit biasa. Seorang 'prajurit' Kingdom yang dimaksud adalah milisi yang
dipersenjatai oleh para bangsawan yang memiliki teritori. Termasuk orang-orang yang terdaftar yang memiliki
gaji yang dibayarkan oleh gubernur dan mereka yang melayani sebagai penjaga kota. Apa yang mereka miliki
sama adalah mereka dibuat dari orang-orang biasa.

Namun, ada banyak masalah dengan memperbolehkan orang asal-asalan untuk menjaga istana, pusat dari berita
dan informasi yang penting, dan menempatkan mereka sangat dekat dengan keluarga kerajaan.

Itulah kenapa sebuah rekomendasi dari seorang bangsawan dibutuhkan agar seseorang bisa menjadi penjaga
istana. Jika seorang penjaga menyebabkan masalah, para bangsawan yang membuat rekomendasi harus
bertanggung jawab. Oleh karena itu, hanya mereka dengan latar belakang bersih dan juga suara dan pikiran
tubuh yang bersih pula yang diberikan rekomendasi.

Namun, ini menyebabkan terbentuknya para fraksi.

Tergantung fraksi mana yang mensponsori tempat bangsawan itu, prajurit itu akan berakhir diikat ke dalam
kelompok itu pula. Seorang prajurit yang menolak bahkan tidak akan menerima rekomendasi sejak awal. Adil
dikatakan bahwa tidak ada pengecualian kepada siapapun tentang peraturan ini.

Kelihatannya memang penuh dengan celah, tapi sebaliknya, terlibat dalam perebutan kekuasaan artinya bahwa
para prajurit melatih kemampuan mereka dengan rajin. Meskipun kekuatan mereka sedikit di bawah knight
Empire, para prajurit yang menjaga istana masih bisa membanggakan keterampilan yang cukup.

Kekuatan Climb berada beberapa level di atas mereka, tapi itu juga adalah salah satu alasan mengapa para
bangsawan menolaknya. Mereka tidak tahan dengan kenyataan bahwa dia lebih kuat dari para prajurit yang
mereka rekomendasikan sendiri.

Tentu saja, ada juga sebuah instansi dimana para bangsawan yang mensponsori para prajurit tidak berada pada
fraksi manapun. Namun, dengan perebutan kekuasaan saat ini di Kingdom antara fraksi kerajaan dengan fraksi
bangsawan, hanya ada satu bangsawan yang bisa datang dan pergi diantara mereka seperti kelelawar.

Dan diantara para prajurit tersebut, hanya ada satu pria yang tidak terdaftar dalam rekomendasi para bangsawan.

Orang itu adalah Climb.

Biasanya, seseorang dengan latar belakang seperti Climb tidak akan bisa melayani di sisi Renner.
Melindungi keluarga kerajaan, sebuah tugas sepenting itu tidak akan datang pada orang dengan kasta bawah.
Sudah umum diketahui bahwa hanya mereka dengan kelas bangsawan yang bisa melindungi keluarga kerajaan.

Bagaimanapun juga, ada pengecualian untuk kasus ini, seperti para warrior elit Kingdom, begitu juga dengan
prajurit terkuat, Gazef Stronoff. Dan jika Putri Renner sangat berharap terhadap hal itu, ada beberapa yang
buka-bukaan melawannya. Meskipun jika anggota dari keluarga kerajaan bisa bicara melawannya, siapa yang
akan ikut campur ketika dia mendapatkan persetujuan sang raja ?

Climb diberi kamar pribadi sendiri bisa disebut sebagai hasil dari keadaan yang sangat rumit. Seorang prajurit
sederhana bahkan tidak bisa bermimpi untuk memiliki kamar sendiri dan akan menghabiskan hari-harinya di
area yang lebih luas. Meskipun Renner memerintahkannya, alasan lain memberikan kamar pribadi untuk Climb
adalah untuk mengisolasinya. Agar tidak berada di salah satu fraksi membuatnya sebagai orang yang
menyusahkan.

Mempertimbangkan keadaan Climb, jelas sekali bahwa dia berada pada fraksi kerajaan. Tapi itu adalah
kumpulan dari para bangsawan yang bersumpah setia kepada sang raja. Dari sudut pandang mereka, Climb,
dengan latar belakang yang tidak jelas, adalah hal yang buruk.

Akibatnya, fraksi kerajaan melihat Climb sebagai orang yang sulit untuk direkrut, kecuali jika dia dibiarkan saja
lalu mau bekerja untuk pihak mereka. Fraksi bangsawan melihat sebuah keuntungan menarik Climb ke pihak
mereka, tapi di waktu yang sama, mengakui akan bahayanya.

Meskipun jika mereka disebut fraksi, bukan berarti bahwa banyak bangsawan yang berkelompok memiliki satu
pemikiran. Bagaimanapun juga, sebuah fraksi adalah perkumpulan merupakan cara berpikir mereka untuk bisa
semakin dekat dengan tujuan mereka. Jika fraksi keluarga kerajaan memiliki seseorang yang tidak menyambut
Climb - seorang rakyat biasa yang tidak diketahui asal usulnya yang sangat dekat dengan putri yang sangat
cantik yang disebut putri emas - maka bisa diasumsikan bahwa fraksi bangsawan memiliki seseorang yang ingin
membawanya ke pihak mereka.

Bagiamanapun juga, saat ini tak ada satupun dari masing-masing kelompok yang cukup bodoh untuk mendekati
Climb dan memecah fraksi mereka sendiri.

Akibatnya dua fraksi itu memutuskan bahwa mereka masing-masing tidak ingin menyerahkan Climb ke pihak
seberang, tapi di waktu yang sama, juga tidak ingin ke pihak mereka.

Itulah kenapa dia tidak bicara dengan siapapun dan makan sendirian.

Hanya menggerakkan sendoknya tanpa bicara dengan orang lainnya, dalam sekilas, sarapannya bahkan tidak
sampai sepuluh menit selesai.

"Aku harus pergi."

Sebuah kebiasaan yang terbentuk karena sering sendirian, Climb bergumam sendiri karena puas. Saat dia
bangkit dari kursi, seorang prajurit yang lewat menabraknya.

Siku prajurit tersebut menyentuh luka dari latihan dengan Gazef, menyebabkan Climb, yang ekspresinya masih
datar, menghentikan kakinya.

Prajurit itu terus berjalan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tak usah ditanya lagi, para prajurit di sekitarnya
tidak berkata apapun pula. Sedikit orang yang melihat insiden tersebut sedikit mengerutkan dahi tapi tidak
bicara.

Dengan sebuah helaan nafas panjang, Climb menggenggam piring kosongnya dan berjalan lagi.

Tipe insiden seperti ini terjadi setiap hari. Dia bahkan merasa beruntung itu tidak terjadi ketika dia masih
membawa semangkuk rebusan panas.

Menjulurkan kaki agar membuatnya tersandung atau menabraknya dengan sengaja dan berpura-pura sebagai
kecelakaan, sikap seperti itu sangat biasa. Namun-

-Lalu bagaimana.

Climb berjalan dengan tenang. Orang-orang itu tidak bisa melakukan yang lebih buruk lagi, terutama jika dia
ditempatkan di tempat dengan banyak pasang mata seperti ruang makan.

Climb mengencangkan dadanya, matanya tertuju ke depan; dia benar-benar tidak melihat ke bawah.

Jika dia tampil tidak enak dilihat, itu akan menjadi sedikit merusak tuannya, Renner. Reputasi dari wanita yang
dia berikan sumpah setia menjadi taruhannya.
Chapter 2 – Blue Rose
Part One
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 8:02

Putih, Armor Full Plate dan sebuah pedang dikencangkan di pinggangnya. Equipment miliknya berada dalam
kondisi sempurna, Climb melangkah ke dalam istana Valencia.

Istana Valencia dibagi luasnya menjadi tiga bangunan utama. Yang dituju oleh Climb adalah yang terluas dan
tempat kediaman dari keluarga kerajaan.

Berbeda dari beberapa saat yang lalu, tempat ini didesain untuk membiarkan cahaya masuk sebanyak mungkin,
membuatnya sangat terang sekali hampir membuat buta.

Dia berjalan di lorong yang luas yang sangat bersih bahkan tak ada sedikitpun jejak debu yang ditemukan,
apalagi sampah. Armor Full Plate miliknya tidak membuat banyak suara, alasannya karena benda itu ditempa
dengan mithril dan orichalcum dan diberi mantra magic.

Pengawal istana - para knight, yang juga memakai armor full plate, sedang berdiri tegak di lorong yang luas dan
bersih.

Knight dari Empire maksudnya adalah orang-orang biasa yang merupakan bagian dari pasukan yang berjaga. Di
lain pihak, Knight dari Kingdom adalah mereka yang diberikan titel bangsawan. Sebagai contoh, ada banyak
kesempatan dimana anak ketiga dari keluarga bangsawan akan menjadi seorang knight, karena mereka tidak
bisa mewarisi sebagai kepala rumah tangganya. Namun, karena Kingdom membayar para knight dengan gaji
besar, mereka hanya menerima yang mahir dalam pedang. Tidak mungkin hanya dengan koneksi saja meskipun
jika salah satunya adalah seorang bangsawan.

Yang paling cocok untuk menyebut mereka adalah sebagai para pengawal elit raja.

Kebetulan saja, 'Kapten Warrior' adalah titel gaya baru untuk Gazef karena ada banyak perlawanan terhadap
pemberian gelar knight.

Climb menyapa dengan lirih knight-knight tersebut. Seperti yang diduga, hanya beberapa yang balas membalik
sapaannya, tapi beberapa memang merespon dan bahkan membalasnya dengan tulus. Meskipun mereka adalah
seorang bangsawan, orang-orang ini telah bersumpah untuk melayani sang raja dan membawa hati seorang
warrior. Loyalitas mereka tidak terlupakan, mereka sangat hormat dengan yang memiliki skill.

Di lain pihak, diantara orang-orang yang dilewati Climb di lorong, ada juga mereka yang jelas-jelas
membencinya dengan sekali tatap.

Mereka adalah para pelayan. Kebanyakan dari mereka menunjukkan wajah pahit kapanpun mereka melihat
Climb.

Para pelayan yang bekerja di istana berbeda dari pelayan biasa dan mereka adalah putri-putri dari rumah para
bangsawan yang datang untuk mendapatkan pengalaman. Pada satu sisi, para pelayan itu memiliki posisi yang
lebih tinggi dari Climb. Terutama mereka yang bekerja sangat dekat dengan keluarga kerajaan, kebanyakan dari
mereka adalah putri-putri dari para bangsawan kelas tinggi. Ketidaksenangan mereka pada kenyataan bahwa
mereka harus menundukkan kepala mereka kepada seseorang yang lebih rendah dari rakyat biasa membuat
marah.

Dalam istilah peringkat, memang benar Climb berada di bawah mereka. Mereka mungkin ingin menunjukkan
rasa tidak suka mereka ketika Renner tidak ada di dekat situ. Setelah berpikir demikian, Climb tidak
menunjukkan rasa marahnya terhadap sikap mereka.
Tapi apa yang gagal Climb sadari adalah pemikirannya memunculkan lingkaran tercela dimana para pelayan
akan salah pengertian terhadap wajahnya yang tanpa ekspresi sebagai ketidakperduliannya, membuat mereka
tambah marah. Di lain pihak, jika dia adalah tipe yang bisa melihat hal semacam itu maka mungkin yang
lainnya akan bisa ditangani dengan lebih lancar.

Memang benar bagi Climb bahwa setiap hari saat dia berada di istana, sarafnya sedikit lelah.

Meskipun memang demikian, Renner dan Ranpossa III bukanlah satu-satunya orang yang hidup di istana ini.

Ugh?!

Tiba-tiba, Climb bergerak ke samping lorong, mengencangkan punggungnya dan berdiri siap dengan tangan di
dadanya.

Dua orang sedang mendekati. Yang mengikuti dari belakang adalah seorang pria tinggi dan kurus dengan
rambut pirang yang disisir di belakang kepala.

Marquis Raeven, salah satu dari enam keluarga bangsawan besar di Kingdom.

Masalahnya adalah yang pendek, pria gemuk yang berjalan di depannya. Namanya adalah Zanack Valurean
Igana Ryle Vaiself, pangeran kedua dan pewaris tahta urutan kedua.

Zanack menghentikan kakinya, wajahnya yang gemuk berubah mengerut.

"Kenapa, Climb. Apakah kamu sedang menuju untuk menunjukkan mukamu kepada monster itu ?"

Hanya ada satu orang yang disebut oleh pangeran Zanack sebagai monster. Meskipun dia tahu itu kurang ajar,
Climb tidak membiarkan begitu saja.

"Yang mulia, saya sangat senang sekali dengan ucapan anda tapi Renner-sama bukanlah seorang monster.
Beliau sangat baik dan cantik, bahkan ada beberapa orang yang menyebutnya sebagai harta kerajaan."

Apa lagi sebutan bagi orang yang menyingkirkan perdagangan budak dan menawarkan banyak kebijaksanaan
untuk menolong rakyat ? Meskipun beberapa kebijakan itu yang bisa melihat cahaya (disetujui) sangat kecil
karena pemeriksaan yang dilakukan oleh para bangsawan, Climb tahu betul bahwa seberapa besar kepedulian
sang putri terhadap masyarakat.

Setiap kali sebuah kebijakan yang mana akan menolong rakyat biasa ditolak karena alasan bodoh seperti
bangsawan yang mencoba menyelamatkan muka mereka, gadis yang berhati mulia itu akan menangis di depan
Climb. Pria ini, Zanack, yang bahkan tidak mengangkat satu jaripun, tidak berhak untuk berkata apapun.

Dia sangat ingin sekali berteriak, dan mengarahkan tinjunya.

Meskipun mereka hanya separuh saudara- itu bukanlah kalimat yang harus dikatakan oleh seseorang yang
memiliki darah yang sama. Namun, dia tidak bisa membiarkan kemarahannya muncul.

Renner telah berkata seperti ini:

Kakakku akan mencoba untuk memancing amarahmu agar dia bisa merasa puas. Dia kelihatannya sedang
mencari alasan untuk memisahkan kita. Climb, jangan biarkan mereka melihatmu lemah.

Ekspresi sedih itu - tuannya yang tidak diterima oleh keluarganya sendiri, Climb teringat hari dimana dia
bersumpah bahwa dia tidak akan pernah mengkhianatinya.

"Tapi aku tidak bermaksud secara khusus kepada Renner loh ? Itu pasti yang sebenarnya kamu pikirkan... kalau
begitu, mari kita hentikan hal-hal yang sudah jelas. Tapi harta...apa benar ? Apakah dia benar-benar berpikir
ide-ide yang ditawarkan akan berhasil ? Kelihatannya bagiku sepertinya dia sudah tahu mereka tidak akan
berhasil, tapi tetap saja melakukannya."

Tidak mungkin itu benar. Bagaimana bisa ? Itu adalah kecemburuan yang buruk dari seorang pria yang hanya
berpikir dalam kadar seperti itu.

"Saya pikir bukan itu masalahnya.."

"Fufufufu. Seperti yang kuduga, kelihatannya kamu tidak melihatnya sebagai seorang monster. Apakah karena
kamu buta ? Atau mungkin dia terlalu cerdas ?.... Apakah aku harus curiga ?"

"Tidak sama sekali. Saya sangat yakin bahwa Renner-sama adalah harta bagi kerajaan ini."

Karena Climb yang melihatnya paling dekat, dia yakin bahwa semua yang Renner lakukan adalah benar.

"Benarkah, benar-benar menarik. Kalau begitu bisakah kamu sampaikan sebuah pesan kepada monster itu
dariku ? ...Meskipun kakakmu hanya menganggapmu sebagai alat politik, jika kamu mau bekerja sama
denganku, aku bisa menyingkirkanmu dari hak sebagai calon pewaris dan memberimu sebuah teritori."

Rasa tidak senang di dalam tubuh Climb semakin meningkat.

"...Guyonan seharusnya tidak terlalu berlebihan. Saya tidak mengira anda bisa berkata demikian. Saya akan
pura-pura untuk tidak mendengarnya."

"Fufufufu. Sayang sekali. Ayo pergi, Marquis Raeven."

Pria yang melihat keduanya tanpa bersuara menganggukkan kepala.

Tidak banyak yang diketahui tentang Marquis Raeven. Meskipun dia telah menggambar garis yang jelas antara
Climb dan dirinya, matanya sedikit berbeda dari bangsawan lainnya. Renner juga tidak memberikan perintah
khusus tetang bagaimana menghadapi Raeven.

"Ah, aku hampir lupa. Marquis Raeven juga memiliki pendapat yang sama dan berpikir dia adalah seorang
monster. Tidak, kamu bisa bilang bahwa kami benar-benar setuju dengan masalah ini."

"--Yang Mulia."

"Hanya satu kalimat lagi, Marquis Raeven. Dengar, Climb. Jika kamu adalah orang fanatik maka aku tidak akan
repot-repot mengatakan apapun. Tapi... Aku memberimu sebuah peringatan karena bisa saja dia mengakalimu.
Dia adalah seorang monster."

"Yang mulia, meskipun ini mungkin lancang bagi saya, biarkan saya bertanya. Bagaimana mana dari Renner-
sama yang anda pikir kalau dia adalah seorang monster ? Tidak ada orang lain yang lebih perduli terhadap
kerajaan dan rakyatnya."

"...Hampir semua usahanya berakhir sia-sia. Tindakannya terlalu tidak berguna. Pada awalnya, aku kira
mungkin itu karena persiapannya yang kurang. Lalu, ide yang muncul ketika mengobrol dengan Marquis disini.
Bagaimana jika semuanya sudah diperhitungkan ? Maka semuanya akan masuk akal. Jika itu benar... itu artinya
gadis yang separuh hidupnya hanya ada di istana dan hampir tak punya memiliki hubungan dengan para
bangsawan sedang mengendalikan mereka sesuka hati... Apa sebutannya kalau bukan monster ?"

"Itu hanya salah paham. Renner-sama bukan orang semacam itu."

Climb sangat yakin.

Air mata itu bukanlah bualan. Gadis yang disebut Renner memang tidak egois dan baik hati. Climb, yang
diselamatkan hidupnya oleh Renner, sangat tahu akan hal ini.

Tapi kalimatnya tidak sampai kepada sang pangeran. Dia menunjukkan senyum pahit dan berjalan menjauhi
Climb bersama Marquis Raeven yang mengikuti di belakangnya.

Climb bergumam di lorong yang kosong.

"Renner-sama adalah orang yang paling baik di dunia ini. Aku hidup adalah buktinya. Jika..."

Dia menelan kalimat terakhir itu. Meskipun begitu, kalimat itu berlanjut di hatinya.

Jika Renner-sama memimpin Kingdom, maka negara ini akan menjadi negara hebat yang dibangun oleh
rakyatnya.

Tentu saja, mempertimbangkan garis pewaris takhta, itu adalah keinginan yang mustahil.

Bagaimanapun juga, Climb tidak bisa menyerah.


Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 8:11

Akhirnya, Climb tiba di depan ruangan di dalam istana yang sering dia kunjungi.

Setelah memeriksa sekitar beberapa kali, dia dengan berani memutar kenop pintu.

Tanpa mengetuk adalah hal yang konyol, tapi ini adalah yang diinginkan oleh tuannya. Dia tidak mau
mendengarnya tak perduli berapa kalipun Climb menolak melakukannya.

Pada akhirnya, Climb lah yang mengalah. Mau bagaimana lagi jika air mata seorang gadis membuatnya
kewalahan. Meskipun berkata demikian, dia akhirnya berhasil membuat beberapa syarat. Tak perduli apapun
yang Renner katakan, dia tidak bisa masuk tanpa mengetuk pintu ketika ada sang raja.

Memang benar bahwa masuk tanpa mengetuk pintu adalah sumber dari stres yang luar biasa bagi Climb. Tak
usah dikatakan lagi, setiap kali dia membuka pintu, Climb merasa bahwa hal seperti tidak mungkin
diperbolehkan.

Saat dia akan membuka pintu lebar-lebar, tangannya berhenti saat suara diskusi yang semakin panas mengalir
melalui celah kecil.

Dia mendengar dua suara, keduanya wanita.

Alasan dia berhenti karena salah satu suara terdengar sangat merasuk ke dalam diskusi sehingga tidak
mengetahui kehadiran Climb, walaupun dia ada di luar ruangan. dia tidak ingin melemparkan air dingin kepada
antusias mereka. Climb berdiri tegak dan memfokuskan telinganya ke arah suara di dalam ruangan. Meskipun
dia merasa bersalah karena telah menguping, dia akan merasa lebih bersalah jika dia menyela pembicaraan yang
sedang panas-panasnya itu.

"-dikatakan sebelumnya ? Manusia hanya terfokus pada keuntungan yang ada di depan mereka."

"Mmmm..."

"..Renner, kamu berencana untuk memanen hasil pertanian yang berbeda dengan rotasi... meskipun aku tidak
yakin bahwa itu akan meningkatkan hasilnya... berapa lama orang-orang harus menunggu agar bisa muncul
hasilnya ?"

"Menurut perhitunganku, setidaknya, memakan waktu sekitar enam tahun."

"lalu bagaimana dengan perkiraan kerugian atas enam tahun ketika kita memanen hasil tanam yang berbeda."

"Tergantung yang ditanam... tapi jika kita sekarang berjumlah seratus maka sekitar delapan puluh persennya.
Jadi kita mungkin akan kehilangan dua puluh persen. Tapi setelah enam tahun kita akan mendapatkan
peningkatan hasil panen sebesar tiga puluh persen terus menerus. Jika kita membudidayakan rumput dan
menempatkannya di jalur lebih untuk meningkatkan hasil ternak maka kita akan bisa mengharapkan lebih lagi."
"..Jika hanya yang terakhir maka semuanya akan mau melakukannya. Tapi akankah orang-orang setuju dengan
kerugian dua puluh persen terus menerus dalam enam tahun itu ?"

"...Kingdom akan meminjamkan dua puluh persen tanpa bunga atau jaminan, membuat sebuah metode
pembayaran ketika orang-orang itu mulai untung. Jika hasil pertanian tidak meningkat...jangan mengambilnya
dan jika hasil pertanian meningkat, menurut rencana, orang-orang akan mampu membayar semuanya kembali
hanya dalam empat tahun.

"Itu akan sulit."

"Mengapa ?"

"Aku sudah bilang padamu. Orang-orang hanya perduli dengan keuntungan yang ada di depan mereka - ada
yang lebih memilih stabilitas. Meskipun jika kamu menjaminnya ada tiga puluh persen peningkatan setelah
enam tahun, tentu saja akan ada orang yang meragukannya."

"Aku...tidak mengerti. Hasil dari ladang yang aku coba memang menguntungkan..."

"Meskipun jika percobaannya berjalan baik itu masih belum absolut."

"..Memang aku belum mengujinya di bawah setiap kondisi yang memungkinkan, jadi aku rasa memang tidak.
Menghitung untuk setiap fitur geologi dari tanah atau cuaca akan membutuhkan percobaan dalam skala besar."

"Maka itu akan sulit. Bahkan tidak tahu jika peningkatan tiga puluh persen di masa depan adalah maksimalnya
atau rata-ratanya akan membunuh argumenmu. Itu artinya kamu harus mampu menjanjikan keuntungan yang
signifikan beserta keuntungan dalam jangka pendek."

"Bagaimana jika kita menyediakan dua puluh persen itu gratis selama enam tahun ?"

"Fraksi bangsawan saingan akan gembira karena raja akan kehilangan kekuatan."

"Tapi jika kita bisa mengamankan barang sebanyak yang kita berikan setelah enam tahun, kekuatan negara akan
melihat sebuah peningkatan..."

"Maka kekuatan bangsawan tandingan akan meningkat pula sementara kekuatan raja akan jatuh dua puluh
persen. Para bangsawan di dalam fraksi raja tidak akan menyetujuinya."

"kalau begitu kita tanya para pedagang dan..."

"Kamu membicarakan tentang Pedagang besar ya kan ? Mereka memiliki konflik sendiri. Tanpa hati-hati
meminjamkan kekuatan mereka kepada Fraksi raja bisa berakibat pada kemampuan mereka untuk melakukan
bisnis dengan benar terhadap fraksi lain."

"Itu terlalu sulit... Lakyus."


"...Kamu tak bisa menyelesaikan pekerjaan jadi kebijakanmu akan berakhir dengan banyak titik celah. Yah...
aku mengerti bahwa dua fraksi besar membuatnya sangat sulit... Bagaimana kalau mengurusi masalah-masalah
di istana ?"

"Kurasa kakakku takkan memperbolehkannya."

"Ah, si idiot itu... orang-orang yang meninggalkan kehormatan mereka di kandungan ibu hanya untukmu."

"Kami bahkan tidak memiliki ibu yang sama."

"Wah, jadi dari sisi ayah kalau begitu. Lagipula, tidak kukira bahkan keluarga kerajaan tidak dekat, benar-benar
melelahkan..."

Saat ruangan menjadi tenang, dia menyadari bahwa diskusinya sudah selesai.

"Ah, sekarang masuk sudah tidak apa. ya kan, Renner ?"

"Apa ?"

Suara itu membuat jantung Climb berdegup kencang di dadanya. Dia heran kalau dia sudah tahu Climb ada
disini dan di waktu yang sama, merasa kelihatannya memang dinantikan. Climb pelan-pelan membuka pintu.

"-Permisi."

Pemandangan yang akrab masuk ke dalam mata Climb.

Mewah tetapi tidak terlalu mencolok- di dalam ruangan, dua orang gadis pirang duduk mengelilingi meja di
ambang jendela.

Salah satunya jelas adalah tuan pemilik dari kamar ini, Renner.

Dan gadis yang ada di seberangnya adalah dia, dengan pupil mata hijau dan bibir berwarna pink yang
menunjukkan sinar yang sehat. Kecantikan sedikit di bawah Renner tapi dipenuhi dengan daya tarik yang
berbeda. Jika Renner adalah kilauan permata, maka dia adalah kilauan kehidupan.

Lakyus Albein Dale Aindra.

Meskipun kamu tidak akan mengira dari gaun warna pink cerahnya, dia adalah pemimpin salah satu dari dua
petualang peringkat adamantium di dalam Kingdom, dan juga teman dekat Renner.

Pada usia sembilan belas tahun, apa yang membuatnya bisa memperoleh banyak prestasi yang dibutuhkan untuk
naik hingga ke posisi yang sulit dengan bakat yang meluap-luap. Climb merasa jejak iri yang sangat kecil ada di
hatinya.
"Aku harap anda sehat selalu, Renner-sama, Aindra-sama."

"Halo, Climb."

"Halo."

Saat Climb menyelesaikan sapaannya dan akan bergerak ke tempat yang ditentukan - ke sisi kanan Renner,
sedikit di belakanganya - dia disela.

"Climb, bukan disana, sebelah sini."

Tempat yang ditunjuk Renner adalah kursi di sebelah kanannya.

Climb mengiranya aneh. Ada lima kursi yang terletak mengelilingi meja, sama seperti biasanya. Tapi ada tiga
cangkir teh yang ada di meja.

Satu di depan Renner, Lakyus dan di samping Lakyus - sebuah kursi yang berbeda dari yang ditunjuk Renner.
Dia melihat ke sekeliling dan tidak menemukan orang ketiga dimanapun.

Meskipun dia mengiranya aneh, dia mengarahkan matanya ke kursi.

kekurangajaran karena berbagi meja dengan tuannya, terlebih lagi keluarga kerajaan, urutan masuk ke ruangan
tanpa mengetuk - atau dalam kalimat Renner, permintaan - hampir semua yang diperintakan Renner menjadi
beban untuk hati nuraninya.

"Tapi..."

Climb mengalihkan matanya ke gadis lain, mencari bantuan. Permohonan tanpa kata-katanya ke rekan lain agar
bisa membiarkan dia langsung ditolak.

"Aku tidak keberatan."

"I-Itu.. Aindra-sama..."

"Seperti yang sudah kubilang padamu, panggil aku Lakyus."

Lakyus sedikit mengintip ke arah Renner dan melanjutkan.

"Lagipula, Climb itu spesial."

"...Marah."

Renner tersenyum saat dia bicara. Nada manis dari ucapan Lakyus kelihatannya diakhiri dengan tanda hati.
Namun, sulit sekali menyebut ekspresinya tersenyum, sementara hanya bibirnya yang bergerak sementara
matanya terlihat serius.
"Aindra-sama, anda seharusnya berhenti bercanda."

"Baiklah. baiklah. Climb benar-benar keras kepala. Bagaimana kalau kamu mencoba untuk belajar darinya ?"

"Huh ? bercanda ?"

Melihat Renner yang terkejut, Lakyus behenti tiba-tiba dan menghela nafas panjang.

"Bukankah sudah jelas ? Memang benar Climb spesial, tapi hanya karena dia adalah 'milikmu'."

Renner sedikit tersipu dan menutup kedua pipinya dengan tangannya. Climb yang canggung memalingkan
muka darinya dan matanya langsung terbuka lebar.

"Apa?!"

Terkejut, Climb menurunkan tubuhnya, memegang pedang yang dikencangkan di pinggang dan bergerak
melindungi Renner. Lagipula mengeluarkan helaan nafas lagi.

"Climb terkejut karena kamu seperti itu."

Suaranya yang tenang tidak ada peringatan apapun atau rasa cemas. Mengerti apa artinya, Climb merasakan
tekanan meninggalkan bahunya.

"Mengerti, bos."

Gadis yang sedang duduk di dalam bayangan meloncat keluar dalam satu nafas.

"Ah, Climb, kamu tidak mengenalnya. Ini adalah anggota tim kami-"

"-Tina-san."

Renner menyelesaikan kalimat Lakyus.

Sejauh yang Climb tahu, petualang dengan peringkat adamantium tim 'Blue Rose' terdiri dari lima wanita: sang
pemimpin, magic caster berbasis faith Lakyus, warrior Gagaran, Magic Caster Evileye, dan Tia serta Tina yang
terlatih dalam skill Thief mereka.

Climb sudah bertemu dengan Lakyus, Gagaran dan Evileye tapi tidak mengenal dua orang terakhir.

Orang ini adalah... oh begitu. Dia benar-benar seperti rumornya.

Dengan anggota badan yang langsing dan penampilan yang tertutup oleh baju-baju yang ketat di sekeliling
tubuhnya, dia benar-benar terlihat seperti seseorang yang berlatih skill thief.

"...Maafkan kelancanganku. Senang bertemu denganmu, namaku Climb."


Climb membungkukkan kepalanya merendah kepada Tina.

"Hmm ? Jangan khawatir tentang itu."

Dia menjawab permintaan maaf Climb dengan lambaian tangan dan, sama sekali terdiam, seperti binatang liar,
mendekati meja dengan gerakan lembut. Dia duduk di kursi yang ada di samping Lakyus, jadi cangkir teh
sebelumnya itu pasti miliknya.

Meskipun jumlah cangkir teh di meja jumlahnya tidak mungkin, Climb melihat sekeliling ruangan sekali lagi,
berhati-hati memeriksa jika ada gadis lain yang tidak dia kenali.

Lakyus melihat apa yang Climb lakukan dan membuka mulutnya, seakan dia langsung mengerti.

"Tia tidak datang. Gagaran dan Evileye keduanya berkata mereka membenci hal-hal yang formal. Ini bahkan
bukan hal yang formal. Aku memakai gaun hanya jaga-jaga, tapi bukan berarti aku memaksa yang lainnya
untuk memakai gaun juga."

Meskipun Lakyus berkata demikian, tipe pakaian miliknya adalah etiket yang benar ketika muncul di depan
seorang putri, tapi Climb tidak ada niat untuk mengatakannya kepada orang yang merupakan teman Renner dan
bangsawan yang terkemuka.

"Kelihatannya memang begitu. Tapi aku senang sekali bertemu dengan Tina-sama yang terkenal. Aku
mengharapkan petunjuk dari anda."

"Mengapa kamu tidak melanjutkan bicaramu setelah kamu duduk, Climb ?"

Renner menarik cangkir baru dan menuangkannya saat dia berbicara. Teh dari item magic 'Warm Bottle'
mengeluarkan uap sepeti baru saja diseduh. Itu adalah salah satu dari benda milik Renner yang memiliki efek
mempertahankan suhu dan kualitas dari minuman yang ada di dalamnya selama satu jam. Dia menggunakannya
dengan bebas ketika menerima tamu penting tertentu dan tidak mengeluarkannya selain itu.

Tak mungkin lagi menolak, Climb menyerah dan duduk di kursinya, meminum satu seruput teh.

"Enak sekali, Renner-sama."

Renner tersenyum manis, tapi sejujurnya, Climb tidak tahu apakah itu enak atau tidak; hanya saja sesuatu yang
diseduh oleh Renner hanya bisa disebut enak.

Itulah ketika, tiba-tiba, dia mendengar sebuah suara yang datar dan tanpa emosi.

"-Tia seharusnya mengumpulkan informasi hari ini. Tiga orang dari kami seharusnya mengunjungi istana hari
ini, tapi bos jahat kami tiba-tiba memerintahkan sebuah pekerjaan. Semuanya adalah kesalahan dari bos jahat."

Tak perlu dikatakan lagi, itu adalah suara Tina. Climb mengalihkan matanya dari senyum mengerikan Lakyus
dan bertanya.
"Ternyata begitu... jika ada kesempatan, lain kali, aku ingin bertemu dengannya setidaknya sekali."

"Climb, Tina-san dan Tia-san adalah kembar; bahkan ukuran rambut mereka mirip."

"Jadi jika kamu melihat salah satunya maka ada masalah."

Meskipun ada atau tidak ada masalah bukanlah hal yang penting, Climb menunjukkan dia mengerti.

Bagaimanapun, Climb merasa malu dengan tatapan tanpa ampun dari Tina. Saat dia akan mengabaikannya,
terpikir dia melihat ada yang tidak dia miliki membuatnya bersiap dan bertanya.

"Apa itu ?"

"Terlalu besar."

"..Apa ?"

Climb tidak tahu apa yang dia katakan. Seakan banyak tanda tanya mengapung di atas kepala Climb, Lakyus
menyela dengan meminta maaf.

"Bukan apa-apa. Dia hanya bicara sendiri. Jangan khawatir tentang itu, Climb. Tidak, memang benar, jangan
khawatirkan itu. Aku serius."

"Ya..."

"...Apa yang dia bicarakan, Lakyus ?"

Meskipun Climb memaksa dirinya setuju, Renner yang bingung menyela. Lakyus melihat Renner dengan
ekspresi masam.

"Yang benar saja, kamu ini, kapanpun jika itu tentang Climb..."

"Ah, maksudku-"

"-Diamlah, Tina, Alasan mengapa aku tidak membawa Tia adalah karena dia bakal bicara hal-hal aneh kepada
Renner. Bisakah kamu mengerti itu dan berhenti bicara ?"

"Mengerti~ bos jahat."

"..Lakyus, apa yang akan dia katakan padaku ?"

Wajah Lakyus berubah kaku terhadap interogasi Renner. Dia bahkan terlihat seperti menderita.

Saat Climb berpikir apakah harus ikut campur, Lakyus langsung mengalihkan matanya.
"Huh.. Climb, kamu menggunakan armor itu."

"ya, ini adalah armor yang menakjubkan. Terima kasih."

Meskipun dipaksa merubah topik, seakan tidak ingin membuat malu tamu, Climb merespon dan menggerakkan
tangannya ke armor putih full plate yang dia terima dari Renner. Ditempat oleh mithrill dalam jumlah besar -
dengan sedikit orichalcum - armor tersebut memiliki berbagai macam mantra magic padanya dan herannya
terasa ringan, keras, dan mudah untuk digerakkan.

Mithrill yang digunakan untuk menempa armor yang bagus disediakan oleh anggota Blue Rose. Tak perduli
seberapa banyak dia memberikan rasa terima kasih, itu tidak cukup.

Saat Climb akan membungkukkan kepala, Lakyus menghentikannya.

"Kamu tak perlu khawatir tentang itu. Kami hanya memberimu sisa dari ketika kami membuat armor mithrill
kami sendiri."

Meskipun hanya sisa, mithrill adalah material yang sangat mahal. Seseorang bisa membeli armor full plate
mithrill hanya ketika dia sampai di peringkat orichalcum. Sebuah peringkat mithrill mampu membeli senjata
mithrill. Hanya orang dengan peringkat adamantium yang bisa memberikannya cuma-cuma.

"Lagipula Aku hanya tak bisa berkata tidak untuk Renner."

"-Kamu tak menerima pembayaran dulu. Aku menyimpan uang sakuku..."

"...Bukankah aneh bagi seorang putri menyebutnya dengan uang saku ?"

"Uang milikku dihitung terpisah. Aku ingin membuatkan armor untuk Climb dengan uangku sendiri."

"Tentu saja kamu akan melakukannya. Untuk Climb jadi aku yakin kamu ingin membayarnya~"

"...Jika kamu tahu maka jangan memberikannya dengan gratis. Dasar Lakyus bodoh."

"Bodoh ? Mengapa kamu..."

Renner yang merajuk dan Lakyus yang meringis, keduanya beradu ejekan dengan main-main.

Melihat pemandangan seperti itu, Climb berkonsentrasi agar wajah tanpa ekspresinya tidak akan runtuh.

Meskipun kenyataannya dia mampu melihat pemandangan yang lembut dan baik itu adalah berkat tuannya yang
telah menerimanya berada di bawah sayapnya. Namun, Climb tidak bisa menunjukkan perasaannya.

Meskipun perasaan berterima kasih memang tidak apa, dia tidak bisa menunjukkan apa yang ada jauh di
dalamnya, perasaannya yang kuat terhadap Renner.
Cintanya.

Dia menggenggam perasaannya dan menekan kuat. Namun, dia mengatakan kalimat yang dia ulang berkali-kali
sebelumnya.

"Terima kasih. Renner-sama."

Pesannya sangat jelas. Ada garis jelas yang digambar diantara mereka - posisi sebagai tuan dan bawahan -
meskipun sangat sedikit, Climb melihatnya - karena dia telah mengawasinya sejak lama, jejak kesedihan yang
teramat sangat sedikit pada senyum Renner.

"Tidak apa. Lagipula, kita sudah ngelantur. Mari kita kembali ke topik utama ?"

"Ini tentang Eight Fingers. Aku menghentikan bagian dimana kami terpecah menjadi tiga desa mereka yang
digunakan untuk menanam obat-obatan dan membakar ladangnya, ya kan ?"

Mendengar nama itu, wajah tanpa ekspresi Climb sedikit mengerut.

'Eight Fingers', sebuah organisasi kriminal yang beroperasi dalam kegelapan di dalam Kingdom.

Tuannya yang terhormat bertindak untuk melakukan sesuatu kepada kelompok itu.

Sedangkan untuk ladang yang terbakar, seseorang bisa membayangkan skenario terburuk untuk penduduk desa
yang menggantungkan hidup kepada menanam obat-obatan untuk hidup. Namun, kehidupan para penduduk
desa itu adalah pengorbanan yang perlu untuk menyingkirkan obat-obatan yang telah menggerogoti Kingdom.

Jika Renner memiliki otoritas absolut, maka segala tindakan akan diambil. Tapi meskipun dia seorang putri, dia
tidak memiliki pendukung. Pilihan satu-satunya adalah membuat keputusan dengan hati dingin untuk
menyelamatkan siapapun yang harus dia selamatkan dan memotong yang lainnya.

Seharusnya dia mempetisikan kepada ayahnya, sang raja, maka mungkin baginya untuk menyerang dengan
kekuatan militer atau politik, tidak diragukan lagi bahwa informasi itu akan bocor dan bukti-bukti akan dihapus.

Itulah kenapa Renner memilih secara pribadi untuk meminta kepada Lakyus dan kelompoknya.

Climb tahu betul bahwa ini adalah tindakan yang berbahaya. Biasanya, seorang petualang menerima permintaan
melalui guild dan tidak mengakui permintaan pribadi. Melakukan hal itu akan melanggar peraturan.

Tentu saja, guild tidak bisa memberikan hukuman atau mengeluarkan para petualang peringkat tertinggi kelas
adamantium. Bagaimana juga, reputasi mereka di dalam guild akan menderita dan akan ada konsekuensi negatif
di masa depan. Alasan kenapa permintaannya diterima meskipun mengetahui semua hal ini adalah karena Blue
Rose mencintai Kingdom dan menganggap Renner adalah teman mereka.

Climb merasa bersyukur terhadap kesediaan Lakyus, yang menerima pekerjaan tersebut meskipun ada resiko
baginya.
Lakyus memutuskan bahwa sudah saatnya untuk membawa topik tertentu. Dia membuka tas yang Tina bawa
dan menarik sebuah perkamen.

Itu adalah tulisan dari anggota Blue Rose, termasuk Lakyus, tidak bisa memecahkannya. Tapi jika itu adalah
Renner, otak terbaik dari semua orang yang dikenal Lakyus, mungkin ada yang bisa dilakukan dengan itu.

"Kami menemukan ini ketika kami membakar obat-obatan di desa. Kelihatannya semacam perintah tertulis jadi
kami bawa pulang... apakah kamu tahu apa ini ?"

Perkamen yang terbuka mengandung simbol-simbol yang bukan bagian dari bahasa tertulis negara manapun.
Renner menatapnya dan langsung menjawab.

"...Itu adalah sandi substitusi."

Sandi substitusi adalah tipe kode dimana sebuah kata atau beberapa kata bersamaan ditukar dengan kata
berbeda. Jika '1' mengindikasikan 'a' dan '2' adalah 'b', maka '11221' menjadi 'aabba'.

"Itu juga yang aku pikirkan. Kami mengamatinya dengna keras kepada diagram substitusi tapi sayangnya tidak
menemukan satupun. Ada kemungkinan bahwa ini hanya diingat jadi kami menangkap seseorang yang
kelihatannya sedang berperan sebagai pemimpin. Pilihan kami seharusnya adalah untuk menanyakan kepada
tahanan itu dengan magic charm, tapi seperti yang kamu tahu, magic charm akan kehilangan keefektifannya
ketika berkali-kali digunakan oleh orang yang sama dengan target yang sama. pertama harus diperhitungkan.
Aku tidak ingin melanjutkannya tanpa berkonsultasi kepadamu dahulu."

"Ternyata begitu... alasan pesan ini ditinggalkan...sebuah jebakan...atau apakah ada alasan yang berbeda ? Maka
mereka tidak akan membuatnya terlalu sulit. Ya, aku kira aku bisa mengurai kode ini dengan mudah."

Mata Lakyus melebar mendengar kalimat Renner. Terlepas dari itu, mata Lakyus bertemu dengan Tina yang
duduk di sampingnya.

Lakyus tidak bisa mempercayainya. Tapi di lain pihak, dia merasa itu bisa diduga.

"Mari kita lihat. Huruf pertama dari alfabet Kingdom entah klausul pria atau wanita; seharusnya satu suku kata
jadi... tunggu sebentar."

Renner bergumam saat dia berdiri dengan perkamen di tangan dan kembali dengan sebuah pena dan kertas.

Dia mulai menulis.

"Kode ini menukarkan satu huruf per simbol jadi mudah sekali. Dan syukurlah dia menggunakan alfabet
Kingdom. Jika menggunakan alfabet Empire atau jika kita harus menerjemahkan dahulu maka akan sangat tidak
mungkin. Ini adalah.. pertama, jika kamu mengetahui hanya satu huruf maka kamu bisa memenuhi yang
lainnya. Siapapun bisa melakukannya jika mereka mencoba."

"Tidak tidak, kamu hanya membuatnya terdengar mudah. Bukankah tidak mungkin tanpa mengetahui puluhan
ribu kata ?"

"Tapi ini adalah urutan dari kode. Petunjuknya tidak akan tersembunyi dibalik metafora dan peluang mereka
menggunakan kalimat yang sulit sangat kecil. Pesan ini mungkin ditulis dengan jelas agar meskipun anak-anak
bisa mengerti. Itulah kenapa skala merek sangat lebar."

Lakyus dalam hati berkeringat dingin.

Meskipun temannya menyebutnya sederhana, itu sama sekali bukanlah masalahnya.

Jika itu adalah dia maka semuanya mungkin... benar-benar, kemampuannya memang tidak masuk akal.

Setiap kali mereka bertemu, setiap kali mereka bicara, dia terkejut. Lakyus tidak tahu siapapun yang lebih tepat
dengan istilah 'jenius'.

Berlawanan dengan Lakyus yang sedang gemetar di dalam, Renner dengan entengnya memegang kertas di
tangannya.

"Aku sudah selesai. Memang tidak berurutan kok."

Berbagai macam lokasi di luar Kingdom tertulis di kertas. Tujuh darinya merupakan tanah Kingdom.

"Jangan-jangan itu adalah tempat dimana mereka menyimpan obat-obatannya ? Markas yang penting mungkin
?"

"Informasi sepenting itu tidak akan ditulis dan hanya akan diserahkan kepada fasilitas produksi. Bukankah ini
hanya umpan ?"

"Umpan ? Maksudmu jebakan ?"

"Mmm... Tidak, kurasa tidak. Meskipun Eight Fingers adalah sebuah organisasi. Bukankah itu seperti delapan
kelompok yang bekerja sama satu sama lain ?"

Lakyus menganggukkan kepala.

"Kalau begitu ini mungkin adalah tujuh kelompok lain. Organisasi yang bertanggung jawab terhadap obat-
obatan mengeluarkan informasi ini dengan sengaja agar mereka bisa memutarnya agar menguntungkan."

"Jadi mereka mempersiapkan informasi untuk semua organisasi selain milik mereka sendiri... Aku tahu jika
mereka tidak dekat, tapi tidak kukira seburuk ini..."

Sebagai seorang petualang, pemikiran mengkhianati sekutunya sendiri membuatnya penuh dengan rasa jijik.

"Seperti yang kuduga, akan buruk jadinya jika kita tidak bergerak dengan cepat."
Kepada temannya yang menganggukkan kepalanya, Lakyus mengulang pertanyaannya.

"kalau begitu apa yang harus kita lakukan dengan rumah bordilnya ? Itu adalah tempat yang sangat keji jadi
seharusnya kamu bisa menemukan apapun disana."

Meskipun ketika dia mengatakannya sendiri, Lakyus merasa di dalam tubuhnya dipenuhi dengan kemarahan.

Sialan. Sampah yang hanya berpikir tentang nafsu mereka mati saja semua!

Mengingat informasi yang dia terima tentang rumah bordil, terlepas dari anak seorang bangsawan, sisi
petualangnya yang telah bertahan terhadap segala macam kesulitan membuatnya marah. Tidak perlu lagi
berpikir apa arti 'apapun' itu. Tidak diragukan lagi bahwa banyak orang - tak perduli jenis kelaminnya -
terbunuh disana karena hiburan.

Di masa lalu ketika perdagangan budak masih ada, rumah bordil seperti itu banyak sekali di dalam dunia bawah
tanah, tapi berkat peran aktif dari teman-teman yang ada di depannya, perdagangan budak menjadi melanggar
hukum dan hari-hari itu telah lama hilang. Rumah bordil ini mungkin adalah yang terakhir tersisa di ibukota,
mungkin juga di Kingdom.

Itulah kenapa menghapusnya tidaklah mudah. Tidak diragukan lagi bahwa mereka akan menemui perlawanan
yang kuat. Itu adalah surga bejat terakhir bagi mereka yang memiliki fetish sangat vulgar, mereka tidak bisa
mengatakannya kepada orang lain tentang mereka.

"Katakan, Renner, karena kita tidak bisa mengandalkan pemerintah untuk menginvestigasi, bagaimana kalau
kita mendobrak kesana dengan paksa dan meratakannya ? Tidak ada masalah selama kita menemukan bukti,
tidak ? jika perdagangan budak menjalankan rumah bordil, menghancurkannya adalah hal yang besar. Dan
tergantung dengan bukti yang kita temukan, kita bisa memberikan pukulan yang besar kepada para bangsawan
yang terlibat."

"Kamu mungkin benar, Lakyus. Tapi jika kita melakukan itu, itu akan melukai keluargamu, nama Alvein. Itulah
kenapa itu sulit. Akan sama dengan jika kita menggunakan anggota Blue Rose... meskipun berkata demikian,
tidak mungkin bagi Climb untuk menyelesaikannya sendiri."

"Saya minta maaf karena kurangnya kemampuan saya."

Saat Climb menundukkan kepala, Renner mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Climb dengan
senyum yang lembut.

"Maafkan aku, Climb. Bukan itu maksudku. Itu adalah rumah bordil dunia bawah tanah di Kingdom. Tidak
mungkin siapapun bisa melakukannya sendiri. Dengar Climb, yang paling aku percayai. Aku tahu seberapa
keras usahamu untukku, tapi jangan melakukan hal yang ceroboh. Ini adalah perintah dan bukan sebuah
permintaan, mengerti ? Jika ada sesuatu yang terjadi denganmu..."

Melihat dari samping, bahkan bagi Lakyus, yang berjenis kelamin yang sama, ada sesuatu di mata si cantik
yang air matanya mengalir yang membuat hati tergerak. Kalau begitu bagaimana dengan Climb ?
Meskipun Climb mati-matian mencoba untuk membuat wajahnya tetap seperti semula, pipih merah cerah itu
sudah mengatakan semua yang perlu dikatakan.

Jika seorang bard memberinya sebuh judul, itu adalah Sang putri dan Knightnya. Di depan pemandangan yang
emosional seperti itu, Lakyus merasakan sedikit terror. Meskipun itu tidak mungkin, jika tindakan Renner
semuanya diperhitungkan, seberapa besar dia menjadi master dari penyusun siasat-.

Apa yang kupikirkan tentang temanku ? Jelas sekali dia tidak memiliki kepribadian yang buruk hanya dengan
melihat semua yang telah dia lakukan. Dia telah bekerja keras untuk menolong yang lainnya. Jika aku tak
percaya kepada seseorang yang memperoleh gelar Putri Emas, maka siapa lagi yang bisa kupercayai ?

Seakan mencoba untuk menyingkirkan pemikiran buruk ini, Lakyus menggelengkan kepalanya dan bicara.

"Setelah aku pikir-pikir, Tina dan teman-temannya berhasil menguak nama-nama dari banyak bangsawan yang
terlibat dengan Cocodoll - pemimpin dari perdagangan budak. Tapi kami tidak tahu apakah informasi ini akurat
atau tidak jadi bertindak terhadap hal itu berarti melompat kepada kesimpulan."

Saat Lakyus mengamati nama itu satu persatu, baik Renner dan Climb bereaksi terhadap satu nama tertentu.

"Putri bangsawan itu bekerja sebagai pelayanku."

"Apa ? Aku ragu jika dia menanamkannya sebagai mata-mata untuk mengawasimu tapi... kurasa tidak ada
jaminan jika dia hanya bekerja sebagai pelayan untuk urusan pengalaman pula."

"Benar. Aku seharusnya lebih berhati-hati dengan caraku menangani informasi. Kamu juga pikirkan dalam-
dalam, Climb."

"Kalau begitu mari kita diskusikan bagaimana menghadapi lokasi dari sandi tersebut ? Dan Renner, apakah
kiranya aku bisa meminjam Climb ? Aku ingin dia bilang kepada Gagaran dan lainnya untuk bersiap untuk
langsung bergerak."
Part Two
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 9:49

Climb menelusuri jalanan utama Kingdom. Tanpa memakai atribut yang bisa dikenali pada penampilan luarnya,
Climb benar-benar membaur dengan kerumunan.

Tak usah dikatakan lagi, dia tidak memakai armor full plate yang menarik perhatian miliknya. Dengan
menggunakan item alchemy spesial bisa merubah warna armor tersebut, tapi dia tidak merasa perlu untuk
sejauh itu.

Itulah kenapa perlengkapannya sangat ringan; sebuah chain mail dibawah bajunya dan pedang panjang di
pinggang untuk membedakannya dengan penduduk biasa.

Perlengkapannya saat ini mirip dengan prajurit patroli dan tentara bayaran, semacam orang yang bisa ditemukan
dimanapun. Itu cukup membuat orang lain tetap menjaga jarak untuk menghormatinya, namun bukan terlalu
bersenjata lengkap sehingga kerumunan itu akan terpisah untuk memberi jalan baginya.

Seseorang yang bersenjatakan lengkap tidak diragukan lagi adalah seorang petualang. Mereka mempersenjatai
diri agar bisa dilihat daripada karena kebutuhan. Para petualang yang memakai perlengkapan yang mencolok
tidaklah aneh. Itu berfungsi sebagai bentuk pemasaran terhadap layanan mereka. Ada juga diantara mereka yang
berusaha untuk tampil baru terutama agar mereka bisa meninggalkan kesan yang kuat dan menyebarkan rumor
untuk menjual nama mereka. Itu adalah merk dagang dari seorang petualang.

Tapi orang-orang yang sedang dituju oleh Climb tidak memerlukan hal-hal antik semacam itu. Anggota Blue
Rose akan menyebarkan rumor hanya dengan berjalan di jalanan saja.

Akhirnya, sebuah penginapan bagi para petualang bisa terlihat dari samping jalanan utama. Tempat itu memiliki
pondok-pondok, kandang kuda dan halaman yang cukup luas untuk mengayunkan pedang di dalamnya. Dibalik
penampilan luar yang mengagumkan itu ada dekorasi interior yang indah. Kamar-kamarnya bahkan dilengkapi
dengan jendela-jendela yang memakai kaca yang bening.

Sebagai penginapan kelas tertinggi di dalam Kingdom, itu adalah tempat dimana para petualang yang percaya
diri akan kemampuannya dan bisa mengeluarkan biaya pondok-pondok yang mahal berkumpul disini.

Climb mengabaikan penjaga yang sedang berdiri di samping dan membuka pintu ke penginapan.

Lantai pertama berfungsi ganda sebagai pub dan restoran. Dibandingkan dengan luasnya ruangan, hanya ada
sedikit petualang disana. Para petualang kelas tinggi sangat langka terlihat sebagaimana kemampuan mereka.

Percakapan samar-samar di dalam ruangan itu berhenti dalam sekejap dan mata-mata yang dipenuhi rasa
penasaran terfokus pada Climb. Dia mengabaikan mereka dan melihat ke sekeliling.

Hanya ada petualang-petualang kuat dimanapun dia melihat. Setiap orang dari mereka bisa dengan mudah
mengalahkan Climb dalam pertarungan. Kapanpun dia datang ke tempat seperti ini, dia benar-benar menyadari
seberapa kecil dirinya yang sebenarnya.
Climb berhenti dari rasa kecil hati dan menggerakkan matanya ke titik tertentu di dalam penginapan.

Dia sudut ruangan yang jauh, matanya tertuju ke dua figur yang sedang duduk mengelilingi meja bundar.

Salah satu dari mereka memiliki perawakan yang kecil dan terbungkus dengan jubah hitam legam.

Wajahnya tersembunyi karena cahaya, namun seluruhnya ditutupi oleh topeng aneh dengan permata merah
yang menancap di dahinya. Area di sekitar matanya terdapat retakan tipis sehingga tidak mungkin bahkan hanya
untuk tahu warna pupilnya.

Dan figur yang lain...

Meskipun orang sebelumnya memiliki tubuh kecil, yang lainnya memiliki fisik yang luar biasa besarnya. Cukup
untuk membuat orang berpikir itu adalah batu yang besar. Di lain pihak, tubuh tersebut bisa disebut gemuk
padat, tapi bukan karena lemak. Pertama, lengannya setebal batang pohon. Untuk mendukung kepalanya,
lehernya setebal paha wanita rata-rata, dan kepala yang ada di atas leher itu berbentuk persegi. Dagu yang lebar
seakan untuk mendukung gigitan yang kuat, mata yang memeriksa keadaan sekitar terlihat seperti mata milik
dari hewan karnivora. Rambut pirang yang dipotong pendek hanya untuk fungsinya saja.

Dada yang tersembunyi dibalik pakaian menjadi gembung karena otot-otot terlatih berkali-kali yang mencolok.
Tidak lagi dada seorang wanita.

Tim petualang peringkat adamantium yang semuanya wanita - Blue Rose.

Ada dua anggota, magic caster Evileye dan Warrior Gagaran.

Climb menuju ke arah mereka. Orang yang perlu diajak bicara menganggukkan kepalanya dan berteriak dengan
suara yang besar dan kuat.

"Yo, bocah cherry!"

Sekali lagi, tatapan-tatapan tadi terfokus pada Climb, tapi tidak ada suara ejekan. Seakan mereka tiba-tiba
kehilangan ketertarikan, mereka malahan membalikkan pandangan mereka, dengan sesuatu yang mirip dengan
simpati yang memenuhi mata mereka. Ada alasan dari perlakukan dingin dari para petualang lain. Mereka tahu
bahkan untuk petualang-petualang berperingkat mithrill atau orichalcum, menunjukkan sikap tidak sopan
terhadap tamu Gagaran bukanlah keberanian, hanya orang yang besar mulut dan ceroboh.

Meskipun saat dia digoda, Climb dengan tenang berjalan maju. Karena Gagaran tidak akan mengubah
julukannya tak perduli berapa kalipun dia meminta, metode yang paling efektif adalah untuk pura-pura
menyerah dan tak lagi perduli.

"Sudah lama tak jumpa, Gagaran-sam-san, Evileye-sama."

Dia mendekati keduanya dan membungkukkan kepalanya.


"Yeah, lama tak jumpa. Ada apa, apakah kamu kemari karena ingin dipeluk olehku ?"

Sambil menggerakkan dagunya mempersilahkan untuk duduk, Gagaran bertanya kepadanya seperti seringai
yang mirip binatang buas di wajahnya. Tapi Climb menggelengkan kepalanya dengan ekspresi datar.

Ini juga adalah bagian dari gurauan Gagaran yang biasanya. Meskipun itu adalah sapaan, bukan berarti dia
bercanda. Jika Climb sekali saja membalasnya setuju, meskipun hanya senda gurau, Gagaran akan langsung
menyeretnya ke ruangan di lantai 2 dengan kekuatan yang luar biasa, tanpa sempat untuk membalas dendam.

Gagaran, yang dengan terbuka menyatakan bahwa memetik 'cherry segar' adalah hobinya, adalah tipe orang
semacam itu.

Berbeda dari Gagaran, Evileye menatap langsung ke depannya dan tidak menunjukkan tanda memalingkan
wajahnya. Kamu bahkan tidak akan tahu ke arah mana mata yang ada dibalik topeng itu tertuju.

"Tidak, saya kemari karena permintaan dari Aindra-sama."

"Huh ? Dari ketua ?"

"Ya. Saya akan mengirimkan pesannya. [Kelihatannya kita harus segera bertindak. Aku akan menjelaskan
detilnya ketika aku kembali. Bersiaplah untuk pertempuran langsung.]"

"Aku mengerti. Hmm, kamu benar-benar melewati banyak masalah untuk hal seremeh itu."

Climb teringat bahwa dia memiliki sesuatu yang harus dikatakan kepada Gagaran yang menyeringai lebar.

"Saya memiliki kesempatan dilatih dalam pedang oleh Stronoff-sama hari ini. Dia memuji tebasan vertikal
tinggi yang anda ajarkan padaku di masa lalu."

Dia telah mempelajari bahwa serangan dari Gagaran di halaman belakang penginapan ini. Gagaran tersenyum
cerah.

"Oh, itu! Tidak buruk sama sekali. Tapi..."

"Ya. Saya tidak akan puas dan akan berlatih lebih keras."

"Itu bagus juga, tapi asumsikan bahwa gerakan itu akan dihadang dan mulailah memikirkan skill setelahnya."

Entah apakah itu adalah kebetulan ataukah hanya hal yang umum untuk warrior kelas satu, nasehat Gagaran
sangat mirip dengan Gazef. Kelihatannya salah paham Wajah Climb terkejut, Gagaran melanjutkan bicaranya
dengan tawa kecil.

"Tentu saja, tebas vertikal itu dimaksudkan untuk satu kali serang dan mati. Biasanya, cara yang bagus untuk
melakukannya adalah dengan memilih dari kumpulan gerakan-gerakan yang luas tergantung situasinya. Tapi
satu hal adalah, itu tidak mungkin bagimu."
Yang dia maksud adalah bahwa dia tidak memiliki bakat.

"Jadi pikirkanlah sebuah kombinasi yang terdiri dari setidaknya tiga serangan. Buatlah agar meskipun nantinya
dihadang, musuhmu tidak bisa berubah menjadi menyerang."

Climb mengangguk.

"Yah, jika kamu melawan monster-monster yang memiliki delapan lengan atau semacamnya, itu mungkin tidak
akan berhasil. Tapi itu seharusnya berlaku untuk melawan manusia. Meskipun dengan memiliki corak akan
menjadi akhir bagimu jika ketahuan, itu masih sangat efektif melawan musuh yang kamu temui untuk pertama
kalinya. Pikirkanlah sesuatu yang bisa membuatmu tertekan maju lagi dan lagi dan lagi."

"Saya mengerti."

Climb dengan tulus menganggukkan kepalanya.

Pagi ini, sekali lagi dia menekan dirinya untuk maju ke Gazef seperti itu. Lainnya dihadang dan mendapatkan
serangan balik.

Tapi apakah itu menggoyahkan rasa percaya dirinya ? Tidak.

Apakah dia jatuh dalam jurang keputusasaan ? Tidak.

Sebaliknya.

Itu malah sebaliknya.

Orang biasa yang mampu sedekat itu kepada warrior terkuat di Kingdom, tidak, negara-negara tetangga. Dia
juga tahu betul bahwa lawannya tidak bertarung secara serius. Tapi bagi Climb, yang sedang berjalan di jalan
yang gelap gulita benar-benar tak ada cahaya, itu sudah lebih dari cukup untuk sebuah dorongan.

Itu mengatakan kepadanya bahwa usahanya tidak sia-sia.

Ketika dia mengingat itu, apa yang coba Gagaran ingin katakan menyentuh hatinya.

Meskipun dia tidak cukup percaya diri atau apakah dia bisa atau tidak berhasil untuk memikirkan sebuah
kombinasi serangan. Di kesempatan lain ketika dia melawan Kapten Prajurit, dia ingin menjadi cukup kuat
untuk membuatnya sedikit lebih serius.

"...Setelah aku mengingatnya sekarang, bukankah kamu meminta kepada Evileye sesuatu dulu ? Apakah itu
adalah latihan magic ?"

"Ya."

Climb mengintip ke arah Evileye. Dahulu, dia ditolak dengan sindiran dari dalam topeng. Tidak diragukan lagi
memunculkan kembali topik yang sama ketika tak ada yang berubah akan membuat hasil yang sama.

Namun-

"Bocah."

Dia mendengar sebuah suara yang sulit untuk dibaca.

Meskipun menyingkirkan kenyataan bahwa itu adalah melalui sebuah topeng, suara itu memiliki nada yang
sangat misterius. Bahkan dengan topeng, selama suara itu tidak terlalu tebal, seharusnya masih bisa diketahui
dari suaranya yang kuat. Namun, kamu takkan bisa tahu baik usia ataupun emosi dibalik suara Evileye. Hanya
cukup diketahui bahwa itu adalah suara seorang wanita. Kedengarannya seperti wanita tua dan gadis muda,
datar dan tanpa emosi.

Itu karena topeng Evileye adalah item magic, tapi mengapa dia melakukan hal sejauh itu untuk
menyembunyikan suaranya ?

"Kamu tak memiliki bakat. Cobalah hal lain."

Ucapan yang kasar, seakan hanya itu yang perlu dia katakan.

Climb sendiri tahu setidaknya lebih baik dari siapapun.

Dia tidak memiliki bakat dalam magic. Tidak, bukan hanya magic.

Tidak perduli seberapa banyak dia mengayunkan pedang, tak perduli seberapa banyak dia berdarah dan keras
tangannya karena kapalan, dia tidak bisa meraih level yang dia inginkan. Dinding dari mereka yang memiliki
bakat yang bisa dengan mudah dilalui, bahkan itu menjadi rintangan mutlak yang tidak bisa dia lalui.

Meskipun begitu, tidak ada alasan baginya untuk malas-malasan berusaha untuk melalui dinding itu. Selama dia
tidak memiliki bakat, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah percaya bahwa usahanya akan membuatnya
untuk setidaknya maju satu langkah.

"Kelihatannya kamu masih tidak bisa menerimanya."

Seakan jika dia telah membaca emosi Climb dari balik topeng besi tanpa ekspresi tersebut, Evileye melanjutkan
bicaranya.

"Mereka yang memiliki bakat telah memilikinya dari awal... Beberapa mengklaim bahwa bakat hanyalah
sebuah tanaman muda yang belum mekar dan semua orang memilikinya...Hmph. Aku melihatnya tidak lebih
dari sekedar iri. Kalimat seperti itu sangat rendah dan hanya untuk menenangkan diri mereka. Pimpinan dari
tiga belas pahlawan itu juga sama."

Pimpinan dari tiga belas pahlawan; ada sebuah legenda pada awalnya, pahlawan itu hanyalah orang biasa.
Meskipun orang itu lebih lemah dari siapapun, pahlawan itu menjadi yang terkuat dengan mengayunkan
pedangnya tanpa akhir meskipun dipenuhi dengan luka. Pahlawan itu memiliki sebuah kekuatan yang bisa naik
tanpa akhir.

"Tapi bakat orang tersebut masih belum berkembang saat itu. Kamu berbeda, bahkan dengan usaha kamu masih
berada di level itu. Bakat tidak diragukan lagi memang ada. Ada mereka yang memilikinya dan mereka yang
tidak. Jadi... Aku tidak akan bilang padamu untuk menyerah tapi setidaknya tahu dimana kamu berpijak."

Ucapan dingin dari Evileye membuat kelambu keheningan. Dan dia sendiri yang memecahkan keheningan itu.

"Gazef Stronoff.... itu baru contoh yang bagus dari seorang manusia dengan bakat. Climb... Apakah kamu
percaya bahwa kamu bisa memenuhi perbedaan antara kalian berdua hanya dengan kerja keras ?"

Ucapan Climb tidak mau keluar. Baru saja pagi ini dia merasakan jarak diantara mereka yang tidak bisa dilalui
dengan hanya latihan.

"Sebenarnya, dia mungkin adalah perbandingan yang adil. Satu-satunya yang aku tahu siapa yang bisa
menyamai bakatnya dalam pedang adalah tiga belas pahlawan. Gagaran disini sangat mumpuni tapi masih tak
bisa mengalahkannya."

"...Jangan meminta hal yang tidak mungkin. Gazef-ojisan adalah seseorang yang berada satu kaki di ranah para
pahlawan."

Gagaran membalas kalimat Evileye dengan tawa.

"Hey, hey, Evileye. Bukankah para pahlawan dianggap sebagai monster dengan bakat yang berada di kelas
yang berbeda- tipe yang sudah naik dari ranah manusia ?"

"...Aku tidak akan menyangkalnya."

"Dan aku hanyalah manusia. Tidak mungkin bagiku untuk sampai pada level para pahlawan itu."

"..Tapi kamu masih memiliki bakat. Kamu berbeda dengan manusia seperti Climb. Climb, jangan mencoba
untuk menggapai bintang."

Climb sangat tahu betul. Namun memang benar dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki bakat berkali-kali
akan membuatnya kecewa. Meskipun begitu, dia tidak ada niat sedikitpun merubah jalannya.

-Itu karena tubuhnya adalah untuk sang putri.-

Merasakan sesuatu yang mirip dengan pengorbanan diri dari Climb, Evileye membuat suara klik dengan
lidahnya dari balik topeng.

"...Kurasa kamu tidak akan berhenti meskipun aku berkata seperti ini."

"Tidak."
"Kamu memang bodoh, benar-benar bodoh."

Dia menggelengkap kepala, tidak mampu untuk memahami Climb.

"Bergerak maju dengan harapan yang tak bisa diraih pasti akan menghancurkan tubuhmu. Aku akan
mengulangi sendiri, tapi ketahuilah dimana kamu berdiri."

"Aku mengerti apa yang ingin kamu coba katakan."

"Tapi aku lihat tidak ada niat darimu untuk mendengarnya. Kamu jauh di luar batas kebodohan. Itu hanya akan
membuatmu menuju liang lahat lebih awal... Bukankah ada seseorang yang akan menangis jika kamu mati ?"

"Huh ? Apa ini. Evileye ? Apakah kamu membully Climb karena kamu khawatir dengannya ?"

Bahu Evileye merosot dengan kalimat ini. Dia menggenggam kerah Gagaran dengan tangan yang memakai
sarung tangan dan berteriak saat dia menatapnya.

"Kepala isi daging itu perlu untuk menutup mulutnya!"

"Tapi aku benar, ya kan ?"

Evileye tidak bisa berkata apapun kepada Gagaran yang tetap tenang meskipun kerahnya digenggam. Dia
bersandar ke kursinya dan, mencoba untuk mengubah topik, mengubah pandangannya kepada Climb.

"Pertama, kuasailah pengetahuanmu akan magic. Jika pengetahuanmu meningkat maka kamu mungkin akan
bisa memprediksi gerakan dari musuhmu yang menggunakan magic. Maka kamu akan bisa merespon dengan
benar."

"Hey, kamu tahu berapa banyak mantra yang berbeda disana dan kamu berkata kepadanya untuk mempelajari
semua itu ? Bukankah kamu terlalu kejam ?"

"Itu tidak benar. Ada kumpulan mantra-mantra yang umum yang biasa difokuskan oleh seorang magic caster.
Dia bisa mulai mempelajari mereka."

Yang dimaksud Evileye adalah jika dia tidak bisa menguasai bahkan segitu, dia seharusnya menyerah.

" Tak perduli berapa banyak mantra itu, dia mungkin akan berhasil jika dia mempelajari mantra-mantra hingga
tingkat 3."

"...Hey Evileye, kamu bilang magic bisa sampai tingkat 10 dan tak ada siapapun yang berhasil menguasai
mereka. Tapi ada informasi tentang itu ? Mengapa bisa begitu ?"

"Hmm..."

Dengan ekspresi muka yang terasa seperti guru yang sedang mengajari muridnya, suara-suara di sekeliling
terasa jauh. Itu seperti kelambu tipis yang menghiasi mereka dan meja itu.

"Jangan khawatir. Aku hanya mengatifkan item remeh."

Seberapa hati-hatinya dia terhadap orang lain yang sedang mendengarkan ? Menyadari jawaban Evileye
terhadap pertanyaan Gagaran yang cukup penting untuk menggunakan item tersebut, Climb memperbaiki
posturnya untuk mengantisipasi.

"Di dalam legenda lama - salah satu dari cerita yang turun temurun, ada sebuah kelompok yang dikenal dengan
Eight Greed King (Delapan Raja Tamak). Beberapa orang menyebut mereka sebagai makhluk yang mencuri
kekuatan dewa dan menguasai dunia ini dengan kekuatan mutlak mereka."

Climb tahu cerita ini. Sebagai sebuah cerita dongeng, cerita itu sangat tidak populer, tapi siapapun yang agak
berpendidikan tahu akan hal itu.

Untuk meringkasnya, Eight Greed King muncul 500 tahun yang lalu. Lebih tinggi dari langit, mirip dengan
naga, Eight Greed King menghancurkan banyak negara dan menguasai dunia dengan kekuatan yang luar biasa.
Tapi pada akhirnya, ketamakan mereka membuat mereka saling memusuhi satu sama lain dan menghasilkan
kebinasaan.

Meskipun cerita itu jelas sekali tidak populer, ada banyak pendapat berbeda tentang apakah itu fakta atau fiksi.
Climb sendiri merasa bahwa cerita itu sangat berlebihan. Namun, ada banyak diantara para petualang yang
merasa bahwa mereka, pada kenyataannya, memang pernah ada; dengan kekuatan yang lebih hebat daripada
siapapun yang ada di waktu saat ini.

Dasar dari rasa percaya mereka adalah keberadaan kota gurun yang terletak jauh di selatan. Dikatakan itu
adalah kota yang dibangun menjadi ibukota dulu ketika Eight Greed King menguasai daratan.

Sementara Climb jatuh dalam pikirannya yang dalam, Evileye melanjutkan bicaranya.

"Dikatakan bahwa Eight Greed King memiliki banyak sekali item yang kuat. Dan yang terhebat diantara item
itu disebut 'Nameless Spellbook' (Buku Mantra tanpa Nama) ... Sebuah Grimoire (Buku mantra) dengan nama
itu ada. Itulah jawabanmu."

"Apa ? Jadi kamu bilang bahwa mantra itu ada di dalam buku tersebut ?"

"Benar. Magic item itu membawa kekuatan yang di luar akal. Mereka bilang bahwa seluruh mantra terekam
dalam grimoire itu. Aku tidak tahu magic macam apa yang digunakan, ada rumor yang bahkan magic yang baru
diciptakan akan otomatis terekam disana."

Dia tahu tentang legenda Eight Greed King tapi itu adalah pertama kalinya Climb mendengar tentang buku
semacam itu. Dia samar-samar mengerti seberapa langka item tersebut dan tetap diam sambil mendengarkan
dengan hati-hati.

"Dengan buku itu sebagai pondasi, kita bisa menemukan keberadaan mantra tingkat sepuluh. Tentu saja, hanya
ada beberapa orang yang tahu tentang cerita ini dan 'Nameless Spellbook'."

Climb menelan ludah dengan suara keras.

"Ka- Kamu tidak ada rencana untuk mendapatkan 'Nameless Spellbook' itu ?"

Itu adalah pertanyaan yang dia ingin tanyakan karena mereka adalah para petualang kelas tertinggi.

Tapi Evileye mendengus lalu tertawa, seakan apa yang dia katakan adalah hal yang bodoh.

"Hmph. Menurut orang yang benar-benar melihatnya, magic kuat yang menjaga grimoire menghalangi siapapun
tanpa rasa keadilan yang kuat untuk menyentuhnya. Sebuah item yang senilai dengan sebuah negara akan
membawa bahaya yang tanpa tandingan. Aku tahu apa yang aku bisa dan tak bisa lakukan, dan aku tidak ingin
mati seperti orang bodoh seperti Eight Greed King."

"Apakah itu tidak mungkin bagi kelompok yang pimpinannya memiliki sebuah senjata dari tiga belas pahlawan
?"

"...Dalam kelas yang berbeda, yang itu. Yah, ini adalah sesuatu yang aku dengar begitu saja dan juga aku tidak
yakin. Pembicaraan sudah menyimpang. Lagipula, itu adalah jawabanmu, Gagaran. Apakah kamu mengerti ?"

Dan karena suatu alasan, Evileye untuk sesaat ragu sebelum membuka mulutnya.

"Climb. Meskipun kamu ingin memiliki kekuatan, jangan menyerahkan rasa manusiawimu."

"Menyerahkan rasa manusiawi..? Apakah kamu sedang membicarakan tentang para demon yang muncul di
dalam cerita-cerita ?"

"Itu dan yang lainnya yang berubah menjadi undead atau banyak makhluk hidup magic."

"Manusia biasa tidak bisa melakukan hal seperti itu."

"Memang benar... tapi berubah menjadi undead akan sering memutar balikkan hatimu juga. Mengharapkan
kesempurnaan, menjadi seorang undead untuk mendapatkan sebuah idealisme... hati akan sangat terpancing
oleh perubahan daging dan hasil perubahannya akan sangat menakutkan."

Sedikti rasa kasihan bisa dirasakan dari suara dari balik topeng tanpa emosi itu. Evileye terlihat seakan dia
memandang jauh ke depan. Gagaran mengamatinya dan berbicara dengan riang.

"Bukankah sang putri akan terkejut jika dia bangun suatu hari dan Climb menjadi Ogre ?"

Seakan mengerti apa yang tersembunyi dari balik komentar Gagaran, Evileye kembali ke suaranya yang tak bisa
dibaca.

"...Yah, itu juga metode lain. Magic transformasi (perubahan) bisa dibuat agar efeknya sementara.
Sederhananya, itu adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan fisikmu."

"Aku ingin melewati yang itu."

"Untuk menjadi lebih kuat, itu sangat efektif. Kemampuan fisik dari tubuh manusia sangat tidak menakjubkan.
Dengan bakat yang sama, sebuah tubuh yang lebih kuat akan lebih menguntungkan."

Itu jelas sekali. Jika skillnya sama, sisi dengan lebih banyak kekuatan akan memiliki keuntungan.

"Pada kenyataannya, ada banyak diantara tiga belas pahlawan yang bukan manusia. Meskipun mereka disebut
tiga belas pahlawan, jumlah mereka jauh lebih banyak. Hanya saja kebetulan bahwa tiga belas pahlawan
memiliki legenda yang menempel pada mereka... Pertempuran melawan Demon God adalah salah satu yang
melebihi batas rasial. Mereka yang ingin terfokus pada manusia akan ragu-ragu untuk mengabadikan sebuah
legenda dimana mereka yang merupakan ras lain bermain sebagai peran aktif."

Evileye berkata dengan batas sinis pada suaranya. Suasananya langsung berubah dan dia melanjutkan, nadanya
berat dengan perasaan nostalgia.

"Pemegang Cyclone Axe (Kapak Topan) adalah Kapten Prajurit dari Raksasa udara. Jika siapapun dari anggota
keluarga kerajaan elf yang memiliki sifat dari para elf lama disana... itu pasti Dark Knight, pemilik asli dari
Kilineyram - Pedang demonic dari ketua kami. Knight yang memiliki darah yang sama dengan darah demon,
sebuah darah campuran."

"Empat Pedang kegelapan..."

Dikatakan bahwa salah satu dari tiga belas pahlawan, Dark Knight, pemakai empat pedang: Evil Sword
Hyumilis, Demon Sword Kilineyram, Necrotic Sword Colocudabar, dan Death Sword Sufiz. ketua dari Blue
Rose, Lakyus, memiliki salah satunya.

"Demon Sword Kilineyram... Pedang kegelapan terkuat yang dikatakan dibuat dari energi kegelapan yang
dipadatkan tanpa akhir. Hey, Evileye. Apa benar jika pedang itu mengeluarkan kekuatan penuh, bisa
menembakkan cukup banyak kegelapan untuk menelan sebuah negara secara keseluruhan ?"

"Kamu bicara apa ?"

Evileye terlihat seperti bingung.

"Pemimpin kita bilang dahulu ketika kita sendirian. Dia menggenggam tangan kanannya dengan keras dan
berkata sesuatu tentang bagaimana hanya seorang wanita yang memiliki faith sepertinya bisa menekan kekuatan
pedang itu."

"Aku tak pernah mendengar apapun tentang itu..."

Evileye memiringkan kepalanya, mengira aneh.


"Jika pemiliknya berkata demikian maka itu bisa jadi benar."

"Kalau begitu suatu hal tentang Dark Lakyus yang terlahir dari kesadaran gelapnya pasti juga benar ?"

"Apa ?"

"Kapan itu, dia bergumam seperti itu ketika dia sendirian. Aku kira dia tidak tahu aku ada disana sedang
menguping sedikit. 'Aku, sumber dari kegelapan akan mengambil alih tubuhmu jika kamu lengah dan
mengeluarkan kekuatan dari demon sword.' Atau sesuatu yang mirip seperti itu, kedengarannya sangat
berbahaya."

"Itu... kurasa bukan tidak mungkin. Beberapa item yang terkutuk akan mengambil alih pemilik mereka.. Jika itu
terjadi kepada Lakyus maka itu bukan hal yang bisa dianggap remeh."

"Dia bilang padaku untuk merahasiakannya, tapi itu sedikit... kamu tahu ? aku bertanya kepadanya tentang hal
itu secara pribadi tapi wajahnya menjadi sangat merah dan berkata untuk tidak usah khawatir akan hal itu."

"Hmm. Dia pasti malu jika seorang Cleric sepertinya dikendalikan oleh item yang terkutuk. Lagipula mereka
adalah yang mengangkat kutukan itu. Mungkin dia tidak ingin kita membuat kita khawatir ? Gadis itu, dia
sudah khawatir terhadap kutukan tersebut sendirian."

"Aku belum pernah melihatnya melakukannya sejak itu tapi... jika dipikir-pikir, sejak dia mendapatkan pedang
tersebut, bukankah dia mulai memakai cincin-cincin armor yang tidak berguna itu di seluruh lima jarinya ?"

"Aku kira itu adalah fashion, apakah kamu bilang jika itu adalah item magic penyegel atau mungkin sebuah
katalis ?"

Climb tidak bisa mempertahankan wajah datarnya dan mengerutkan dahi.

Percakapan saat ini membuatnya berpikir bahwa Lakyus mungkin pelan-pelan dikuasai oleh item jahat. Berpikir
dia dimana baru saja hanya membuat dia semakin tidak khawatir.

"...Renner-sama mungkin dalam bahaya."

Evileye menghentikan Climb yang akan lari.

"Jangan khawatir. Kelihatannya suatu hal tidak akan langsung terjadi. Meskipun dia terjatuh di bawah kekuatan
kegelapan, tidak mungkin itu bisa terjadi sebelum orangnya sendiri tidak menyadarinya. Jika dia tidak ingin kita
tahu maka dia kelihatannya menilai bahwa dia bisa menanganinya. Aku tidak meragukan semangatnya, tapi...
tidak kukira pedang tersebut memiliki kemampuan seperti itu... Aku benar-benar tidak tahu."

"Apakah kita harus bicara ke Azuth-san untuk jaga-jaga ?"

"Memang sedikit mengecewakan meminta bantuan dari rival... tapi karena itu adalah masalah tentang
keponakannya maka kurasa itu adalah yang terbaik."
"Ok, kalau begitu bukankah kita seharusnya segera bergerak ? Aku ingin tahu dimana dia."

"Ya. Kita harus bersiap untuk mendukung Lakyus setiap waktu."

"Lagipula hanya Adamantium yang bisa menghentikan adamantium."

"-Hmm?! Ah! Aku baru saja ingat, Gagaran. Tim petualang dengan peringkat adamantium ketiga seharusnya
tinggal di E-Rantel."

"Apa, benarkah ? Itu hal baru untukku... Apakah kamu mendengarnya dari guild petualang pagi ini ?"

"Tidak, itu... Oh, benar. Aku minta maaf. Aku lupa mengatakannya kepadamu. Dari yang kudengar, warna
mereka adalah hitam."

"Hitam ? Kita punya merah dan biru jadi kukira yang selanjutnya adalah coklat atau hijau."

"Hitam adalah warna yang digunakan dalam keyakinan Enam Dewa jadi tidak ada hal yang aneh tentangnya.
Tim selanjutnya mungkin putih."

"Aku bukan benar-benar penggemar dari Slane Theocracy loh. Karena sebuah insiden tersebut, kita melawan
mereka yang kelihatannya dari semacam unit rahasia."

Meskipun Climb merasa bahwa yang dia dengar adalah hal yang sangat berbahaya, percakapan itu
mengabaikannya dan berlanjut.

"Kamu tidak suka dengan mereka, Gagaran?... Meskipun ini sangat ironis, aku bisa bersimpati dengan
kebijakan mereka. yah, aku lebih merasa bahwa peran sebagai guardian bagi ras manusia yang mereka
sematkan kepada mereka sendiri adalah baik, setidaknya dari sudut pandang manusia."

"Apa ? Jadi tidak bagi mereka untuk membunuh elf-elf dan demi-human yang tidak bersalah ?"

Rasa jijik muncul di wajah Gagaran. Matanya terbakar dengan kebencian yang kuat. Evileye menjawab
kebencian Gagaran dengan hanya mengangkat bahu.

"Di sekitar sini, ada beberapa negara manusia seperti Kingdom, Holy Kingdom, dan Empire. Gagaran, apakah
kamu tahu ? semakin jauh kamu berpetualang, ada semakin sedikit negara-negara dimana manusia digunakan
sebagai budak. Salah satu alasan terbesar tak ada dari satupun mereka yang dekat dengan kita adalah karena
Slane Theocracy yang memburu demi-human."

Dengan kemarahan yang didinginkan oleh ucapan Evileye, Gagaran merengut dan bergumam sendiri.

"Yah, lagipula demi-human lebih kuat dari manusia. Manusia tidak akan mampu melakukan apapun jika
mereka bersatu dan maju peradaban mereka."

"Jika kamu manusia, kamu harus menilai mereka yang dari Theocracy dengan tinggi. Tentu saja, mereka
mungkin memiliki sisi keji, tapi ada yang lebih menguntungkan bagi manusia...Yah, beda ceritanya jika kamu
bertanya hal yang sama kepada minoritas yang diusir. Bukan hanya itu, ada kesempatan yang sangat bagus
mereka adalah yang membentuk guild petualang pada asalnya."

"Benarkah ?"

"Mungkin. Kebenaran memang tidak bisa diketahui tapi masih ada kemungkinan yang tinggi. Guild petualang
yang dibentuk setelah pertempuran melawan Demon God dan di hari-hari itu, manusia memang lemah. Mereka
menyimpan kekuatan mereka dan, agar tidak membuat gesekan antara mereka dan kingdom, membentuk guild
agar mereka bisa memberikan dukungan."

Ketika dia selesai berbicara, keheningan yang aneh menyelimuti meja. Climb tidak bisa bertahan dengan
suasana itu dan membuka mulutnya.

"Maafkan aku sudah menyela, Evileye-sama. Anda bilang petualang peringkat adamantium yang baru telah
muncul. Siapa nama mereka ?"

"Hmm ?Ah, benar. Itu adalah - Momon. Pemimpinnya adalah seorang warrior yang disebut pahlawan hitam dan
muncul dan nama timnya masih belum diputuskan. Kelihatannya mereka hanya disebut Hitam."

"Heh~ dan anggota lainnya ?"

"Aku dengar itu adalah tim dengan dua anggota dengan anggota lainnya disebut si cantik Nabel, seorang magic
caster."

"Apa ? Hanya berdua ? Kamu bicara apa ? Mereka pasti orang idiot yang terlalu percaya diri dengan
kemampuan mereka... Tidak... itulah kenapa mereka adamantium. Mereka pasti menyembunyikan suatu hal
yang menakjubkan. Jadi ? Prestasi macam apa yang mereka peroleh ?"

"Kelihatannya mereka hanya butuh waktu dua bulan. Pertama mereka menyelesaikan insiden di E-Rantel yang
berhubungan dengan ribuan undead yang muncul. Lalu mereka menghabisi koalisi goblin di utara,
mengumpulkan tanaman obat yang sangat langka dari gunung Tove, mengalahkan Basilisk raksasa, dan
menghabisi undead yang tercecer di dataran Katze. Aku juga mendengar bahwa mereka mengalahkan vampir
yang sangat kuat."

"Basilisk raksasa..."

Climb mengerang.

Dengan karakteristik kadal dan ular, Basilisk raksasa adalah monster raksasa yang berukuran sepuluh meter.
Memiliki tatapan yang bisa membuatmu menjadi batu dengan racun yang mematikan yang mengalir pada
nadinya. Yang lebih buruk adalah kulitnya yang tebal sekeras mithrill. Itu benar-benar wujud yang menakutkan.
Jika mereka mampu mengalahkan monster yang bisa menghancurkan kota kecil, maka tidak aneh jika mereka
naik menjadi adamantium.
Namun, ada masalah. Itu adalah-

"Itu... menakjubkan. Tapi apakah mereka benar-benar mengalahkan Basilisk raksasa dengan hanya dua orang ?
Bukankah mustahil dengan hanya seorang warrior dan seorang magic caster ? Tidak mungkin."

-Memang benar. Dengan hanya dua orang, itu seperti mustahil, terutama jika mereka hanyalah seorang warrior
dan seorang magic caster. Mereka tidak memiliki siapapun untuk menyembuhkan mereka. Bukan hanya mereka
tidak akan memiliki cara untuk bertahan dari tatapannya yang membuatmu menjadi batu dan racun, tapi juga
berbagai serangan lain yang dimiliki monster tersebut.

"Ah! Maafkan aku; aku tidak mengira kamu bisa mengklasifikasikan mereka hanya dua. Dari yang aku dengar,
mereka menjinakkan Virtuous King of the Forest dengan paksa."

"...Virtuous King ? Monster macam apa itu ?"

Climb teringat mendengar nama itu di dalam salah satu legenda. Namun, menyela disini adalah hal yang sangat
tidak sopan.

"Aku tidak seberapa yakin juga. Menurut legenda yang sudah turun temurun, itu adalah demon yang hidup di
gunung Tove. Seharusnya sangat kuat tak tertandingi. Di masa lalu, seorang kenalan... benar, kelihatannya
belum sampai 200 tahun yang lalu ketika orang tersebut mengunjungi gunung."

Evileye mengangkat bahu saat dia berkata 200.

Meskipun itu adalah usia yang mungkin bagi seorang elf, tapi dari sikapnya, itu mungkin hanya sekedar
lelucon.

"Heh~. Jadi, seberapa banyak dari hal itu benar ? Rumor biasanya datang dengan sedikit bumbu, ya kan ?"

Begitulah. Ketika menceritakan sesuatu kepada orang lain, orang itu bahkan tidak akan sadar bahwa mereka
melebih-lebihkan kenyataannya. Mayat-mayat yang dipotong-potong menjadi kecil-kecil membuatnya sulit
untuk mendapatkan jumlah kepalanya. Waktu itu, para petualang sendiri menyebarkan rumor untuk mengangkat
nama mereka.

Tapi Evileye mengangkat satu jari dan mengibas-ngibaskannya memberi isyarat penolakan.

"Setidaknya insiden ini kelihatannya yang paling benar. Menurut rumor pertama yang datang dari E-Rantel, dia
menghabisi undead raksasa dengan pedangnya dan menembus ribuan undead. Ini adalah laporan dari para
penjaga yang berhasil selamat. Laporan mereka seluruhnya hampir mirip jadi seharusnya bukan berlebihan.
Kelihatannya sudah dipastikan bahwa mereka mengalahkan dua orang yang bertanggung jawab terhadap
insiden dari mayat yang ditelusuri. Yang lebih lagi, itu adalah setelah mereka mengalahkan dua Skeletal
Dragon."

Melihat mulut Gagaran yang terbuka lebar, Climb bertanya.


"Apakah mereka sulit bahkan bagimu, Gagaran-san ?"

"Jika ada ribuan zombie atau skeleton, maka mereka bukanlah masalah. Masih bisa menembus mereka.
Mungkin bisa melakukan sesuatu terhadap Skeletal Dragon juga. Tapi aku tidak terlalu yakin dengan dua
dalang dibalik insiden besar itu. Aku tidak yakin aku bisa menang ketika aku bahkan tidak tahu kemampuan
mereka."

"Ada beberapa tanda-tanda bahwa mereka mungkin dari Zuranon."

"Benarkah, Evileye ? Wah~ jika mereka adalah murid-murid Zuranon maka sudah pasti tamat disana.
Mengalahkan mereka setelah menembus gerombolan akan sangat sulit. Dan jika kamu membuat sedikit saja
kesalahan dan terkena racun atau tidak bisa bergerak, maka tamat sudah. Apa yang mereka lakukan dengan
healing ? Apakah mereka mengandalkan potion ? Warrior Momon ini bisa jadi menggunakan magic faith
seperti pimpinan kita. Atau mungkin si cantik ?"

"Aku tidak bisa menolak kemungkinan itu."

Evileye menganggukkan kepalanya dengan gerakan umu umu.

"Tapi tetap saja, Basilisk raksasa... itu masih tidak mungkin. Bagi seorang warrior... itu adalah musuh terburuk,
untuk seseorang yang bertarung dalam jarak yang sangat dekat. Meskipun jika aku menggunakan Gaze Bane,
masih sulit tanpa backup."

"Apa kamu dengar, Climb ? Tidak mungkin untuk Gagaran sendirian. Dengan kata lain, tergantung dari skill
wanita bernama Nabel itu. Jika mereka bertarung bersama-sama maka itu akan mungkin... Mungkin ?"

"Ah~ akan mudah jika Nabel itu adalah orang yang sekuat kamu, Evileye. Bukankah akan lebih sederhana
bagimu jika kamu melawannya sendirian jika bertarung dari jarak jauh ?"

"Itu adalah permintaan yang terlalu banyak. Aku akan melawannya dengan serius."

"Jika kamu disana dalam dua insiden denganku, maka yang terbaik yang bisa aku hadapi adalah... Skeletal
Dragon. Namun aku akan mengandalkanmu terlalu banyak, Evileye. Jika aku berpasangan dengan magic caster
dengan peringkat orichalcum dan hanya kita berdua... maka itu tidak akan mungkin."

Climb memiliki pemikiran yang aneh.

Seberapa kuat magic caster Evileye ini ? Tim biasa akan terdiri dari anggota-anggota dengan kekuatan dan
pengalaman yang sama. Apakah ada perbedaan yang sebesar itu diantara mereka ?

"Itu tidak benar. Aku tahu seberapa kuat dirimu, Gagaran-san. Kamu takkan tertinggal di belakang kelompok
pendatang baru."

"Wow~ terima kasih atas pujiannya. Okay, ingin melakukannya ?"


"Tidak, aku akan menolaknya."

"Dan itulah kenapa kamu masih perjaka. Bukankah kamu dengar bahwa tidak baik bagi seorang pria untuk
menolak makanan yang disediakan di depannya ? Mengapa itu masih kamu bawa-bawa seperti hal yang bagus ?
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu benar-benar melakukannya dengan seorang gadis yang kamu sukai ?
Apa kamu ingin disebut kikuk ? Apakah itu yang kamu suka ? Apakah kamu seorang M ?"

Menggali ke dalam diri Climb tanpa memberikannya kesempatan untuk merespon, Gagaran mengeluarkan
helaan nafas yang besar.

"yah, aku bukan mau menekanmu. Aku biasa saja dengan hal itu kapanpun jadi katakan padaku jika kamu
menginginkannya... Tapi si cantik, huh. Itu adalah julukan yang sangat memalukan. Bukankah nama hanya
untuk pajangan."

"Dia seharusnya terlihat sangat cantik. Menurut sumber informasiku, dia-"

Climb berpikir bahwa tatapan Evileye berhenti padanya sejenak, lalu segera mengerti bahwa dia benar.

"-rival dari putri emas."

Gagaran melihat ke arah Climb dengan main-main. Climb menduga apa yang akan dikatakan oleh Evileye
berikutnya dan membuat gerakan mendahului.

"Apa yang cantik atau jelek berbeda untuk setiap orang. Dan bagiku, tidak ada yang lebih cantik dari Renner-
sama."

"Ya~ Ya~."

Sebuah suara kekecewaan yang jelas.

"Hmm, kita sudah melenceng sedikit jauh dari topik. Aku minta maaf sudah membuat ikut dalam percakapan
yang tidak perlu. Kami akan mulai bersiap seperti yang diperintahkan oleh Lakyus."

Gagaran dan Evileye berdiri dari kursi mereka. Climb juga mengikuti.

"Maaf Climb. Ada banyak hal yang ingin kita lakukan sama-sama, tapi aku kira sekarang bukan waktunya."

"Tidak sama sekali, Gagaran-san. Tolong jangan mengkhawatirkannya. Dan Evileye-sama juga, terima kasih
atas nasehat anda."

Gagaran terdiam menatap Climb lalu mengeluarkan tawa lelah.

"Baiklah, kamu akan kembali ya kan ? Awasi ketua mau kan ? Bye bye, perjaka, ... Dan pastikan kamu
mengamankan item milikmu. Bukankah senjata di pinggangmu adalah yang biasanya kamu gunakan, ya kan ?"
"Benar. Ini adalah untuk keadaan darurat."

"Kamu takkan tahu apa yang akan terjadi jadi meskipun jika kamu tidak memakai armormu, setidaknya
bawalah pedangmu. Itulah arti dari menjadi seorang petualang, terutama seorang warrior. Dan juga, apakah
kamu memiliki item yang kuberikan padamu ?"

"Loncengnya ? Aku punya disini."

Climb menepuk kantung yang terikat di ikat pinggang.

"Oh begitu. Kalau begitu tidak apa. Ingatlah, sebagai seorang warrior, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan
adalah mengayunkan senjata kita. Tapi itu bahaya. Item magic adalah yang bisa membuat kita bersiap untuk
peristiwa bahaya itu. Dapatkan banyak item dan simpan mereka. Dan setidaknya simpanlah tiga botol potion
denganmu. Itu adalah yang menyelamatkanku di masa lalu."

Dia memiliki tiga potion tapi hanya membawa dua dengannya. Climb merespon bahwa dia mengerti.

"....Kamu ternyata sangat perhatian kepada orang lain."

"Kamu mengejekku Evileye?...Maaf sudah menahanmu, Climb. Pada dasarnya, apa yang ingin aku katakan
adalah untuk selalu mempersiapkan sebelumnya."

"Aku mengerti."

Gagaran mengangguk dalam-dalam.


Part Three
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 6, 6:15

Sembilan pria dan wanita duduk mengelilingi meja bundar.

Meskipun pemimpin yang memerintahkan setiap seksi dari Eight Finger berkumpul di satu tempat, tak ada dari
mereka yang berusaha saling bertatap mata. Mereka hanya melihat dokumen-dokumen di depan mereka atau
bicara dengan bawahan mereka sendiri.

Itu seperti perkumpulan dari organisasi-organisasi yang sama sekali terpisah. Meskipun situasinya tidak begitu
buruk untuk menyebutnya dengan ledakan, kehati-hatian dan kewaspadaan yang mereka miliki satu sama lain
terlihat jelas sekali, seperti diantara musuh. Namun, dari tiap-tiap sudut pandang hormat mereka, ini adalah
respon yang jelas. Meskipun jika mereka satu kelompok dan bekerja sama, dalam kenyataannya, mereka akan
sering mencuri aset dari satu sama lain dan jarang menggabungkan kekuatan.

Sebagai contoh, perdagangan obat-obatan mengatur dan mengoperasikan semuanya dari produksi obat-obatan
hingga saat obat-obatan tersebut menyentuh pasar. Sesuatu yang kelompok penyelundup tidak ambil bagian di
dalamnya. Kelompok-kelompok itu tidak secara terbuka saling ikut campur satu dengan yang lainnya, tapi
sangat umum untuk melihat mereka mencoba saling mensabotase sementara yang lain memutar punggung
mereka.

Tindakan seperti itu memegang keuntungan yang sama sekali nol bagi organisasi secara keseluruhan. Ini adalah
salah satu jurang yang dalam dari macam-macam kelompok kriminal yang saling bertautan untuk membentuk
kelompok yang lebih besar.

Orang-orang ini mendatangi pertemuan divisi yang rutin dari Eight Finger meskipun memiliki hubungan yang
seburuk itu karena mereka memiliki alasan yang bagus untuk melakukannya.

Alasannya adalah: siapapun yang tidak datang akan termasuk sebagai kemungkinan pengkhianat dan
ditargetkan untuk dimusnahkan. Itulah kenapa meskipun mereka tidak memiliki urusan di dalam Kingdom
berusaha keras untuk mendatangi pertemuan tersebut.

Meskipun mereka yang biasanya mengurung diri di dalam keamanan melangkahkan kakinya ke bawah sorotan
cahaya. Tak perlu ditanyakan lagi, ketakutan mereka akan percobaan pembunuhan berarti bahwa mereka
membawa bodyguard bersamanya. Ini adalah dua orang yang paling ahli yang boleh mereka bawa ke dalam
pertemuan, dipilih dengan hati-hati dari kelompok mereka sendiri.

-Semuanya kecuali satu orang.

"Semuanya hadir. Mari kita mulai pertemuan rutin kita."

Kursi-kursi berderit keras saat suara pria itu menyebabkan semuanya berdiri tegak.

Yang membuka mulutnya adalah pembicara dalam pertemuan ini dan juga pemimpin dari Eight Finger. Dihiasi
dengan tanda dari Dewa Air, pria yang kelihatannya berusia lima puluh tahunan itu tersenyum lembut, tipe yang
kelihatannya tidak layak berada di dunia bawah tanah.

"Ada beberapa topik untuk didiskusikan, tapi pertama yang perlu ditata- Hilma."

"Ya~?"

Yang merespon adalah seorang wanita dalam balutan putih.


Kulitnya sangat pucat dan pakaiannya juga putih. Sebuah tato ular yang merangkak turun di lengan kanannya,
mulai dari tulang belikatnya hingga sampai pada lengan yang memegang pipa yang mengeluarkan aroma ungu
yang beracun. Memakai maskara dan lipstik ungu, pakaian tipis yang menggantung longgar di sekeliling
tubuhnya memberikan aura kemerosotan dari prostitusi kelas tinggi.

Dia menguap dengan sengaja.

"Bisakah kamu memulainya sedikit awal ?"

"...Aku dengar fasilitas pengolahan obat-obatan milikmu diserang."

"Yep, itu benar, sebuah desa yang digunakan sebagai tempat produksi. Membuatku kehilangan uang yang
sangat banyak pula. Aku mungkin harus memangkas distribusi."

"Apakah kamu mampu mencari informasi dari orang yang bertanggung jawab ?"

"Tidak, operasinya sempurna sekali... Yah, bukannya aku tak punya petunjuk apapun."

"Warna mereka ?"

Semuanya tahu apa yang dia maksud dengan pertanyaan itu.

"Tidak tahu, hanya mulai menjadi terang; aku belum sejauh itu."

"Oh begitu. Seperti yang kalian semua dengar, ini adalah situasi sekarang. Angkat tangan kalian jika ada yang
memiliki informasi apapun."

Tidak ada respon. Sangat tidak jelas apakah mereka tidak tahu, atau hanya tidak ingin menjawab.

"kalau begitu selanjutnya adalah-"

"-Hey."

Pria itu mengeluarkan suara rendah, memegang sejumlah kekuatan yang luar biasa.

Seluru mata di dalam ruangan itu berkumpul dalam satu titik. Di dalam tempat itu adalah seorang pria botak
dengan separuh mukanya ditutupi oleh tato hewan buas. Semua hal tentangnya adalah besar; garis luar dari
figur berotot miliknya jelas sekali meskipun menembus pakaiannya. Kilatan dingin dari matanya seperti milik
seorang warrior.

Meskipun pemimpin kelompok yang lain membawa bodyguard bersama mereka, pria tersebut tidak ada satupun
yang berdiri di belakangnya. Akan percuma untuk membawa orang-orang yang tidak berguna. Itu sangat jelas
sekali.

Pria tersebut menatap Hilma, pemimpin dari perdagangan obat-obatan. Tidak, dia mungkin tidak bermaksud
untuk menatapnya, tapi matanya yang seperti pisau membuatnya terlihat seperti itu.

Untuk sesaat, para bodyguard di belakang wanita itu menghirup nafas mereka. Mereka bisa merasakan
perbedaan luar biasa dalam kekuatan diantara mereka.

Mereka tahu bahwa pria itu adalah seorang monster yang mampu membunuh setiap orang di ruangan ini.
"Bagaimana kalau mengambil layanan kami ? Akan sulit bagimu untuk melindungi aset-aset milikmu dengan
bawahan rendahan milikmu itu."

Zero. Dia adalah perwakilan dari divisi keamanan yang bahkan menerima jangkauan pekerjaan yang luas, dari
hanya seorang tukang pukul hingga bodyguard untuk bangsawan. Apa yang membuatnya bahkan lebih terkenal
adalah bahwa dia adalah anggota terkuat dari Eight Finger. Namun tawaran dari pria sekalibernya -

"Tidak."

-ditolak.

"Tidak apa. Aku tidak bisa mengeluarkan posisi kunci milikku."

Hanya itu akhirnya. Seakan jika dia kehilangan ketertarikan, Zero menutup matanya, membuatnya seakan
berubah menjadi sebuah batu besar.

"Kalau begitu aku ingin mengambil tawaranmu."

Seorang pria kurus membuka mulutnya. Sikapnya yang lembut sangat berlawanan dengan kasarnya Zero.

"Zero, aku ingin mempekerjakan orang-orangmu."

"Apa ini, Cocco Doll, Apakah kamu bisa membayarnya ?"

Sementara perdagangan obat-obatan Hilma sedang meningkat, perdagangan budak Cocco Doll sedang
menurun. Dengan pasar budak yang dianggap melawan hukum oleh usaha dari Putri Emas, dia dan
kelompoknya terpaksa untuk bersembunyi jauh di bawah tanah.

"Jangan khawatir tentang itu, Zero. Dan karena kita bicara tentang itu, aku ingin kamu meminjamkan orang
yang terbaik dari yang terbaik, seseorang dari Six Arm."

"Oh ?"

Zero membuka matanya, ketertarikannya terusik untuk pertama kalinya.

Dia bukan satu-satunya yang terkejut. Hampir semua yang hadir merasakan yang sama.

Nama 'Six Arm' asalnya dari saudara Dewa dari Dewa Pencuri, Seseorang yang dikatakan memiliki Six Arm
(Enam Lengan). Mereka adalah enam anggota terkuat dari divisi keamanan.

Tak usah dikatakan, yang paling kuat diantara mereka adalah Zero, tapi lima sisanya tidak jatuh sangat jauh di
belakang. Seseorang dengan kemampuan memotong ruang, seseorang yang mengendalikan ilusi, dan diantara
mereka bahkan ada seorang Elder Lich, Seorang undead yang kuat.

Jika Gazef Stronoff atau petualang dengan peringkat adamantium adalah yang terkuat di permukaan, maka Six
Arm adalah yang terkuat di bawah tanah. Mempekerjakan seseorang dengan kaliber seperti itu hanya berarti
satu hal.

"Kamu pasti sangat terjepit. Baiklah, duduk saja dan tunggu. Bawahan terkuat milikku akan memastikan
keamanan barang-barangmu."

"Maaf~. Aku menghadapi sedikit masalah dengan seorang gadis yang seharusnya dibuang. Persiapan sebanyak
ini mungkin sedikit berlebihan tapi jika toko itu menjadi hancur maka bisa membuatku di tempat yang sulit.
Mari kita bicarakan pembayarannya nanti saja, oke ?"

"Baiklah."

"Kerena diskusinya sudah selesai, bisakah kamu langsung mulai ? Sebenarnya ada sesuatu yang harus aku
tangani sesegera mungkin."

"Baiklah. Aku akan meminjamkanmu orang-orang yang sedang kubawa."

"...Kalau begitu kita bergerak ke topik selanjutnya. Ada yang tahu dengan petualang peringkat adamantium
yang baru 'Momon dari Tim Hitam', apakah ada yang memiliki pendapat ?"
Intermission
Clang clang. Seseorang bisa mendengar suara logam yang berharga berbenturan satu sama lain.

Setelah memastikan bahwa di dalam kantong yang terbalik itu tidak ada lagi, Ainz menyebarkan koin-koin yang
mengkilat di atas meja.

Dia menghitung tumpukan koin emas dan perak menjadi masing-masing sepuluh.

Meskipun sudah menghitungnya berkali-kali, Ainz mengambil kantung itu dan melihat ke dalamnya.

Tak usah dikatakan lagi, kantung itu kosong - setelah memeriksanya untuk kedua kali, Ainz melemparkan
kantung itu ke samping dan memegang kepalanya.

"Tidak cukup... Ini sama sekali tidak cukup...."

Wajah manusianya yang dibuat dengan ilusi menjadi terlepas. Tentu saja, tumpukan koin di depannya hanyalah
harta kecil. Itu adalah jumlah yang orang biasa di dunia ini tidak akan bisa didapatkan meskipun setelah
beberapa dekade. Tapi dari sudut pandang Penguasa Tertinggi dari Great Tomb of Nazarick, satu-satunya yang
bisa mendapatkan mata uang asing, itu sangat kurang dan menyebabkan perhatian yang serius.

Otak Ainz terpaksa tenang kapanpun sebuah emosi yang dia rasakan melampaui ambang tertentu. Sebagai
contoh, jika dia terkena kepanikan hanya karena memiliki satu koin saja yang tersisa, otaknya akan langsung
mendapatkan ketenangannya. Namun saat ini, respon itu gagal aktif karena di balik otaknya, dia tahu bahwa di
dalam peti masih ada ada beberapa koin emas yang tersisa. Ini membuatnya merasakan gelisah yang membakar
sekujur tubuh.

Ainz menggelengkan kepalanya dan melanjutkan membagi koin emas di depannya berdasarkan bagaimana
mereka akan dibelanjakan.

"Pertama, ini adalah pendanaan tambahan untuk Sebas."

Wajah Ainz menjadi kaku saat dia melihat tumpukan itu berkurang dalam sekejap.

"Selanjutnya... biasa untuk mengembalikan desa lizardmen yang diminta Cocytus begitu juga peralatan yang
cukup..."

Meskipun tidak sebesar sebelumnya, tumpukan koin yang signifikan lainnya juga dipisahkan dan hanya
beberapa koin emas yang tersisa.

"...Tentang suplai untuk desa lizardmen, aku bisa menggunakan koneksiku dengan guild sebagai petualang
adamantium. Itu akan menutupi sedikit biaya jadi... sekitar segini banyaknya ?"

Dia mengambil kembali beberapa koin emas dari tumpukan Cocytus.

"...Mungkin aku seharusnya menemukan seorang pedagang dan mendapatkan sponsor. Itu akan menjadi salah
satu cara untuk mendapatkan pendapatan rutin disamping menjadi petualang."
Termasuk Ainz, hanya tiga kelompok petualang dengan peringkat adamantium di dalam Kingdom. Untuk
alasan ini, ada banyak concoh dimana mereka akan menerima komisi dari para pedagang. Ainz sangat ingin
menerima pekerjaan semacam ini karenanya, mereka sangat mudah dan dengan bayaran yang sangat baik.
Namun, dia ragu untuk melakukannya sampai sekarang.

Dia takut jika itu akan membuat persona dari Momon menjadi tamak, bahwa orang-orang dan para petualang
lain akan melihatnya sebagai seseorang yang akan menerima pekerjaan apapun untuk uang.

Ainz berencana untuk meningkatkan 'Momon' sebagai seorang petualang yang dipuji oleh semuanya ketika
waktunya tiba, seluruh kredit dari ketenarannya akan diterima oleh Ainz Ooal Gown. Agar rencana ini sukses,
Dia harus memperhatikan betul-betul bagaimana massa melihatnya.

"Tapi tetap saja... Aku tidak punya uang. Mungkin aku seharusnya tidak tetap tinggal di dalam penginapan
seperti ini."

Ainz melihat ke ruangan sekeliling.

Ini adalah ruangan yang paling mewah dari penginapan terbaik di E-Rantel. Uang yang digunakan untuk
menyewa tempat seperti itu sangat luar biasa mahal. Karena kamar ini tidak berguna bagi Ainz yang tidak butuh
tempat tidur, dia ingin menggunakan uangnya untuk menyewa di tempat lain.

Begitu juga dengan makanannya. Meskipun jika dia diberikan makanan mewah, semuanya tidak berguna
baginya karena dia tidak bisa makan. Akan lebih cerdas untuk menolaknya dan menyimpan pengeluaran untuk
makanan.

Namun, Ainz sangat tahu betul bahwa dia tidak bisa melakukan hal semacam itu.

Ainz yang, tidak, Momon adalah petualang peringkat adamantium satu-satunya di kota ini. Orang seperti itu
tidak bisa tinggal di penginapan murah.

Kebutuhan hidup adalah salah satu jalan yang lebih mudah untuk membandingkan dirinya dengan yang lain.
Seorang petualang dengan peringkat adamantium harus berpakaian dan hidup yang cocok dengan statusnya.

Dia harus menunjukkan kemewahan seperti itu untuk mempertahankan penampilan.

Itulah mengapa Ainz tidak bisa merendahkan kualitas penginapannya meskipun dia tahu bahwa itu adalah
pengeluaran yang tidak dibutuhkan.

"Jika guild para petualang berpikir aku sangat berharga maka mereka harusnya bisa membayar kamarku.. Haa...
Kurasa mereka akan melakukannya jika kuminta."

Tapi dia tidak ingin berhutang apapun. Hingga sekarang, dia mengambil permintaan job yang gawat dan bekerja
agar orang-orang berhutang kepadanya. Dia ingin menyimpannya untuk hal lain nanti untuk menggunakan
sedikit intimidasi. Menghabiskannya untuk hal-hal remeh seperti itu akan mengganggu rencananya.
"Ah~ Aku bangkrut. Apa yang harus kulakukan ? Apakah aku harus menerima beberapa permintaan,
lagipula...? tapi tidak ada permintaan apapun yang bayarannya bagus hari-hari ini. Dan jika aku mengambil
terlalu banyak maka para petualang lain akan membenciku..."

Dia harus membuat Ainz Ooal Gown menjadi legenda yang abadi, yang baik daripada yang buruk, jika
memungkinkan. Ainz meniru helaan nafas dan menghitung uang yang dihabiskan di kepalanya dari koin-koin
yang tersisa.

"Berbicara tentang uang, apa yang harus kulakukan dengan gaji para guardian ?"

Ainz merenungkan sambil bersandar di kursinya dan melihat ke atap.

Para guardian bersikeras bahwa mereka tidak membutuhkan sesuatu seperti gaji, mengklaim bagaimana bisa
mereka menginginkan kompensasi dari melayani Supreme Being yang mana adalah kegembiraan terbesar.
Tapi dari sudut pandang Ainz, dia bertanya-tanya apakan tidak apa baginya untuk hanya menerima niat baik
mereka. Pekerjaan harus menemui kompensasi yang adil.

Meskipun para guardian bersikeras bahwa bersumpah setiap kepada Supreme Being sendirinya adalah hadiah,
sulit bagi Ainz untuk meyakinkannya.

Mungkin saja itu hanya kebenaran dalam dirinya, setelah mengalami bekerja di dalam perusahaan untuk digaji.
Namun, dia tidak bisa membuang catatan bahwa pekerjaan harus diberi hadiah.

Dia takut terhadap kemungkinan bahwa gaji mungkin akan merusak anak-anaknya yang tidak tahu hal apapun
yang lebih baik. Meskipun begitu, ada keuntungan dalam mengenalkannya sebagai percobaan.

"Pertanyaannya adalah apa yang harus kuberikan sebagai hadiahnya."

Matanya bergerak dari atap kembali ke sisa koin emas di meja.

"Jika aku mempertimbangkan para guardian sebagai kepala department dari perusahaan yang ada, maka mereka
akan membutuhkan setidaknya 15 juta yen setiap tahunnya... Shalltear, Cocytus, Aura, Mare, Demiurge..
Albedo akan membutuhkan sedikit lebih banyak, ya kan ? Jadi dikalikan enam dan ... Hmm, yep itu tidak
mungkin. Aku tidak bisa mendapatkan uang segitu banyak."

Ainz menarik kepalanya dan tiba-tiba membuka mata lebar-lebar.

"Itu dia! Aku bisa menggantikannya dengan hal lain! Mata uang yang hanya bisa digunakan di Nazarick -
membuat sesuatu seperti catatan bagi anak-anaknya dan memiliki sesuatu yang setara dengan ratusan ribu yen!"

Setelah berteriak keras seperti itu, Ainz mengerutkan dahi sekali lagi.

Tapi mereka akan menghabiskan mata uang itu untuk apa ?

Seluruh fasilitas di dalam Nazarick itu gratis. Meskipun jika dia berpikir untuk mencetak koin, dia tidak bisa
berpikir itu akan dihabiskan untuk apa.

"Mungkin menggunakannya untuk membeli item di dunia ini ?"

Ainz membandingkan barang umum dari dunia ini dengan mereka yang ada di Nazarick dan ragu apakah ada
barang yang benar-benar diinginkan oleh siapapun dari guardian.

"Tapi jika aku mulai membuat biaya untuk setiap barang-barang yang gratis hingga sekarang, itu akan menjadi
tidak produktif... apa yang harus kulakukan..."

Setelah berpikir sejenak, Ainz datang dengan ide yang bagus.

"Benar juga! Aku akan meminta para guardian untuk memikirkannya. Aku bisa bertanya kepada mereka jika
mereka memiliki apapun yang sangat mereka inginkan yang harus bayar!"

Saat Ainz bergumam dengan gembira sendiri tentang ide yang bagus ini, senyumnya tiba-tiba menjadi pahit.

"Meskipun begitu..."

Dia menyadari bahwa dia sedang berbicara sendiri lebih dan lebih sering.

Dia tahu bahwa itu dimulai dulu ketika game hampir berakhir, kesepian yang melanda dirinya karena teman-
teman guildnya yang tidak lagi muncul. Tapi mengapa gumamannya tidak ikut berhenti ketika para NPC
mendapatkan akal dan bergerak sendiri ?

Mungkin itu menjadi sebuah kebiasaan, atau-

"Karena aku masih kesepian.."

Aku tersenyum kesepian.

Tentu saja, berkata bahwa dia sendirian meskipun NPC yang memiliki kesadaran sendiri di sisinya adalah
sangat tidak sopan kepada mereka. Tapi dia juga memiliki pemikiran seperti ini; agar bisa bersikap sebagai
Ainz Ooal Gown, pemimpin dari 41 Supreme Being yang diinginkan oleh para guardian, sangat mungkin dia
sedang membunuh Suzuki Satoru.

Ainz menghela nafas dan memutar tatapannya kembali ke arah koin-koin di meja. Itu adalah saat dia mendengar
ketukan di pintunya.

Setelah beberapa saat beristirahat, pintu itu terbuka. Memastikan bahwa orang yang masuk adalah orang yang
dia tunggu - Narberal Gamma, Ainz sengaja memperbaiki ekspresinya agar salah satu sudut bibirnya
melengkung ke atas, menjadi wajah yang terlihat seakan sedang memandang rendah seseorang.

Ilusi tingkat rendah yang bisa Ainz berikan secara datar menunjukkan emosi miliknya yang ada dipermukaan.
Sepertinya, ada peluang bahwa dia akan menunjukkan wajah yang tidak cocok sebagai penguasa Nazarick.
Itulah kenapa dia mempraktekkan berbagai macam ekspresi di depan cermin agar kapanpun dia di hadapan
yang lainnya, terutama Narberal, dia bisa terlihat lebih berwibawa. Dia memiliki masalah besar memililh
ekspresi dari banyak ekspresi yang dia praktekkan.

"Ada apa, Nabel."

Dia bertanya kepadanya dengan suara yang dihias sama.

"Ya, Momon-san...san."

"...Kelihatannya 'sama' muncul jarang-jarang. Tidak ada pilihan selain membiarkannya sebagai kebiasaan lama.
Meskipun begitu, setidaknya coba benahi ketika aku memberikan sebuah peringatan, walaupun hanya
sementara. Aku rasa aku harus menyerah terhadap usaha itu. Ah, tidak perlu membungkukkan kepalamu, aku
tidak marah. Dan cara hormatmu memanggilku.. yah, seharusnya sih tidak apa-apa karena orang lain termasuk
pemimpin guild menjadi salah paham tentang kita. Jadi, ada apa ?"

"Ya, iron ore (bijih besi) yang anda minta dari pedagang telah tiba."

Itu bukan permintaan aku hanya membelinya secara normal....

Berpikir demikian di kepalanya, ekspresi wibawanya tetap tidak bergerak.

"Ternyata begitu... dimana bijih besi itu asalnya ? Apakah dikumpulkan dari seluruh delapan lokasi ?"

"Saya minta maaf, saya tidak diberi tahu."

"..Tidak apa. Aku punya banyak uang. Meskipun aku tidak tahu berapa banyak tempat asal dari yang
dikumpulkan, seharusnya sudah lebih dari cukup uang untuk membeli seluruhnya."

Ainz percaya diri memenuhi kantung uang dengan koin-koin yang ditumpuk di atas meja itu dan
melemparkannya ke kaki Narberal. Dia melihatnya saat dia dengan sopan mengambil kantung itu.

"Mengerti, tapi bolehkan saya bertanya ?"

"Apakah itu mengenai alasan mengapa aku membeli ore dari lokasi berbeda ?"

Ainz menjelaskannya kepada Narberal yang menganggukkan kepalanya.

"Itu agar aku bisa melemparkannya ke Kotak Penukaran. Dengan kata lain, aku ingin menguji apakah jumlah
emasnya berbeda tergantung dari bijih yang ditambang."

Exchange Box (Kotak Penukaran) tidak dipengaruhi tampilannya oleh objek asalnya. Seperti contohnya,
mengenai patung batu yang detil, dia akan mengabaikan pekerjaan apapun dan memperhitungkan nilainya sama
dengan batu dari tinggi yang sama. Lalu menguji untuk melihat bagaimana menangai komponen yang berbeda -
di dalam material yang sebenarnya. Itu adalah alasan mengapa dia membeli bijih besi dari berbagai macam
lokasi.

"Seperti yang sudah kamu ketahui, Nabel, kotak itu bekerja meskipun kamu meletakkan sesuatu seperti
gandum."

Meskipun aku memasukkannya dalam jumlah besar dan hanya mendapatkan satu koin emas darinya - Ainz
menambahkan di kepalanya.

Itu adalah alasan yang memunculkan rencana untuk membangun ladang di luar Nazarick, untuk
menumbuhkannya dalam jumlah besar.
Dengan menggunakan Golem dan Undead akan bisa membuat ladang yang luas. Tentu saja, ada banyak
rintangan sebelum mencapai titik itu.

"Saya mengerti. Kalau begitu saya akan membeli mereka sesegera mungkin."

"Benar, tapi pertahankan kewaspadaanmu. Tidak ada jaminan jika kamu tidak diserang. Jika ada sesuatu yang
terjadi.. kamu mengerti apa yang kamu lakukan, ya kan ?"

"Menggunakan Shadow Demon sebagi perisai, membuang seluruh informasi yang dikumpulkan,
memprioritaskan keamanan saya diatas segalanya dan fokus seluruhnya untuk mundur. Lalu saya akan bergerak
ke Nazarick palsu yang dibuat oleh Aura-sama, mengirimkan informasi yang palsu kepada musuh."

"Benar. Prioritaskan keselamatanmu. Jangan pernah mengambil jalan yang bisa dengan mudah diserang atau
dimana tidak ada kerumunan. Dan meskipun jika manusia bicara denganmu atau memprovokasimu, jangan
melukai mereka. Aku sangat terkejut ketika pria itu memohon pertolonganku sambil menangis, berkata
bagaiamana dia hanya ingin menggodamu. Kamu juga harus mengendalikan nafsu membunuhmu. Aku tidak
akan bilang padamu untuk tidak menghajar pencopet jika kamu menemui mereka, tapi jangan keterlaluan. dan
juga, tahan dirimu untuk tidak memanggil manusia sebagai serangga. Dengan kata lain, cobalah untuk tidak
melukai atau membunuh manusia. Lagipula kita adalah petualang terhebat, Momon dan Nabel dari tim Hitam."

Sambil meliat Narberal yang kelihatannya menunjukkan bahwa dia mengerti, Ainz memikirkan lebih banyak
lagi persiapan terhadap kewaspadaan yang mungkin dia lewatkan lalu menganggukkan kepalanya.

"..Hmm. Seharusnya itu sudah cukup. Kalau begitu pergilah, Nabel."

Narberal membungkukkan kepalanya dan meninggalkan ruangan, dengan kantung kulit ditarik. Ainz melihat
punggungnya saat dia pergi dan, meskipun tidak memiliki paru-paru, menghela nafas berat.

"...Pengeluaran hanya muncul ketika aku tidak punya uang apapun. Sialan."
Chapter Three – Those Who
Pick Up And Those Who
Picked Up
Part One
Bulan Api Pertengahan (Bulan ke 8), Hari ke 26, 15:27

Setelah mengantarkan wanita tua itu ke rumahnya, Sebas menuju ke tujuan asalnya.

Tempat yang dia tuju dikelilingi oleh dinding-dinding yang lebar.

Dibaliknya, dia bisa melihat tiga menara, masing-masing tingginya sekitar lima lantai, Tak ada dari bangunan-
bangunan di dalam area itu yang memiliki tinggi seperti menara tersebut, membuat mereka terlihat sangat
tinggi.

Menara yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan dua lantai yang sempit.

Ini adalah markas dari Guild Magician Kingdom. Mereka membutuhkan tanah tempat berlabuh seluas itu
menciptakan magic baru dan mendidik para magic caster. Alasan mereka mendapatkan begitu banyak tanah
meskipun menerima hampir tidak ada pendanaan dari Kingdom adalah karena mereka adalah yang bertanggung
jawab dalam menciptakan item-item magic.

Pada akhirnya, dia melihat pintu yang terlihat kokoh. Pintu kayu yang dihias dan mengarah ke gedung dua
lantai itu terbuka lebar, dengan masing-masing sisi diisi oleh penjaga bersenjata yang sedang berdiri berjaga.

Tanpa dihentikan oleh para penjaga - hanya menerima pandangan sekilas - Sebas melangkahkan kaki melewati
pintu itu.

Di balik pintu itu ada satu set tangga-tangga yang lebar menuju tingkat ke pintu lain menyambungkannya
dengan indah, gedung yang sudah tua terbuat dari marmer putih. Pintu itu juga dibiarkan terbuka seakan untuk
menyambut seluruh tamu.

Melewati pintu itu ada aula untuk menerima tamu yang kecil, dan di baliknya ada lobi. Atap yang tinggi dari
aula tersebut dihiasi dengan banyak tempat lilin yang dinyalakan dengan magic.

Di bagian kanan ada lobi ruang tunggu, dilengkapi dengan banyak sofa dimana beberapa magic caster terlihat
sedang berada di tengah diskusi. Di bagian kiri berdiri sebuah papan pengumuman, banyak petualang dan
orang-orang yang mengenakan jubah magic caster bisa dilihat sedang menatap sungguh-sungguh ke arah
perkamen yang ada di papan.

Lebih jauh lagi, beberapa pria muda dan wanita duduk di balik counter. Seluruhnya memiliki emblem yang
sama dengan yang menggantung di depan gedung tersulam ke jubah mereka.

Di masing-masing sisi dari counter berdiri boneka seukuran makhluk hidup yang kurus tanpa mata atau hidung -
sebuah golem kayu, mengingatkan kepada sketsa. Kelihatannya digunakan untuk keamanan. Selain dari penjaga
di luar, alasan mengapa penjaga di dalam gedung bukan manusia adalah mungkin agar Guild Magic bisa tampil
unik.

Tanpa melewatkan langkah, Sebas dengan langkah yang tegap mendekati counter.
Pria muda yang ada di counter mengenali Sebas dan menyapa Sebas dengan matanya. Sebas sedikit
mengangguk meresponnya. Keduanya sudah cukup akrab satu sama lain karena kunjungannya yang berkali-
kali.

Pria muda itu tersenyum dan memberikan sapaan yang biasanya kepada pria di depannya.

"Terima kasih sudah mengunjungi Guild Magician kami, Sebas-sama. Bolehkah saya bertanya tujuan
kunjungan anda ?"

"Aku ingin membeli sebuah gulungan magic. Boleh aku lihat daftarnya, seperti biasanya ?"

"Ya, tentu saja."

Pria muda itu cepat-cepat meletakkan buku besar di counter. Dia kelihatannya sudah mempersiapkannya ketika
dia melihat Sebas berjalan masuk.

Dibuat dari kertas putih yang tipis dan mewah dan juga cover dari kulit, itu adalah buku yang bagus sekali.
Mempertimbangkan kalimat-kalimatnya disulam dengan benang emas, itu sendiri membuatnya sangat mahal.

Sebas menarik buku itu ke arahnya dan membukanya.

Sayangnya, dia tidak bisa membaca isi buku ini. Tidak, akan lebih akurat jika dikatakan bawah mereka yang
berasal dari YGGDRASIL tidak bisa membca tulisan itu. Meskipun dia bisa mengerti ucapan mereka karena
peraturan aneh di dunia ini, tulisan kalimat itu lain ceritanya.

Namun, tuannya telah memberikan item magic untuk masalah yang seperti ini.

Sebas menarik bungkus yang menghalangi dan membukanya.

Di dalamnya ada sepasang kacamata dengan frame yang tipis seperti perak. Melihat lebih dekat, mereka dihiasi
dengan tulisan yang sempit - sebuah corak. Lensanya dibuat dari kristal es biru.

Saat dia memakai kacamata itu, magic di dalamnya membuat dia bisa membaca tulisan di buku tersebut.

Dia cepat-cepat membuka halaman tersebut dengan sangat teliti dan tiba-tiba menghentikan tangannya.
Matanya bergerak dari buku itu dan berhenti ke wanita muda yang sedang duduk di balik counter, di samping
pria muda tersebut. Dia bicara kepadanya dengan suara lembut.

"Apakah ada masalah ?"

"Ti..tidak sama sekali."

Gadis itu tersipu dan merendahkan wajahnya.


"Saya hanya berpikir... bahwa postur anda sangat gagah."

"Terima kasih banyak."

Sebas menunjukkan senyum yang lembut, menyebabkan gadis itu semakin tersipu.

Pria lembut dengan rambut abu-abu seperti Sebas adalah seseorang yang bisa membuatmu tertarik hanya
dengan melihatnya saja. Di atas air mukanya anggun, dia memancarkan sebuah keeleganan yang bisa menarik
sembilan dari sepuluh kepala wanita, tak perduli berapapun usianya. Wanita muda di counter itu tidak bisa
menahan diri untuk tidak keberatan menatap Sebas; lagipula itu sangat sering terjadi.

Sebas mengangguk dan mengembalikan tatapannya ke buku, tangannya berhenti pada halaman tertentu saat dia
bertanya kepada pria muda itu.

"Magic ini - 'Floating Board', bisakah kamu bercerita kepadaku detilnya ?"

"Tentu saja."

Pria muda itu mulai menjelaskannya tanpa ragu.

"'Floating Board' adalah magic tingkat 1 yang membuat papan transparan yang melayang. Batas ukuran dan
berat dari papan itu bervariasi tergantung dari penggunanya, tapi ketika diaktifkan dari gulungan, ukurannya
satu meter pada seluruh sisinya dan bisa menahan sekitar 50 kg. Penggunannya bisa berada sekitar lima meter
dari papan tersebut. Tolong dicatat bahwa papan itu hanya bisa mengikuti, papan itu tidak akan bisa mengenali
perintah gerakan lain apapun seperti berada di depan dan lain sebagainya. Jika penggunanya berputar 180
derajat dengan cepat di tempat, papan itu akan pelan-pelan membetulkan posisinya sendiri di belakang si
pengguna. Mantra ini biasanya digunakan untuk mengangkut barang-barang dan di dalam tempat
pembangunan."

Sebas menganggukkan kepalanya.

"Ternyata begitu. Kalau begitu aku ingin satu gulungan dengan magic ini."

"Mengerti."

Pria itu tidak terkejut denga kenyataan bahwa dia memilih magic yang lebih tidak terkenal. Kebanyakan dari
gulungan-gulungan yang akan Sebas beli adalah semacam yang tidak terkenal, seperti yang satu ini. Guild
Magician hanya bisa berterima kasih kepadanya karena membantu menyingkirkan persediaan mereka yang
berlebihan.

"Apakah hanya satu gulungan saja ?"

"Ya, tolong jika bisa."

Pria muda itu memberi isyarat kepada pria yang duduk di belakangnya.
Setelah mendengarkan seluruh percakapan, pria itu langsung berdiri dan memasuki pintu di belakang counter.
Scroll (gulungan) adalah komoditas yang mahal. Meskipun ada penjaga, gulungan tidak seharusnya ditempat di
counter.

Sekitar lima menit kemudian, pria itu kembali. Di tangannya ada sebuah perkamen yang tergulung.

"Ini dia."

Sebas memandang perkamen yang diletakkan di counter. Pekerjaan keterampilan pada perkamen itu sangat
mengesankan, meskipun dengan sekali tatapan, gulungan itu sangat berbeda dari yang bisa ditemukan di pasar.
Dia memeriksa untuk memastikan bahwa nama dari magic yang tertulis di tinta hitam sama dengan magic yang
dia inginkan lalu melepas kacamatanya.

"Saya telah memastikannya. Saya akan mengambil ini."

"Terima kasih banyak."

Pria muda itu dengan sopan membungkukkan kepalanya.

"Ini adalah gulungan mantra tingkat 1 dan harganya adalah satu koin emas dan sepuluh koin perak."

Sebuah potion yang dibuat dari mantra dengan tingkat yang sama berharga dua koin emas. Dibandingkan
dengan itu, gulungan ini relatif murah. Sebuah gulungan biasanya sangat spesial, mereka hanya bisa digunakan
oleh mereka yang benar-benar mengetahui cabang magic yang sama. Pada dasarnya berarti bahwa sebuah
potion yang bisa digunakan oleh siapapun jelas berharga lebih tinggi.

Tentu saja, meskipun menyebutnya murah, koin satu emas dan sepuluh perak masih disebut jumlah yang besar
untuk orang biasa. Itu sekitar sebulan setengah nilai dari gaji. Namun, bagi Sebas- tidak, bagi yang dia layani,
jumlah itu sangat remeh.

Sebas mengeluarkan sebuah kantung kulit, melonggarkan bagian atasnya, dan menghitung sebelas koin. Dia
lalu menyerahkan jumlah itu ke pria muda tersebut.

"Pembayarannya telah diterima."

Pria muda itu tidak melakukan sesuatu seperti memeriksa koin atas keasliannya di depan Sebas. Dia telah
berdagang dengan mereka cukup sering sehingga memperoleh kepercayaan mereka.

----

"Orang tua itu keren!"

"Yeah!"

Setelah Sebas keluar dari Guild Magician, resepsionis tersebut, terutama yang wanita, berkumpul bersama dan
mulai membuat keributan.

Daripada disebut wajah-wajah wanita yang bijaksana, mereka mengeluarkan wajah-wajah dari gadis yang baru
saja bertemu dengan pangeran yang mereka kagumi. Salah satu pria yang duduk di counter mengerutkan dahi
karena iri, tapi karena dia telah merasakan keeleganan dari Sebas pertama kali, dia tetap diam.

"Dia pasti telah melayani bangsawan dengan peringkat yang luar biasa tinggi sebelumnya. Tidak heran jika dia
adalah anak ketiga dari rumah bangsawan kaya."

Bahkan bagi seorang bangsawan, sangat umum bagi mereka yang tidak bisa mewarisi rumah tangga menjadi
kepala pelayan atau para pelayan. Semakin tinggi gelar bangsawannya, semakin tinggi keinginan mereka untuk
mempekerjakan palayan seperti itu. Suasana elegan yang mengelilingi Sebas membuat orang lain percaya
bahwa dia adalah bangsawan sendiri.

"Dia bersikap luar biasa bagus."

Kelompok di belakang counter semuanya menganggukkan kepala mereka setuju.

"Kurasa aku pasti akan mengatakan ya jika dia memintaku untuk minum teh."

"yeah, aku akan pergi! aku akan pergi! Pasti!"

Gadis-gadis itu geger sendiri dengan suara bernada tinggi. Seperti bagaimana dia mungkin adalah tipe yang
akrab dengan toko-toko yang luar biasa elegan. Bagaimana dia menjadi pengawal yang sempurna dan semacam
itu. Pria-pria yang menatap mereka dari samping dan membuka diskusi mereka sendiri.

"Dia kelihatannya sangat berpendidikan. Jangan-jangan dia sendiri adalah seorang magic caster ?"

"Mungkin saja, itu mungkin saja."

Mantra-mantra yang diambil Sebas selalu yang baru saja ditemukan. Itulah kenapa mereka bisa menebak dia
memiliki pengetahuan tentang magic. Jika dia disini karena perintah untuk membeli sebuah mantra, maka dia
bisa cukup mengatakan nama mantranya langsung ke counter tanpa melalui buku. Fakta bahwa dia membuat
pilihan setelah melihat seluruh daftar artinya bahwa dia sendiri membuat keputusan terhadap mantra apa yang
harus dibeli.

Dia pasti bukan orang tua biasa. Dengan kata lain, tidak aneh jika berpikir dia adalah seorang guru dalam magic
- seorang magic caster.

"Dan kacamata itu... bukan itu kelihatannya luar biasa mahal ?"

"Jangan-jangan itu adalah item magic ?"

"Tidak, bukannya itu hanya item mewah ? Mungin dwarf yang membuatnya."
"Benar, dia sangat luar biasa bisa memiliki sepasang kacamata yang indah itu."

"Aku ingin melihat gadis cantik yang dia bawa dengannya sekali waktu dulu."

Kalimat dari yang digumamkan oleh pria itu hampir seperti renungan yang bertemu dengan suara penolakan
dari sampingnya.

"Apa~? Yang dimiliki oleh wanita itu hanya tampangnya saja."

"yeah, aku kasihan pada Sebas-san. Dia pasti terlalu banyak bekerja karenanya."

"Meskipun dia cantik, dia pasti memiliki kepribadian yang buruk. Aku tidak suka dengan caranya yang melihat
kita. Aku kasihan pada Sebas-san yang harus melayani orang seperti itu."

Kritik yang keras pada jenis kelamin yang sama dari seorang wanita membuat pria-pria tersebut menutup mulut
mereka.

Tuan dari Sebas memiliki gadis cantik yang bisa membuat orang lain jatuh cinta dengannya hanya dalam
sekejap. Meskipun wanita di samping mereka cukup cantik untuk dipilih sebagai wajah dari Guild Magician,
perbedaannya seperti malam dan siang. Meskipun pekerja pria ingin mengatakan kepada mereka untuk tidak iri,
jelas sekali apa yang akan terjadi jika mereka melakukan itu. Tak ada satupun diantara mereka yang akan
sebodoh itu. Itulah mengapa-

"Hey, cukup sudah ngobrolnya."

Pria muda itu melihat seorang petualang yang menuju counter dan mengarahkan suaranya kepada kelompok
tersebut, mendesak mereka untuk mengeluarkan ekspresi serius dan melanjutkan pekerjaan mereka.

---

Setelah meninggalkan Guild Magician, Sebas menatap ke arah langit.

Karena mengantarkan wanita tua pulang ke rumah memerlukan waktu yang lebih lama dari yang diduga, langit
mulai menjadi merah. Meskipun jamnya menunjukkan bahwa itu adalah waktu jam malam, dia masih belum
selesai dengan tugas harian. Karena itu bukan masalah, apakah dia harus mendorongnya untuk besok ? Atau
mungkin dia harus menyelesaikan sisa pekerjaannya, meskipun jika itu artinya melewati waktu yang
diperbolehkan.

Keraguannya hanya bertahan sejenak.

Menolong wanita tua adalah keputusannya yang sepihak, dia harus bertanggung jawab.

"-Shadow Demon."

*Twitch*. Sebas merasa bayangannya bergerak.


"Tolong kirim ucapan ke Solution. Bilang padanya aku akan sedikit telat. Itu saja."

Meskipun idak ada jawaban, wujud itu bergerak dan menjadi jauh, seakan bergerak di antara bayangan-
bayangan.

"Kalau begitu sekarang..."

Dia tidak memiliki. Sasarannya adalah memetakan keseluruhan geografi dari ibukota. Dia tidak diperintahkan
untuk melakukan itu; namun, itu karena keinginannya saja sebagai bagian dari pengumpulan informasi.

"Mari kita menuju kesana hari ini."

Setelah bergumam demikian, Sebas mengusap rambutnya ke belakang dan memutar gulungan di salah satu
tangannya. Dia seperti anak kecil yang menikmati diri sendiri.

Dia berjalan jauh dan semakin jauh, dari pusat ibukota, dari tempat dimana ketertiban publik yang terbaik.

Setelah melalui jalanan yang berkelok-kelok, jalanan mulai menjadi kotor dan sedikit bau tak sedap mulai
merembes di udara. Itu adalah bau dari makanan busuk dan selokan. Sebas berjalan tanpa bicara menembus bau
yang terancam menempel di bajunya.

Sebas tiba-tiba menghentikan langkahnya dan melihat ke sekeliling. Dia kelihatannya sudah berjalan ke lorong
belakang. jalan itu lebarnya hampir tidak cukup bisa digunakan untuk dua orang yang saling bertatapan.

Lorong yang sempit dan matahari yang tenggelam, tak ada tanda-tanda orang-orang dimanapun, mereka
membuatnya sulit bagi orang-orang untuk mengambil jalan ini. Tapi tak ada yang menimbulkan masalah bagi
Sebas. Dia berjalan tanpa bicara, berbaur dalam kegelapan.

Sebas memutar di beberapa sudut di dalam arah yang lebih terpencil daripada yang terakhir dan tiba-tiba,
langkahnya yang tegap harus terhenti.

Tanpa tujuan yang khusus di pikiran, dia telah berjalan kemanapun kaki dan insting membawanya. Namun, dia
sadar dia telah berjalan sangat jauh dari pemukiman yang dia jadikan sebagai markas mereka. Dengan
menggunakan intuisinya, Sebas mengira-ngira secara kasar lokasinya saat ini dan menarik sebuah garis di
kepalanya dari sini ke markas.

Meskipun itu adalah jarak yang remeh dalam pertimbangan kemampuan fisik Sebas, itu hanya bisa
diaplikasikan ketika bergerak di dalam garis yang lurus. Berjalan secara normal biasanya akan menghabiskan
sedikit waktu. Karena ini sudah hampir waktu bagi kelambu malam turun, akan lebih bijaksana baginya untuk
mulai berjalan kembali. Dia tidak ingin membuat Solution yang tinggal bersamanya menjadi khawatir. Jika ada
musuh yang kuat muncul, baik Solution dan Sebas memiliki Shadow Demon yang bersembunyi di dalam
bayangan mereka. Dengan menggunakan mereka sebagai tameng akan memberikan mereka banyak waktu
untuk mundur. Namun --

"...Aku seharusnya kembali."


Meskipun sejujurnya, dia ingin melanjutkan perjalanannya sedikit lagi. Ini hampir seperti hobi miliknya; dia
akan sering lupa waktu ketika itu ada hubungannya dengan jalan-jalan di luar. Namun, meskipun dia harus
mundur, Sebas merasa bahwa dia perlu setidaknya melihat apa yang ada di ujung jalan ini dan memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan menuruni lorong yang sempit.

Saat dia berjalan tanpa suara menembus kegelapan, sebuah suara berderit yang tiba-tiba muncul terdengar 15
meter di depannya. Sebuah pintu besi yang berat pelan-pelan terbuka di sana, memuntahkan cahaya interiornya
ke luar. Sebas berhenti dan mengamati diam-diam pemandangan di depannya.

Ketika pintu itu dibuka lebar, sebuah wajah seseorang mulai muncul. Meskipun dia hanya bisa membedakan
siluetnya karena cahaya dari belakang, mungkin itu adalah seorang pria. Dia muncul untuk memeriksa
sekitarnya dan, gagal mengetahui Sebas, lalu kembali ke dalam.

*Thud*. Tiba-tiba, sebuah karung yang berat terbang dari pintu itu dan menabrak tanah. Cahaya yang
merembes dari pintu terjatuh ke karung tersebut, dan dilihat dari bentuknya, kelihatannya itu adalah sesuatu
yang lembut di dalamnya.

Meskipun pintu itu terbuka, pria yang melempar karung itu seakan melemparkan sampah tidak muncul kembali.

Untuk sesaat, Sebas mengerutkan dahi lalu bertanya-tanya apakah dia harus melewatinya atau kembali ke arah
dia datang. Dia harus menemui insiden yang sangat menyusahkan.

Setelah ragu sesaat, dia melanjutkan menelusuri jalanan yang sempit dan sunyi dari gelapnya lorong.

Mulut dari karung lebar itu terbuka.

Suara dari langkah kaki Sebas bergema ke seluruh lorong dan pada akhirnya, jarak antara dia dan karung itu
menjadi pendek.

Saat dia akan berjalan melewati karung itu, kakinya berhenti.

Sebas merasakan sesuatu menyentuh celananya. Dia menurunkan tatapannya dan disana, menemukan apa yang
tidak dia duga.

Terjulur dari karung itu, sebuah lengan kurus yang mirip dengan ranting sedang memegang ujung celananya
dan tubuh tanpa busana atas dari seorang gadis.

Karung itu sekarang terbuka lebar, menampakkan penuh tubuh seorang gadis dari pinggang ke atas.

Pupilnya yang biru tidak memiliki kekuatan, menutupi kilatan yang keruh. Rambut yang turun ke bahu menjadi
layu karena kekurangan nutrisi. Wajahnya babak belur, lebam-lebam seperti balon. Kulitnya yang kering dan
pecah-pecah dikotori oleh titik-titik pink yang tak terhitung jumlahnya dengan ukuran jari kuku.

Tubuh yang kurus kering itu hampir tidak menyisakan kehidupan sama sekali.
Sudah tidak ada bedanya lagi dengan mayat. Tidak, jelas sekali dia masih hidup. Tangan yang menggenggam
ujung celana Sebas membuktikannya. Tapi apakah kamu bisa menyebut seseorang yang hampir tidak bernafas
itu dengan hidup ?

"...Tolong maukah kamu melepaskan tanganmu ?"

Tidak ada respon dari kata-katanya. Jelas sekali bahwa gadis itu tidak mengabaikan Sebas meskipun mendengar
apa yang Sebas katakan. Selain dari lebam-lebam dan retakan di kelopak matanya, tak ada lagi yang terpantul di
matanya yang buram saat memandang ke ruang kosong.

Jika Sebas menggerakkan kakinya, dia bisa dengan mudah menyingkirkan jari-jari yang lebih kurus dari ranting
pohon itu. Namun, dia tidak melakukannya dan malahan, bertanya sekali lagi.

"...Apakah kamu sedang dalam masalah ? Jika iya--"

"-Hey, pak tua, darimana kamu datang."

Sebuah suara yang rendah dan mengancam menyela Sebas.

Seorang pria muncul dari pintu. Dada dan lengan yang tebal dengan sebuah luka di wajahnya, pria itu menatap
dengan tajam ke arah Sebas dengan rasa permusuhan yang jelas bisa dilihat oleh siapapun. Lentera di tangannya
mengeluarkan sinar merah.

"Oi, oi, oi. Kamu lihat apa, pak tua ?"

Pria itu membuat suara klik dengan lidahnya dan mengisyaratkan dengan dagunya.

"Menyingkirlah. Jika kamu pergi sekarang maka aku akan membiarkanmu pergi dengan utuh."

Melihat Sebas yang tidak bergerak meskipun sudah diperingatkan, pria itu mengambil langkah maju. Pintu di
belakangnya dibanting dengan suara bantingan yang keras. Dengan sangat pelan, pria yang mengancam itu
menurunkan lenteranya ke kaki.

"Hey kakek, kamu tuli ya ?"

Pria itu memutar bahunya, menggeretakkan lehernya, dan pelan-pelan mengangkat tinju kanannya. Dia jelas
sekali bukan seseorang yang akan ragu untuk melakukan kekerasan.

"Hmm..."

Sebas tersenyum, satu senyum yang sangat cocok untuk ekspresi seorang bapak tua yang lembut. Senyumnya
membuat orang lain merasakan kebaikannya dan mengalami perasaan lega. Tapi untuk alasan tertentu, pria itu
mengambil langkah mundur, seakan binatang karnivora yang kuat telah muncul di depannya tanpa peringatan.

"Uhh, uh, uh, ap--"


Tertekan oleh senyum Sebas, pria itu berujar tidak karuan. Bahkan tanpa menyadari nafasnya yang semakin
tidak karuan, pria itu mencoba untuk mundur lebih jauh.

Sebas mengencangkan gulungan yang sedang dia pegang dengan tangannya dari tadi ke ikat pinggangnya,
gulungan yang dia beli dari guild magician. Dia mengambil satu langkah ke depan untuk mengurangi jarak
antara dia dan pria yang mengulurkan tangannya. Pria itu bahkan tidak bisa bereaksi terhadap gerakan tersebut.
Tangan yang sedang menggenggam ujung celana Sebas terjatuh ke tanah tanpa suara.

Seakan itu adalah sebuah sinyal, tangan yang terulur menggenggam tenggorokan pria itu dan - dengan
mudahnya, tubuh itu diangkat ke udara.

Ketika membandingkan Sebas dengan pria yang hanya berdasarkan penampilan luar, Sebas tidak ada peluang
menang. Usia, ketebalan dada, lengan, tinggi, berat dan bau kekerasan yang merebak dari tubuh mereka, Sebas
tidak bisa mengalahkannya dalam hal apapun.

Pria tua itu mengangkat pria yang sangat berat itu ke udara hanya dengan satu tangan -

-Tidak, bukan itu masalahnya. Jika ada pihak ketiga yang hadir, orang itu mungkin akan bisa merasakan dengan
tajam 'perbedaan' diantara keduanya. Manusia yang memiliki indera makhluk hidup - meskipun sudah tumpul
daripada binatang liar, apakah mereka tidak akan menyadarinya jika perbedaan yang sangat jelas itu tergeletak
di depan mereka ?

'Perbedaan' antara Sebas dan pria itu adalah -

- perbedaan antara yang terkuat dan yang terlemah.

Setelah benar-benar tidak menginjakkan kakinya di tanah, pria itu menerjangkan kakinya kesana kemari dan
memutar tubuhnya. Saat dia mencoba untuk menggenggam lengan Sebas dengan tangannya, matanya dipenuhi
dengan terror, seakan jika dia telah menyadari.

Pria tersebut baru menyadari bahwa pak tua di depannya itu adalah sebuah wujud yang sama sekali berbeda dari
penampilan luarnya. Pembalasan yang tak berguna hanya akan membuat marah monster di depannya.

"Gadis itu, 'apa' dia?"

Sebuah suara yang lirih mengalir ke arah pria yang sudah kaku karena ketakutan.

Suara itu mengalir dengan lirih, seperti air yang jernih. Sama sekali berlawanan dengan bagaimana dia dengan
mudahnya menggenggam pria itu ke udara dengan satu tangan hanya membuat pria tersebut semakin ketakutan.

"Di..Dia adalah pekerja kami."

Pria tersebut merespon dengan mati-matian, suaranya mengandung ketakutan.

"Aku tanya 'apa' dia. Apakah kamu membalas pertanyaanku dengan berkata bahwa dia adalah seorang 'pegawai'
?"

Pria itu bertanya-tanya apakah dia memberikan jawaban yang salah. Namun bukankah itu adalah balasan yang
paling benar di dalam situasi ini ? Matanya yang melebar terlihat penuh ketakutan, bergerak kesana kemari
seperti mata dari binatang yang ketakutan.

"Ah, ada beberapa diantara rekan-rekanku yang juga memperlakukan manusia seperti objek. Aku berusaha
menebak apakah kamu termasuk ke dalam kategori mereka atau tidak. Jika kamu melihat manusia sebagai
objek, maka kamu tidak akan merasakan penyesalan apapun. Tapi jika kamu membalas dengan menganggap dia
sebagai pegawai. Maka kamu telah melakukan apa yang sudah kamu lakukan ketika menyadari dia sebagai
seorang manusia, benarkah ? Aku akan tanya sekali lagi. Apa yang ingin kamu lakukan kepadanya ?"

Pria itu berpikir sejenak. Namun-

Sebuah suara seperti diremukkan terdengar.

Kekuatan mengalir ke lengan Sebas, dengan sekejap membuatnya sangat menyakitkan bagi pria itu untuk
bernafas.

"-Urrkgahhh!"

Pria itu berteriak dengan suara ganjil saat Sebas mengalirkan kekuatan ke tangannya, membuatnya semakin
susah bagi pria tersebut untuk bernafas. 'Aku tidak akan memberimu waktu untuk berpikir', jawab langsung'.
Pesan Sebas sangat jelas.

"Di-Dia sedang sakit. Aku sedang membawanya ke kui-"

"-Aku tidak suka kebohongan."

"Gaaghhah!"

Kekuatan dari lengan Sebas semakin kuat dan wajah pria itu menjadi sangat merah saat dia berteriak sekali lagi.
Meskipun dia bisa menangguhkan seluruh rasa tidak percaya dan mengakui bahwa meletakkannya ke dalam
karung untuk membawanya ke kuil adalah sebuah kemungkinan, Sebas tidak bisa merasakan sedikitpun
kekhawatiran dari pria tersebut kepada gadis itu ketika karung yang sama dilempar ke tanah, seperti dia sedang
membuang sampah.

"Hentikan... Gaah."

Dengan udara yang keluar dari tubuhnya, hidup pria itu dalam bahaya. Dia mulai memukul-mukulkan kakinya,
tak mampu lagi berpikir yang lain.

Sebas dengan mudah menahan tinju yang mengarah ke wajahnya dengan satu tangan. Meskipun ayunan kaki
pria tersebut mendarat di tubuh Sebas dan mengotori pakaiannya, Sebas tidak bergeming.
-Itu jelas sekali. Seorang manusia biasa tidak bisa menggerakkan sebuah gumpalan baja raksasa dengan kaki
mereka.

Meskipun Sebas ditendang oleh sepasang kaki yang tebal, Sebas dengan tenang melanjutkan bicaranya, seakaan
dia sendiri tidak merasakan luka.

"Aku menyarankanmu untuk bicara yang sebenarnya."

"Urk--"

Dengan pria yang tak lagi bisa bernafas itu, Sebas memicingkan matanya saat dia melihat ke arah wajah pria itu
yang memerah. Dia menyasar saat sebelum dia kehilangan kesadaran dan melepaskannya.

Pria itu bergulung di tanah dengan suara yang keras.

"Uugh, haa, haa, haa."

Dia mengeluarkan udara terakhir yang tersisa di paru-parunya dengan sebuah teriakan dan dengan rakus
menghirup udara untuk bernafas. Sebas melihat ke bawah dengan diam. Dia lalu meraih tenggorokan pria itu
sekali lagi.

"Tu-Tunggu, Tunggu sebentar!"

Dengan ketakutan yang menusuk tubuhnya, dia dengan kesakitan bicara tergagap-gagap di lantai, jauh dari
tangan Sebas.

"Ku-Ku-Kuil! Aku akan membawanya ke kuil!"

Masih berbohong, semangatnya ternyata tak diduga kuat juga...

Sebas mengira pria tersebut akan berubah karena luka dan takut mati. Namun, meskipun ketakutan, dia tidak
menunjukkan tanda-tanda akan menumpahkan kebenaran. Bahaya dari membocorkan informasi sama
bahayanya terhadap yang ditunjukkan Sebas.

Sebas mempertimbangkan untuk merubah pendekatannya. Setelah dipikir-pikir, tempat ini adalah teritori
musuh. Alasan pria itu tidak meminta bantuan dari balik pintu adalah karena dia tidak mengira siapapun
sekutunya akan langsung merespon. Bagaimanapun juga, tetap disini lebih lama lagi akan menyebabkan situasi
semakin menyusahkan.

Dia tidak menerima perinta apapun untuk menyebabkan masalah bagi tuannya, hanya tetap bersembunyi dan
dengan diam-diam mengumpulkan informasi.

"Jika memang itu rencanamu maka tidak ada masalah meskipun jika aku yang membawanya kesana. Aku akan
memastikan dia sembuh."
Mata terkejut pria itu bergerak dari samping ke samping. Dia lalu mati-matian menekan kalimat berikutnya.

"...Tidak ada jaminan bahwa kamu akan membawanya kesana."

"Kalau begitu bagaimana jika kamu menemaniku ?"

"Aku sibuk sekarang jadi aku tidak bisa. Aku akan membawanya nanti."

Merasakan sesuatu pada ekspresi Sebas, pria itu lalu cepat-cepat melanjutkan.

"Itu resminya adalah milik kami. Jika kamu menyentuh properti orang lain maka kamu telah melawan hukum!
Jika kamu membawanya denganmu maka itu adalah penculikan!"

Sebas tiba-tiba terdiam dan mengerutkan dahinya untuk pertama kali.

Pria itu menyerang di tempat yang paling sakit.

Meskipun tuannya telah berkata bahwa tidak apa untuk menonjol dalam jarak tertentu, itu hanya boleh ketika
diperlukan saja untuk penyamaran mereka sebagai putri keluarga kaya dan kepala pelayannya.

Jika dia melawan hukum dan mengundang tangan-tangan orang-orang hukum, ada kemungkinan samaran
mereka akan terbongkar. Dengan kata lain, itu akan menjadi keributan besar dan menjadi tipe insiden mencolok
yang tepat seperti yang tuannya tidak inginkan.

Meskipun sulit untuk membayangkan bahwa pria yang terlihat kasar dan keras ini berpendidikan, nadanya
masih tetap percaya diri. Dia pasti telah mendengarnya dari orang lain yang berpengetahuan tentang hukum.
Maka ada kemungkinan besar bahwa klaimnya memang benar.

Tanpa saksi yang terlihat, jawabannya mudah. Dia bisa saja menyelesaikannya melalui kekuatan. Yang
tertinggal hanyalah mayat dengan leher yang patah.

Tapi itu hanya ketika benar-benar diperlukan. Itu adalah metode terakhir dan buntu yang digunakan ketika
berbenturan dengan tujuan tuannya. Itu tidak bisa digunakan demi gadis yang tidak diketahui yang baru saja dia
temui ini.

Lalu apakah membiarkan gadis itu adalah pilihan yang benar ?

Sebas merasa rasa jengkelnya meningkat karena senyum kasar pria itu.

"Bisakah seorang kepala pelayan yang hebat dan span sepertimu membuat masalah untuk tuanmu di belakang
mereka ?"

Pria itu sekarang menyeringai, melihat bagaimana Sebas yang mengerutkan dahi menjadi sangat jelas, dia pasti
menyadari bahwa dia telah memegang kelemahan kepala pelayan itu.
"Aku tidak tahu bangsawan mana yang kamu layani, tapi bukankah kamu akan melukai tuanmu jika kamu
menyebabkan masalah ? Ahn ? Dan siapa tahu, bangsawan itu mungkin memiliki hubungan yang bagus dengan
kami. Bukankah kamu akan dimarahi ?"

"...Apa kamu kira tuanku adalah seseorang yang tidak bisa mengurusi hukum ? Peraturan dibuat untuk
dihancurkan oleh yang kuat."

Seakan jika dia mengenainya, pria itu terlihat sesaat ketakutan tapi langsung memperoleh rasa percaya dirinya.

"...Jadi bagaimana kalau kamu mencobanya ?"

"...Hmm."

Pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda jatuh ke dalam sesumbar Sebas. Yang mendukungnya pasti adalah figur
yang sangat berpengaruh. Memutuskan bahwa menyerang dari arah ini tidak efektif, Sebas memutuskan untuk
mendekati dari sudut pandang yang lain.

"...Kamu mungkin benar. Berbenturan dengan hukum mungkin memang sangat menyusahkan. Namun, ada
hukum juga yang menyatakan bawah seseorang boleh menyelamatkan orang lain dengan paksaan jika memang
membutuhkan. Aku hanya mengikuti hukum dan memberinya bantuan. Pertama dan yang terakhir, karena dia
kelihatannya tidak sadar, Aku yakin dia harus dibawa ke kuil untuk dirawat. Apakah kamu setuju ?"

"Uh... tidak.. itu.."

Pria itu kelihatannya kehilangan kata-kata.

Topengnya sudah terbongkar.

Sebas merasa lega bahwa pria itu adalah aktor yang payah dan si bodoh yang berotak lemah. Dia telah
berbohong. Karena pihak lain menyebutkan hukum, Sebas hanya memilih melakukan hal yang sama.

Sebas, yang tidak akrab dengan hukum negara ini, tidak akan mungkin bisa merespon jika pria itu menegurnya
dengan hukum lain; meskipun pria itu berbohong. Pria itu akhirnya berada di posisi ini karena dia hanya tahu
hukum dari yang dia dengar dan tidak repot-repot mempelajarinya.

Karena pengetahuannya terhadap hukum adalah apa yang dia dengar, itu akan kembali menggigitnya jika
musuhnya memiliki untuk berdebat secara legalitas. Dan pria itu kelihatannya adalah anggota peringkat rendah
dari organisasinya. Dia tidak terbiasa berada di posisi dimana dia membuat keputusan sendiri.

Sebas membuang matanya dari pria tersebut dan membawa mendekati kepala gadis itu.

"Apakah kamu ingin aku menolongmu ?"

Sebas bertanya kepadanya. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah bibir gadis yang retak dan mendesau itu.
Suara samar-samar dari nafasnya mengalir ke telinga Sebas. Tidak, apakah itu bisa disebut seperti itu ? Itu
adalah suara dari udara tersisa yang terakhir keluar dari balon.

Tidak ada respon. Sebas sedikit memutar kepalanya dan bertanya sekali lagi.

"Apakah kamu ingin aku menolongmu ?"

Keadaan yang berputar di sekeliling dari membantu gadis itu dan wanita tua sebelumnya sangat berbeda.
Meskipun Sebas memang ingin membantu orang lain yang membutuhkan, ada kemungkinan yang besar bahwa
menolong gadis ini akan membawanya ke dalam masalah yang tidak kecil. Sebas merasa seakan angin yang
dingin melewati hatinya. Dia khawatir apakah Supreme Being akan mengizinkan atau tidak tindakan semacam
itu, tentang bagaimana ini mungkin akan mengkhianati tujuan yang lebih tinggi.

Seperti yang diduga, tidak ada balasan.

Wajah pria itu pelan-pelan menjadi senyuman kasar.

Bagi seseorang yang sangat familiar dengan keadaannya yang seperti neraka, jelas sekali bahwa dia bahkan
tidak akan memiliki energi untuk bicara. Jika tidak, pria itu pasti tidak akan menariknya keluar untuk
membuangnya dari awal.

Sebuah keberuntungan tidak muncul pada akhirnya. Jika memang sering terjadi, maka itu bukan disebut
keberuntungan dari awalnya.

Benar sekali. Jika tangan yang menggenggam ujung celana Sebas adalah sebuah keberuntungan, maka tidak
akan ada yang kedua kalinya.

-Keberuntungan gadis itu sudah habis saat Sebas melangkahkan kaki ke tempat ini. Semua yang mengikuti
setelahnya adalah hasil dari keinginannya untuk hidup.

Itu - takkan pernah terjadi karena keberuntungan.

-Sedikit.

-Meskipun sangat sedikit, mulutnya bergerak. Suaranya tidak mengalir secara alami seperti bagaimana dia
bernafas. Mereka mengandung keinginan yang jelas dan berbeda.

"--"

Mendengar kalimat itu, Sebas memberikan sebuah anggukan.

"...Aku tidak berniat menyelamatkan mereka yang hanya berdoa agar yang lainnya mengulurkan tangan mereka,
seperti tanaman yang menunggu hujan. Namun... jika mereka sendiri bertarung untuk selamat...."

Sebas menutupi mata gadis itu dengan tangannya.


"Jangan takut, istirahatlah sekarang. Aku akan menempatkanmu di bawah perlindunganku."

Bergantung kepada sensasi hangat dan lembut, gadis itu menutup matanya yang buram.

Pria itu tidak percaya dan mencoba untuk mengeluarkan respon suara yang jelas.

"Kamu boho.."

Sisanya tidak bisa terdengar. Tubuh pria itu membeku, suaranya tersendat di tenggorokan.

"Apakah kamu berkata bahwa aku bohong ?"

Sebelum siapapun bisa melihat, Sebas berdiri, menusuk pria itu dengan tatapannya.

Matanya sangat menakutkan.

Nafas pria tersebut menjadi pendek-pendek karena sensasi di hatinya yang hampir meledak.

"Apakah kamu mengklaim bahwa aku akan berbohong kepadamu ?"

"Uh, ti.. tidak."

*Gulp*, Tenggorokan pria tersebut bergerak saat dia menelan air liur dalam jumlah besar yang dikumpulkan di
mulutnya. Matanya menjadi terpaku ke lengan Sebas. Ketakutan yang dia dengan bodohnya lupakan karena
tidak tahu tempatnya telah kembali.

"Kalau begitu aku akan membawanya bersamaku."

"A- Anda tidak boleh! Tidak, jangan, tuan, anda tidak boleh!"

Sebas menatap pria yang meninggikan suaranya lagi.

"Apakah kamu masih memiliki sesuatu untuk dikatakan ? Apakah kamu mencoba untuk mengulur waktu ?"

"Ti..Tidak tuan, bukan begitu. Aku bilang kepada anda bahwa akan menjadi masalah yang sangat besar jika
anda membawa gadis itu, bagi anda dan juga bagi tuan anda. Eight Finger, apakah kamu tidak tahu mereka ?"

Sebas telah mendengar mereka dari informasi yang dikumpulkan. Mereka adalah sebuah organisasi kriminal
yang bergerak dari bayang-bayang Kingdom.

"Anda mengerti, ya kan ? Tolong tuan, pura-pura saja anda tidak melihat apapun. Jika anda membawanya maka
mereka akan menghukum saya karena sudah mengacaukannya."

Pria itu menyadari bahwa dia tidak bisa menang dengan kekuatan dan mengambil sikap memuji. Sebas
melihatnya dengan tatapan dingin dan berbicara dengan suara yang dingin pula.
"Aku akan membawanya denganku."

"Ampuni aku, Aku mohon pada anda! Aku bisa tewas!"

Mungkin seharusnya aku membunuhnya disini.

Sebas terjatuh ke dalam pemikiran. Dia bisa mendengar pria yang menangis itu sambil menimbang konsekuensi
positif atau negatif dari membunuhnya.

Meskipun dia mengira bahwa pria itu mencoba untuk mengulur waktu agar sekutunya tiba, dia menyingkirkan
kemungkinan itu saat melihat sikapnya.

"Mengapa kamu tidak memanggil bantuan ?"

Pria itu berkedip dan langsung membalas.

Menurutnya, jika dia kehilangan mereka ketika dia meminta bantuan, kenyataan bahwa dia membuat kesalahan
fatal akan diketahui oleh kawan-kawannya. Dia juga tidak berpikir bahwa mereka akan menang sepertinya,
meskipun dengan lebih banyak orang. Itulah kenapa dia mencoba untuk meyakinkan Sebas untuk berubah
pikiran.

Melihat sikap menyedihkan itu, Sebas merasa tekanan telah lepas dari tubuhnya. Nafsu membunuhnya telah
hilang. Meskipun, dengan berkata demikian, dia tidak berniat untuk menyerahkan gadis itu kepadanya. Jika
begitu-

"....Bagaimana kalau kamu lari ?"

"Itu tidak mungkin tuan. Aku tidak punya uang untuk itu."

"Meskipun aku tidak mengira itu akan lebih mahal dari nyawamu...Aku akan memberimu uang."

Cahaya kembali ke wajah pria itu dari perkatan Sebas.

Meskipun lebih aman baginya untuk membununya, jika dia mati-matian kabur maka setidaknya akan mengulur
waktu. Sementara itu, dia bisa merawat luka gadis tersebut dan memindahkannya ke tempat yang aman.

Dan jika dia harus membunuh pria itu disini, ada kemungkinan besar mereka akan mencari gadis yang langsung
hilang.

Mirip dengan bagaimana keadaan akan berakhir seperti keadaan gadis ini yang nantinya tidak diketahui, dia
tidak bisa menyingkirkan kemungkinan bahwa ini akan melukai rekan dan keluarganya.

Sebas bingung. Mengapa dia harus sejauh itu untuk menerima seluruh resiko ?

Dia tidak mengerti dimana tempat yang memicu hatinya untuk menyelamatkan gadis ini dari tempat asalnya.
Penghuni Nazarick yang lain pasti akan mengabaikannya, berkata bahwa mereka tidak bisa diganggu. Mereka
akan mencoba melepaskan tangan gadis itu dan pergi.

-Seseorang harus menolong orang lain yang sedang membutuhkan.

Sebas merespon pria itu, menyingkirkan riak di hatinya yang bahkan dirinya sendiri tak bisa menjelaskan.
Sekarang bukan waktunya berpikir demikian.

"Gunakan uang itu untuk mempekerjakan seorang petualang dan lakukan apapun sebisamu untuk kabur."

Saat Sebas mengeluarkan kantung kulit, mata pria itu dipenuhi dengan keraguan. Jumlah uang yang bisa
mencukupi kantung kecil itu tidak cukup.

Namun, beberapa saat kemudian, mata pria tersebut menjadi terpaku pada koin-koin yang dilemparkan ke
tanah. Kilauan yang seperti perak itu adalah platinum yang digunakan ketika melakukan perdagangan antar
negara. Bernilai sepuluh kali lebih besar dari emas, sepuluh koin itu berserakan.

"Semuanya, apakah kamu mengert i? Aku juga punya beberapa pertanyaan. Berapa lama kamu harus menjawab
mereka ?"

"Uh, untuk sementara tidak apa. Menyingkirkan.. um, tidak, aku bilang pada mereka aku akan pergi untuk
membawa mereka ke kuil jadi aku agak telat."

"Ternyata begitu. Kalau begitu ayo pergilah."

Membuat perkataannya seringkas mungkin, Sebas memberi isyarat kepada pria tersebut dengan dagunya dan
berjalan dengan gadis itu di tangannya.
Part Two
Bulan Api Pertengahan (Bulan ke 8), Hari ke 26, 18:58

Rumah yang ditempati oleh Sebas saat ini berada pada lingkungan rumah kaya dengan ketertiban umum yang
tinggi, meskipun dengan standar ibukota.

Meskipun ukurannya tidak seberapa bila dibandingkan dengan rumah-rumah sekitarnya, rumah terlihat
dibangun oleh dua generasi keluar dan pelayan yang hidup bersama. Jika hanya untuk Sebas dan Solution,
ruang disana sudah terlalu luas.

Tak usah dikatakan lagi, mereka memiliki alasan untuk menyewa mansion yang besar seperti itu. Selama
mereka menyamar sebagai keluarga pedagang yang kaya raya dari tanah yang jauh, mereka tidak bisa hidup di
perumahan yang buruk. Itulah kenapa, dengan koneksi dan kredibilitas nol, mereka harus memenuhinya dengan
membayar seluruh biaya sewa beberapa kali lebih besar dari harga pasar.

Setelah tiba di kediaman seperti itu dan masuk melalui pintu depan, ada seseorang disana yang mempersilahkan
Sebas. Memakai gaun putih, itu adalah battle maid Solution Epsilon yang berada di bawah komando langsung
dari Sebas. Meskipun ada penghuni lain di sana seperti Shadow Demon dan Gargoyle, mereka tidak datang
menyambutnya karena mereka ditempatkan sebagai penjaga.

"Selamat da.."

Ucapan Solution berhenti bersama dengan kepalanya yang setengah membungkuk. Matanya lebih dingin dari
biasanya saat dia memandang apa yang ada di lengan Sebas.

"...Sebas-sama. Apa itu ?"

"Aku mengambilnya."

Solution tidak berkata apapun atas balasan Sebas yang pendek, suasananya semakin berat.

"...Begitukah. Meskipun itu tidak terlihat sebagai hadiah untuk saya, apa rencana anda padanya ?"

"Aku tidak yakin. Bisakah kamu merawat luka-lukanya dahulu ?"

"Luka-luka..."

Setelah melihat kondisi gadis tersebut, Solution menganggukkan kepalanya seakan yakin dan menatap Sebas.

"Tidak bisakah anda menurunkannya di kuil ?"

"..Tentu saja. Sebenarnya, pemikiran itu lepas dari otakku."

Solution memicingkan matanya dan menatap dingin kepada Sebas yang bahkan tidak bergeming sedikitpun.
Dalam beberapa saat, mata mereka terkunci, dan yang memalingkan muka dahulu adalah Solution.

"Apakah saya harus melemparnya keluar ?"

"Tidak, Karena aku sudah bersusah payah membawanya kemari, kita mungkin sebaiknya memikirkan cara
untuk memanfaatkan dia."

"...Mengerti."
Solution tak pernah memiliki banyak ekspresi, tapi wajahnya saat ini benar-benar seperti topeng.

Bahkan Sebas tidak bisa mengenali emosi yang memenuhi matanya. Hanya saja dia tidak seberapa senang
dengan situasi saat ini. Jelas sekali bahwa ia tidak senang sehingga kamu bisa menyentuhnya dengan tanganmu.

"Pertama, bisakah kamu melakukan diagnosa kondisi fisiknya ?"

"Mengerti, saya akan segera melakukannya."

"Jangan, disini agak..."

Meskipun Solution mungkin menganggapnya remeh, seharusnya memang tidak dilakukan di dekat pintu masuk.

"Kita punya kamar yang kosong jadi bolehkan aku minta padamu untuk melakukannya disana ?"

Solution mengangguk tanpa berucap.

Tidak ada ucapan yang keluar diantara mereka saat gadis itu bergerak dari pintu masuk ke kamar tamu.
Meskipun baik Solution ataupun Sebas adalah bukanlah tipe yang senang ambil bagian pada percakapan yang
tidak perlu, meskipun begitu, sebuah suasana ambigu mengalir diantara mereka.

Solution membuka pintu kamar tamu karena Sebas menggunakan kedua tangannya untuk membawa sang gadis.

Meskipun kelambu tebal membuat ruangan itu gelap, udaranya tidak terlalu pengap, setidaknya. Udaranya segar
karena pintu telah dibuka beberapa kali dan interiornya rapih sekali.

Sebas melangkah masuk, sinar kecil dari cahaya bulan bersinar menembus celah-celah di dalam kelambu. Dia
merebahkan sang gadis ke atas sprei tempat tidur yang bersih.

Meskipun dia sudah berusaha menyembuhkan gadis itu dengan menyiramkan Ki miliknya, tubuh yang tak
bergerak itu terlihat seperti mayat.

"Kalau begitu."

Solution dengan santainya merobek pakaian yang menutupi si gadis, menunjukkan badan yang tidak karuan.

Meskipun itu adalah penampilan keji yang seharusnya mengundang rasa kasihan, tak ada perubahan pada
ekspresi Solution. Matanya tidak memantulkan apapun selain sikap acuh dan masa bodoh.

"...Solution, aku serahkan sisanya padamu."

Sebas meninggalkan gadis itu dengan hanya kalimat tersebut dan keluar dari kamar. Solution tidak repot-repot
menghentikannya karena dia sudah mulai memeriksa kondisi gadis tersebut.

Setelah melangkahkan kaki keluar ke arah lorong, Sebas bergumam lirih agar tidak sampai ke telinga Solution.

"Sebuah usaha yang bodoh."

Sebas secara tak sadar mengusap jenggotnya. Mengapa dia menyelamat gadis itu ? Dia sendiri tidak bisa
menjelaskannya dengan jelas.

Mungkin ini adalah arti dari seorang pemburu yang tidak membantai seekor burung yang datang kepadanya
dengan keinginan sendiri.

Tidak, bukan itu. Mengapa Sebas menyelamatkannya ?

Sebagai seorang kepala pelayan yang juga bertugas dengan peran sebagai pelayan rumah, kesetiaannya adalah
kepada 41 Supreme Being. Saat ini, pemimpin guildnya, yang mengambil nama Ainz Ooal Gown adalah yang
menjadi tumpuan seluruh kesetiaannya.

Bahkan tidak ada sedikitpun bayangan dusta terhadap kesetiaannya. Dia percaya bahwa dia selalu melayani
dengan rajin dan tidak ragu untuk memberikan nyawanya sebagai persembahan.

Namun - jika dia harus memilih kesetiaannya kepada salah satu dari 41 Supreme Being, Sebas akan memilih
tanpa ragu. Touch Me.

Dia adalah kreator dari Sebas dan wujud terkuat dari 'Ainz Ooal Gown', pemegang kelas World Champion dan
berada di level kelas yang berbeda dari yang lainnya.

Sebagai bagian dari Sembilan Pertama, dia mengumpulkan anggota asli dari Ainz Ooal Gown sebelum
kekuatannya tumbuh melalui berbagai cara, termasuk PK.

Tak ada yang percaya itu jika mereka diberitahu bahwa alasannya adalah untuk menolong yang lemah. Namun,
itulah yang sebenarnya.

Dia membantu Momonga ketika dia akan keluar dari game karena frustasi di PK terus-terusan. Ketika
Bukubukuchagama tidak menemukan sebuah party atau kelompok untuk bertualang karena penampilannya, dia
adalah salah seorang yang mendekatinya dahulu.

Pemikiran bahwa orang itu pergi menjadi rantai tak terlihat yang menyelimuti di sekelilingnya.

"Jangan-jangan ini adalah kutukan..?"

Ucapan yang keji. Jika orang lain dari Ainz Ooal Gown - seorang anggota Nazarick yang diciptakan oleh 41
Supreme Being - mendengarnya, mereka pasti akan menyebutnya penghujat dan menyerangnya.

[Merasa kasihan kepada makhluk yang bukan dari Nazarick adalah hal yang tak bisa diterima.]

Kalimat itu sangat jelas.

Dengan beberapa perkecualian - mereka yang pengaturannya dibuat oleh 41 Supreme Being menjadi seperti itu,
kepala pelayan S. Wanko contohnya - kecuali orang-orang sepertinya, seluruh anggota Nazarick percaya bahwa
mereka yang tidak termasuk dari Ainz Ooal Gown seharusnya langsung diusir.

Contohnya, dia telah mendengar dari salah satu laporan Solution bahwa seorang anggota Battle Maid Pleiades,
Lupusregina, memiliki hubungan pertemanan dengan seorang gadis dari desa Carne. Tapi Sebas sangat tahu
betul tergantung dari situasinya, Lupusregina akan membuang gadis itu tanpa berpikir dua kali.

Itu bukan karena dia tidak punya hati.

Sebuah perintah dari Supreme Being untuk mati artinya kamu harus mati. Begitu juga, meskipun jika dia adalah
seorang teman, sebuah perintah untuk membunuhnya akan dilakukan dengan cepat. Itu adalah loyalitas sejati.
Seorang penghuni yang sama yang tidak mengerti ini akan dipandang kasihan.
Menilai manusia dengan sentimen yang tidak berguna, itu sendiri sudah tidak bisa diterima.

Lalu bagaimana dengan dia ? Apakah tindakan Sebas saat ini bisa diterima ?

Saat Sebas menggigit bibirnya, Solution berjalan keluar dari pintu. Wajahnya tanpa emosi seperti biasa.

"Bagaimana dengannya ?"

"...Selain dari sipilis, dia memiliki dua penyakit kelamin yang lain. Beberapa tulang rusuknya retak, begitu juga
dengan jari-jarinya. Otot-otot di lengan kanannya dan kaki kirinya telah diputus dan dia kehilangan gigi atas
dan bawah bagian depan. Kelihatannya organ internal miliknya juga rontok. Ada beberapa luka goresan di
dalam anusnya dan sangat mungkin dia sedang kecanduan terhadap semacam obat-obatan. Dia memiliki luka
memar dan sayatan yang banyak jumlahnya di tubuh. Mempertimbangkan keadaannya saat ini, aku yakin bisa
membuang yang lainnya... Apakah anda ingin aku menjelaskan lebih jauh lagi ?"

"Tidak, itu tidak perlu. Hanya ada satu hal yang penting - Apakah dia bisa disembuhkan ?"

"Tentu saja."

Sebas telah memperkirakan jawabannya yang cepat.

Dengan menggunakan kemampuan healing (penyembuhan) bisa memperbaiki bahkan hingga amputasi. Jika
Sebas menggunakan qigong miliknya, akan lebih mudah menyembuhkan luka-luka tubuhnya secara sempurna.
Kenyataannya, jika dia memang menginginkan, dia bisa dengan mudah menyembuhkan luka terkilir dari wanita
tua itu di tempat. Dia tidak melakukannya untuk disimpan sebagai keadaan darurat dan untuk menghindari
informasi yang bocor.

Namun, meski qigong membantu mengembalikan kekuatan seseorang, itu tidak bisa digunakan untuk
menyembuhkan racun atau penyakit. Sebas tak pernah mempelajari skill semacam itu. Itulah kenapa dia
memerlukan bantuan Solution untuk menyembuhkan.

"Kalau begitu aku serahkan padamu."

"Bukankah lebih baik memanggil Pestonya-sama untuk magic healing ?"

"Itu tidak perlu. Solution, aku yakin kamu memiliki gulungan healing ?"

Memastikan Solution menganggukkan kepalanya, Sebas melanjutkan.

"Kalau begitu gunakan itu."

"..Sebas sama. gulungan ini diberikan kepada kita oleh Supreme Being. Aku yakin itu tidak seharusnya
digunakan untuk makhluk semacam manusia."

Itu adalah argumen yang beralasan. Dia harus mempertimbangkan metode yang berbeda. Pertama, sembuhkan
lukanya dan selamatkan dia dari kematian. Mereka lalu bisa menyembuhkan racun dan penyakit di lain waktu.
Namun, Sebas tidak yakin bahwa mereka bisa memberikan penundaan. Jika itu adalah racun dan penyakit yang
bisa membunuhnya, mengembalikan kesehatannya tanpa henti akan terbukti tidak berguna.

Setelah beberapa kali ragu-ragu, pada akhirnya, Sebas bicara kepada Solution dengan suara yang dikuatkan
sehingga tidak mengkhianati pemikiran dalam otaknya.
"Sembuhkan dia."

Mata Solution terpicingkan dan di waktu yang sama, sesuatu yang berwarna merah gelap berputar di pupil
Solution. Tapi perubahan itu tidak bisa dipastikan lebih dalam karena Solution membungkukkan kepalanya.

"...Saya akan melakukan perintah anda. Mengembalikannya ke kondisi normal - dengan kata lain, apakah
tubuhnya dikembalikan kepada keadaan sebelum terluka ?"

Melihat Sebas yang memberikan persetujuan, Solution dengan sopan membungkukkan kepalanya.

"Saya akan langsung memulai."

"Dan ketika perawatannya selesai, bisakah kamu memenuhi bak mandi dengan air dan memandikannya ? Aku
akan pergi untuk membeli makanan."

Tidak ada seorangpun di rumah ini yang memerlukan makanan atau bisa masak. Dan selama mereka tidak
memiliki item magic ekstra yang bisa membuat makanan tidak diperlukan, makanan gadis itu harus disiapkan.

"...Sebas-sama, meskipun mudah menyembuhkan luka tubuhnya... Saya tidak bisa menyembuhkan pikirannya."

Ucapan Solution berhenti, dan setelah berhenti sejenak, dia menatap dengan seksama ke arah Sebas dan
bertanya.

"Saya rasa memanggil Ainz-sama akan menjadi cara terbaik untuk menyembuhkan luka otaknya. Apakah anda
tidak mau melakukannya ?"

"...Ini bukan masalah yang cukup penting sehingga harus menghubungi Ainz-sama. Seharusnya tidak ada
masalah jika kita tetap membiarkannya seperti itu."

Solution membungkuk dalam-dalam. Dia membuka pintu kamar tanpa bicara dan melangkah masuk. Sebas
mengawasinya pergi lalu pelan-pelan menyandarkan punggungnya ke dinding.

Apa yang harus kulakukan dengan gadis itu--.

Ketika dia sembuh - ketika pria itu sudah kabur, melepaskannya di tempat yang dia pilih. Itu adalah cara yang
terbaik. Setidaknya, tempat itu jauh dari ibukota. Melepaskannya adalah hal yang berbahaya dan kejam. Itu
tidak ada bedanya dengan tidak menolongnya dari awal.

Tapi bagi Sebastian, kepala pelayan dari Great Tomb of Nazarick, apakah itu benar-benar arah tindakan yang
benar ?

Sebas menghembuskan nafas yang berat.

Betapa enaknya jika dia bisa membuang semua yang menggantung di otaknya, sepergi helaan nafas ini ? Tapi
tak ada yang berubah. Otaknya jatuh ke dalam kebingungan dan pikirannya dipenuhi dengan kebisingan.

"Dasar bodoh, semuanya karena seorang manusia."

Daripada menanyakan pertanyaan yang tidak bisa dia jawab, dia harus mulai berpikir sederhana. Meskipun
hanya untuk mengulur waktu, dari sudut pandangnya, ini adalah tindakan yang terbaik dalam situasi saat ini.

---
Solution merubah bentuk jari-jarinya yang kurus. Jari-jari itu semakin panjang dan berubah menjadi sulur-sulur
yang memiliki ketebalan beberapa milimeter. Pada dasarnya, Solution adalah slime yang tak memiliki bentuk
dan bisa merubah secara drastik penampilan luarnya. Suatu hal seperti merubah ujung tangannya adalah hal
yang sederhana.

Dia menatap ke arah pintu dan merasakan kehadiran Sebas yang sudah hilang di luar, diam-diam berjalan ke
arah gadis yang sedang terbaring di tempat tidur.

"Karena Sebas-sama telah memberikan izin, aku akan menyelesaikan tugas menyusahkan ini secepat mungkin.
Itu akan menjadi kepentinganmu juga. Kamu mungkin tidak akan bangun ketika itu."

Solution melebarkan telapak tangannya dan menarik gulungan yang dia simpan di tubuhnya.

Gulungan ini bukan satu-satunya benda yang Solution simpan di tubuhnya. Di atas item magic yang bisa habis
seperti gulungan, dia juga memiliki bermacam-macam senjata dan armor. Mempertimbangkan bahwa dia bisa
dengan mudah menelan manusia dengan utuh, suatu hal seperti itu bukanlah hal yang luar biasa.

Solution menatap gadis yang tak sadarkan diri tersebut.

Dia tidak tertarik dengan penampilan luar gadis itu. Sebaliknya, hanya satu pikiran yang terbesit di otaknya.

Manusia ini tidak terlihat enak.

Kulit tubuh yang kosong kelihatannya tidak akan berontak kesana kemari meskipun dia dilelehkan oleh asam.

"Aku bisa mengerti tindakannya jika dia ingin memberikan ini kepadaku sebagai mainan setelah sembuh.."

Mengetahui kepribadian Sebas, Solution tahu dia tidak akan diperbolehkan. Selain dari saat mereka diserang
ketika bepergian, Sebas, bos dari Battle Maid Pleiades tidak akan pernah mengizinkan memakan manusia.

"Jika Supreme Being memerintahkan gadis itu diselamatkan, aku tidak ada pilihan selain menerimanya... Tapi
apakah makhluk seperti manusia layak untuk diselamatkan meskipun dengan biaya harta berharga yang
diberikan oleh Supreme Being ?"

Solution menggelengkan kepalanya dan memikirkannya keras-keras.

"...Aku mungkin akan memakanmu saja sebelum Sebas-sama kembali."

Dia melepaskan segel dan membuka gulungan. Magic yang terkandung di dalamnya adalah 'Heal', sebuah
mantra penyembuhan tingkat 6 yang mengembalikan kesehatan yang besar dan membuang efek status buruk
seperti penyakit.

Gulungan biasa hanya bisa digunakan jika seseorang memiliki sebuah kelas yang bisa menggunakan cabang
magic yang sama seperti gulungan. Dengan kata lain, untuk menggunakan sebuah gulungan dari magic caster
berbasis faith seperti seorang priest, seseorang harus mendapatkan kelas berbasis faith. Untuk menjelaskan lebih
detil, mantra itu harus ada pada daftar magic yang telah dipelajari dari kelas tersebut. Namun, beberapa kelas
berbasis thief memilki sebuah skill yang bisa menyamarkan daftar ini dan menipu gulungannya.

Sebagai seorang assassin, Solution memiliki beberapa kelas yang berdasarkan thief. Itulah kenapa dia mampu
menggunakan gulungan 'heal' yang biasanya dilarang.
"Pertama, buat dia menjadi koma untuk jaga-jaga, lalu..."

Solution menggunakan sebuah skill yang menggabungkan racun yang kuat yang membuat tidur dan racun yang
mengendurkan otot. Dia lalu bergerak untuk menutupi tubuh gadis tersebut.
Bulan Api Pertengahan (Bulan ke 8), Hari ke 26, 19:37

Sebas kembali dengan makanan saat Solution melangkah keluar dari kamar. Dia memegang ember berisi air
panas di kedua tangan, dengan beberapa handuk pada masing-masing ember.

Air di dalam kedua ember itu gelap dan handuk itu juga kotor, menunjukkan kondisi kurang sehap macam apa
yang dialami oleh gadis itu.

"Kamu sudah bekerja keras. Kesembuhannya... kelihatannya sudah selesai tanpa halangan."

"Ya, tidak ada masalah, hanya saja tidak ada pakaian yang cocok baginya jadi aku memakaikan apapun yang
kita punya. Apakah itu tidak apa ?"

"Tentu saja, tidak masalah."

"Begitukah... Efek dari racun tidur seharusnya akan habis sebentar lagi... Jika tidak ada hal lain saya akan
segera pergi."

"Kerja yang bagus, Solution."

Solution membungkuk dan berjalan melewati Sebas.

Sebas melihatnya pergi, lalu mengetuk pintu. Meskipun tidak ada jawaban, dia merasakan gerakan dari dalam
dan pelan-pelan membuka pintunya.

Di dalamnya, ada seorang gadis yang sedang duduk di tempat tidur. Dia menunjukkan ekspresi yang kosong,
seakan dia baru saja bangun.

Dia benar-benar tidak bisa dikenali.

Rambut pirang yang kotor dan kusut sekarang bersinar dengan kilauan yang indah. Dalam sekejap, wajahnya
yang tenggelam dan kurus kering kembali bertenaga dan mendapatkan penampilannya semula. Bibirnya yang
dulu patah-patah dan layu sekarang bersinar dengan pink mengkilap.

Untuk mendeskripsikan seluruh penampilannya, daripada disebut cantik, lebih tepat menyebutnya gadis yang
memiliki daya tarik yang manis.

Dan juga mudah menebak perkiraan umum usianya. Meskipun dia terlihat seperti di akhir belasan, kehidupan
sehari-harinya yang seperti neraka membuat wajahnya mulia yang diperpanjang hingga melewati masanya.

Solution memberinya pakaian wanita untuk rumahan yang berwarna putih. Namun, pakaian itu memiliki desain
yang sederhana, tak ada tali dan renda seperti biasanya.

"Kamu seharusnya sudah sembuh sama sekali, tapi bagaimana keadaanmu ?"

Tidak ada jawaban, matanya yang hampa tidak menunjukkan tanda-tanda apapun yang melihat ke arah Sebas.

Namun, seakan tidak mengambil itu ke dalam hatinya, Sebas menunggu dia bicara. Tidak, dia tidak menduga
banyak untuk awalnya. Dia telah menyadari bahwa ekspresinya yang hampa adalah orang yang hatinya sudah
tidak ada disana.

"Apakah kamu lapar ? Aku membawakanmu makanan."


Dia telah membelinya dari restoran, mangkuk dan lainnya.

Mangkuk kayu berisi stew yang menonjolkan aromanya yang membuat nafsu makan bertambah.

Wajah gadis itu sedikit bergerak, menjawab aroma itu.

"Silahkan makan sepuasnya."

Sebas mengira bahwa dia belum menutup diri sama sekali di dunianya. Sebas memegang mangkuk bersama
dengan sendok kayu di depannya.

Meskipun ketika gadis itu tidak bergerak, Sebas tidak mencoba untuk memaksanya.

Setelah beberapa waktu berlalu, cukup membuat orang lain merasa cemas, gadis itu pelan-pelan menggerakkan
lengannya. Gerakannya sangat gugup, seseorang yang ketakutan dengan luka. Meskipun lukanya telah sembuh
sama sekali, ingatan akan luka tersebut masih tersisa tak tersentuh.

Dia memegang sendok kayu itu dan mengangkat sedikit stew itu. Dia lalu membawanya ke mulut dan
menelannya.

Stew itu sangat banyak airnya dan tipis. Sebas sengaja memesannya untuk dipersiapkan seperti itu, bahan-bahan
dengan empat belas tipe potongan tipis-tipis dan memasaknya untuk waktu yang lama agar tidak perlu dikunyah
lagi.

Tenggorokannya bergerak dan stew itu mengalir ke perutnya.

Mata gadis itu bergerak sangat sedikit. Gerakan yang sangat kecil itu adalah perubahan dari boneka yang rumit
menjadi manusia. Tangan lainnya bergerak. Gemetar saat menerima mangkuk dari Sebas.

Sambil membawa mangkuk, Sebas memindahkannya ke tempat dimana dia kelihatannya ingin ditempatkan.

Gadis itu menancapkan sendok kayu tersebut ke dalam stew, memeluk mangkuknya menjadi lebih dekat
kepadanya dengan lengan yang lain, dan memakannya dengan semangat yang meluap.

Dia memakannya cepat-cepat seakan stew itu tidak didinginkan seperti seharusnya, dia pasti akan berteriak
kesakitan karena panasnya. gadis itu bahkan tidak keberatan bahwa area dada dari pakaiannya dikotori oleh
stew yang merembes dari mulutnya. Akan lebih tepat menyebutnya bahwa dia sedang meminumnya, daripada
sedang memakannya.

Setelah menyelesaikan stew itu dengan cepat-cepat, gadis itu menarik mangkuk yang kosong mendekat dan
menghembuskan nafas.

Setelah kembali menjadi manusia, matanya tertutup rapat.

Perasaan kenyang, bersih dan pakaian yang lembut, kelembutan yang telah kembali ke tubuhnya, semuanya
disinergikan bersama-sama untuk menenangkan pikirannya dan mulai membuat tubuhnya menerima perasaan
kantuk.

Tapi saat kelopak matanya mulai membentuk garis, berikutnya, gadis itu membuka matanya lebar-lebar dan
gemetar ketakutan.

Mungkin dia takut untuk menutup matanya, atau mungkin dia ketakutan bahwa situasinya saat ini akan hilang
seperti sebuah ilusi. Atau mungkin dia memiliki alasan lain, Sebas, yang sedang mengamatinya dari samping,
tidak tahu. Mungkin saja dia sendiri tidak tahu alasannya.

Itulah kenapa Sebas bicara kepadanya dengan suara yang lembut untuk mencoba menenangkannya.

"Tubuhmu ingin beristirahat. Jangan memaksakan diri dan tidurlah. Aku jamin bahwa kamu tidak berada dalam
bahaya disini. Kamu masih akan ada di tempat tidur ini ketika kamu membuka matamu nanti."

Untuk pertama kalinya mata gadis itu bergerak dan menatap langsung ke arah Sebas.

Hampir tak ada cahaya di matanya yang biru; tak ada kekuatan yang terasa dariya. Hanya saja mereka bukan
lagi mata dari orang mati, tapi orang yang hidup.

Mulutnya sedikit terpisah dan - menutup. Dia membuka mulutnya sekali lagi dan - lagi, tertutup.

Itu berulang beberapa kali. Sebas menatapnya dengan lembut dan tidak mencoba untuk menekannya. Dia hanya
menatap tanpa bicara.

"Te.."

Akhirnya, bibirnya terpisah dan sebuah suara kecil menerobos keluar. Kalimat yang mengikuti datang dengan
cepat.

"Te...Teri...ma...kasih.."

Kalimat pertamanya adalah terima kasih daripada pertanyaan tentang situasinya saat ini. Setelah menangkap
sedikit kepribadiannya, Sebas tersenyum, bukan yang palsu yang sering dia tunjukkan, tapi senyum yang asli.

"Tolong jangan khawatir tentang itu. Sekarang aku sudah membawamu dalam perlindunganku, aku akan
menjamin keamananmu dengan kemampuan terbaikku."

mata gadis itu sedikit melebar, bibirnya gemetar.

Matanya yang biru semakin basah dan mengeluarkan satu tetes air mata. Dia lalu membuka mulutnya lebar-
lebar dan menangis seperti ada yang dilepaskan dari dalam tubuhnya.

Akhirnya, kutukannya telah keluar, bercampur dengan suara sesenggukan.

Dia mengutuk nasibnya sendiri; dia benci yang diatas karena sudah memberinya nasib seperti itu. Dia
membenci kenyataan bahwa sampai sekarang, tak ada yang perduli dan menolongnya. Perasaan benci seperti itu
lalu berubah ke Sebas.

Mengapa dia tidak datang lebih cepat ?

Kebaikan Sebas - karena dia telah diperlakukan seperti manusia, semua yang telah dia tahan selama ini akhirnya
rontok. Tidak, akan lebih baik dikatakan bahwa karena dia telah mendapatkan hati manusianya, dia tidak lagi
menahan semua ingatan itu.

Gadis itu menarik kepalanya. Dengan suara tarikan, lembara-lembaran rambutnya rontok. Benang-benang emas
yang tak terhitung jumlahnya terjerat di sekitar jari-jarinya yang kurus. Mangkuk yang berisi stew terjauh dari
tempat tidur bersama dengan sendoknya.
Sebas menatap kegilaannya tanpa berkata apapun.

Kebenciannya sangat tiba-tiba dan janggal, dia memaksa diri. Tergantung dari masing-masing orang, mereka
mungkin akan melihat kebenciannya menyakitkan hati dan akan marah kepadanya. Namun, tak ada kemarahan
di dalam ekspresi Sebas. Malahan, wajahnya yang sudah keriput menunjukkan sesuatu yang mirip dengan
kebaikan hati.

Sebas mengulurkan tangan dan menarik gadis itu ke dalam lengannya. Seperti seorang ayah yang sedang
memeluk anaknya, pelukan sayang tanpa ada niat jahat.

Meskipun tubuhnya sesaat kaku, pelukan yang berbeda dari pria-pria yang penuh nafsu yang mengejarnya
sedikit membuat tubuhnya yang kaku menjadi tenang.

"Sekarang sudah tidak apa."

Dia pelan-pelan menepuk punggungnya saat dia mengulangi kalimat itu seperti sebuah mantra, seperti
menenangkan seorang anak kecil yang sedang menangis.

Sesenggukan - dan seakan dia ingin mencoba bergantung kepada ucapan Sebas, gadis tersebut menanamkan
wajahnya ke dada Sebas dan menangis semakin kuat. Namun, tangisan itu berbeda dari yang sebelumnya.

----

Saat waktu berlalu dan dada Sebas menjadi sangat lembap karena air mata si gadis, suara dari tangisannya
akhirnya reda. Gadis itu pelan-pelan memisahkan diri dari Sebas dan merendahkan kepalanya dalam mencoba
untuk menyembunyikan wajahnya yang merah cerah.

"Maafkan...saya..."

"Tidak usah dikhawatirkan. Suatu kehormatan yang besar bagi seorang pria untuk meminjamkan dadanya
kepada wanita yang sedang menangis."

Sebeas menarik sapu tangan yang baru saja dicuci dan menyerahkannya ke gadis itu.

"Silahkan gunakan ini."

"Tapi... ini sangat bersih... jika.. saya..."

Sebas memegang dagu gadis itu yang tergagap dan mengangkat wajahnya. Sementara gadis itu semakin kaku
saat dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi, Sebas pelan-pelan mengusapkan sapu tangannya ke bekas sisa
tangisannya.

Ini mengingatkanku; Solution baru saja menggunakan 'Message' dan melakukan percakapan yang sangat lama
dengan Shalltear... Kelihatannya dia sedang membual tentang bagaimana Ainz-sama mengusap air matanya.

Dia penasaran situasi macam apa yang membuat Ainz-sama melakukan hal semacam itu. Dia tidak mampu
membayangkan gambaran dari Shalltear yang sedang menangis. Meskipun kebingungan, Sebas tidak
menghentikan tangannya dan menyelesaikan mengusap air mata dari wajah gadis itu.

"Ah..."

"Ini, silahkan gunakan."


Sebas menutup tangan gadis itu dengan sapu tangan yang sekarang basah.

"Sebuah sapu tangan yang tidak bisa digunakan adalah hal yang memang menyedihkan, terutama yang bahkan
tidak bisa digunakan untuk mengusap air mata seseorang."

Sebas tersenyum dan menjauh dari gadis itu.

"Sekarang, banyak beristirahatlah. Mari kita diskusikan apa yang akan dilakukan mulai sekarang ketika kamu
sudah bangun."

Karena semuanya mungkin dengan magic, lukanya sudah sembuh melalui perawatan Solution dan seluruh
kelelahan mentalnya sudah hilang. Itulah kenapa dia sekarang seharusnya bisa bergerak dengan biasa. Namun,
hanya beberapa jam yang lalu dia berada di neraka. Ada hal yang dikhawatirkan jika berbicara dengannya
terlalu lama mungkin akan membuat luka mentalnya kembali terbuka.

Dalam kenyataannya, seperti bagaimana dia menangis baru saja, pikiran gadis itu masih tidak stabil. Meskipun
magic bisa menyembuhkan pikirannya sementara, tapi tidak bisa menyembukan akar dari masalahnya. Tidak
seperti luka tubuhnya, tidak mungkin menyembuhkan luka yang tidak bisa dilihat dengan mata.

Diantara orang-orang yang Sebas ketahui, satu-satunya orang yang bisa benar-benar menyembuhkan luka dari
pikiran adalah tuannya dan mungkin saja Pestonya.

Meskipun Sebas mencoba untuk membuat gadis itu istirahat, dia cepat-cepat membuka mulutnya.

"Mulai...sekarang ?"

Sebas sejenak ragu-ragu tentang apakah boleh bercakap-cakap seperti ini. Tapi karena orang yang dimaksud
ingin bicara, dia memutuskan untuk melanjutkan percakapan sambil mengamati dengan detil kondisinya.

"Tidak diragukan lagi kamu akan terlalu gugup untuk tetap di ibukota. Apakah kamu punya tempat yang bisa
kamu percayai ?"

Gadis itu menurunkan wajahnya.

"Ternyata begitu..."

Dia tidak perlu repot-repot mengutarakan hal yang sudah jelas. Dia tidak punya.

- ini akan menjadi sangat merepotkan.

Namun, bukannya mereka harus bertindak langsung. Pria dari sebelumnya juga seharusnya belum tertangkap
dalam waktu dekat, dan seharusnya akan butuh sedikit waktu untuk tim pencari tiba pada Sebas.

Meskipun ini hanya harapan saja, dia ingin mempercayai bahwa tidak ada alasan untuk panik. Setidaknya, tidak
sampai gadis itu mendapatkan kesehatannya.

"Kalau begitu, mari kita lihat. Pertama, bisakah kamu beritahu namamu ?"

"Ah...Saya...Ts..Tsuare."

"Tsuare, kalau begitu. Ah, aku masih tidak memberikan namaku. Namaku adalah Sebastian, silahkan panggil
aku Sebas. Aku melayani tuan dari rumah besar ini, Lady Solution."
Itu adalah samaran mereka.

Meskipun Solution memakai gaun putih daripada seragam maid yang biasanya jika saja ada tamu yang tiba-tiba,
sementara gadis itu disini, akan sangat diperlukan bagi Solution untuk mempertahankan perannya sebagai tuan.

"So..lu..sama."

"Ya. Solution Epsilon-sama. Tapi aku kira kamu akan memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dengannya."

"..?"

"Dia agak pemilih."

Seakan mengindikasikan dia tidak bisa berkata lebih banyak lagi, Sebas menutup mulutnya. Dan setelah sejenak
terdiam, dia bicara.

"Sekarang, beristirahatlan untuk hari ini. Kita bisa menyimpan diskusi apa yang akan kamu lakukan untuk
besok."

"Ya...."

Setelah mengkonfirmasi bahwa Tsuare harus berbaring di tempat tidur, Sebas mengambil mangkuk yang berisi
stew tersebut dan meninggalkan kamar.

Ketika dia membuka kamar, seperti yang diduga, Solution berdiri di luar. Meskipun sangat mungkin sekali dia
menguping, Sebas tidak sampai menegurnya. Solution juga, dia tidak menunjukkan tanda-tanda apapun yang
mungkin bisa membuat dia dimarahi. Itulah kenapa dia hanya berdiri di luar tanpa menyembunyikan
keberadaan tubuhnya. Jika dia benar-benar ingin sembunyi, sebagai seseorang dengan kelas assassin, dia bisa
saja menyembunyikan dirinya dengan lebih ahli.

"Ada apa ?"

"...Sebas-sama. Pada akhirnya, apa yang akan anda lakukan dengan itu ?"

Sebas mengarahkan perasaannya ke pintu di belakangnya. Meskipun sudah tertutup rapat, pintu itu tidak
menghalangi suara dengan rapat pula. Beberapa perkataannya pasti akan terdengar.

Sebas berjalan dengan Solution tanpa berkata apapun yang mengikuti di belakangnya.

Dia berhenti dimana Tsuare tidak bisa mendengar mereka.

"Kamu bicara tentang Tsuare ya. Untuk sekarang, aku berencana untuk membuat keputusan besok."

"Sebuah nama..."

Dia tidak melanjutkan, tapi seakan meneguhkan hati, Solution membuka mulutnya sekali lagi.

"Meskipun bukan tempat saya untuk berkata, ada kemungkinan yang sangat tinggi bahwa makhluk itu akan
menjadi rintangan. Dia harus disingkirkan sesegera mungkin."

Apa yang dia maksud dengan disingkirkan ?


Mendengar kalimat Solution yang keji, Sebas mengira memang akan begitu. Ini adalah Nazarick - bagi mereka
yang melayani 41 Supreme Being, itu adalah cara berpikir yang paling umum jika berhubungan dengan mereka
yang tidak termasuk di dalam Nazarick. Tindakan Sebas adalah yang aneh.

"Kamu benar. Jika dia menjadi rintangan terhadap perintah Ainz-sama, maka dia harus ditangani dengan cepat."

Solution melihatnya dengan aneh. Itu adalah wajah yang bertanya mengapa dia membawanya jika dia sudah
tahu.

"Dia mungkin berguna untuk kita. Karena aku sudah memungutnya, aku harus memikirkan cara untuk
memanfaatkannya daripada hanya membuangnya."

"..Sebas-sama, saya tidak tahu alasan anda membawanya. Namun, luka-luka itu berarti ada keadaan yang
mengikutinya. Dan saya ragu bahwa yang memberikan luka-luka itu akan membiarkan kenyataan bahwa
makhluk itu masih hidup."

"Tidak ada masalah dengan itu awalnya."

"...Maksud anda anda sudah menangani mereka ?"

"Tidak, bukan itu. Hanya saja jika mereka muncul maka akan ada masalah, aku akan menggunakan metode
tertentu. Itulah kenapa aku ingin kita mempertahankan penampilan sampai nanti. Apakah kamu mengerti,
Solution."

"...Aku akan melakukan perintah anda."

Saat Solution melihat Sebas yang berjalan menjauh, dia menekan sedikit kemarahan yang meningkat di dalam
dirinya.

Setelah diberitahu seperti itu oleh Sebas, Atasannya langsung, dia tidak bisa bicara melawannya meskipun dia
memiliki banyak komplain. Dan jika tidak ada masalah yang muncul, maka tidak ada konsekuensi jika masalah
itu diabaikan.

Namun meskipun begitu-

"Bagaimana bisa dia menggunakan properti dari Nazarick untuk makhluk seperti manusia..."

Semua yang ada di dalam Great Tomb of Nazarick milik Ainz Ooal Gown dan secara luas, kepada Supreme
Being. Bolehkan menggunakannya tanpa permisi ditoleransi ?

Tak perduli seberapa banyak dia memikirkannya, jawabannya tidak muncul.

----
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 9:48

Sebas membuka pintu kediaman. Dia sedang kembali ke tugas biasanya untuk mengunjungi guild petualang di
pagi hari untuk membuat catatan dari permintaan-permintaan yang dipasang sebelum para petualang
menerimanya.

Dia merekam seluruh informasi dalam kertas, bahkan rumor yang beredar di sekitar kota, dan mengantarkan
semuanya ke Nazarick. Menganalisa isi ternyata sangat sulit dan diserahkan ke para sage di Nazarick.

Dia melewati pintu dan melangkah ke dalam kediaman. Jika ini adalah beberapa hari yang lalu, Solution akan
ada di sana menyapanya. Namun-

"Se..lamat... datang...Seba...-sama."

Saat ini, tugas itu diberikan kepada gadis yang bergumam dengan mengenakan seragam maid yang memanjang
hingga ke bawah kakinya.

Hari setelah membawa Tsuare masuk, mereka melakukan diskusi dan memutuskan untuk membuat gadis itu
bekerja disana.

Meskipun mereka bisa membuatnya tetap tinggal sebagai tamu, Tsuare menolaknya. Dia tidak ingin
diperlakukan sebagai tamu setelah ditolong. Meskipun itu tidak cukup untuk membalasnya, setidaknya, dia
ingin bekerja.

Sebas melihat bahwa motif dari pihak lagi berada pada kegelisahannya.

Dengan kata lain, dia sangat tahu betul bahwa keadaannya yang berbahaya akan segera membawa insiden
merepotkan ke rumah ini. Dia mencoba sebaik mungkin untuk berkontribusi agar dia tidak dilempar.

Tak usah dikatakan, Sebas memastikan Tsuare bahwa dia tidak akan pernah membuangnya. Jika dia akan
melempar seseorang yang tak punya lagi tempat lain, dia takkan pernah membawanya dari awal. Namun,
memang benar juga bahwa dia tidak cukup meyakinkan untuk menyembuhkan luka di hatinya.

"Aku kembali, Tsuare. Apakah ada masalah ?"

Tsuare menggelengkan kepalanya.

Berbeda dari saat mereka pertama kali bertemu, pinggiran topi berwarna putih yang ada di atas kepalanya
membelah rambutnya yang terhuyung-huyung dengan rapi.

"Tidak... ada... masalah."

"Ternyata begitu, bagus sekali."

Suasana di sekelilingnya masih gelap dan ekspresinya yang rumit tetap tidak berubah.
Namun, suaranya terdengar seakan semakin keras, seakan sesuatu yang sedang memakan tubuhnya semakin
terlepas, sedikit demi sedikit.

Lalu satu-satunya masalah yang tersisa...

Saat Sebas berjalan maju, Tsuare mengikuti di sampingnya.

Untuk berjalan di samping kepala pelayan, Sebas -atasan langsung, itu adalah sikap maid yang tidak bisa
diterima. Tapi Tsuare adalah orang yang tidak mengerti etiket seorang maid, karena tak pernah dididik menjadi
sebagai maid. Sebas juga, tidak ada niat untuk mengajarinya gaya hidup seperti itu.

"Apa menu hari ini ?"

"ya. Itu adalah... stew...kentang."

"Ternyata begitu. Aku sangat menantikannya. Lagipula, Masakan Tsuare sangat enak."

Pada ucapan yang dikeluarkan oleh Sebas dengan senyuman, Tsuare semakin merah dan menundukkan
wajahnya sambil menggenggam celemek maidnya dengan kedua tangan.

"I..Itu..tidak...benar."

"Tidak, tidak, tentu saja itu benar. Itu sangat menguntungkan karena aku tidak bisa memasak. Tapi apakah
kamu baik-baik saja dengan bahan-bahannya ? Silahkan kepadaku jika kamu kekurangan sesuatu atau ada
sesuatu yang ingin kamu beli."

"Ya. Saya akan... memeriksanya... nanti... dan bilang... kepada anda."

Meskipun Tsuare bisa bersikap normal di dalam rumah dan dengan Sebas, dia masih menunjukkan reaksi yang
berlawanan di dunia luar. Dia tidak bisa menangani tugas apapun yang membutuhkannya untuk meninggalkan
kediaman itu atau semacamnya, pekerjaan seperti menyediakan bahan-bahan jatuh kepada Sebas.

Tidak ada yang mewah dengan masakan Tsuare. Mereka hanyalah masakah rumahan yang sederhana.

Untuk alasan ini, mereka tidak membutuhkan bahan masakan yang mahal dan berbelanja bisa ditangani dengan
cepat. Begitu juga dengan Sebas, dia bisa mempelajari banyak bahan-bahan berbeda dan berhasil memperoleh
informasi tentang makanan di dunia ini. Dia menganggapnya membunuh dua burung dengan satu batu.

Tiba-tiba, Sebas menawarkan sebuah ide.

"...Apakah kita pergi membelinya sama-sama ?"

Wajah Tsuare tiba-tiba terkejut. Lalu, menjadi ketakutan, dia menggelengkan kepalanya. Air mukanya menjadi
sangat buruk dan dia mulai berkeringat deras.
"Tidak, saya.. baik-baik saja."

Sebas mengira itu adalah hal yang bisa diduga dan tidak membiarkannya terlihat di wajahnya.

Sejak pertama kali dia bekerja, Tsuare tak pernah mencoba melakukan tugas yang membutuhkan dia untuk
pergi ke luar. Dia mengunci terrornya dengan menganggap kediaman ini sebagai dinding kastil yang absolut
yang melindunginya. Dengan kata lain, dia hanya mampu bergerak setelah membuat sebuah garis yang
memisahkannya dan dunia luar - dunia yang menyakitinya.

Namun, jika begini Tsuare takkan pernah berani melangkahkan kakinya ke luar. Dan mereka tidak bisa
menyembunyikannya selamanya.

Mempertimbangkan kondisi mental Tsuare, Sebas tahu bahwa sangat kejam untuk mengatakan kepadanya pergi
keluar hanya setelah beberapa hari. Pilihan yang lebih aman adalah memberinya lebih banyak waktu agar dia
bisa pelan-pelan beradaptasi.

Namun, itu adalah karena ketika mereka mempunyai waktu yang longgar.

Sebas tidak berniat untuk menetap dan menghabiskan sisa hidupnya di ibukota. Dia akan selalu menjadi orang
asing di tanah ini, yang hanya disini untuk mengumpulkan informasi. Jika tuannya memerintahkan untuk
mundur...

Untuk mempersiapkan hari itu, dia harus berpisah dengannya dengan berbagai macam kemungkinan saat dia
masih bisa.

Sebas berhenti dan menatap langsung ke arah Tsuare. Dia tersipu dan mencoba untuk menurunkan tatapannya
tapi dia menutup pipinya dengan tangan dan mengangkat wajahnya.

"Tsuare, aku tahu betul bahwa kamu memang ketakutan. Tapi tenanglah karena aku, Sebas, akan
melindungimu. Aku akan menghancurkan bahaya apapun yang mungkin datang kepadamu."

"...."

"Tsuare, gerakkan kakimu ke depan, jika kamu ketakutan maka aku tidak keberatan meskipun kamu harus
menutup mata."

"...."

Dia menggenggam tangan Tsuare sementara dia masih ragu-ragu dan mengucapkan kalimat yang dia tahu jahat
bagi Tsuare.

"Apakah kamu tidak mempercayaiku, Tsuare ?"

Saat waktu semakin terseret, sebuah kelambu keheningan menggantung dengan berat di lorong. Mata Tsuare
menjadi sedikit basah saat dia bibirnya terpisah, mengeluarkan gigi depannya yang seperti mutiara.
"...Sebas-sama tidak a..dil. Saya tidak bisa menolak jika anda berkata... seperti itu."

"Tolong tenanglah. Meskipun aku tidak kelihatan seperti itu, aku sangat kuat. Hanya ada sedikit dari 41 yang
lebih kuat dariku."

"Bukankah... itu...sangat banyak ?"

Tsuare tertawa kecil dengan angka yang ambigu tersebut, percaya bahwa itu adalah gurauan untuk
menenangkannya. Sebas hanya tertawa kecil dan tidak menjawab.

Sebas melanjutkan langkahnya. Meskipun dia tahu bahwa Tsuare mencuri pandang ke arahnya, dia tidak
mengatakannya.

Dia tahu bahwa Tsuare memiliki perasaan lembut kepadanya, sesuatu yang tidak bisa disebut cinta.

Namun, Sebas merasa bahwa perasaan itu adalah sesuatu yang menancap ke dalam pikirannya, seperti sebuah
perasaan percaya kepada penyelamatnya yang telah menyelamatkan dari neraka.

Sebas juga adalah orang tua dan sangat mungkin jika Tsuare salah sangka dengan cinta keluarga dengan cinta
antara pria dan wanita.

Dan meskipun jika Tsuare benar-benar mencintai Sebas, dia tidak memiliki niat untuk menerima perasaannya.
Tidak ketika dia sedang bersembunyi, tidak ketika keadaan mereka sangat berbeda.

"Kalau begitu aku akan menemuimu setelah mengatakan sesuatu kepada nona."

"Nona..Solu..."

Ekspresi Tsuare sedikit menjadi gelap. Meskipun Sebas tahu kenapa, dia tidak mengatakannya.

Solution tidak mencoba untuk melakukan kontak dengan Tsuare dan ketika dia melakukannya, hanya
memberinya pandangan sekilas sebelum pergi tanpa berkata apapun. Memang bisa dikira jika diabaikan hingga
seperti itu akan membuat sebuah perasaan cemas dan dalam kasus Tsuare, ketakutan yang besar.

"Tidak apa. Nona memang selalu seperti itu kepada setiap orang. Dia tidak secara khusus melakukannya hanya
kepadamu...Dan aku akan mengatakannya disini, lagipula nona memang memiliki kepribadian yang sangat
sulit"

Saat Sebas menjadi lebih suka bicara, ekspresi di wajah Tsuare menjadi sedikit melunak.

"Dia menjadi murung jika dia melihat anak-anak yang manis."

"...saya...tidak...bisa dibandingkan dengan... beliau."

Tsuare cepat-cepat mengibas-ngibaskan dua tangannya.


Meskipun memang benar bahwa Tsuare memang cantik, dia masih tidak sebanding dengan Solution. Namun,
apa yang cantik dan apa yang tidak adalah berbeda bagi setiap orang.

"Jika aku menilai dari penampilan, maka Tsuare lebih merupakan tipeku daripada nona."

"I-Itu...!"

Saat dia dengan lembut melihat ke arah wajah Tsuare yang semakin cerah yang mengarah ke kakinya, alisnya
mengerut dengan perubahan ekspresinya yang tiba-tiba.

"Dan...tubuh saya... kotor..."

Sebas menghirup nafas melihat wajah Tsuare yang benar-benar berubah dari sebelumnya. Dia lalu bicara sambil
menatapnya.

"Permata memang seperti itu. Mereka yang tidak memiliki cacat memang dianggap indah dan bernilai."

Mendengar ucapannya, ekspresi Tsuare semakin gelap dalam sekejap.

"Namun - manusia bukanlah permata."

Kelihatannya Tsuare seakan sedikit mengangkat wajahnya.

"Rasanya Tsuare ingin sekali terus-terusan mengatakan dirinya kotor. Tapi dimana sebenarnya kecantikan
manusia ? bagi sebuah permata, memang bisa diamati dengan tertentu. Tapi keindahan seorang manusia - apa
standarnya ? Apakah rata-rata ? atau kesepakatan umum ? Jika begitu, bukankah opini yang minoritas akan
dianggap tidak berguna ?"

Setelah berhenti sejenak, Sebas melanjutkan.

"Seperti bagaimana orang-orang memiliki definisi tersendiri atas apa yang mereka anggap indah, Aku yakin
bahwa jika keindahan seseorang terpisah dari penampilan mereka, bukan dari masa lalu mereka, tapi hati
mereka. Meskipun aku tidak tahu seluruh masa lalumu, dari yang aku rasakan dari batinmu selama beberapa
hari ini, aku tidak menganggapmu kotor sedikitpun."

Sebas menutup mulutnya dan dunia berubah dimana hanya ada suara langkah kaki mereka. Di tengah itu,
Tsuare berkata dengan sebuah keteguhan.

"..Jika anda bilang saya... indah... tolong peluk.."

Sebas tidak membiarkannya menyelesaikan kalimatnya dan memeluknya.

"kamu memang indah."

Saat dia berkata dengan lembut, air mata yang lirih mengalir keluar dari mata Tsuare. Sebas dengan lembut
menepuk punggungnya seakan menenangkannya dan pelan-pelan terpisah.

"Tsuare, maafkan aku. Nona sudah memanggil."

"O..Okay..."

Dengan perpisahan yang sedih dari Tsuare dan mata merahnya, Sebas mengetuk pintu dan membukanya bahkan
tanpa menunggu respon. Saat dia menutup pintu di belakangnya, dia memberikan senyum kepada Tsuare yang
masih menatapnya.

Karena rumah ini disewa, meskipun memiliki banyak kamar, hanya ada beberapa perabotan.

Namun, kamar ini cukup didekorasi untuk tidak membuat malu ketika menerima tamu. Tapi orang dengan mata
yang tajam akan bisa mengetahui kurangnya sejarah dan kedangkalan dari ruangan ini.

"Milady, Saya telah kembali."

"...Kerja yang bagus, Sebas."

Tuan palsu dari kediaman ini berdiri di sofa yang panjang dengan mengeluarkan ekspresi bosan. Pada
kenyataannya itu adalah suatu akting. Karena kehadiran dari orang luar yang bernama Tsuare, dia memasang
topeng bodoh sebagai nona yang memiliki harga diri.

Solution menggerakkan tatapannya dari Sebas ke pintu.

"...Dia pergi."

"keilhatannya begitu."

Sambil memeriksa wajah masing-masing, seperti biasa, Solution adalah yang pertama membuka mulutnya.

"Kapan anda akan mengusirnya ?"

Ini adalah apa yang Solution tanya setiap hari mereka bertemu. Dan seperti setiap kalinya, Sebas memberikan
jawaban yang sama.

"Ketika waktunya sudah tiba."

Jika memang seperti biasa, percakapannya akan selesai. Solution akan menghela nafas dan begitu saja. Namun,
hari ini, Solution kelihatannya tidak ingin pergi dan melanjutkan.

"...Bisakah anda menjelaskan dengan rinci kapan waktu yang anda maksudkan ? Tidak ada jaminan jika
menyembunyikan manusia itu tidak akan membuat insiden yang merepotkan. Apakah itu tidak akan
menghalangi keinginan Ainz-sama ?"
"Masih tidak ada insiden sejauh ini... Tidak kukira kamu akan panik karena ketakutan dengan apa yang
mungkin bisa dilakukan oleh seorang manusia, itu bukan sikap yang tepat untuk orang yang melayani Ainz-
sama."

Sebuah keheningan meresap di antara mereka dan Sebas menghirup sedikit nafas.

Ini adalah situasi yang berbahaya.

Meskipun tidak ada emosi di wajah Solution, Sebas bisa merasakan bahwa dia marah kepadanya. Meskipun jika
kediaman ini hanyala markas operasi, Solution masih menganggapnya sebagai cabang dari Great Tomb of
Nazarick. Dia tidak bisa membiarkan kehadiran seorang manusia yang tidak memiliki izin dari tuannya.

Solution tidak mencoba untuk menyerang Tsuare sejauh ini karena Sebas dengan tegas menjaganya. Namun,
jika ini berlanjut, itu akan menjadi tidak mungkin baginya untuk mengendalikan Solution di kemudian hari.

Sebas merenungkan kenyataan bahwa dia sudah kehabisan waktu.

"..Sebas-sama. Jika manusia itu menjadi rintangan bagi perintah Ainz-sama maka-"

"Dia akan disingkirkan."

Sebas memastikan kepadanya seakan tidak membiarkannya menyelesaikan sisa kalimatnya. Solution menutup
mulutnya dan menatap Sebas dengan mata yang tak bisa dibaca, lalu membungkukkan kepala.

"Kalau begitu aku tidak ada lagi yang perlu dikatakan. Sebas-sama, tolong jangan lupakan perkataan anda tadi."

"Tentu saja, Solution."

"...Namun."

Emosi dalam gumaman Solution cukup kuat sehingga menghentikan langkah Sebas.

"...Namun, Sebas-sama. Apakah tidak apa tidak melaporkannya kepada Ainz-sama ? Tentang makhluk itu."

Sebas terdiam untuk beberapa saat, lalu menjawab.

"Tidak akan ada masalah. Akan sangat tidak sopan merampas waktu Ainz-sama hanya untuk satu orang
manusia."

"...Entoma dan yang lainnya seharusnya berkomunikasi dengan anda melalui [Message] setiap hari di waktu
tertentu. Tidak bisakah anda mengatakan sesuatu untuk masalah itu?... Aakah anda memang berniat untuk
menyembunyikannya ?"

"Tentu saja tidak. Aku tidak akan melakukan hal semacam itu kepada Ainz-sa-"
"Kalau begitu... anda bertindak berdasarkan kepentingan sendiri ?"

Suasana menjadi tegang.

Sebas menyadari bahwa Solution sedikit mempersiapkan diri dengan sebuah sikap. Dia mengerti seberapa
bahayanya posisi dia berada.

Setiap anggota Nazarick bersumpah setia kepada 'Ainz Ooal Gown' - dan secara umum, Supreme Being.
Dengan Guardian sebagai kemudinya, tidak berlebihan berkata bahwa setiap anggota setuju dengan sumpah itu.
Meskipun asisten kepala pelayan, Eclair, yang ingin menguasai Nazarick sendiri, setia kepada 41 Supreme
Being dan menganggap mereka dengan hormat.

Tak usah dikatakan, Sebas memang salah satu dari mereka.

Namun, dia masih percaya bahwa salah menyingkirkan kehadiran yang perlu dikasihani hanya karena
kemungkinan belaka. Meskipun berkata demikian, dia juga sangat tahu betul bahwa mayoritas dari Nazarick
tidak setuju dengannya.

Tidak, dia mengira dia tahu. Reaksi Solution tadi menunjukkan seberapa dangkalnya pengertiannya terhadap
mereka.

Solution serius. Dia siap bertemu dengan Sebas si kepala pelayan - dengan kata lain, atasannya dalam hal
pekerjaan sehari-hari di Nazarick dan salah satu dari yang terkuat dalam pertempuran jarak dekat, dengan
kekuatan yang tergantung jawabannya. Dia tidak tahu bahwa Solution sudah mempersiapkan sejauh itu untuk
menghapus masalahnya.

-Sebas menunjukkan sebuah senyuman.

Dari senyumannya, mata Solution melihatnya dengan aneh.

"..Tentu saja tidak. Alasan aku tidak melaporkan ini kepada Ainz-sama adalah bukan karena itu adalah
keegoisanku."

"Lalu bisakah anda tunjukkan dasar tindakan anda ?"

"Aku mempertimbangkan kemampuan memasaknya nilai yang tinggi."

"Memasak.. kata anda ?"

Kelihatannya seperti ada tanda tanya yang muncul di atas kepala Solution.

"Memang benar. Dan bukankah akan terlihat aneh kepada orang lain jika hanya ada dua orang yang hidup di
rumah sebesar ini ?"

"...Itu memang memungkinkan."


Solution tidak ada pilihan selain mengakui hal itu. Tidak memiliki pelayan sementara hidup di dalam
kemewahan di rumah yang besar pasti akan terlihat sangat aneh.

"Aku merasa setidaknya, kita harus memiliki satu setidaknya satu pelayan dengan kita. Jika kita mengundang
tamu ke rumah ini, bukankah akan mencurigakan jika kita bahkan tidak bisa menghidangkan makanan kepada
mereka ?"

"...Dengan kata lain, anda menggunakan manusia itu sebagai bagian dari samaran kita ?"

"Benar sekali."

"Tapi tidak perlu secara khusus manusia."

"Tsuare merasa berhutang kepadaku. Itu artinya dia tidak akan pernah membocorkan informasi meskipun dia
berada dalam bahaya. Apakah aku salah ?"

Sangat singkat, Solution memikirkannya lagi, lalu mengangguk sesudahnya.

"Anda benar."

"Begitulah. Seharusnya tidak perlu meminta izin dari Ainz-sama jika masalah ini hanya mengenai samaran kita.
Bukan hanya itu, dia mungkin akan marah dan bilang kepada kita untuk mengurusi masalah itu sendiri."

Sebas bertanya kepada Solution dengan lirih, yang tetap diam.

"Apakah kamu mengerti sekarang ?"

"...Ya."

"Maka ini seharusnya cukup untuk -"

Sebas memotong ucapannya. Dia telah mendengar sebuah suara, seperti dua objek keras yang berbenturan satu
sama lain.

Itu sangat halus sehingga siapapun selain Sebas mungkin akan terlewatkan.

Suara bising yang berulang kali berubah-ubah memastikan bahwa seseorang melakukannya dengan sengaja.

Sebas membuka pintu kamar dan memfokuskan inderanya kepada arah lorong.

Mereka berdua membeku, menyadari bawah suara itu datangnya dari orang yang mengetuk pintu depan. Karena
sejak mereka tiba di Kingdom, tak ada satupun yang pernah mengetuk pintu itu. Setiap transaksi yang mereka
lakukan selalu diselesaikan di luar dan tak pernah mengundang siapapun ke rumah mereka. Itu adalah tindakan
pencegahan yang nekat untuk mencegah orang lain mengetahui bahwa hanya ada dua orang yang tinggal di
rumah ini.
Tapi hari ini, mereka memiliki tamu. Itu sudah lebih dari cukup untuk menyebabkan insidenyang merepotkan.

Sebas meninggalkan Solution di dalam ruangan dan berjalan ke depan. Dia membuka penopang jendela yang
menempel di pintu depan.

Apa yang dia lihat melalui lubang adalah seorang pria dengan bahu yang lebar dikelilingi di kedua sisi oleh
prajurit Kingdom.

Pria dengan bahu yang lebar itu berpakaian sangat baik. Di dadanya, dia memakai lambang berat yang bersinar
dengan kemilau dari logam tembaga. Kulit wajahnya yang sehat dan padat dengan lemak dan dia sangat gemuk,
mungkin karena kebiasaan makanannya.

Dan terakhir - ada seorang pria yang kelihatannya berbeda dari yang lainnya.

Kulitnya pucat, seperti tak pernah terkena paparan sinar matahari langsung. Dengan mata yang tajam dan pipi
yang kurus, dia terlihat seperti burung pemangsa - seperti burung pemakan bangkai yang mencari bangkai yang
sudah busuk. Pakaian hitamnya menggantung longgar di tubuhnya, membuatnya terlihat jelas bahwa dia sedang
menyembunyikan senjata.

Apa yang membuat jengkel indera keenam Sebas adalah aura darah dan dendam yang menggantung di
sekitarnya.

Mereka benar-benar kelompok yang kurang terpadu dan tidak cocok. Sebas tidak bisa menentukan identitas dan
tujuan mereka.

"..Siapa itu ?"

"Saya adalah petugas patroli Stafan Hevish."

Pria gemuk yang ada di depan berbicara dengan suara bernada tinggi dan menunjukkan namanya.

Dia adalah petugas patroli, pelayan publik yang ditugaskan untuk menjaga ketertiban umum. Sebuah posisi
yang mirip dengan bos dari patroli biasa yang sering berkeliling di kota, tugas mereka termasuk cakupan
kategori yang luas. Karena ini, Sebas tidak bisa memprediksi mengapa orang yang bernama Stafan ini
memutuskan untuk mengunjungi dia dan menjadi bingung.

Mengabaikan Sebas, Stafan melanjutkan bicaranya.

"Kingdom memiliki hukum yang melarang membeli dan menjual budak. Itu adalah permulaah dari Putri Renner
yang menggambar rencana agar bisa lolos. Kami menerima laporan bahwa orang-orang di kediaman ini
mungkin saja sedang melanggar hukum ini dan kemari untuk menyelidiki."

Dia lalu menyelesaikan dengan meminta apakah dia bisa masuk ke dalam.

Meskipun Sebas telah memikirkan berbagai macam penolakan, menolak mereka masuk bisa meningkat menjadi
masalah yang lebih besar. Juga tidak ada jaminan bahwa Stafan adalah petugas publik. meskipun kenyataannya
bahwa petugas publik Kingdom memang memakai lambang yang sama dengan yang ada di dada Stafan.
Namun, itu masih bukan jaminan yang absolut. Masih ada sebuah peluang - meskipun itu adalah kriminalitas
besar - kejahatan memalsukan.

Dengan berkata seperti itu, memperbolehkan beberapa manusia masuk ke dalam kediaman tidak akan membuat
masalah yang terlalu besar. Jika nantinya Sebas bisa dengan mudah menangani mereka. Kenyataannya, akan
lebih baik jika mereka memang palsu.

Mengumpulkan sedikit demi sedikit data dari keheningan yang terbentuk ketika Sebas berpikir, Stafan
membuka mulutnya untuk yang kedua kali.

"Bolehkan saya berbicara dengan tuan dari kediaman ini ? Tentu saja, jika tuannya tidak hadir mau bagaimana
lagi. Tapi aku tidak mengira petugas penyidik yang kembali dengan tangan kosong adalah hasil yang baik."

Stafan tersenyum dengan wajah yang bahkan tidak membawa sedikitpun permintaan maaf. Dibalik ekspresi itu
ada sebuah ancaman yang didukung oleh kekuatan hukum.

"Sebelum itu, aku punya pertanyaan untukmu. Siapa orang yang berdiri di belakangmu ?"

"Hmm ? Namanya adalah Succulent. Dia adalah wakil dari toko yang sedang melaporkan."

"Namaku adalah Succulent. Senang bertemu denganmu."

Melihat senyum samar di wajah Succulent, Sebas mengerti bahwa dia sudah kalah.

Senyumnya adalah pemburu keji yang mengejek mangsanya karena sudah terjatuh ke dalam perangkap. Bisa
diasumsikan dengan aman bahwa dia kemari setelah melakukan persiapan yang sempurna. Dengan seperti itu,
ada peluang yang bagus bahwa Stafan memang benar petugas publik. Dia kelihatannya juga sudah
mempersiapkan sebuah rencana jika Sebas menolak mereka. Maka setidaknya, Sebas harus mencoba dan
mengetahui niat dari lawan.

"Saya mengerti, saya akan mengirimkan berita ini untuk nona. Tolong tunggu sebentar."

"Tentu saja, kami akan menunggu."

"Tapi tolong dipercepat. Kami tidak punya waktu yang luang."

Succulent tersenyum dan Stafan mengangkat bahunya.

"Mengerti. Maaf permisi."

Sebas menutup pelindungnya dan berputar ke arah ruangan Solution. Tapi sebelum itu, dia harus bilang kepada
Tsuare untuk pergi jauh lebih dalam-.
Dengan pasukan yang tertinggal di pintu, dua orang itu dipersilahkan masuk - Stafan dan Succulent masing-
masing melihat dengan wajah takjub setelah melihat Solution.

Mereka tidak menduga bertemu dengan wanita yang cantik. Ekspresi Stafan pelan-pelan melonggar dan
matanya maju mundur antara wajah dan dada Solution. Dia menelan ludahnya, matanya dipenuhi dengan nafsu.
Di lain pihak, wajah Succulent pelan-pelan semakin keras.

Bagi Sebas, sangat jelas siapa yang harus mejadi waspada. Dia menawarkan kedua orang itu sofa di depan
Solution.

Solution yang sudah duduk dan Stafan, yang baru saja duduk, Succulent memperkenalkan mereka.

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?"

Pada pertanyaan Solution, Stafan memalsukan batuk-batuk saat dia berbicara.

"Menurut laporan dari toko tertentu, kelihatannya, seorang individu tertentu menyeret pegawai mereka. Saat dia
melakukannya, individu itu secara mengejutkan menyerahkan uang ke pegawai yang berbeda. Membeli budak
adalah melanggar hukum di negara kami... bukankah apa yang dilakukan orang ini adalah ilegal ?"

Bahu Stafan mejadi semakin tertekan, saat dia pelan-pelan menjadi marah. Solution menjawab dengan suara
bosan.

"Begitukah ?"

Sikap dibalik balasan Solution membuat dua orang itu berkedip. Meskipun mereka menambahkan tekanan,
sikap Solution sama sekali tidak diduga.

"Aku menyerahkan semua hal yang rumit kepada Sebas. Sebas, urusi sisanya."

"A..Apakah anda tidak apa dengan itu ? Tergantung situasinya nanti anda bisa saja akan dicap sebagai
kriminal."

"Wah, menakutkan sekali. Sebas, jika kelihatannya aku akan menjadi seorang kriminal maka bilang padaku.
Kalau begitu semuanya, selamat tinggal."

Solution mengucapkan perpisahannya dan meninggalkan mereka dengan senyum yang cerah. Tak ada yang bisa
berkata apapun kepadanya saat dia meninggalkan ruangan itu. Kekuatan dari senyum wanita cantik terbukti saat
itu.

Sebelum suara pintu yang sedang ditutup terdengar, mereka mendengar suara keheranan dari para prajurit
setelah melihat Solution.

"-kalau begitu akan akan mendengarkan apa yang akan kamu katakan sebagai wakilnya."
Sebas tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan dua orang itu. Sikap Stafan sangat canggung, masih
terpesona oleh senyum Solution. Namun, seakan melindunginya, Succulent memecah suasana.

"Baiklah, kalau begitu biarkan saya bertanya kepada anda beberapa pertanyaan ? Seperti yang tadi anda dengar
dari Hevish-sama di pintu masuk, kami..., pegawai kami telah hilang, anda tahu. Saya telah menginterogasi
orang tertentu dan dia bilang dia menyerahkannya setelah menerima uang. Meskipun saya tidak ingin
membayangkan bahwa salah satu pegawai kami melakukan hal semacam itu, saya tidak punya pilihan selain
memanggil pihak berwajib."

"Benar sekali. kejahatan kotor seperti perdagangan budak tidak akan ditoleransi!"

Dia memukul meja itu dengan keras.

"Itulah kenapa Succulent-kun disini melaporkannya tanpa takut reputasi buruk tokonya tersebut adalah
penduduk yang patut di contoh!"

"Terima kasih, Hevsih-sama."

Succulent merendahkan kepalanya kepada Stafan, yang sedang berbicara dengan entusias seperti itu hingga
muncrat dari mulutnya.

Teatrikal macam apa ini ?

Berpikir seperti itu di kepalanya, Sebas mulai bertanya-tanya. Dua orang di depannya pasti telah bekerja sama.
Kalau begitu tidak diragukan lagi, mereka telah membuat persiapan sebelum melakukan serangan. Dengan
begitu, kekalahan Sebas sudah dipastikan. Bagaimana caranya meminimalisir kerugian dirinya.

Dan di sisi sebeliknya, apa kondisi Sebas agar bisa muncul sebagai pemenang dalam situasi ini ?

Kondisi kemenangan bagi kepala pelayan Nazarick, Sebas, adalah untuk menyelesaikan masalah ini tanpa harus
menarik perhatian yang lebih jauh. Itu bukan untuk melindungi Tsuare.

Namun-

"Saya curiga bahwa pria yang mengklaim menerima uang bisa saja berbohong. Dimana dia sekarang ?"

"Dia telah ditahan karena telah melakukan jual beli budak dan saat ini sedang dikunci di dalam sel. Dan hasil
dari testimoni miliknya dan penyelidikan kami yang sangat hati-hati adalah-"

"-yang membeli dari kami adalah anda, Sebas-san."

Itu artinya pria tersebut sudah tertangkap dan mengaku atas segalanya. Ada peluang bagus bahwa dia sudah
ditekan dan merubah testimoninya sehingga membuat mereka untung.
Sebas dikoyak antara apakah dia harus pura-pura, berbohong, atau menolaknya seketika.

Bagaimana jika dia bilang saja dia sedang tidak berada di kediaman ? Bagaimana jika dia telah berkata bahwa
dia telah membunuhnya ?

Berbagai macam ide yang mengalir di otaknya tapi kemungkinan dari semuanya yang berhasil sangat rendah.
Mereka tidak akan mundur dengan mudah. Meskipun sebelum itu, dia harus mengetahui satu hal.

"Tapi bagaimana anda bisa memiliki kesimpulan bahwa itu adalah aku ? Dimana bukti anda ?"

Itu adalah bagian dari yang tidak diketahui oleh Sebas. Selama dia tidak meninggalkan apapun yang
menunjukkan nama atau identitasnya, seharusnya tidak ada bukti apapun. Lalu bagaimana mereka mengetahui
lokasi ini ? Dia selalu berhati-hati jika memang diikuti ketika sedang ada di luar. Dia selalu khawatir bahwa ada
seseorang yang bisa mengikutinya kemari tanpa diketahui ada di kota ini.

"Gulungan."

Sebuah kilatan mengalir di otak Sebas.

-Gulungan yang dia beli dari guild Magician.

Gulungan itu memang berbeda dari yang lainnya dengan hasil kerajinan yang menakjubkan. Seseorang yang
tahu bagaimana bentuknya akan mengenali bahwa gulungan itu dibeli dari guild Magician. Lalu mereka bisa
melacak jejaknya dan mendapatkan sesuatu dari itu. Seseorang yang berpakaian seperti kepala pelayan sambil
membawa gulungan akan sangat mencolok.

Tapi meskipun begitu, itu masih belum merupakan bukti yang cukup untuk meletakkan Tsuare di kediamannya.
Dia bisa memperdebatkan bahwa itu adalah orang yang mirip. Masalahnya adalah keadaan akan semakin rumit
jika mereka memeriksa rumah ini. Benar sekali. Mereka akan dipaksa mengakui bahwa termasuk Tsuare, hanya
tiga orang yang tinggal di rumah besar ini.

Sebas memundurkan badannya.

"..Memang benar aku membawa gadis kemari denganku. Namun, waktu itu gadis itu terluka berat dan hampir
berada di jurang kematian. Aku tidak ada pilihan selain membawanya."

"Dengan kata lain kamu mengakui bahwa kamu menggunakan uang untuk menukarnya dengan si gadis ?"

"Sebelum itu, bolehkan saya bicara dengan orang yang anda tahan ?"

"Sayang sekali itu tidak mungkin. Kami tidak bisa membiarkan kalian berdua mencocokkan cerita kalian."

"Kalau begitu-"

-Aku tidak keberatan jika anda mendengarkan percakapan kami.


Saat dia akan berkata demikian, Sebas menutup mulutnya.

Pada akhirnya, ini adalah balapan yang telah direncanakan sebelumnya. Ada kemungkinan kecil bahwa situasi
ini akan meningkat meskipun jika dia harus pergi ke tempat dimana pria itu berada. Melakukan penyerangan di
dalam sudut pandang ini hanya akan menghabiskan waktu.

"...Kalau begitu anda mengakui kenyataan bahwa gadis itu memang korban dari luka-luka mengerikan itu ?
Dari sudut pandang pemerintah, aku rasa ini akan dinilai lebih buruk-"

"Pekerjaan di toko kami sangat sulit. Mau bagaimana lagi jika dia mendapatkan luka-luka. Anda sering
melihatnya di pertambangan dan semacamnya, sayang sekali."

"...Aku kira itu luka yang anda bicarakan dan luka pada dirinya adalah sama."

"Hahaha, itu adalah usaha hiburan dan kami mendapatkan banyak pelanggan berbeda. Kami mencoba untuk
sangat hati-hati. Yah. aku mengerti poin dari Sebas-san. Kami akan sedikit - ya, sedikit lebih hati-hati."

"..sedikit ?"

"ya, Lagi dan itu membutuhkan uang lebih banyak, untuk disini dan disana."

Terhadap pertanyaan Sebas, Succulent memasang senyum mengejek, semacam senyum dimana sudut bibirnya
melengkung ke atas.

Sebas juga, merespon dengan senyuman.

"-Cukup."

Stafan menghela nafas dalam-dalam, seperti orang yang menghadapi seorang idiot.

"Tugasku untuk memeriksa apa memang ada atau tidak transaksi yang melibatkan budak. Memeriksa
bagaimana pekerja diperlakukan adalah orang lain. Kelihatannya insiden ini tersambung dengan perbudakan."

"..Kalau begitu bisakah anda mengatakan kepadaku nama dari petugas publik yang bertanggung jawab terhadap
kondisi pekerja ?"

"...Hmm, aku ingin memberitahumu tapi itu rumit. Sayangnya, seseorang yang menghalangi pekerjaan orang
lain sangat tidak populer."

"...Kalau begitu silahkan tunggu hingga saat itu."

Stafan menyeringai, seakan dia sedang menunggu kalimat itu.

"...Aku berharap aku bisa melakukan itu, aku benar-benar mengharapkannya. Tapi karena laporan sudah dibuat,
Aku harus menangkap kalian dan menyelidikinya sesegera mungkin, jika perlu dengan paksaan."
Dengan kata lain, dia tidak punya waktu.

"Bahkan sekarang, melihat dari bukti tidak langsung, sudah jelas sekali anda bersalah. Tapi toko ingin
menyelesaikan masalah ini dengan bersih. Tentu saja, ada kompensasi tergantung persetujuan. Dan juga akan
agak mahal untuk menghancurkan laporan palsu yang sudah tertulis tentang perdagangan budak."

"bagaimana penyelesaian yang sebenarnya ?"

"Begini, kami ingin anda mengembalikan pegawai kami bersama dengan kompensasi terhadap kerugian saat dia
tidak ada."

"Ternyata begitu, dan berapa banyak itu ?"

"Dalam koin emas...mari kita lihat. Kami akan memberi diskon, 100 koin emas dan ditambah 300 kompensasi,
membuat totalnya 400. Bagaimana ?"

"...Banyak sekali, bagaimana bisa itu disebut penyelesaian ? Tipe pekerjaan macam apa yang dia lakukan pada
hari-hari biasanya ? Berapa banyak ?"

Saat itu, Stafan menyelanya.

"Ah, tunggu sebentar. Itu seharusnya bukan semuanya, Succulent-kun."

"Benar juga, saya hampir lupa. Anda sudah menyebutkannya karena laporan sudah dipenuhi, menghancurkan
laporannya akan membutuhkan biaya meskipun kita mencapai persetujuan."

"Tentu saja, Succulent-kun. Kamu tak boleh melupakan bagian itu."

Stafan menyeringai.

"...Tapi."

"Hmm ?"

"Tidak, bukan apa-apa."

Sebas menelan ucapannya dan tersenyum.

Succulent membungkukkan kepalanya kepada Stafan dan melanjutkan ucapannya.

"Hmmm, maafkan saya untuk itu, Hevish-sama. Bagaimanapun juga, biayanya adalah sepertiga dari
kompensasinya jadi 100 keping. Totalnya, adalah 500 keping."

"Kamu berkata apa ? Dengarlah, dari saat kamu setuju, kamu tak pernah membeli seorang budak. Dengan kata
lain, uang yang termasuk dalam transaksi itu tidak ada. Kamu mungkin sudah menjatuhkannya di suatu tempat."
Apakah dia mengira Sebas hanya akan pura-pura bahwa dia menjatuhkan ratusan keping emas ? yah, mereka
kelihatannya sudah mengambil separuhnya.

"...Namun, tubuh gadis itu masih belum sembuh sama sekali. Jika kalian mencoba membawanya sekarang, dia
mungkin akan menderita sakit lagi. Ada juga peluang bahwa dia mungkin akan kehilangan nyawa dalam
perawatan nantinya. Aku yakin bahwa akan lebih aman baginya untuk tetap dengan kami sementara."

Mata Succulent mengkilat aneh. Melihat perubahannya, Sebas tahu bahwa dia telah membuat kesalahan. Dia
harus menunjukkan bahwa Tsuare penting baginya.

"Tentu saja, tentu saja, anda benar. Jika dia mati tentu saja anda jelas akan harus memberi kompensasi kembali,
kalau begitu bagaimana kalau anda meminjamkan kepada kami gadis di rumah ini hingga perawatannya
selesai ?"

"Ohhh! Itu ide yang bagus. Tak usah dikatakan dia harus menambal lubang yang menjadi tanggung jawabnya."

Senyum yang menutupi wajah Stafan jelas sekali dipenuhi dengan nafsu. Dia mungkin sudah melucuti Solution
dalam angan-angannya.

Senyum Sebas menghilang dan wajahnya menjadi tanpa ekspresi.

Meskipun Succulent mungkin hanya bercanda, tidak diragukan lagi dia mendorong ide itu jika Sebas
menunjukkan titik lemah. Dari kenyataan saat Sebas menilai Tsuare tinggi-tinggi terbuka, kemungkinan bahwa
insiden menjengkelkan ini akan semakin besar di masa depan tepat di depan matanya.

"...Bukankah kerakusan yang berlebihan hanya akan menjadi masalah ?"

"Menggelikan!"

Wajah Stafan menjadi merah dan dia berteriak dengan keras.

Seperti seekor babi yang akan disembelih.

Berpikir demikian di kepalanya, Sebas melihat Stafan tanpa berucap.

"Apa maksudmu dengan rakus?! Ini lahir dari hatiku bahwa hanya berharap untuk melindungi hukum yang
dikeluarkan oleh Putri Renner yang dijunjung tinggi! Beraninya kamu bersikap tidak sopan!"

"Wah, wah, wah, tenanglah, Hevish-sama."

Saat Succulent menyela, Stafan yang berteriak langsung mengendalikan amarahnya. Perubahan tiba-tiba yang
disarankan itu membuat kemarahannya yang lalu tidak asli, hanya sebuah cara untuk memberikan lebih banyak
ancaman.

Meskipun kamu bersikap janggal.


Sebas memikirkannya di kepala.

"Tapi tetap saja, Succulent-kun.."

"Hevish-sama, karena kita sudah mengatakan semuanya yang perlu dikatakan, bagaimana kalau kita kembali
dalam dua hari untuk mendengar jawabannya ? Apakah itu tidak apa, Sebas-san ?"

"Ya, saya mengerti."

Dengan begitu, diskusi sudah selesai. Sebas melihat mereka keluar pintu masuk.

Sebagai orang terakhir yang pergi, Succulent tersenyum dan mengatakan beberapa kalimat kepada Sebas.

"Tapi aku benar-benar harus berterima kasih kepada pelacur itu. Aku tak pernah menyangka barang dagangan
yang akan dibuang bisa menelurkan telur emas sebesar ini... atau begitulah yang dikatakan orang tertentu."

Meninggalkan kalimat itu di belakang, pintu itu ditutup dengan suara yang keras.

Sebas terus menatap pintu tersebut, seakan itu tidak kelihatan. Wajahnya yang tenang, tidak menunjukkan
emosi apapun secara khusus. Namun, ada sesuatu yang jelas-jelas terlihat jauh ada di dalam matanya.

Dia sangat marah.

-Tidak, kalimat samar seperti itu tidak bisa menjelaskan dengan akurat apa yang dia rasakan.

Mengamuk, murka, itulah yang lebih tepat.

Alasan Succulent menunjukkan maksud dia yang sebenarnya saat pergi adalah karena dia sudah membendung
seluruh jalan keluar, karena Sebas tidak memiliki jalan untuk merespon - kemenangan Succulent sudah pasti.

"Solution, tunjukkan dirimu."

Membalas suaranya, Soluton muncul seperti air yang mengalir keluar dari bayangan. Dia telah menggunakan
skill dari kelas assassinnya untuk melebur ke dalam bayangan.

"Aku asumsikan bahwa kamu telah mendengar diskusi kami."

Kalimat Sebas hanyalah sebuah konfirmasi. Solution menganggukkan kepalanya, seakan itu tidak perlu
dikatakan lagi.

"Jadi apa rencana anda, Sebas-sama ?"

Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Solution secara langsung. Kurangnya balasan menarik tatapan dingin yang
jelas terlihat dari Solution.
"...Akankah dengan menyerahkan manusia itu akan menyelesaikan masalahnya ?"

"Aku ragu masalah itu akan selesai dengan cara itu."

"......begitukah ?"

"jika kita menunjukkan kekuatan maka mereka akan datang untuk menagih lebih banyak lagi. Mereka termasuk
golongan seperti itu. Masalah tidak akan bisa diselesaikan meskipun jika kita harus menyerahkan Tsuare kepada
mereka. Masalah yang lebih besar adalah seberapa banyak informasi yang mereka dapatkan dari hasil
penyelidikan kepada kita. Meskipun kita datang ke ibukota menyamar sebagai pedagang, jika mereka menggali
lebih dalam dan menemukan titik celah - mereka akan tahu bahwa identitas kita adalah palsu."

"Lalu apa yang anda rencanakan untuk dilakukan ?"

"Entahlah. Aku akan pergi ke luar untuk berjalan dan memikirkannya lagi."

Sebas membuka pintu depan dan melangkah keluar.

Solution menatap Sebas tanpa bicara saat punggungnya semakin kecil di kejauhan.

- Tidak masuk akal.

Jika dia tidak membawa manusia itu dengannya, insiden berantai ini tidak akan pernah terjadi. Dengan berkata
demikian, itu semua sudah masa lalu. Apa yang lebih penting adalah apa yang harus dilakukan dari sini.

Sebagai bawahan Sebas, Solution seharusnya tidak boleh bertindak sesuka hati mengabaikan kalimat dari
atasannya. Namun, kelihatannya tidak melakukan apapun dan menyerahkan situasi seperti sekarang akan lebih
berbahaya.

Jika yang termuda dari kami ada disini... jika kita bergerak sebagai Pleiades maka kita tidak akan ada masalah...

Dia ragu-ragu.

Dia ragu-ragu hingga titik dimana dia sendiri berpikir bahwa ini sudah keterlaluan.

Akhirnya, dia menemukan tekad dan membuka lengan kirinya.

Sebuah gulungan melompat keluar dari tangannya, seakan naik ke permukaan. Itu adalah sebuah gulungan yang
dia simpan di dalam tubuhnya hingga sekarang. Saat ini, berkat usaha Demiurge, hari dimana produksi masal
dari gulungan peringkat rendah akan memungkinkan semakin dekat. Namun, itu bukan masalah dulu ketika
Solution dikirimkan dan semacamnya, gulungan 'Message' ini diberikan kepadanya hanya untuk darurat.
Solution telah memutuskan situasi sekarang membutuhkannya.

Dia membuka gulungan itu dan mengaktifkan magic yang terdapat di dalamnya. Setelah dipakai, gulungan itu
rontok menjadi abu dan benar-benar hilang ketika menyentuh tanah.
Bersamaan dengan aktifkan magic, Solution merasakan sesuatu seperti benang yang menyambungkan dirinya
dengan tujuannya dan mengeluarkan suaranya.

"Ainz-sama ?"

[Apakah ini Solution ? Ada apa ? Melihat bagaimana kamu menghubungiku, apakah ada keadaan darurat ?]

"Ya."

Dalam sekejap, Solution terdiam. Saat itu lahir dari ketika dia memikirkan loyalitasnya kepada Sebas,
mempertimbangkan kemungkinan bahwa itu semua adalah kesalahpahaman. Namun, loyalitasnya kepada Ainz
lebih kuat dari apapun.

Dan meskipun mereka selalu bertindak demi Nazarick, dari 41 Supreme Being, bisa dikatakan situasi Sebas saat
ini mengabaikan sumpah ini.

Untuk alasan ini, dia membuka mulutnya untuk mendengar keputusan sang tuan.

"Ada kemungkinan bahwa Sebas-sama telah mengkhianati kita."

[Huh?...Ehhhh?!...Tunggu, tidak mungkin...Hrrmph...cukup dengan candaanmu, Solution. Berkata demikian


tanpa bukti adalah hal yang tidak diperkenankan....Apakah kamu punya bukti ?]

"Ya. Meskipun itu tidak cukup untuk disebut bukti-"


Chapter 4 – Congregated Men
Part One
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 4:01

Segera setelah dia memasuki kediaman Gazef, lelah yang menumpuk di dalam tubuhnya menusuknya semua
sekaligus dan Brain menghabiskan hampir seluruh harinya dalam tidur. Ketika dia bangun, dia memakan
makanan ringan dan lagi, kembali tidur.

Meskipun dia tidak ingin mengakuinya, alasan dia bisa mendapatkan istirahat sebanyak ini di rumah Gazef
karena perasaan aman. Meskipun dia tahu bahwa Gazef bukan merupakan tandingan Shalltear, musuh dari
lawannya yang dulu, yang dia pertimbangkan sebagai tempat teraman di dunia, memberikan ketenangan pikiran
kepada Brain dan membuatnya bisa beristirahat.

Cahaya yang bersinar menembus kelambu jatuh ke wajah Brain. Cahaya matahari yang masuk ke dalam
kelopak matanya dan membuatnya terbangun dari tidurnya yang dalam dan tanpa mimpi.

Dia membuka matanya dan menutupnya lagi karena cahaya matahari yang membutakan, menghalanginya
dengan tangannya.

Brain duduk dan memeriksa sekitarnya seperti seekor tikus. Ruangan sederhana yang mengandung hanya yang
diperlukan. Perlengkapannya tergeletak di sudut ruangan.

"Ini adalah kamar tamu dari Kapten Prajurit Kingdom ?"

Dengan helaan nafas lega, Brain berbicara dengan sarkasme saat dia meregangkan badan. Dengan suara
retakan, tubuhnya yang kaku mengendur saat aliran darahnya kembali.

Dia menguap lebar-lebar.

"....Dia pasti membiarkan prajurit-prajuritnya tidur disini dari waktu ke waktu. Bukankah mereka akan kecewa
dengan rumah yang seperti ini ?"

Alasan para bangsawan hidup dalam kemewahan bukan semata-mata karena kesenangan mereka dengan
kemewahan. Itu untuk memamerkan dan menjaga penampilan.

Demikian juga, jika pimpinan mereka di kelilingi oleh perabotan mewah, itu akan menyalakan api ambisi para
prajurit dan membuat mereka bekerja lebih keras.

"...Tidak, itu hanya ikut campur tidak ada gunanya."

Brain bergumam dan mendengus lalu tertawa, bukan kepada Gazef, tapi kepada dirinya sendiri.

Karena sekarang adalah yang kedua kalinya hatinya menemukan ketenangan setelah rasa terkejut yang cukup
besar untuk membuatnya putus asa. Pastinya, karena pikirannya telah tenang sehingga bisa memikirkan hal
remeh seperti itu.
Brain memikirkan penampilan dari monster yang kuat itu dan tidak bisa menghentikan tangannya yang gemetar.

"Seperti yang kuduga..."

Dia tidak bisa menyingkirkan terror di hatinya.

Shalltear Bloodfallen.

Brain Unglaus, seorang pria yang telah memberikan segalanya untuk pedang, bahkan tidak bisa menjangkau
kaki Shalltear. Dia adalah wujud kekuatan yang absolut, seorang monster di antara para monster yang
penampilannya seakan kecantikan di seluruh dunia ini berkumpul di satu tempat. Dia adalah yang memiliki
kekuatan sejati.

Hanya membayangkan saja rasanya seakan terror telah menusuk sekujur tubuhnya.

Terjerat oleh ketakutan atas monster yang sedang mengejarnya itu, dia kabur hinggga ke ibukota tanpa bisa
tidur atau istirahat. Ketakutan akan Shalltear yang muncul di depannya saat dia tidur, akan cakarnya yang
menembus kegelapan saat dia berlari di jalanan.... Brain sudah didominasi oleh rasa tidak nyaman itu dan
bergerak tanpa mendapatkan tidur malam yang layak.

Meskipun alasan dia kabur ke ibukota adalah karena dia berharap bahwa tempat dengan banyak orang akan
membuatnya bisa bersembunyi diantara mereka, meskipun dia sendiri tidak menduga bahwa cobaan berat yang
mengerikan saat dia kabur akan membuat pikirannya lemah hingga titik dimana dia sendiri ingin bunuh diri.

Juga bisa dikatakan bahwa pertemuannya dengna Gazef juga di luar perkiraannya. Mungkin harapan kecil
bahwa Gazef mungkin bisa melakukan sesuatu untuknya membuat Brain secara tidak sadar memutar kakinya ke
arah Gazef. Jawabannya adalah tidak diketahui.

"Apa yang harus kulakukan sekarang."

Tidak ada apapun.

Di tangannya yang terbuka, tidak ada apapun.

Dia lalu memutar pandangannya ke arah perlengkapan miliknya yang ada di sudut kamar.

Katana yang dia peroleh untuk mengalahkan Gazef Stronoff, tapi apa untungnya meskipun dia bisa
mengalahkan Gazef ? Dengan mengetahui ada wujud disana yang jauh lebih kuat dari dirinya, apa artinya
dengan pertikaiannya yang tidak signifikan ?

"Mungkin aku harus bekerja di ladang...setidaknya itu mungkin masih berarti sesuatu."

Saat menertawakan pahit kepada dirinya sendiri, Brain merasakan kehadiran seseorang yang berdiri di luar
pintu.
"Unglaus, ternyata kamu sudah bangun."

Suara milik tuan dari rumah ini.

"Yeah, aku sudah bangun, Stronoff."

Pintu tersebut terbuka dan Gazef melangkah masuk. Dia sedang memakai perlengkapannya.

"Kamu tidur sangat nyenyak sekali. Aku terkejut."

"Yeah, terima kasih banyak. Maaf."

"Tidak usah dipikirkan. Tapi sekarang aku harus menuju istana. Katakan padaku apa yang terjadi padamu ketika
aku kembali."

"... Itu adalah cerita yang mengerikan. Kamu mungkin akan berakhir menjadi sepertiku."

"Tetap saja, aku harus mendengarnya. Mungkin minuman akan membuatnya lebih mudah didengar... Sampai
saat itu, anggaplah seperti rumah sendiri dan buatlah dirimu senyaman mungkin. Untuk makanan atau apapun
yang lainnya yang kamu perlukan, mintalah kepada pelayan rumah dan itu akan dipersiapkan. Dan jika kamu
ingin pergi ke kota.. Apakah kamu punya uang ?"

"..Tidak..tapi jika memang perlu aku bisa saja menjual barang di tanganku."

Brain mengangkat tangannya yang sedang mengenakan cincin untuk menunjukkan kepada Gazef dengan baik.

"Apakah kamu tidak apa dengan itu ? Kelihatannya itu sangat mahal."

"Apapun."

Pada dasarnya, item ini juga adalah sesuatu yang dia peroleh untuk mengalahkan Gazef. Sekarang dia
menyadari bahwa itu adalah sia-sia, apakah ada alasan lain untuk menyimpannya ?

"Akan sulit untuk menjual item yang mahal dan juga perlu waktu untuk harga pembeliannya bisa dipersiapkan.
Ambil ini untukmu."

Gazef melemparkan kantung kecil. Suara logam yang berdenting terdengar dari kantung yang mendarat di
tangan Brain.

"...Maaf, aku akan meminjam ini kalau begitu."


Part Two
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 10:31

Sebas berjalan sambil berpikir bagaimana menghadapi lima orang yang sedang membuntutinya setelah dia
meninggalkan rumah itu. Dia tidak memiliki tujuan tertentu di otaknya. Dia hanya percaya bahwa
menggerakkan tubuhnya dan merubah pemandangan akan membantunya mendapatkan ide yang bagus.

Akhirnya, dia menemukan ada sebuah kerumunan di depan sana.

Disana, sebuah suara terdengar seperti marah dan tawa, bersama dengan suara dari sesuatu yang dihajar. Di
dalam kerumunan, orang-orang berkata tentang bagaimana seseorang akan dibunuh, dan bahwa seseorang
seharusnya memanggil penjaga.

Meskipun Sebas tidak bisa melihat menembus kerumunan itu, sebuah kekerasan pasti sedang terjadi.

Sebas berpikir untuk mengambil jalan yang berbeda, tapi saat dia akan merubah arahnya, dia ragu... dan
berlanjut ke depan.

Dia sedang menuju ke tengah kerumunan.

"Maaf."

Dengan sebuah frase, Sebas bergerak di antara kerumunan dan melangkah ke dalam.

Seakan mereka terperangah dengan gerakan aneh si pak tua yang sedang mencoba menembus mereka, semua
yang ada di jalan Sebas minggir darinya ketika dia lewat. Kelihatannya seperti ada orang lain selain Sebas yang
sedang menuju jauh ke dalam kerumunan. Dari suaranya yang meminta untuk lewat, dia terdengar bingung
karena tidak bisa lewat.

Setelah tiba di tengah-tengah kerumunan tanpa banyak kesulitan, Sebas memastikan dengan matanya sendiri
apa yang sedang terjadi.

Beberapa pria dengan pakaian lusuh sedang menendang sesuatu sekaligus.

Sebas tanpa bicara melanjutkan perjalanannya. Dia mendekati pria hingga cukup dekat untuk mengulurkan
tangannya dan menyentuh mereka.

"Ada apa ini pak tua?!"

Salah satu dari lima pria itu melihat Sebas dan bertanya dengan kasar.

"Aku kira ini sedikit berisik."

"Kamu ingin diajari sopan santun juga ?"

Para pria itu bergerak mengelilingi Sebas, menunjukkan sesuatu yang sedang mereka tendang. Itu adalah
seorang bocah. Entah dari mulut atau hidung, darah mengalir dari wajahnya saat bocah itu tergeletak. Dia tidak
sadar karena ditendang dalam waktu yang lama tapi masih bisa bernafas.

Sebas menatap para pria itu. Bau alkohol menggantung di udara sekitar mereka, begitu juga dengan nafas
mereka. Wajah mereka merah dan itu bukan karena latihan. Mungkin mereka tidak bisa mengendalikan
kekerasan karena mereka sedang mabuk.

Sebas berbicara kepada mereka dengan ekspresi yang datar.

"Meskipun aku tidak tahu apa alasan kalian, aku yakin kalian sudah cukup."

"Ahn ? Dia mengotori pakaianku dengan makanannya. Apakah aku seharusnya diam saja ?"

Di tempat yang ditunjuk pria itu, memang ada sedikit noda. Namun, pakaian mereka kotor dari awalnya.
Dengan melihatnya seperti itu, noda itu bukan tidak diketahui.

Sebas memutar matanya kepada seseorang yang terlihat seperti pimpinan dari kelompok tersebut. Meskipun
perbedaannya tidak mencolok, hampir tidak mungkin terlihat oleh manusia, Sebas bisa merasakannya dengan
inderanya yang luar biasa sebagai seorang warrior.

"Memang benar... kota ini benar-benar memiliki ketertiban umum yang buruk."

"Ahn ?"

Dari perkatan Sebas yang kelihatannya memastikan sesuatu yang jauh, salah satu pria itu merasa bahwa dia
sedang mengabaikan mereka dan mengeluarkan suara yang penuh dengan kemarahan.

"...Menyingkirlah dari hadapanku."

"Apa ? Kakek, apa kamu bilang ?"

"Aku akan bilang sekali lagi. Menyingkirlah dari hadapanku."

"Dasar brengsek!"

Wajah pria yang terlihat seperti pimpinan mereka menjadi merah. Dia mengangkat tinjunya untuk menyerang
dan - roboh.

Suara terkejut terdengar dari berbagai arah, dan tentu saja, dari empat pria yang tersisa pula.

Apa yang dilakukan Sebas memang sederhana. Dia menggunakan tinjunya untuuk memukul dagu pria itu
dengan akurasi yang tepat - dengan kecepatan yang sangat luar biasa dan hampir tidak bisa terlihat oleh mata
manusia - dan membuat bingung otak pria yang ada di tengkoraknya itu. Meskipun Sebas bisa saja membuatnya
terlempar dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia, tapi dia tidak akan bisa membuat
ketakutan kepada yang lainnya. Itulah kenapa dia menahan kekuatan miliknya.
"Apakah kalian mau meneruskan ?"

Sebas bertanya dengan lirih.

Seakan ketenangan dan kekuatan membuat mereka tersadar, pria-pria itu mundur beberapa langkah sambil
meminta maaf secara bersamaan. Sebas berpikir bahwa yang harusnya mereka minta maaf itu adalah orang lain
tapi tidak mengucapkannya.

Sebas memutar matanya dari pria itu saat mereka membantu rekan mereka bangun dari tanah. Dia lalu mencoba
mendekati bocah tersebut tapi mengurungkannya di tengah jalan.

Apa yang sedang dia lakukan ?

Sekarang ini, dia memiliki masalah sendiri yang harus ditangani segera. Tapi dia sedang mencoba untuk
memikul beban lain. Betapa bodohnya. Ketika memang sudah begitu, bukankah ini adalah tipe tindakan yang
tanpa dipikir lagi tepatnya dan kebaikan yang menjadi alasan mengapa dia sedang berada dalam masalah ini
pada awalnya ?

Bocah itu terlihat selamat; dia sudah puas dengan hal itu.

Meskipun berpikir demikian, Sebas mendekati bocah yang sedang terbaring di tanah. Dia menyentuh punggung
bocah itu dengan pelan dan mengalirkan Ki miliknya. Kesembuhan yang sempurna bisa saja di lakukan jika dia
menggunakan kekuatan penuh, tapi itu akan menjadi sangat mencolok.

Setelah memutuskan bahwa dia harus berhenti saat hampir sedikit lagi, Sebas bergerak ke arah orang yang
kebetulan berada pada pandangannya.

"...Tolong bawa anak ini ke kuil. Sangat mungkin tulang rusuknya patah. Berhati-hatilah karena ini dan tolong
bawa dia dengan hati-hati agar dia tidak terlalu banyak bergerak."

Melihat pria yang diberi instruksi itu menganggukkan kepala, Sebas bergerak lagi. Tidak perlu baginya untuk
menembus kerumunan. Kemanapun dia berjalan, kerumunan itu terpisah di depannya.

Saat Sebas akan pergi, dia merasakan sejumlah orang yang mengikutinya telah bertambah.

Namun, ada sebuah masalah. Itu adalah identitas dari penguntitnya yang baru.

Lima orang yang mengikutinya dari rumah tidak diragukan lagi, orang-orang Succulent. Lalu siapa dua orang
yang mulai mengikutinya setelah insiden dengna bocah tersebut?

Dari langkah kaki mereka dan suaranya, mereka seperti pria dewasa. Tapi dia tidak bisa menduga siapa itu.

"Memikirkannya tidak akan mendapat jawaban. Maka aku seharusnya menangkap mereka dahulu."

Sebas memutar di jalan dan berjalan semakin dalam dan dalam ke dalam kegelapan. Tetap saja, dia sedang
diikuti.

"...Ini membuatku penasaran apakah mereka benar-benar memiliki niat untuk menyembunyikan diri."

Mereka tidak menunjukkan tanda-tanda menyembunyikan langkah kaki mereka. Sebas penasaran apakah itu
karena mereka tidak cukup pandai melakukannya, ataukah jika ada alasan lain. Bagaimanapun juga, dia bisa
memastikannya sendiri. Saat kehadiran dari orang yang sedang lewat semakin samar, Sebas akan membuat
gerakan ketika - seakan menyamai timingnya - suara dari seorang pria yang masih muda mengalir dari salah
satu pengikutnya.

"-Permisi."
Part Three
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 10:27

Dalam perjalanannya pulang ke istana, Climb melamun saat dia melangkahkan kakinya.

Di dalam kepalanya, dia memikirkan adu pedang dengan Gazef dan berulang kali membayangkan bagaimana
pertarungan bisa menjadi lebih baik. Saat dia memutuskan gerakan mana yang harus dicoba jika dia
mendapatkan kesempatan lain, sebuah teriakan terdengar. Ada kerumunan orang. Dua prajurit berdiri di
samping mereka dan memandang dengan canggung.

Suara gaduh bisa terdengar dari tengah kerumunan. Dari suaranya, itu bukan pertanda baik.

Wajah Climb semakin keras saat dia mendekati para prajurit.

"Apa yang kalian berdua lakukan ?"

Dari suara yang tiba-tiba datang dari belakang, prajurit itu berputar dan melihat ke arah Climb dengan terkejut.

Mereka dilengkapi dengan kaos rantai dan tombak. Mereka memakai mantel luar (surcoat) dengan mantel
lengan kerajaan di luar kaos rantai mereka. Meskipun itu adalah perlengkapan standar untuk seorang penjaga,
dua orang ini kelihatannya terlatih dengan baik.

Untuk awalnya, tubuh mereka kelihatannya tidak terbentuk. Mereka tidak mencukur dengan bersih dan kaos
rantai mereka sangat parah perawatannya dan terlihat kotor. Secara keseluruhan, mereka mengeluarkan hawa
kurang disiplin.

"Siapa yang..."

Melihat Climb yang lebih muda darinya berbicara tiba-tiba, penjaga itu berbicara dalam suara kebingungan
dengan sebuah isyarat jengkel.

"Aku sedang tidak bertugas."

Saat Climb berbicara dengan tegas, kebingungan dalam suara penjaga menyebar ke wajahnya. Bocah yang lebih
muda dari mereka ini sedang bicara kepada mereka seakan dia adalah atasan mereka.

Saat mereka memutuskan akan lebih bijak untuk bersikap rendah hati, penjaga itu mengencangkan punggung
mereka.

"Kami kira ada semacam keributan."

Climb menekan hasrat untuk menegur mereka yang jelas terlihat, tak seperti para prajurit yang ditempatkan di
dalam istana, para penjaga yang berpatroli ke sekeliling ditarik dari orang biasa dan tidak menerima banyak
latihan. Dengan kata lain, mereka seperti penduduk yang belajar bagaimana cara mengayunkan senjata.

Climb memalingkan matanya dari penjaga yang canggung kepada kerumunan. Daripada mengandalkan dua
orang ini, akan lebih cepat baginya untuk bertindak.

Meskipun dia telah melangkahi otoritasnya dan ikut campur dengan pekerjaan dari petugas patroli, jika dia
mengabaikan penduduk yang butuh pertolongan, maka dia sendiri tidak akan mampu menunjukkan muka di
depan tuannya yang suka menolong.

"Kalian tunggu disini."

Tanpa menunggu balasan, Climb mencoba untuk memaksa masuk menembus kerumunan. Meskipun ada
beberapa celah, dia tidak bisa menembusnya. Tidak, jika manusia manapun bisa menembus disini maka itu akan
aneh.

Sambil mencoba memaksa berjalan meskipun dia didorong, Climb mendengar sebuah suara.

"...Menyingkirlah dari hadapanku."

"Apa ?"

"Aku akan berkata sekali lagi. Menyingkirlah dari hadapanku."

"Dasar brengsek!"

Ini gawat. Mereka akan menyerang si pak tua.

Wajah Climb semakin merah saat dia mati-matian mencoba untuk memaksa masuk ke dalam. Apa yang masuk
ke dalam penglihatannya adalah penampilan seorang pak tua dan pria yang mengelilinginya. Seorang bocah
lusuh yang ada di kaki pria-pria tersebut.

Pak tua yang berpakaian sangat rapi mengeluarkan hawa elegan yang membuatnya terlihat seperti bangsawan,
atau seseorang yang melayani mereka. Masing-masing pria yang mengelilinginya memiliki penampilan yang
kasar dan kelihatannya mabuk. Jelas sekali pihak mana yang salah.

Pria yang paling besar dari orang-orang itu memukulkan tinjunya. Ketika membandingkannya dengan pak tua,
perbedaannya sangat jauh sekali. Ukuran tubuh mereka, ukuran otot mereka, temperamen keras yang tidak ragu
untuk menumpahkan darah; jika dia menyerang pak tua itu, pak tua itu akan dengan mudah dikirim terbang.
Orang-orang di sekitar mereka yang menyadari ini membayangkan tragedi yang akan terjadi kepada pak tua dan
mengeluarkan teriakan kecil.

Namun, Climb yang sedang berada di tengah kerumunan merasakan sebuah perasaan bahaya yang kecil.

Tidak diragukan lagi, sisi dari pria itu kelihatannya lebih tangguh. Namun malahan, dia merasa seakan pak tua
itu mengeluarkan atmosfir kekuatan absolut.

Saat itu Climb yang sedang linglung tidak dapat menggunakan peluang untuk menghentikan tinju kekerasan
dari pria tersebut. Dia mengangkat tangannya dan -
-roboh.

Suara yang dipenuhi rasa terkejut datang dari sekeliling Climb.

Pak tua itu dengan akurat memukul dagu pria tersebut. Bukan hanya itu, dia melakukannya dengan kecepatan
yang menakjubkan. Sangat cepat sehingga orang seperti Climb yang terlatih penglihatan dinamik mereka
hampir tak bisa menangkapnya.

"Apakah kalian ingin melanjutkan ?"

Ketenangan dan skill yang tidak bisa kamu ketahui dari penampilan luar. Digabungkan, hal itu membuat sadar
pria-pria tersebut dari mabuk mereka. Para pria itu benar-benar kehilangan hasrat bertarung.

"Ti..Tidak, itu adalah kesalahan kami."

Saat mereka mundur beberapa langkah sambil meminta maaf berbarengan, pria itu memegang pemimpin
mereka dan kabur. Climb tidak ada niat untuk mengejar mereka. Seakan hatinya telah dicuri oleh pak tua
dengan punggung lurus tersebut, Climb tidak bisa bergerak.

Sebuah postur tubuh yang selurus pedang, itu adalah penampilan yang lama diimpikan warrior manapun.

Pak tua itu menyentuh punggung si bocah seakan memeriksa kondisinya. Dia lalu meminta seseorang yang ada
di dekat situ untuk merawatnya dan pergi. Gerombolan itu membelah dengan garis lurus untuk membuat jalan
bagi pak tua. Tak ada yang bisa memalingkan mata mereka dari punggungnya, sebuah penampilan yang tidak
ada kurangnya.

Climb cepat-cepat berlari ke bocah yang roboh dan mengambil potion yang dia terima dari Gazef selama
latihan.

"Apakah kamu bisa meminumnya ?"

Tidak ada balasan. Dia benar-benar pingsan.

Climb membuka penutup botolnya dan menuangkan isinya ke tubuh si bocah. Meskipun bisa dengan mudah
menganggap potion sebagai obat untuk diminum, tidak ada masalah dalam menuangkannya ke tubuh. Itu adalah
kehebatan dari magic.

Potion tersebut meresap ke tubuh si bocah, seakan kulitnya menghisap cairan tersebut. Melihat kulit wajah si
bocah kembali berwarna, Climb merasa lega dan menganggukkan kepalanya.

Orang-orang di sekitar melihat Climb yang menggunakan item mahal seperti potion dan sama terkejutnya saat
mereka melihat kemampuan pak tua tadi. Namun, tak usah dikatakan lagi, Climb tidak menyesalinya. Selama
para penduduk membayar pajak, itu adalah tugas dari mereka yang hidup dari pajak untuk melindungi mereka
dan memastikan keselamatan mereka. Kaena dia tidak bisa memenuhi tugasnya, Climb merasa bahwa dia
setidaknya harus melakukan ini.
Meskipun potion itu seharusnya memastikan bahwa tidak akan ada lagi masalah dengan si bocah, akan lebih
baik untuk membawanya ke kuil untuk berjaga-jaga. Climb memberikan sinyal kepada para penjaga yang
sedang berdiri. Kelihatannya mereka sedang memanggil lebih banyak lagi; dua orang penjaga ditambah dengan
tiga orang lagi.

Orang-orang di sekitar melihat ke arah penjaga yang baru saja tiba dengan menghina. Para penjaga itu terlihat
gugup saat Climb bicara dengan salah satu dari orang-orang itu.

"Bawa anak ini ke kuil."

"Apa yang terjadi disini ? Sebenarnya..."

"Ada kekerasan. Aku menggunakan potion healing jadi seharusnya tidak ada masalah apapun, tapi bawa dia
untuk jaga-jaga."

"Ya, mengerti!"

Meninggalkan para penjaga untuk menyelesaikannya, Climb menilai bahwa tidak ada lagi yang perlu
dilakukannya disini. Tak ada hal bagus yang akan datang dari prajurit yang bekerja di istana ikut campur lebih
jauh dengan pekerjaan orang lain.

"Aku asumsikan kamu bisa mencari tahu apa yang terjadi disini dari saksi mata yang melihatnya dari awal."

"Saya akan melakukan apa yang anda katakan."

Setelah menerima perintah mereka, para penjaga menemukan kepercayaan diri dan cepat-cepat bergerak. Climb
lalu berdiri dan berlari, mengabaikan suara dari para penjaga yang menanyakan kemana dia akan pergi.

Setelah tiba di belokan jalan dimana pak tua itu berputar, Climb melambatkan langkahnya.

Dia lalu mengikutinya.

Matanya jatuh ke punggung pak tua yang sedang berjalan di belakangnya.

Meskipun dia ingin berbicara langsung kepadanya, kapanpun dia menemukan keberanian untuk melakukan hal
itu, Climb menurunkan kepalanya. Rasanya seakan sebuah tekanan mengalahkannya - seperti sebuah dinding
tebal yang tak terlihat.

Pak tua itu berputar ke jalan ini dan itu dan jalannya semakin gelap. Climb mengikutinya dari belakang tanpa
mampu berkata apapun.

Ini sama dengan menguntit pak tua itu.

Climb merasa seperti mencabut rambutnya sendiri melihat dari apa yang sedang dia lakukan. Tak perduli
seberapa kerasnya bicara dengan pak tua itu. Ini tidak benar. Climb mencoba mencari cara terbaik seakan
situasinya berbalik saat mengikuti pak tua itu.

Akhirnya, mereka berputar ke dalam jalan lorong dengan tak ada satupun yang melihat. Climb menghirup nafas
dalam-dalam dan, seperti seorang pria yang akan menyatakan cinta kepada gadis yang dia sukai, memeras
seluruh keberaniannya dan bicara.

"-Permisi."

Merespon suaranya, pak tua itu berbalik.

Baik rambut dan jenggotnya berwarna putih, tapi punggungnya yang tegap mengingatkannya dengan sebuah
pedang ditempa oleh baja. Roman yang jelas dari wajahnya dihiasi oleh kerutan dan meskipun itu membuatnya
terlihat lembut, matanya sangat tajam, seperti seekor elang yang menatap mangsanya.

Dia bahkan mengeluarkan aura seorang bangsawan yang tinggi.

"Ada apa ?"

Meskipun entah bagaimana dia bisa merasakan usia dari pak tua itu melalui suaranya, kedengarannya
memaksakan dan penuh dengan kehidupan. Merasakan tekanan yang tak kasat mata dari mata pak tua tersebut,
Climb menelan ludahnya.

"Uh, uh--."

Climb terdorong oleh energi pak tua tersebut dan tak bisa bicara. Lalu, pak tua itu muncul untuk melepaskan
energi yang berkumpul di dalam tubuhnya.

"Siapa kamu ?"

Nadanya menjadi lembut. Climb akhirnya terlepas dari tekanan dan tenggorokannya sekarang bisa bergerak
seperti biasa.

"..Nama saya adalah Climb, seorang prajurit negeri ini. Saya disini untuk memberikan rasa terima kasih yang
tulus karena telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan."

Saat Climb membungkuk rendah, pak tua itu memicingkan matanya seakan berpikir dan bergumam lirih "Ahh"
akhirnya dia mengerti apa yang dia maksud.

"...Tidak usah dipikirkan. Kalau begitu."

Saat pak tua itu mencoba untuk mengakhiri percakapan dan berjalan pergi, Climb mengangkat wajahnya dan
bertanya.

"Tolong tunggu sebentar. Sebenarnya... meskipun saya malu untuk mengakuinya, saya mengikuti anda.
Sebenarnya, saya tidak keberatan meskipun anda tertawa atas permintaan saya, tapi jika tidak apa bagi anda,
bisakah anda mengajari saya teknik yang anda gunakan tadi ?"

"...Apa maksudmu?"

"Saya sedang melakukan latihan untuk menjadi lebih kuat dan ingin bejalar meskipun satu porsi kecil dari
gerakan menakjubkan dan teknik yang anda tunjukkan tadi."

Pria itu memeriksa Climb dari atas ke bawah.

"Hmmm.... tolong tunjukkan kedua tanganmu."

Climb mengulurkan tangannya dan pak tua itu menatap lengannya dengan tatapan yang menusuk. Rasanya agak
canggung. Pak tua itu membalikkan tangan Climb lagi dan memeriksa kuku-kukunya, lalu mengangguk puas.

"Tangan-tangan itu sangat tebal dan keras, tangan yang bagus untuk seorang warrior."

Mendengar kalimat yang dia katakan dengan senyuman ini, Climb merasa hatinya semakin tambah hangat. Dia
merasakan kebahagiaan yang mirip ketika Gazef memujinya.

"Tidak, seseorang seperti saya ini... adalah warrior yang remeh."

"Aku kira kamu tidak perlu serendah hati seperti itu.. boleh aku minta kepadamu untuk menunjukkan pedangmu
selanjutnya ?"

Pak tua itu menggenggam pedang di tangannya dan menatap mata pisaunya dengan mata yang tajam.

"Aha... apakah ini pedang terbalik ?"

"Bagaimana anda bisa tahu?!"

"Seperti yang kuduga, apakah kamu melihat irisan di mata pedang sebelah sini ?"

Melihat ke arah tempat yang ditunjuk memang ada sedikit retak pada satu sisi dari mata pedang. Dia pasti telah
mengacaukan tebasannya ketika berlatih.

"Saya telah menunjukkan sesuatu yang memalukan!"

Rasa malu membuatnya ingin menghilang kemanapun. Climb tahu bahwa dia sangat tidak berpengalaman dan
sangat waspada, bahkan hingga gugup, tentang keadaan senjatanya, seluruhnya untuk usaha meningkatkan
peluangnya dalam kemenangan meskipun hanya sedikit jumlahnya. Tidak, dia mengira dia melakukannya
hingga saat ini.

"Ternyata begitu. Aku mendapatkan pandangan umum tentang kepribadianmu. Tangan dari seorang warrior dan
senjatanya adalah cermin yang memantulkan pemiliknya. Kamu adalah orang yang memberikan kesan yang
cukup menyenangkan."
Telinganya menjadi merah, Climb menatap ke arah pak tua itu.

Itu adalah senyuman yang lembut dan anggun.

"Aku mengerti. Aku akan memberimu sedikit latihan. Namun-"

Saat Climb akan mengutarakan rasa terima kasihnya, pak tua itu menghentikannya dan melanjutkan.

"Aku memiliki sesuatu yang ingin aku minta padamu. Kamu bilang bahwa kamu adalah prajurit, benarkah ?
Sebenarnya, beberapa hari yang lalu aku menolong seorang gadis tertentu..."

Mendengar seluruh cerita dari pak tua yang memperkenalkan diri sebagai Sebas, Climb merasakan kemarahan
yang kuat.

Fakta bahwa seseorang sedang menyalahgunakan kebebasan budak yang diumumkan oleh Renner dalam cara
seperti itu, menyadari bahkan sekarang, tak ada yang berubah sejak itu, dia tidak bisa menyembunyikan
kemarahannya.

Tidak, bukan itu. Climb menggelengkan kepalanya.

Pasar budak telah dilarang oleh hukum di kerajaan. Namun, meskipun itu bukanlah perbudakan, tidak jarang
mendengar orang yang harus bekerja di dalam lingkungan yang parah karena hutang. Ada banyak dari mereka
yang mencari celah mengenai hukum itu. Tidak, itu karena para pencari celah itulah sehingga hukum melarang
pasar budak yang bisa dilewati pada awalnya.

Hukum yang dikeluarkan oleh Renner hampir tidak ada gunanya. Meskipun pemikiran menyedihkan itu berlari
menembus akalnya, dia mengesampingkannya. Apa yang harus dia pikirkan sekarang adalah situasi Sebas.

Climb mengerutkan dahi.

Itu adalah posisi yang benar-benar tidak menguntungkan. Meskipun menyelidiki kontrak pekerjaan gadis itu
bisa membuat mereka membalas dendam, sulit dibayangkan bahwa mereka akan meninggalkan titik lemah
seperti itu dalam persiapan mereka. Jika dia mengajukan banding kepada hukum, Sebas pastinya akan kalah.

Alasan musuh mereka tidak memilih untuk menyelesaikan secara legal adalah karena mereka menilai bahwa
melakukannya dengan cara mereka sendiri akan lebih menguntungkan.

"Apakah kamu tahu seseorang yang bisa menghentikan korupsi atau meminjamkan bantuan kepada kita ?"

Climb hanya tahu satu orang, tuannya. Dia bisa bilang dengan percaya diri bahwa tidak ada bangsawan yang
lebih murni dan bisa dipercaya daripada Renner.

Namun, dia tidak bisa memperkenalkannya.

Yang bisa melakukan apa yang mereka lakukan pasti memiliki berbagai macam koneksi dengan orang-orang
yang kuat. Tidak diragukan lagi, para bangsawan yang berteman dengan mereka akan memiliki otoritas yang
signifikan. Jika sang putri, yang merupakan bagian dari fraksi kerajaan, menggunakan otoritasnya untuk
memerintahkan penyelidikan dan menolongnya sehingga membuat hal itu melukai fraksi bangsawan, bisa
membuat konflik skala penuh antara dua kelompok.

Menggunakan kekuatan tidak mudah, terutama dalam kasus seperti Kingdom dimana tidak ada jaminan bahwa
dua fraksi yang sedang berkonflik tidak akan menjadi perang saudara.

Renner tidak bisa karena itu akan membuat kerajaan roboh.

Itu adalah alasan mengapa topik yang muncul dalam diskusi dengan Lakyus dan kelompoknya. Itulah kenapa
Climb tidak melakukan apapun. Tidak, dia tidak bisa berkata apapun.

Menafsirkan sesuatu dari diamnya Climb yang lahir dari kebingungannya, Sebas bergumam bahwa dia mengerti
dan mengatakan hal yang mengejutkan.

"..Menurut gadis itu, tempat tersebut memiliki banyak orang lain disamping dia, tak perduli jenis kelaminnya."

"Tidak mungkin, meskipun itu dijalankan oleh organisasi perdagangan budak, sebuah tempat pelacuran seperti
itu masih ada ? Atau.. mungkin saja tempat pelacuran itulah yang mereka bicarakan ?"

Climb bicara.

"Jika hanya untuk menolong mereka kabur... Saya bisa meminta tuan saya. Dia memiliki teritori sendiri
sehingga jika mereka meminta perlindungan disana..."

"Apakah itu mungkin?... Dan gadis itu bisa dilindungi disana pula ?"

"...Maafkan saya, Sebas-sama. Saya tidak bisa bilang pada anda dengan pastinya tanpa meminta kepada tuan
saya. Tapi tuan saya adalah orang yang baik, orang itu akan menyetujui tanpa ragu!"

"Hoh. Jika tuanmu begitu dapat diandalkan... dia pasti orang yang memang sangat menakjubkan."

Atas pertanyaan Sebas, Climb mengangguk dalam-dalam. Tak ada yang lebih hebat, dia mengklaimnya.

"Meskipun ini dianggap masalah yang berbeda, apa yang terjadi jika ada bukti bahwa pelacuran itu juga
termasuk dalam perdagangan budak dan oleh karena itu melawan hukum ? Apakah ini akan ditutupi pula ?"

"Meskipun itu mungkin, jika bukti diberikan kepada tangan yang benar... Aku ingin percaya bahwa kerajaan ini
tidak akan sekorup itu sehingga mengabaikannya."

"...Aku mengerti. Kalau begitu biarkan aku bertanya kepadamu pertanyaan yang berbeda. Mengapa kamu ingin
menjadi kuat ?"

"Eh ?"
Pada topik yang tiba-tiba, Climb tidak sengaja membuat suara aneh.

"Tadi, kamu memintaku mengajarimu teknikku. Meskipun aku memutuskan bahwa kamu adalah orang yang
bisa dipercaya, aku ingin tahu alasan dibalik mengapa kamu mencari kekuatan."

Climb memicingkan matanya terhadap pertanyaan Sebas.

Mengapa dia ingin menjadi lebih kuat ?

Climb adalah anak yang dibuang yang tidak tahu wajah dari orang tuanya. Cerita seperti ini bukan hal yang
langka di Kingdom. Mati di lumpur bukanlah hal yang langka pula.

Climb juga salah satu dari mereka yang nasibnya harus mati di tengah hujan.

Namun - di hari itu, Climb bertemu dengan matahari. Wujud yang sedang merangkak di dalam kotoran, di
dalam kegelapan, terpana akan cahaya itu.

Ketika dia masih muda, dia sangat menginginkannya. Dan saat dia tumbuh besar, perasaannya berubah bentuk
tanpa ragu.

-itu adalah cinta.

Dia harus menyingkirkan perasaan ini. Keajaiban yang dinyanyikan oleh para penyanyi keliling takkan pernah
terjadi di dalam kenyataan. Seperti bagaimana dia tidak bisa menyentuh matahari, keinginan Climb takkan
pernah terpenuhi. Tidak, itu harus terpenuhi.

Wanita yang dicintai oleh Climb, nasibnya pada akhirnya adalah dinikahkan oleh orang lain. Seorang putri tidak
bisa dinikahkan kepada orang yang latar belakangnya tak diketahui seperti Climb, seseorang yang lebih rendah
daripada rakyat biasa.

Jika sang raja harus mati dan pangeran pertama harus mewarisi takhta, Renner akan menikah langsung dengan
bangsawan yang memiliki kelas yang tinggi. Kelihatannya pembicaraan itu sudah berjalan antara pangeran dan
bangsawan tinggi. Dia mungkin akan dikirim ke kerajaan tetangga sebagai alat untuk pernikahan politik.

Sebaliknya, meskipun sudah berusia yang cukup untuk menikah, kenyataan bahwa Renner bahkan tidak
memiliki seorang tunangan satupun, jangankan menikah, adalah hal yang aneh.

Baginya, saat ini adalah waktu yang seperti emas. Seberharga itu sehingga dia akan rela untuk membayar
dengan apapun untuk menghentikan waktu. Jika dia tidak menuangkan seluruh waktunya untuk latihan, maka
dia bisa menikmati saat itu meskipun sedikit lebih lama.

Climb memang sederhana, orang biasa yang tak memiliki bakat. Meskipun begitu, di akhir latihannya, dia
memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan dengan prajurit lain. Maka bukankah lebih baik untuk
memuaskan dirinya dan menghentikan latihan disini sehingga dia bisa melayani Renner di sampingnya sedikit
lebih lama lagi ?
Namaun - apakah itu benar-benar cukup ?

Climb sangat menginginkan cahaya matahari. Itu bukan sebuah kebohongan atau salah pengertian. Itu adalah
pemikiran yang lahir dari kebenaran yang sejati dari Climb.

Namun-

"Karena aku adalah seorang pria."

Climb tersenyum.

Benar sekali. Climb ingin selalu di sisinya. Matahari yang bersinar dengan terang di langit, seorang pria yang
tak pernah bisa berdiri di sampingnya. Meskipun begitu, dia ingin naik lebih tinggi agar dia bisa menjadi
perwujudan yang bisa lebih dekat dengan matahari, tak perduli apapun batasannya.

Dia tidak ingin berharap untuk selalu tetap menjadi seseorang yang harus mengangkat wajahnya untuk melihat
dia.

Ini adalah pemikiran sepele dari seorang anak laki-laki, tapi bagaimanapun sangat cocok untuk seorang anak
laki-laki.

Dia ingin menjadi seorang pria yang cocok dengan wanita yang sangat diinginkannya, meskipun mereka tak
pernah bisa bersama.

Pemikiran ini adalah mengapa dia mampu menahan kehidupan tanpa teman, latihan yang keras, dan
pelajarannya yang harus memotong waktu tidurnya.

Jika seseorang ingin menyebutnya orang bodoh dan menghinanya, maka biarkan saja mereka.

Mereka yang benar-benar tidak mencintai orang lain takkan pernah bisa mengerti perasaannya.

---

Sebas memicingkan matanya saat dia mengamati dengan tulus. Seakan jika dia mencoba untuk memahami
segudang makna dibalik jawaban pendek Climb. Dia lalu menganggukkan kepala puas.

"Aku sudah memutuskan bagaimana melatihmu dari balasanmu."

Dia menghentikan Climb saat dia mencoba untuk mengutarakan rasa terima kasihnya.

"Namun, maafkan aku harus bilang bahwa kamu tidak memiliki bakat. Melatihmu dengan sungguh-sungguh
akan memakan banyak waktu, waktu adalah yang tidak aku punya. Aku ingin melatihmu agar hasilnya bisa
terlihat jelas tapi... ini akan berat."

Climb menelan ludah. Kilauan di mata Sebas membuat punggungnya gemetar.


Alasan dia tidak langsung merespon karena dia merasakan kekuatan di mata itu. Itu adalah kekuatan yang tidak
mungkin ada, kekuatan yang melebihi bahkan Gazef yang sedang serius.

"Aku akan bilang padamu dengan jujur, kamu mungkin bisa mati."

Itu bukan candaan.

Climb merasakan firasat bahwa dia berbicara yang sebenarnya. Dia tidak perduli apakah dia mati atau tidak.
Namun, itu hanya masalah jika itu adalah untuk Renner. Dia tidak ingin kehilangan nyawa hanya karena
masalah yang egois.

Itu bukan karena dia menjadi ketakutan. Tidak, mungkin itu adalah alasan yang sebenarnya.

Climb menelan air ludahnya lalu ragu-ragu. Keadaan sekitar didominasi oleh keheningan sesaat, cukup hening
sehingga bisa mendengar suara di kejauhan.

"Apakah kamu selamat atau tidak itu terserah padamu.. Jika kamu memiliki sesuatu yang kamu sayangi, sebuah
alasan untuk merangkak maju dan mempertahankan hidupmu, kamu akan baik-baik saja."

Bukankah dia akan mengajarinya martial art ?

Mesipun pertanyaan itu muncul di otaknya, itu bukan masalah saat ini. Memahami apa arti ucapan Sebas, dia
menerima itu dan memberikan balasan.

"Aku sudah siap. Aku serahkan pada anda."

"Apakah maksudmu kamu memiliki kepercayaan diri untuk tidak mati ?"

Climb menggelengkan kepala, bukan itu.

Itu karena di hatinya, Climb selalu membawanya sebagai alasan untuk bertahan hidup, meskipun dia harus
merangkak di lantai.

Sebas mengangguk dalam-dalam, seakan dia telah membaca apa yang ada di dalam hati Climb dengan melihat
ke matanya.

"Aku mengerti. Kalau begitu aku akan mulai latihannya disini."

"Disini ?"

"Ya, hanya akan memakan waktu beberapa menit. Tolong angkat senjatamu."

Apa yang coba dia lakukan ? Dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegelisahan dan kebingungan terhadap hal
yang tidak diketahui dan secercah samar harapan dan rasa ingin tahu, Climb menghunus pedangnya.
Suara dari pedang yang bergeser dari sarungnya terdengar ke seluruh lorong sempit.

Sebas diam-diam menatap saat Climb mengambil sikap menengah.

"Kalau begitu aku akan mulai. Berkonsenstrasilah."

Dan pada langkah selanjutnya-

-Dengan Sebas sebagai pusatnya, kelihatannya seakan pedang es keluar di segala penjuru.

Climb tidak bisa bicara lagi.

Sebuah pusaran nfasu membunuh berputar di sekeliling dengan Sebas sebagai pusatnya.

Energi yang sangat padat dan warnanya yang menjadi kelihatan menabraknya seperti ombak yang mengamuk,
membuat hatinya serasa seperti akan meledak dalam sekejap. Dia mengira bahwa dia mendengar sebuah suara
seperti teriakan jiwa saat dihancurkan. Kedengarannya seakan datang tepat dari sampingnya, sebuah tempat
yang jauh, atau mungkin dari mulutnya sendiri.

Saat dia digulung oleh arus hitam nafsu membunuh, Climb merasa kesadarannya menjadi putih. Ketakutannya
sangat besar bahwa otaknya akan melepaskan kesadarannya agar bisa mengabaikan situasi ini.

"...apakah hanya ini nilai dari seorang 'pria' ? Ini baru pemanasan."

Di dalam kesadaran Climb yang semakin hilang, suara kecewa Sebas terdengar sangat keras.

Arti dari kalimat ini masuk dalam-dalam jauh ke otak Climb, jauh lebih dalam dari pisau apapun. Itu sudah
cukup untuk membuat dia melupakan ketakutan untuk sesaat yang telah menabraknya dari depan.

Thump. Detak jantung semakin keras.

"Haaa!!"

Climb melepaskan udara nafas yang besar.

Matanya basah dengan air mata dan meskipun sudah sangat ketakutan sehingga ingin lari, dia menahannya.
Tangan yang menggenggam pedang itu gemetar dan pucuk dari pedang itu berguncang seakan sudah menjadi
gila. Getaran yang mengalir melalui sekujur tubuhnya menyebabkan kaos rantainya berbunyi dengan keras.

Namun, Climb menggeretakkan gigi-giginya yang gemetaran dan mencoba untuk bertahan dari Sebas yang haus
darah.

Melihat penampilan yang tidak mengenakkan, Sebas menyeringai dan pelan-pelan membentuk sebuah tinju
dengan tangan kanannya yang tepat di depan mata Climb. Setelah beberapa kali berkedip, tinju yang seperti
bola itu sempurna.
Seperti memasang sebuah anak panah pada benang, tinju itu pelan-pelan ditarik ke belakang.

Meskipun dia berdiri disana gemetaran, Climb menyadari bahwa apa yang akan terjadi dan menggetarkan
kepalanya dari sisi ke sisi. Tak usah dikatakan lagi, tanda yang dia berikan tidak berefek kepada Sebas.

"Kalau begitu... matilah."

Seperti sebuah anak panah yang meledak dari benang yang tegang, tinju Sebas melayang kepadanya dengan
suara yang membelah udara.

- Ini akan menjadi kematian dalam sekejap.

Climb menyadari ini saat waktu menjadi pelan. Kelihatannya seakan sebuah bola baja yang besar yang bahkan
lebih tinggi daripada dirinya meluncur kepadanya pada kecepatan yang ganas. Pikirannya dipenuhi dengan
gambar dari kematian yang lengkap dan absolut ini. Meskipun jika dia ingin mengangkat pedangnya dan
menggunakannya sebagai tameng, akan mudah dihancurkan dengan tinju ini.

Tubuhnya bahkan tidak bergeming. Kegelisahan yang besar membuatnya benar-benar kaku.

-Tidak mungkin bisa lepas dari kematian yang ada di depan matanya.

Climb menyerahkan nasibnya dan di waktu yang sama, menjadi marah dengan dirinya sendiri.

Jika dia tidak bisa memberikan hidupnya untuk Renner, mengapa dia tidak mati saja sekarang ? akan lebih baik
baginya untuk mati sendirian, gemetar di dalam dinginnya hujan.

Di dalam matanya, dia melihat wajah cantik Renner.

Ada yang berkata jika seseorang sudah mendekati kematian, mereka akan melihat hidup mereka selama ini di
depan mata. Itu adalah efek dari otak yang mencari ingatan masa lalu untuk keluar dari situasi ini. Tetap saja,
dia menemukan itu sedikit menghibur karena hal terakhir yang dia lihat adalah senyuman dari tuannya yang
sangat dia cintai dan hormati.

Benar sekali. Apa yang Climb lihat adalah senyuman Renner.

Segera setelah dia menyelamatkan hidup Climb, Renner yang masih muda tidak menunjukkan senyumannya.
Kapan dia mulai tersenyum ?

Dia tidak bisa mengingatnya. Namun, dia memang teringat dia tersenyum dengan malu-malu.

Jika dia tahu kematian Climb, bukankah senyum itu akan hancur ? Seperti sebuah awan gelap yang
menghalangi matahari ?

-Jangan membuatku tertawa!


Kemarahan yang muncul dari lubuk hati Climb.

Dia adalah orang yang menyelamatkan hidupnya yang telah dia buang ke sisi jalanan. Jika begitu, nyawanya
bukanlah miliknya lagi. Tubuh ini adalah untuk Renner, untuk memberikan meskipun sedikit sekali bentuk
kebahagiaan.

Pasti ada cara untuk keluar dari sini-!

Rantai ketakutan telah hancur dengan emosi kuat yang mulai muncul.

Tangannya bergerak.

Kakinya juga bergerak pula.

Mata yang akan tertutup terbuka lebar. Dia mencoba mati-matian dengan mata telanjang untuk mendeteksi tinju
berkecepatan ultra tinggi yang menuju ke arahnya.

Seluruh indera di tubuhnya ditekan hingga batas mereka, hingga titik dimana dia bahkan bisa merasakan getaran
udara.

Seperti bagaimana seseorang menunjukkan kekuatan super pada kebakaran, ketika gawat darurat, otak
melepaskan keamanan yang ditempatkan di otot dan membuat mereka bisa menunjukkan kekuatan yang
sebelumnya tidak mungkin.

Otak yang mengeluarkan cairan kimia dalam jumlah banyak dan fokusnya otak seluruhnya kepada cara untuk
selamat. Dengan cepat memproses informasi dalam jumlah banyak dan memilih tindakan yang paling optimal.

Dalam sesaat, Climb melangkahkan kaki ke dalam dunia warrior kelas satu. Namun, bahkan hal itu telah
dilewati oleh kecepatan dari serangan Sebas. Sangat mungkin bahwa ini sudah terlambat, sehingga tidak ada
lagi waktu yang tersisa untuk menghindari tinju Sebas. Meskipun begitu, dia harus bergerak. Bagaimana dia
bisa menyerah ?

Dalam kompresi waktu yang cepat itu, gerakannya sendiri terlihat selambat kura-kura. Meskipun begitu, Climb
mati-matian menggerakkan tubuhnya.

Dan-

Boom. Dengan sebuah teriakan, tinju Sebas melewati wajah Climb. Tekanan angin yang datang dari serangan
itu telah merontokkan beberapa helai rambut dari kepalanya.

Dia mendengar suara lirih.

"Selamat. Bagaimana rasanya melewati rasa takut akan kematian ?"

-
-Tak mampu mengerti apa yang dia katakan, Climb menunjukkan ekspresi bodoh di wajahnya.

"Bagaimana rasanya menghadapi kematian ? Dan bagaimana rasanya melewatinya ?"

Climb sangat terengah-engah dan menatap Sebas dengan ekspresi linglung. Wajahnya terlihat seakan dia
memiliki beberapa skrup yang kendor. Haus darah tadi menghilang tanpa jejak. Hanya ketika ucapan Sebas
yang pada akhirnya masuk ke dalam kepalanya sehingga dia bisa merasakan suatu perasaan lega.

Seakan rasa haus darah yang kuat seluruhnya telah ditahan, Climb roboh seperti boneka yang terputus
benangnya.

Sambil berada di tangan dan lututnya, dia dengan rakus menghirup udara segera ke dalam paru-parunya.

"...Untungnya kamu tidak mati karena kaget. Ada waktunya ketika tubuhmu sangat percaya bahwa kematian
yang membuat kemampuan untuk mendukung hidup menyerah."

Masih ada hal yang pahit di tenggorokan Climb. Ini pasti rasa dari kematian itu sendiri, pikirnya.

"Mengulang ini berkali-kali akan membuatmu bisa melewati ketakutan yang paling besar. Tapi kamu harus
hati-hati. Ketakutan adalah yang memicu insting untuk menyelamatkan diri. Jika rasa takut itu menjadi tumpul
sepenuhnya, makan tidak akan bisa mengenali bahkan bahaya yang paling jelas. Kamu harus bisa membedakan
diantara mereka."

"Meskipun aku tidak sopan, Sebas-sama, siapa anda ?"

"Apa maksudmu ?"

"Rasa haus darah itu bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh orang biasa. Siapa sebenarnya.."

"Saat ini aku hanyalah orang tua biasa yang percaya diri akan kemampuannya."

Climb tidak bisa memalingkan matanya dari wajah senyuman Sebas. Meskipun dia kelihatannya tersenyum
dengan lembut, itu juga terlihat seperti senyum yang menakutkan dari kekuatan yang luar biasa jauh melebihi
Gazef.

Dia adalah perwujudan yang mungkin lebih kuat dari Gazef itu sendiri, warrior terkuat di antara negara
tetangga.

-Climb memutuskan bahwa rasa penasarannya sudah cukup sampai disitu. Dia merasa bahwa tidak ada hal yang
baik yang akan datang jika menggali lebih dalam.

Namun, satu hal yang terbakar di pikirannya adalah pertanyaan bahwa siapa orang tua yang bernama Sebas ini
sebenarnya. Dia bahkan mempertimbangkan kemungkinan bahwa dia adalah salah satu dari tiga belas pahlawan
dari masa lalu.
"Kalau begitu mari kita coba sekali lagi-."

"Tu..Tunggu! Aku punya pertanyaan!"

Sebuah suara ketakutan dari seorang pria terdengar dari belakang, memotong ucapan Sebas.
Part Four
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 9:42

Brain melangkah keluar dari kediaman Gazef.

Dia melihat ke samping dan mengingat tampilan luar rumah Gazef agar dia bisa tahu jalan pulang. Dia tidak
bisa mengingat bagaimana bentuknya dulu ketika Gazef menyeretnya kemari; pikirannya sedikit kabur karena
hipotermia.

Dia setidaknya tahu lokasi dari rumah Gazef karena dia berencana untuk mengunjunginya agar bisa menantang
Gazef bertarung. Namun, karena dia hanya pernah mendengarnya dari mulut ke mulut, ada sedikit kesalahan
dalam informasinya.

"Di atap rumah itu tidak ada pedang yang tertancap."

Dia mengamati dengan teliti rumah tersebut mengutuk pemberi informasi yang telah memberinya informasi
yang salah. Rumah itu lebih kecil bila dibandingkan dengan rumah-rumah bangsawan yang ada di sana. Jika
seseorang membandingkannya, rumah tersebut terlihat seakan jika seorang penduduk yang kaya layak tinggal
disana. Bagaimanapun juga, sudah lebih dari cukup bagi tiga orang: Gazef dan sepasang pelayan yang tinggal di
sana.

Memasukkan ke dalam ingatannya, Brain melanjutkan perjalanannya.

Dia tidak menuju tujuan manapun secara khusus.

Dia tidak lagi ingin berkeliling mencari item magic, senjata-senjata, atau armor.

"Apa yang harus kulakukan...."

Gumamannya menghilang ke ruang kosong.

Tidak masalah jika dia hanya pergi kemanapun dan menghilang. Bahkan sekarang, otaknya sangat tertarik
sekali dengan ide tersebut.

Meskipun dia telah mencari di hatinya atas apa yang ingin dia inginkan, dia hanya menemukan sebuah lubang
kosong di tempat itu. Bahkan tak ada sedikitpun sisa dari tujuan yang sudah hancur dulu.

Lalu mengapa-

Melihat ke bawah, katana ada di tangan kanannya. Di balik bajunya, dia sedang mengenakan baju rantai (chain
shirt).

Alasan mengapa dia menggenggam katana sebelum tiba di ibukota adalah rasa takut. Meskipun jika dia tahu
bahwa itu tidak akan ada apa-apanya bagi monster yang disebut Shalltear yang telah menahan serangan
kekuatan penuh miliknya hanya dengan kuku dari jari kelingkingnya, kegelisahan tanpa adanya pedang itu
terlalu besar dirasakan.

Lalu mengapa dia masih tetap memegangnya ? Tidak masalah meskipun dia meninggalkan pedang itu. Seperti
yang diduga, apakah itu karena dia gugup ?

Memikirkannya lagi, Brain memiringkan kepalanya.

Tidak.

Namun, kenapa dia membawa katana itu bersamanya, tak ada jawaban yang datang.

Brain berjalan sambil mengingat ibukota waktu dulu ketika dia mengunjunginya untuk pertama kali. Sementara
bangunan seperti istana dan guild Magician masih tetap tidak berubah, dia melihat banyak bangunan yang baru.
Saat Brain mencoba untuk menikmati jarak di ingatannya, ada sebuah keributan di jalan depan sana.

Dia mengerutkan dahi melihat keributan itu. Suara yang datang dari depannya dipenuhi dengan rasa kekerasan
yang tajam.

Saat dia akan berputar untuk mengambil jalan berbeda, matanya menjadi tertarik oleh seorang pak tua. Pak tua
itu kelihatannya seperti meluncur menembus kerumunan itu saat dia menuju jauh ke dalam.

"..A-Apa ? Gerakan apa itu ?"

Matanya berkedip beberapa kali saat kalimat itu tak sengaja keluar. Gerakan-gerakan itu benar-benar terlalu
luar biasa. Itu membuatnya seakan-akan dia baru saja melihat mimpi di siang bolong, atau mungkin hasil dari
semacam mantra.

Masih diragukan apakah Brain bisa mengikuti gerakan pak tua itu atau tidak. Teknik seperti itu hanya mungkin
bisa dilakukan jika seseorang bisa membaca aliran dari dorongan dan tarikan yang tercipta baik dari individu
tersebut dan seluruh kerumunan.

-Apa yang dia lihat adalah sebuah keahlian dari tubuh.

Kakinya bergerak ke arah pak tua itu tanpa ragu.

Setelah mendorong minggir orang lain dan tiba di tengah kerumunan, apa yang Brain lihat adalah saat ketika
pak tua itu menyerang dagu pria tersebut dengan kecepatan yang tinggi.

Lalu bagaimana ? Serangan yang tadi itu... Jika itu adalah aku, bisakah aku menghindarinya ? Itu mungkin sulit.
Apakah dia menipu indera pria tersebut ? Apakah aku hanya terlalu banyak berpikir ? Lagipula, itu adalah
serangan yang sangat bersih, tak ada satupun gerakan yang sia-sia...

Dia bisa merasakan kekaguman yang keluar dari mulutnya saat dia merenungkan serangan yang saja dia lihat
tadi.
Bukan hanya dia tidak bisa melihatnya dengan jelas, sangat sulit membandingkan seorang pemakai pedang dan
seorang ahli beladiri yang menggunakan unit pengukuran yang sama. Namun, meskipun dalam waktu sekejap
itu sudah lebih dari cukup untuk bisa memahami bahwa pak tua itu sangat kuat.

Pak tua itu mungkin bahkan lebih kuat dari dirinya.

Sambil menggigit bibir bawahnya, Brain membandingkan sisi samping dari wajah pak tua itu dengan data dari
lawan-lawan yang ahli yang ada di dalam ingatannya. Namun, dia berbeda dari mereka semua.

Siapa dia sebenarnya ?

Dalam satu kedipan, pak tua itu bergerak keluar dari kerumunan. Seorang bocah juga menjauh, seakan
mengikuti pak tua itu. Bertindak karena dorongan, dia seperti ditarik ke dalam, Brain mulai mengikuti si bocah.

Rasanya pak tua itu seperti memiliki mata di punggungnya, membuatnya sulit bagi Brain untuk mengikutinya
dari dekat. Tapi dengan bocah itu, itu bukan masalah. Dan meskipun jika bocah itu ditemukan, Brain sendiri
masih akan aman.

Sesaat setelah dia mulai mengikuti mereka, Brain merasakan kehadiran beberapa orang lain yang mengikuti.
Namun, apakah mereka mengikuti pak tua atau si bocah bukanlah urusannya.

Akhirnya, dua orang itu berbelok ke sudut dan jalan mereka berlanjut semakin gelap. Brain merasa gugup, itu
seperti dia sedang dipancing.

Apakah si bocah itu tidak berpikir curiga ? Saat Brain mulai penasaran, bocah itu bicara kepada pak tua
tersebut.

Karena mereka baru saja berbelok dari sudut, Brain mampu bersembunyi di dalam lorong dan mendengarkan
pembicaraan mereka.

Untuk meringkas percakapan mereka, bocah itu ingin belajar dari pak tua itu.

Omong kosong. Pak tua itu tidak akan menerima bocah yang masih hijau sepetinya sebagai seorang murid.

Ketika membandingkan kemampuan dari mereka berdua, jika si bocah adalah batu kerikil, maka pak tua itu
seperti permata yang besar. Mereka hidup dalam dunia yang benar-benar berbeda.

....Sayang sekali. Aku tidak mengira bahwa mengetahui perbedaan dalam kemampuan antara dirimu dengan
orang lainnya akan semenyedihkan ini. Sudah cukup, bocah.

Brain berpikir sendiri tanpa mengatakannya dengan keras.

Sementara yang dia maksud adalah bocah itu, juga diarahkan kepada dirinya sendiri di masa lalu yang masih
cukup bodoh untuk percaya bahwa dia adalah yang terkuat.
Saat dia melanjutkan menguping - dia tidak sedikitpun memberi perhatian tentang rumah bordil - Kelihatannya
sudah diputuskan bahwa pak tua itu akan melatihnya mungkin sekali atau dua kali. Pak tua sekaliber itu, kepada
bocah sepertinya, Brain tidak bisa berpikir apapun yang layak diajarkan.

Apa yang terjadi ? Apakah mataku kabur lagi ? Tidak, bukan itu. Kemampuan bocah itu tidak spesial dan dia
bahkan tidak memiliki bakat apapun!

Latihan macam apa yang akan dia berikan ? Tapi dari posisi ini, dia hanya bisa mendengar, tidak bisa melihat.
Tak mampu menahan rasa penasarannya, Brain mematikan kehadirannya dan pelan-pelan bergerak untuk
mencoba mengintip dari sudut. Saat itu-

Sebuah energi yang menakutkan menusuk seluruh tubuhnya.

Teriakannya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Seluruh tubuhnya benar-benar membeku.

Rasanya seperti binatang karnivora raksasa sedang bernafas dalam jarak satu inchi dengan hidungnya. Dunia
dipenuhi dengan rasa haus darah yang luar biasa. Itu membuatnya penasaran apakah jantungnya sudah berhenti
berdetak atau tidka.

Udara ini bahkan mungkin setara dengan Shalltear Bloodfallen, pikir Brain, yang dia percayai sebagai makhluk
terkuat di dunia ini.

Jika ada orang yang lemah pikiran, jantung mereka pasti akan benar-benar berhenti. Kakinya gemetar, dia
terjatuh ke tanah dengan suara gedebuk.

Jika aku seperti ini, mungkinkah bocah itu sudah tewas ?

Jika dia beruntung, maka dia hanya akan pingsan.

Tertekuk lututnya, gemetar saat dia menopang diri dengan lengannya, Brain mencari kehadiran dua orang itu
dan menyaksikan pemandangan yang tidak mungkin. Meskipun hanya dalam sekejap, goncangan itu
membuatnya melupakan ketakutannya.

Bocah itu masih berdiri.

Seperti Brain, kedua kakinya gemetar karena terror. Meskipun begitu, dia masih berdiri.

A-Apa yang terjadi ? Bagaimana mungkin bocah itu masih bisa berdiri ?

Dia tidak mengerti bagaimana bocah itu masih berdiri sementara dirinya sendiri lutut dan tangannya sudah
bersikap memalukan.

Apakah bocah itu memiliki item magic yang bisa menahan rasa takut atau tahu sebuah martial art yang sama
efeknya ? Ataukah dia memiliki semacam bakat spesial ?

Dia tidak bisa mengatakannya dengan yakin bahwa kemungkinan itu tidak ada. Namun, sambil menatap
punggung si bocah yang tak dapat diandalkan, Brain tahu secara intuitif bahwa itu bukan masalahnya.
Meskipun tidak mungkin, hanya itu yang bisa dia pikirkan.

Bocah itu lebih kuat dari Brain.

Menggelikan! Bagaimana mungkin bisa begitu!

Meskipun kelihatannya dia telah melatih tubuhnya, dia masih kurang berisi. Dari saat melihat bagaimana dia
menggerakkan kaki dan tubuhnya sambil mengikutinya, bocah itu kelihatannya tidak memiliki bakat sedikitpun.
Meskipun begitu, hasilnya berbeda.

A-Apa yang terjadi ? Apakah aku selemah itu ?

Helaan nafasnya semakin suram.

Brain tahu bahwa air mata sudah jatuh dari matanya. Namun, dia tidak bisa memanggil energi untuk
mengusapnya.

"Uuu, ugh...kuh..."

Dia mencoba sebisa mungkin untuk tidak menangis keras-keras. Meskipun begitu, air matanya mengalir tanpa
akhir.

"Me..Mengapa..Mengapa."

Brain menggenggam tanah dan memfokuskan kekuatannya untuk berdiri. Tapi rasa haus darah itu masih
menabrak tubuhnya membuatnya tidak mampu bergerak walaupun hanya satu inchi. Hal terbaik yang bisa dia
lakukan adalah mengangkat wajahnya dan melihat ke arah bocah dan pak tua itu.

Dia melihat punggungnya.

Bahkan sekarang, bocah itu masih berdiri.

Bahkan sekarang, bocah itu masih berdiri berhadapan dengan pak tua tersebut dengan rasa haus darahnya.
Punggung yang dia kira lemah terlihat luar biasa jauhnya.

"Apakah aku..."

Selalu selemah ini ?

Dia merasa marah dengan dirinya, bahkan setelah rasa haus darah itu sudah menghilang, hal terbaik yang bisa
dia lakukan adalah berdiri.
Latihan mereka kelihatannya masih tetap berlanjut. Tak mampu menahan lagi, Brain memerah seluruh
keberaniannya dan berteriak saat dia melompat keluar dari sudut itu.

"-Tu..Tunggu! Aku mau tanya!"

Dia tidak lagi berpikir bahwa dia tidak seharusnya ikut campur dengan latihan mereka atau bahwa dia
seharusnya menemukan timing yang tepat untuk muncul.

Bahu si bocah melompat saat suara putus asa itu terdengar dan membuatnya berbalik, menunjukkan ekspresinya
yang terkejut. Jika posisi mereka dibalik, Brain juga, akan muncul dengan reaksi yang sama.

"Pertama, aku benar-benar minta maaf sudah menyela kalian berdua. Maafkan aku. aku tidak tahan lagi untuk
menunggu."

"...Apakah dia adalah orang yang anda kenal, Sebas-sama ?"

"Tidak, aku tidak kenal. Ternyata begitu, jadi kamu juga tidak mengenalnya..."

Mereka saling melihatnya dengan curiga. Namun, itu adalah hal yang memang bisa diduga.

"Pertama dan yang paling awal, nama saya adalah Brain Unglaus. Sekali lagi, biarkan saya meminta maaf
karena sudah menyela kalian berdua. Saya minta maaf."

Dia membungkuk lebih dalam dari sebelumnya. Dia bisa merasakan mereka berdua sedikit bergerak.

Setelah dia merasa sudah cukup lama menunjukkan ketulusannya, Brain mengangkat wajahnya dan melihat
ekspresi mereka yang mengandung kecurigaan yang lebih sedikit dari sebelumnya.

"Dan apa keperluanmu dengan kami ?"

Dari pertanyaan pak tua, Brain menatap si bocah.

"Ada apa ?"

Saat si bocah bertanya-tanya, Brain mengajukan pertanyaan, seperti batuk-batuk mengeluarkan darah.

"Mengapa...bagaimana kamu masih bisa berdiri setelah menerima rasa haus darah seperti itu ?"

Mata bocah itu sedikit melebar. Karena wajahnya memang tidak ada ekspresinya, gerakan sekecil itu terasa
seperti perubahan besar dalam emosinya.

"Aku ingin mendengarnya. Rasa haus darah itu jauh melebihi ketahanan dari manusia biasa. Bahkan tubuhku
ini... maaf, bahkan aku tak bisa menahannya. Tapi kamu berbeda, kamu menahannya. Kamu masih berdiri.
Bagaimana bisa kamu melakukannya?! Bagaimana hal itu mungkin ?"
Dia tidak bisa berbicara seperti biasanya karena kegirangannya. Namun, sulit untuk menahannya. Dia yang
telah menyerah dengan rasa takutnya dan kabur di hadapan kekuatan yang luar biasa dari Shalltear Bloodfallen,
dan bocah yang menerima rasa haus darah bisa setara dengannya dan tetap berdiri, dimana perbedaan mereka
datangnya ?

Dia harus tahu tak perduli bagaimana.

Seakan pemikiran ini tersalurkan kepadanya, meskipun si bocah terlihat bingung, dia memikirkannya dan
membalas.

"...Entahlah. di dalam pusaran yang dipenuhi dengan rasa haus darah sebanyak itu, aku tidak tahu bagaimana
aku bisa bertahan. Tapi mungkin ... itu karena aku sedang memikirkan tuanku."

"...Tuan ?"

"Ya. Ketika aku memikirkan orang yang aku layani....kekuatan meningkat dari dalah tubuhku."

Bagaimana mungkin kamu bisa bertahan dengan hal seperti itu ?

Meskipun Brain ingin meneriakkannya, sebelum dia bisa melakukannya, pak tua itu bicara dengan lirih.

"Itu artinya kesetiaannya lebih besar dari rasa takutnya. Unglaus-sama, manusia bisa menunjukkan kekuatan
yang luar biasa jika itu untuk orang yang penting bagi mereka. Seperti bagaimana seorang ibu yang mengangkat
sebuah tiang untuk menyelamatkan anaknya yang terjebak di dalam rumah, seperti bagaimana seorang suami
yang mengangkat istrinya dengan satu tangan ketika sang istri akan roboh, aku yakin itu adalah kekuatan
manusia. Orang yang ada disini juga, dia menunjukkan kekuatan itu. Dan dia tidak sendiri dalam hal ini. Jika
anda memilikinya anda tidak akan menukarnya dengan apapun, maka Unglaus-sama akan mampu menunjukkan
sebuah kekuatan yang lebih besar daripada yang diduga dari diri sendiri."

Brain tidak bisa membuat dirinya percaya pada kata-kata itu. Hal yang tidak ingin dia tukar dengan apapun,
'keinginannya terhadap kekuatan' akhirnya jadi percuma. Terlalu mudah, mudah dihancurkan. Apakah dia
menjadi semakin ketakutan dan kabur ?

Saat ekspresinya semakin gelap dan wajahnya menunduk ke bawah, kalimat berikutnya dari pak tua itu
membuat wajahnya terangkat.

"...Apa yang ditingkatkan sendiri akan menjadi lemah. Lagipula, itu akan berakhir ketika dirimu sendiri hancur.
Namun, jika kamu membangun dirimu dengan orang lain, jika kamu bisa memberikan seluruh apa yang kamu
punya untuk orang lain, maka meskipun jika kamu hancur kamu tidak akan jatuh."

Brain memikirkan dirinya sendiri. Apakah dia memiliki hal semacam itu ?

Namun, tidak ada. Dia telah membuangnya ke samping, berpikir bahwa hal itu tidak berguna dan tidak perlu
untuk pengejarannya dalam hal kekuatan. ternyata mereka benar-benar penting.
Brain tertawa keras. Hidupnya tidak dipenuhi melainkan dengan hanya kesalahan. Sebelum dia tahu, kalimat
yang keluar dari mulutnya terdengar seperti pernyataan.

"Aku telah membuang semua itu. Apakah masih telat bagiku untuk mencoba lagi ?"

"Tidak apa. Bahkan orang sepertiku yang tidak punya bakat apapun mampu melakukannya. Jika itu adalah
Unglaus-sama, aku tidak ragu bahwa anda akan bisa melakukannya! Pasti belum terlambat!"

Kalimat bocah itu tidak memiliki bukti. Namun, anehnya, Brain merasakan sensasi hangat mengalir ke seluruh
jantungnya.

"Kamu memang baik dan kuat... Maafkan aku."

Bocah itu menjadi berdebar karena permintaan maaf yang tiba-tiba. Seseorang dengan keberanian seperti ini,
dia telah mengejeknya dan menyebutnya bocah.

Dasar bodoh. Aku sangat, sangat bodoh...

"Tapi jika anda bilang bahwa anda adalah Brain Unglaus... jangan-jangan anda yang bertarung melawan
Stronoff-sama di masa lalu ?"

"...Jadi kamu teringat... Apakah kamu melihat pertarungannya ?"

"Ah, saya tidak bisa melihatnya. Saya hanya mendengarnya dari orang lain yang melihatnya. Orang itu bilang
bahwa Unglaus-sama adalah ahli pedang menakjubkan dan orang-orang dengan kemampuan seperti itu di
Kingdom hanya bisa dihitung dengan jari. Sekarang setelah aku melihat sendiri postur anda dan bagaimana
anda membertahankan pusat gravitasi tubuh anda saat bergerak, aku tahu bawah orang itu memang bicara
benar!"

Mendorong kembali pujian asli dari Climb, Brain tergagap dan membalas.

"..Erhm.tr-trims. Aku-Aku sama sekali tidak berpikir sehebat itu, tapi... aku sedikit gembira bahwa kamu
memberiku pujian sebanyak itu."

"Hmm.. Unglaus-sama."

"Tetua, panggil saja saya Unglaus. Saya tidak layak diberi kehormatan orang orang seperti anda, Tetua!"

"Kalau begitu karena namaku adalah Sebastian, silahkan panggil aku Sebas... Kalau begitu Unglaus-kun."

Meskipun dia merasa sedikit canggung dengan tambahan -kun yang menempel pada namanya, tidak aneh ketika
mempertimbangkan perbedaan usia mereka.

"Bagaimana kalau anda mengajarkan pedang kepada Climb-kun ini ? Aku yakin itu akan terbukti
menguntungkan bagi Unglaus-kun juga."
"Ah, maafkan saya! Nama saya Climb, Unglaus-sama."

"Kalau begitu tetua...maaf, Bukankah Sebas-sama yang akan mengajarinya ? Kelihatannya anda tadi
mendiskusikan hal itu sebelum saya menyela"

"Ya, itu adalah niat saya pada awalnya. Tapi aku merasa bahwa perlu untuk menghadapi tamu-tamu saya-ah, ini
dia mereka. Kelihatannya mereka sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan mereka."

Brain terlambat memutar matanya ke arah yang dilihat oleh Sebas.

Tiga orang menunjukkan diri. Mereka masing-masing memakai baju rantai (Chain Shirt) dan memegang senjata
pedang pada sarung tangan kulit tebal mereka.

Mereka benar-benar mengeluarkan nafsu membunuh yang melebihi sikap permusuhan biasa. Meskipun rasa
haus darah mereka hanya diarahkan kepada pak tua itu, mereka kelihatannya bukan tipe yang mengampuni dan
melepaskan saksi.

Melihat orang-orang tersebut, Brain tanpa sengaja mengeluarkan suara cempreng yang dipenuhi dengan
keterkejutan.

"Tidak mungkin! Mereka datang kemari meskipun setelah menerima haus darah tadi ? Apakah mereka sekuat
itu?!"

Maka dia bisa membayangkan bahwa masing-masing dari mereka adalah para ahli - tidak, bahkan lebih kuat
dari Brain sendiri. Apakah alasan menguntit mereka agak ceroboh karena mereka terlalu terfokus dalam
menyempurnakan skill mereka sebagai gantinya ?

Namun, ketakuan Brain ditolak oleh Sebas.

"Rasa haus darah tadi hanya diarahkan kepada kalian berdua."

"..Apa ?"

Bahkan Brain sendiri berpikir bahwa suara mereka terdengar diam.

"Bagi Climb, itu adalah latihan baginya. Bagimu, karena kamu kelihatannya tidak ada niat untuk menunjukkan
muka, aku mengirimkannya untuk mencoba dan menarikmu keluar untuk mengetahui rasa permusuhan apapun
yang mungkin kamu bawa dengan semangatmu dalam bertarung. Aku tidak melakukannya kepada orang-orang
itu karena aku tahu bahwa mereka adalah musuh sejak awal. Akan merepotkan bagiku jika mereka ketakutan
dengan haus darahku dan kabur malahan."

Sebas menyelipkan sesuatu yang menakutkan dalam penjelasannya. Bain bahkan tidak bisa lagi lebih terkejut.
Tidak mengira bahwa dia bisa mengendalikan haus darah dengan skala sebesar dan keakuratan seperti itu, itu
bukan lagi sesuatu yang bisa dipahami dalam batasan hal yang masuk akal.
"Te..Ternyata begitu. Maka anda tahu identitas orang-orang itu ?"

"Aku bisa membuat sebuah dugaan tapi aku tidak yakin. Itulah kenapa aku berniat untuk menangkap satu atau
dua untuk infomrasi. Namun-"

Sebas membungkukkan kepalanya.

"Aku tidak ingin kalian berdua ditarik dalam hal ini. Bisakah kalian segera meninggalkan tempat ini ?"

Mendengar kalimat ini, Climb bertanya kepadanya.

"Sebelum itu, saya punya pertanyaan yang ingin saya ajukan. Apakah orang-orang itu ... apakah mereka
kriminal ?"

"...Kelihatannya begitu. Aku tidak mengira mereka sebagai orang dengan tipe yang menjalani kehidupan
dengan benar."

Setelah mendengar jawaban Brain, api membakar mata Climb.

"Mungkin aku hanya akan menghalangi saja, tapi aku juga ingin bertarung. Sebagai seseorang yang melindungi
keamanan ibukota, sudah jelas aku harus melindungi penduduknya."

Di dalam pikirannya, Brain berpikir bahwa tidak ada jaminan jika Sebas adalah satu-satunya dalam situasi ini.
Yah, tidak diragukan lagi siapapun yang membandingkan orang-orang yang baru saja muncul dengan Sebas
yang mengeluarkan kesan integritasnya akan percaya bahwa dia adalah sisi kebaikan. Tapi meskipun begitu,
tidak ada jaminan.

Masih hijau...

Namun, dia bersimpati dengannya. Ketika membandingkan seseorang yang menyelamatkan bocah tadi dari
pemabuk dengan orang-orang ini, sangat jelas sisi mana yang akan diambil oleh Brain.

"Meskipun mungkin anda tidak akan memerlukan bantuan apapun... Sebas-sama, saya akan memberi bantuan
juga."

Brain berdiri di samping Climb. Sebas tidak akan memerlukan bantuan...tidak, bahkan tidak akan ada artinya
mereka disana. Namun, untuk mencoba meniru Climb yang bertarung untuk orang lain, Brain memilih sebuah
jawaban bahwa dirinya yang dulu tidak akan melakukannya. Meskipun hati bocah itu kuat, kemampuannya
dengan pedang masih kurang. Dia harus melindunginya.

Brain menatap senjata yang dipegang orang-orang itu dan mengerutkan dahi.

"Racun... Kelihatannya mereka berpengalaman melihat bagaimana mereka menggunakan sebuah senjata yang
bisa membunuh mereka... Apakah mereka assassin ?"
Ada garis yang terpahat pada mata pedang mereka, juga disebut sebagai mail breaker (penghancur baju rantai).
Cairan di mata pedang itu memberikan kilauan jahat. Dan cara gerakan mereka yang gesit terfokuskan pada
gerakan mereka, berbeda dari ahli-ahli pedang itu, semuanya memastikan ucapan Brain.

"Climb-kun, berhati-hatilah. Meskipun akan berbeda jika kamu memiliki item magic yang bisa menghalangi
poison, anggap dirimu mati jika kamu terkena sekali saja."

meskipun kemampuan fisik Brain membuat poison tidak efektif, akan sulit bagi Climb untuk menahan mereka.

"Melihat bagaimana kalian tidak langsung menyerang setelah menunjukkan diri, bolehkah aku berasumsi bahwa
kalian merencanakan mengurung serangan dan memiliki dua orang lainnya yang sedang menunggu ? Karena
kami sudah mengetahui titik itu, pertama, apakah kita akan menerobos mereka ?"

Sebas dengan sengaja bersuara keras agar musuhnya bisa mendengarnya, menyebabkan orang-orang itu sejenak
terdiam. Mereka gemetar karena rencana mereka untuk menyerang sambil mengepung sudah diketahui.

"Kelihatannya itu adalah pilihan yang paling aman. Akan lebih baik menghancurkan barisan depan dan
menyerang mereka yang ada di belakang."

Brain setuju dengan Sebas. Namun, ide itu ditolak oleh yang menawarkan.

"Ah, tapi nantinya akan ada kemungkinan mereka kabur. Aku akan menangani tiga orang di depan. Bagaimana
kalau kalian berdua di sisi lainnya dan menghadapi dua orang yang akan datang ?"

Brain membalas bahwa dia mengerti dan Climb menganggukkan kepala setuju. Ini adalah pertarungan Sebas
dan mereka adalah yang memaksa membantu. Selama Sebas tidak membuat kesalahan kritis, mereka harus
mengikuti instruksinya.

"Baiklah, ayo maju."

Brain bicara kepada Climb dan memutar kepalanya kepada orang-orang itu. Meskipun dia menunjukkan sisi
dirinya yang tidak dijaga kepada orang-orang yang dipenuhi dengan rasa permusuhan tersebut, berkat Sebas, dia
tidak khawatir. Saat dia menyerahkan punggungnya kepada Sebas, dia merasakan perasaan aman yang
meningkat, seperti sebuah dinding tebal yang telah dibuat di sekitarnya.

"Sekarang, meskipun ini adalah hal yang disayangkan... Aku akan menjadi musuhmu. -Oh tidak, aku tidak bisa
membuatmu tidak setia dengan mereka berdua."

Ketiak Brain melihat ke arah bahunya, Sebas sedang menggenggam tiga pisau kecil di jari-jari tangan
kanannya. Dia menjentikkan jari-jarinya dan pisau-pisau yang dilemparkan ketiga pria tersebut kepada sisi tak
terlindung dari Brain dan Climb seluruhnya jatuh ke tanah.

Rasa haus darah di mata para musuh itu berkurang drastis.

jelas saja, melihat pisau-pisau yang mereka lemparkan dihadang seperti itu akan membuat siapapun kehilangan
semangat bertarung. Jadi kalian akhirnya menyadari seberapa kuat Sebas-sama, eh ? Tapi sudah terlambat.

Tidak ada jalan untuk kabur dari pak tua itu. Meskipun jika kalian bertiga berpencar ke arah yang berbeda.

"Menakjubkan."

Climb berjalan ke samping Brain.

"Memang benar. Jika seseorang berkata bahwa Sebas-sama adalah yang terkuat di Kingdom, aku pasti akan
menganggukkan kepala."

"Bahkan lebih kuat dari Kapten Prajurit ?"

"Maksudmu Stronoff. Sebenarnya, melawan tetua itu, Aku..Aku..., maaf. Aku akan bicara seperti biasanya.
Bahkan jika Stronoff dan aku menyerangnya bersama-sama, tidak mungkin kami bisa menang... Ah, mereka
disini."

Dua orang lainnya muncul ketika mereka berputar di sudut. Seperti yang diduga, mereka berpakaian seperti tiga
orang sebelumnya. Ada suara pedang yang terhunus dan Brain juga mengikutinya.

"Alasan bahwa mereka tidak menyisakan seseorang sebagai penyergap untuk melempar pisau mungkin karena
tetua sudah melihat rencana mereka."

Seorang penyergap hanya efektif jika itu adalah sebuah keterkejutan, gagal dalam hal tersebut, mereka hanya
akan memisahkan kekuatan mereka. Karena mereka sudah diketahui, mereka mungkin sudah bertekad bahwa
bekerja sama dari awal akan memberikan peluang kemenangan yang lebih besar.

"Itu adalah pemikiran yang naif... Climb, aku akan menangani yang di kanan, kamu hadapi yang ada di kiri."

Brain memeriksa cara mereka bergerak dan menebak yang mana yang lebih lemah dari dua orang itu, lalu
memberi instruksi kepadanya. Si Bocah mengangguk dan mengangkat pedangnya. Tiada keraguan adalah hal
yang unik bagi seseorang yang mengalami situasi dimana nyawa mereka dipertaruhkan. Brain lega bocah ini
bukan seorang perjaka dalam pertarungan yang sebenarnya.

Climb seharusnya bisa mengalahkan yang itu tapi... karena dia menggunakan racun, itu akan jadi pertarungan
yang hampir.

Meskipun Climb memiliki pengalaman bertarung, dia kelihatannya tidak seperti seseorang yang berjalan di
jalan yang penuh darah dimana bertarung melawan pengguna racun sangat sering. Ini mungkin adalah pertama
kalinya bagi Climb bertarung melawan racun. Brain juga, dia selalu waspada berlebihan ketika bertarung
melawan monster yang menggunakan asam atau racun, membuatnya sulit baginya untuk menunjukkan
kekuatannya yang penuh dalam situasi tersebut.

Bukankah akan lebih baik jika aku akan membunuh yang di sebelah kanan dengan cepat dan menolongnya ?
Akankah itu akan menguntungkannya ? Apakah aku menginjak tekadnya untuk membantu dengan kekuatannya
sendiri ? Apakah aku harus bertarung sebagai gantinya ? Tidak... akankah Sebas-sama membantunya jika
keadaan menjadi terdesak ? Apakah aku harus melangkah jika tak ada tanda bahwa dia akan membantunya ?
Tidak kukira aku akan mengkhawatirkan hal ini...

Brain menggaruk kepalanya dengan tangan yang tidak sedang memegang katana dan menatap langsung ke arah
musuh.

"Sekarang ini, maaf tapi aku harus membuatmu menjadi tumbal untuk memenuhi waktuku yang luang."

Tiga serangan.

Sebas mendekat dan dengan tinjunya, menanamkan serangan kepada masing-masing lawan. mereka bahkan
tidak bisa bereaksi, jangan mempertahankan diri. Dan dengan itu, selesai sudah.

Jelas sekali. Dengan kekuatan tempur yang termasuk kelas atas bahkan di dalam Nazarick, Sebas bisa
mengalahkan asssassin dengan level seperti ini hanya dengan jari kelingkingnya.

Dia mengalihkan matanya ke arah lawan yang roboh dan melihat pertarungan di belakangnya.

Brain mengungguli lawannya dari awal hingga akhir dan Sebas bisa melihatnya tanpa khawatir.

Assassin yang dia hadapi kelihatannya sedang mencari celah agar bisa kabur. Namun, Brain tidak
memperbolehkannya dan melawannya seperti sedang bermain dengannya. Tidak, daripada disebut seperti itu,
kelihatannya dia sedang mencoba menggunakan berbagai macam variasi serangan dan membuang 'karat' di
tubuhnya.

Dia memang menyebutkan tentang waktu luang. Dan kelihatannya alasan dia tidak menyerang dengan serius
adalah karena khawatir tentang Climb dan ingin bersiap untuk melompat dan menolong di saat kapanpun. Dia
lebih perhatian daripada yang aku duga.

Sebas menggerakkan matanya dari Brain ke arah Climb.

Yang disini seharusnya juga tidak apa.

Adu serangan, meskipun senjata beracun bisa membuat tidak tenang, situasinya tidak cukup buruk sehingga dia
harus langsung pergi menolongnya. Menyakitkan rasanya jika orang asing yang baik harus terseret ke dalam
masalah yang dia sebabkan. Namun-

Jika kamu tidak bilang ingin menjadi kuat, aku akan pergi kesana untuk membantumu. Sebuah pertempuran
dengan nyawa dipertaruhkan juga adalah latihan yang bagus. Aku akan membantumu jika keadaan menjadi
berbahaya.

Climb menggunakan pedangnya untuk mengalihkan tusukan lawan.

Keringat dingin mengalir di punggungnya. Hampir berhasil menusuk armor miliknya. Sebuah wajah kecewa
berkelebat di wajah musuhnya.

Climb menempatkan pedangnya di depan dan mengukur jarak diantara mereka. Lawannya di sisi seberang
bergerak maju dan mundur untuk menghentikannya mengukur jarak.

Biasanya, Climb akan menahan dengan perisainya dan menggunakan pedangnya untuk menyerang.
Kesulitannya saat ini dalam bertarung dengan hanya pedang disingkirkan baik dari pikiran dan tubuhnya. Bukan
hanya itu, senjata beracun juga memberikan beban baginya. Dia tahu betul bahwa penghancur baju rantai
dikhususkan untuk menusuk, dan semacamnya, itu adalah satu-satunya bagian yang harus dia waspadai. Tapi
meskipun begitu, seperti yang dia duga, pemikiran tidak boleh terkena satupun goresan membuat gerakannya
tumpul.

Dia bisa merasakan kelelahan yang semakin meningkat, bukan hanya di tubuhnya, tapi pikirannya juga.
Nafasnya semakin tidak beraturan.

Hal yang sama berlaku juga bagi lawanku. Aku bukan satu-satunya yang kelelahan.

Sepertinya, dahi lawannya juga licin karena keringat. Dia sangat lincah, menggunakan gerakan cepat untuk
menjadikan musuh tidak teratur, itu adalah gaya yang cocok untuk seorang assassin. Itulah kenapa memberikan
satu luka saja di lengan atau kaki akan membuat assassin kehilangan keuntungan dan menghancurkan
keseimbangan kekuatan antara mereka.

Pertarungan itu akan diputuskan oleh serangan tunggal.

Itu adalah alasan dari kegelisahan mereka yang mengalir. Tentu saja, ini adalah bagaimana sebuah pertarungan
antara mereka yang memiliki skill yang mirip. Bagaimanapun juga, itu akan lebih jelas dalam pertarungan
tertentu.

"Haa!"

Dengan nafas yang berat, Climb menyerang. Itu adalah sebuah ayunan kecil dengan sedikit kekuatan
dibaliknya. Sebuah ayunan yang lebar akan membuka sebuah celah yang besar jika dia luput.

Assassin itu dengan mudah menghindari serangannya dan menusukkan tangannya ke arah baju rantai.
Memprediksikan gerakan selanjutnya, Climb menjawab waspada terhadap tangan asassin.

Climb menahan pisau yang terbang ke arah matanya dengan pedangnya.

Itu adalah nasib baik. Untungnya, dia masih bisa menangkis serangan karena dia sudah memfokuskan
perhatiannya dengan hati-hati.

Namun tanpa memberinya peluang bernafas lega, assassin itu menyerang bawah.

Oh tidak!
Sebuah getaran merangkak di tulang belakangnya.

Dia tidak mungkin bisa menghadang serangan tambahan ini. Takut akan pisau membuatnya menangkis dengan
ayunan yang lebar. Karena pedangnya masih di udara, dia tidak bisa menariknya dengan cepat untuk
menyamakan timing untuk menyerang balik. Meskipun dia ingin terfokus pada menghindar, assassin tersebut
mengalahkannya dalam hal kelincahan.

Dia tersudut. Setidaknya, menggunakan lengannya sebagai perisai dan-

Saat Climb membulatkan tekad, assassin yang menyerangnya tiba-tiba menutupi wajahnya dan melompat ke
belakang dengan jangkauan yang lebar.

Sebuah batu kecil dengan ukuran sebesar kacang datang melayang dan mengenai kelopak mata kiri assassin
tersebut. Menekan hingga batasnya, Otak Climb yang cepat memastikannya.

Meskipun tanpa berbalik, dia tahu siapa yang telah melemparkanya. Sebagai bukti, dia mendengar suara Sebas
datang dari belakang tubuhnya.

"Ketakutan adalah emosi yang berharga. Namun, jangan sampai dikalahkannya. Aku sedang melihatnya dari
tadi, tapi ini adalah pertarungan yang sangat tumpul dan setengah hati. Jika musuhmu memiliki tekad
mengorbankan sebuah lengan, itu pasti akan menjadi kematianmu. Jika kekuatanmu meninggalkanmu,
menanglah dengan kepalamu. Ada waktunya ketika otak melebihi tubuh."

Ya!

Menjawab di dalam kepalanya, dia terkejut ketika dia mendapatkan kembali ketenangannya. Itu bukan sebuah
perasaan aman dari bersandar kepada seseorang untuk membantunya. Namun, itu karena seseorang sedang
melihatnya.

Dia tidak bisa sama sekali menghapus ketakutan jika dia mungkin akan mati. Namun-

"Jika... aku mati, tolong bilang Renner-sama, tolong bilang pada sang putri bahwa saya bertarung dengan baik."

Dia mengeluarkan helaan nafas panjang dan pelan-pelan mengangkat pedangnya.

Climb melihat bahwa cahaya di mata assassin itu berbeda dengan sebelumnya. Meskipun waktu mereka singkat,
mungkin hati mereka telah menemukan sebuah sambungan melalui pertarungan yang mempertaruhkan nyawa
mereka ini.

Seperti bagaimana Climb menemukan tekadnya, assassin itu juga kelihatannya mengetahui dan menemukannya
pula.

Assassin itu melangkah ke depan. Tak usah dikatakan, dia memperpendek jarak tanpa berkata apapun.

Mempertimbangkan jika dia telah memasuki jangkauannya, Climb menurunkan pedangnya. Dalam sekejap,
assassin itu melompat ke belakang. Dia telah membaca kecepatan pedang Climb dan menggunakan dirinya
sebagai umpan untuk mencoba tipuan.

Tapi ada satu hal yang terlewatkan dari assassin itu.

Tidak diragukan lagi, assassin itu telah melihat sebagian besar teknik berpedang Climb. Namun, itu hanya
mengecualikan satu serangan, tebasan vertikal yang sangat dipercayai oleh Climb. Tebasan itu lebih berat dan
lebih cepat dari serangan apapun lainnya.

Pedang yang menancap di bahu assassin itu dihentikan oleh baju rantai dan tidak membelahnya menjadi dua
sama sekali. Namun, bisa dengan mudah menembus tulang belikat, menembus daging, dan bahkan
menghancurkan pedang di bahunya.

Assassin tersebut meronta-ronta saat dia bergulung-gulung di tanah. Luka yang sangat kuat sehingga
teriakannya menjadi hening, air liur menetes dari mulutnya.

"Bagus sekali."

Sebas muncul dari belakang dan tanpa susah menendang perut assassin itu.

Dengan hanya itu, assassin itu menjadi boneka yang putus benangnya dan tidak bergerak. Dia telah jatuh
pingsan.

Di sudut matanya, Brain sudah mengalahkan assassin lawannya dan sedikit mengangkat tangan untuk
mengucapkan selamat kepadanya.

"Kalau begitu mari kita mulai interogasinya. Jika kalian memiliki hal yang ingin kalian dengar, tolong jangan
ragu dan bertanyalah."

Sebas membawa salah satu dari mereka dan membangunkannya. Tubuh pria itu terguncang saat dia mulai sadar,
Sebas lalu menggerakkan tangannya ke dahi pria itu. Semua ini bahkan tidak sampai dua detik. Meskipun dia
tidak sedang menekannya dengan keras, kepala pria itu melengkung mundur dan balik seperti sebuah ayunan.

Mata pria itu sudah kehilangan fokus, seperti mata pemabuk.

Sebas mulai bertanya. Meskipun bibir assassin itu seharusnya tersegel dengan rapat, pria itu tidak
menyembunyikan apapun dan mulai berceloteh. Melihat pemandangan aneh itu, Climb bertanya.

"Apa yang anda lakukan ?"

"Ini adalah skill yang disebut 'Palm of the Puppeteer'. Untungnya bisa aktif tanpa ada halangan."

Meskipun itu adalah skill yang tak pernah ia dengar, lebih penting lagi, Climb mengerutkan dahi dengan
informasi pria itu.
Mereka adalah assassin dari Eight Finger yang dilatih oleh salah satu dari 'Six Arm', anggota terkuat dari
kelompok keamanan. Mereka mengikuti Sebas untuk membunuhnya. Brain bertanya kepada Climb.

"...Aku tidak terlalu yakin tapi, bukankah Eight Finger adalah organisasi kriminal yang sangat besar ? Kurasa
mereka ada hubungannya dengan kelompok tentara bayaran.."

"Kamu benar. 'Six Arm' adalah nama dari enam anggota terkuat dari organisasi itu. Aku dengar masing-masing
dari mereka memiliki kekuatan yang setara dengan petualang peringkat adamantium. Kita tidak tahu seperti apa
tampang mereka karena itu adalah persoalan mengenai dunia bawah tanah."

Dan Succulent, orang yang muncul di kediaman Sebas, adalah anggota dari Six Arm yang disebut 'Devil of
Illusion'. Rencananya adalah membunuh Sebas agar dia bisa dengan mudah memanipulasi tuan yang cantik.

Setelah mendengar hingga titik ini, Climb merasa sebuah hawa dingin merasuk ke tubuhnya. Hawa dingin itu
datangnya dari Sebas.

Saat Sebas pelan-pelan berdiri, Brain bertanya.

"Lalu apa yang Sebas-sama lakukan mulai sekarang ?"

"Aku sudah memutuskan. Aku akan hancurkan lokasi yang bermasalah itu. Dari apa yang dia katakan,
kelihatannya Succulent juga ada disana. Sebuah percikan api seharusnya cepat-cepat diinjak."

Baik Climb dan Brain menarik nafas mereka dengan balasan Sebas yang sepenuhnya tidak perduli itu.

Fakta bahwa dia akan menyerang mereka artinya dia cukup yakin untuk menang melawan petualang dengan
peringkat adamantium - dengan kata lain, yang terkuat di antara umat manusia.

Tapi bahkan itu pun dirasa bisa diterima.

Dia mengalahkan tiga orang assassin dalam sekejap dan bahkan Unglaus-sama yang terkenal waspada
terhadapnya. Siapa sebenarnya Sebas-sama ini ? Apakah dia adalah petualang dengan peringkat adamantium di
masa lalu ?

"...Namun, kelihatannya mereka juga telah menculik beberapa orang. Akan lebih baik bagiku untuk bergerak
dengan cepat."

"Benar, jika para assassin tidak kembali, mereka akan menyadari bahwa ada yang tidak beres dan memindahkan
orang-orang yang diculik ke tempat lain. Maka kita tidak akan bisa menyelamatkan mereka."

Semakin banyak waktu berlalu, semakin banyak kerugian di pihak ini dan di waktu yang sama, semakin banyak
keuntungan bagi musuh. Itu adalah situasi saat ini bagi orang yang disebut Sebas.

"Kalau begitu aku akan langsung mulai penyerangan. Aku minta maaf tapi aku tidak berniat untuk merubah
pikiranku. Bolehkan aku meminta kepada kalian berdua untuk membawa para assassin ini ke kantor penjaga ?"
"Ahhh, tunggu Sebas-sama. Jika tidak apa bagi anda, tolong perbolehkan aku untuk membantu! Tentu saja,
hanya dengan persetujuan anda."

"Saya juga setuju, Sebas-sama. Sebagai bawahan dari Renner-sama, menjaga ketertiban umum di ibukota
adalah jelas tugas saya. Jika orang-orang Kingdom menderita, saya akan menyelamatkan mereka dengan
pedang saya."

"...Meskipun Unglaus-kun mungkin tidak apa, akan sedikit berbahaya bagi Climb-kun."

"Saya tahu bahayanya."

"Hey, Climb...apakah kamu pernah mendengar menjadi beban ? Yah, dari sudut pandang Sebas-sama, mungkin
tidak ada banyak perbedaan antara aku dan dirimu."

"Tidak tidak, bukan itu maksudku. Aku hanya khawatir dengan keamanan Climb-kun. Tolong ketahuilah bahwa
saya takkan bisa melindungi anda seperti sebelumnya."

"Saya sudah bersiap."

"..Apa yang akan kita lakukan mungkin akan berakhir melukaimu, atau kehormatan tuanmu. Apakah tidak ada
kesempatan lain yang lebih tepat bagimu untuk mengambil resiko terhadap nyawamu ?"

"Menutup mata hanya karena itu berbahaya akan membuktikan bahwa aku tidak cocok sebagai seorang pria
untuk melayani tuanku. Seperti bagaimana orang lain menolong lainnya, jika mungkin, aku ingin mengulurkan
tanganku kepada mereka yang menderita."

Seperti ketika dia mengulurkan tangan kepadaku-

Seakan mereka menangkap sebuah kilatan tekadnya yang kuat, Sebas dan Brain berubah saling melihat satu
sama lain.

"...Apakah kamu sudah mempersiapkan tekadmu ?"

Dari pertanyaan Sebas, Climb menganggukkan kepala sekali.

"Saya mengerti, kalau begitu tak ada yang perlu dikatakan lagi. Tolong pinjamkan kekuatan kalian."
Chapter 5 – Extiguished,
Soaring Spark Of Fire
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:07

"Toko tersebut lewat pintu ini dan menurut assassin itu; ada pintu masuk lain di gedung itu."

Berdiri di depan pintu masuk dari rumah bordil tersebut, di depan pintu dimana Tsuare dibuang, Sebas
menunjuk sebuah gedung dengan beberapa pintu. Meskipun baik Brain dan Climb ada di sana ketika
mengekstrak informasi, mereka sebenarnya tak pernah masuk ke rumah bordil dan dengan patuh menerima
penjelasan Sebas.

"Itu yang aku dengar juga. Mereka bilang pintu itu digunakan untuk pintu keluar darurat dan selalu ada
setidaknya dua orang menjaganya. Jika begitu kurasa akan lebih baik bagi kita untuk berpisah menjadi dua
kelompok. Mempertimbangkan kekuatan tempur kita, bagaimana kalau membiarkan Sebas-sama mengambil
pintu utama sendiri sementara Climb dan Saya akan menyerang dari samping ?"

"Meskipun aku tidak keberatan, bagiamana pendapat Climb-kun mengentai hal ini ?"

"Aku juga tidak keberatan. Tapi Unglaus-sama, ketika kita sudah masuk ke dalam, lalu apa ? Apakah kita akan
melakukan pencarian bersama-sama ?"

"Tolong panggil aku Brain, begitu juga dengan Sebas-sama. Bagaimanapun.... kita seharusnya tetap bersama-
sama untuk amannya, seharusnya ada jalan rahasia yang bahkan tidak diketahui oleh assassin itu. Kurasa kita
harus segera mencarinya sementara Sebas-sama mengalihkan perhatian musuh dengan terang-terangan."

Seakan mengingat sesuatu, Brain menggumamkan bagaimana pada umumnya di sana ada sebuah jalan yang
hanya diketahui oleh pimpinannya.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita berpisah ketika sudah ada di dalam ?"

"...Selama kita sudah bersiap terhadap bahaya-bahayanya, kita harus bertindak dan berharap yang terbaik."

Dari ucapan Brain, Sebas dan Climb menganggukkan kepala mereka.

"Kalau begitu karena anda lebih kuat dari saya, bisakah aku serahkan pencarian di dalam kepada anda, Unglau-
Brain-sama ?"

"Aku rasa itu yang paling baik. Aku akan serahkan kepada Climb-kun pengamanan pintu keluar di sebelah
sana."

Tak usah dikatakan, mencari di bagian dalam membawa resiko tinggi bertemu dengan musuh. Karena Brain
jauh lebih kuat dari Climb, tugas itu jatuh kepadanya.

"Maka ini akan menjadi konfirmasi akhir kita."

Meskipun mereka melakukan diskusi umum sebelum tiba di rumah bordil, karena mereka belum melihat lokasi
yang sebenarnya, ada bagian yang masih belum pasti. Sekarang, semuanya sudah diputuskan dan tak ada yang
keberatan dengan rencana Sebas.

Sebas meletakkan sebuah kaki ke depan dan mendekati pintu logam yang tebal. Pintu tersebut pikir Climb tidak
akan bisa dibuka apapun yang dia lakukan, ketika dibandingkan dari sisi ke sisi dengan Sebas, terlihat seperti
kertas yang tipis.

Bagian depan adalah dimana pertahanan yang biasanya paling tinggi. Meskipun mereka akan menyerang
tempat seperti itu, itu bukan masalah. Brain Unglaus, yang bertarung setara dengan Gazef Stronoff, yang paling
kuat di negara tetangga, orang seperti itu berkata bahwa 'mereka berdua bersama-sama tidak akan bisa menang'.
Makhluk yang hanya bisa dideskripsikan berada dalam tingkatan yang berbeda sekarang sedang melangkah ke
depan.

"Kalau begitu kalian segera pergi. Menurut asssassin itu, empat ketukan di pintu depan seharusnya adalah
sinyal untuk menunjukkan bahwa kamu adalah sekutu. Aku kira kamu tidak lupa tapi untuk jaga-jaga saja."

"Terima kasih."

Dia tidak lupa, tapi bagaimanapun juga, Climb berterima kasih kepada Sebas.

"Dan jika mungkin, aku akan mencoba menangkap mereka hidup-hidup. Tapi jika mereka melawan, aku akan
membunuh mereka tanpa ampun. Aku anggap itu bukan masalah ?"

Baik Climb dan Brain merasakan getaran di tulang belakang saat Sebas bicara dengan senyum yang lembut.

Dia tidak salah, itu adalah balasan yang sangat jelas. Dua orang itu tahu bahwa jika mereka sendiri berada
dalam situasi yang sama, mereka pasti akan memilih hal yang sama. Alasan mereka merasa ketakutan dan
merasakan hawa dingin di tulang belakang mereka adalah karean wajah Sebas yag terlihat seakan dia memiliki
persona lain.

Pria lembut yang baik dan warrior yang berkepala dingin, kebaikan ekstrim dan tanpa ampun berada dalam satu
tubuh. Mereka merasakan sebuah firasat; jika Sebas masuk ke dalam sekarang, semua yang ada di dalam akan
mati.

Climb dengan gugup berbicara kepada Sebas.

"Jika untuk menghindari pertumpahan darah sebanyak mungkin, maka itu tidak ditahan lagi. Lagipula, kita
kalah jumlah. Tapi jika anda melihat seseorang yang terlihat seperti anggota dengan peringkat tinggi, bisakah
anda menangkapnya hidup-hidup ? Menginterogasi orang itu terbukti lebih menguntungkan di masa depan."

"Aku bukan pembunuh, Climb-kun. Tenang saja, aku tidak datang kemari hanya untuk membantai mereka
dengan sengaja."

Climb merasa lega dengan senyumnya yang lembut.

"Aku minta maaf. Maka aku serahkan diriku padamu."


----

"Kalau begitu, biarkan aku menghancurkan tempat ini dengan cepat dan mengulur sedikit waktu."

Jika Sebas menghancurkan rumah bordil ini, seharusnya bisa menghentikan pertarungan mereka dengannya,
meskipun hanya sementara. Jika dia cukup beruntung menemukan surat-surat rahasia dan semacamnya, mereka
harus terfokus pada bagaimana membalas dan mungkin akan lupa sama sekali dengan Tsuare.

Dalam kasus yang terburuk, meskipun jika hasilnya hanya untuk mengulur waktu, bisa memberikan peluang
baginya untuk membiarkan Tsuare kabur. dia mungkin bisa mencari cara yang lebih baik.

"Setelah aku ingat, ada seorang pedangan di E-Rantel yang bicara dengan kami secara ramah. Mungkin aku
bisa meminta bantuannya."

Meskipun jika otak Tsuare sembuh total, dia akan lebih senang jika dia bisa mendukung seseorang yang bisa
dia percayai.

Sebas berputar dan melihat ke arah pintu yang tebal itu lagi. dia menyentuhnya sambil mengingat
pemandangan Tsuare yang dilempar. Pintu itu mengesankan, dengan besi yang ditempel ke dalam kayu. Hanya
dengan sekali tatap bisa tahu akan sulit bagi manusia menghancurkannya tanpa alat.

"Aku khawatir dengan Climb..."

Dia tidak khawatir dengan pria yang bernama Brain Unglaus. Meskipun jika dia menghadapi Succulent,
peluangnya menang cukup tinggi. Tapi Climb berbeda. Dia tidak akan bisa menang melawannya.

Climb adalah orang yang sukarela mengambil bagian dalam penyerbuan ini - melihat bagaimana dia
menawarkan bantuannya, Climb kelihatannya memang siap. Namun, kehilangan nyawa seorang pemuda yang
mencoba untuk membantunya akan membuat dia menyesal, terutama jika itu adalah nyawa dari orang yang
sangat baik.

"Aku harap bocah itu memiliki usia panjang..."

Ucapannya sangat cocok diucapkan kepada mereka yang telah hidup lama. Tentu saja, Sebas diciptakan
sebagai seorang pak tua mempertimbangkan waktu dari ketika dia lahir hingga sekarang, dia lebih muda dari
Climb.

"Setidaknya, akan sangat baik jika akulah yang menghalahkan Succulent. Aku hanya berharap Climb-kun tidak
akan menghadapinya."

Sebas berdoa kepada 41 Supreme Being untuk keamanan Climb.

Jika Succulent adalah yang terkuat di fasilitas ini, maka kelihatannya Sebas akan menjadi orang yang
menghadapinya. Namun, jika dia bekerja sebagai bodyguard seseorang, ada juga kemungkinan bahwa dia akan
kabur sambil melindunginya. Dengan hati yang khawatir, Sebas menggenggam pegangan pintu dan
memutarnya.

Dia hanya bisa memutarnya separuh. Mempertimbangkan bisnis macam apa yang mereka lakukan, jelas pintu
itu akan dikunci.

"Aku tidak mahir dalam mengakali kuncinya..tidak ada pilihan kalau begitu. Aku akan mencoba untuk
membuka kuncinya dengan caraku sendiri."

Sebas bergumam jengkel dan merendahkan tubuhnya. Dia menarik lengan kanannya bersamaan saat dia
menahan lengan kiri di depannya. Itu adalah kuda-kuda yang sangat bagus, sekokoh pohon tua ribuan tahun
yang akarnya sangat jauh menancap.

"Hm!"

Apa yang terjadi selanjutnya adalah hal yang tidak mungkin.

Lengannya menjadi masuk ke tepian pintu baja, ke arah engselnya. Tidak, tidak berhenti sampai disana.
Lengannya terus masuk jauh ke dalam.

Dengan sebuah deritan, engsel itu berpisah dari dindingnya.

Sebas dengan mudah membuka pintu yang telah kehilangan perlawanannya.

"Apa..?"

Segera setelah dia melangkah masuk, ada sebuah lorong dan seorang pria besar dengan rambut berduri yang
berdiri di depan pintu yang terbuka setengah. Mata dan mulutnya terbuka lebar saat dia membuat ekspresi yang
melongo.

"Pintu itu sedikit berkarat jadi aku memaksanya terbuka dengan sedikit kekuatanku. Kalian seharusnya
menjaga pintu itu tetap diberi oli."

Sebas bicara kepada pria itu dan menutup pintunya. Tidak, mungkin akan lebih baik dikatakan bahwa dia
menyandarkannya saja.

Saat pria itu terbengong, Sebas berjalan ke dalam lebih jauh tanpa halangan.

"-Hey, ada apa ?"

"Suara berisik apa itu?!"

Suara pria lain bisa di dengar di belakang pria tersebut.

Namun, berhadapan langsung dengan Sebas dan bahkan tak mampu bereaksi dengan suara mereka, pria itu
bicara.
"...Se..Se..Selamat datang ?"

Pria itu menjadi bingung dan hanya bisa menatap Sebas dengan tatapan kosong saat Sebas berjalan di depan
wajahnya. Biasanya seseorang yang bekerja di tempat seperti ini akan terbiasa dengan kekerasan. Namun,
pemandangan yang baru saja dia lihat sejauh ini jauh dari hal yang wajah yang biasa dia saksikan hingga saat
ini.

Mengabaikan pertanyaan dari sekutunya di belakang, pria itu memberi Sebas senyuman pujian. Itu karena
naluri bertahan hidupnya berkata kepadanya bahwa itu adalah tindakan terbaik. Dia bisa juga mati-matian
berbohong kepada dirinya sendiri bahwa pria ini adalah seorang kepala pelayan yang melayani salah satu
pelanggan mereka. Pria dengan janggutnya yang tebal, pipinya berkedut saat dia mencoba sebaik mungkin
untuk menunjukkan senyuman ramah, penampilan seperti itu benar-benar tidak enak dilihat.

Sebas juga tersenyum; lembut dan ramah. Namun, tidak ada kebaikan yang ditemukan dalam matanya. Mata-
mata itu mengeluarkan kilauan ganas yang bisa menjebak orang, seperti pedang yang tajam.

"Bisakah kalian minggir ?"

Sebuah suara 'thud', bukan, lebih seperti 'splat'. Sebuah suara menyakitkan terdengar.

Pria dewasa yang terlihat kasar mengenakan perlengkapan yang dengan mudah memiliki berat lebih dari 85
Kg. Seorang pria seperti itu berputar di udara seperti sebuah candaan dan dilemparkan ke samping dengan
kecepatan yang terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata. Seperti itu, tubuh dari pria tersebut menabrak dinding
dengan suara benturan yang keras.

Rumah itu gemetar seakan ditabrak oleh tinju sebuah raksasa.

"...Oh tidak, jika aku membunuhnya agak dalam maka dia akan menjadi pagar psikologi yang bagus... Ya,
kelihatannya masih tersisa banyak jadi aku akan lebih hati-hati mulai sekarang."

Sebas berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia seharusnya menahan kekuatannya sedikit saat dia
meninggalkan mayat itu ke samping sini dan bergerak ke arah yang lebih dalam.

Sebas membuka pintu dengan lebar dan melangkah ke dalam ruangan. Dengan gerakan yang anggun, dia
melihat sekelilingnya. Daripada disebut sebagai seseorang yang menyerang markas musuh, dia mengeluarkan
udara dari seseorang yang sedang jalan-jalan di sekitar rumah yang sudah ditinggalkan.

Ada dua orang pria.

Mereka sedang menatap tercengang ke arah bunga merah tua pada dinding di belakang Sebas.

Ruangan itu dipenuhi dengan bau alkohol murah seperti yang takkan pernah ditemui di Nazarick. Bercampur
dengan bau darah dan menggantung memberikan aroma aneh yang membuat perut ingin muntah.

Sebas mengumpulkan informasi yang dia dengar dari Tsuare dan assassin dan mencoba untuk memetakan
struktur bagian dalam dari bangunan ini di kepalanya. Meskipun ingatan Tsuare dipenuhi lubang dan hanya
sedikit yang bisa ditawarkan, dia memang mendengar bahwa toko yang sebenarnya terletak di bawah tanah.
Assassin tak pernah ke bawah sana dan tidak banyak membantu mulai dari sini.

Meskipun Sebas mengamati lantai, dia tidak bisa menemukan tangga karena disembunyikan dengan baik.

Jika dia tidak bisa menemukannya sendiri, maka dia hanya cukup bertanya kepada seseorang yang tahu.

"Maaf, saya punya pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu."

"Guaaahhh!"

Sesaat setelah dia bicara dengan mereka, salah satu pria itu mengeluarkan teriakan dengan nada tinggi.
Kelihatannya sekarang, pemikiran untuk bertarung sendiri telah hilang dari pikirannya. Sebas merasa lega. Dia
tidak bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik jika dia memikirkan tentang Tsuare dan tinjunya akan jadi
membunuh mereka dengan sekejap.

Jika mereka menyerah tanpa melawan, dia baru bisa berhenti setelah mematahkan kaki-kaki mereka. Pria-pria
itu gemetar ketakutan menempelkan punggung mereka ke dinding, semuanya untuk mencoba menjauh sejauh
mungkin dari Sebas. Sebas melihat mereka tanpa emosi dan mulutnya terpisah menjadi senyuman.

"Hiiii!"

Mereka semakin ketakutan dan bau amonia menyebar ke sekitar.

Sebas berpikir bahwa dia mungkin terlalu jauh dalam menakuti mereka dan mengerutkan dahinya.
Salah satu pria itu matanya tergulung dan pingsan. Tekanan yang ekstrim telah membuatnya melepaskan
kesadarannya sendiri. Pria lain melihat rekannya dengan ekspresi iri.

"Haa.. seperti yang kubilang, aku ingin menanyakan sesuatu. Aku ada urusan di bawah. Bisakah kamu beritahu
bagaimana aku bisa menemukan jalannya ?"

"..I-Itu."

Sebas melihat cahaya ketakutan di mata pria itu saat dia mempertimbangkan berkhianat. Meskipun para
assassin juga sama, kelihatannya pria ini takut terhadap pembersihan yang dilakukan organisasi pula.
Mengingat bagaimana pria yang kabur dengan uang yang dia terima dan bagaimana dia bersikap, Terkena
pembersihan mungkin berarti kematian.

Karena kelihatannya dia tidak ingin bicara tanpa diberi pelajaran, Sebas mengatakan kalimat yang bisa
memutuskan keraguan pria itu.

"Kelihatannya ada dua mulut di sini. Tidak perduli bagiku apakah kamu yang bicara."

Pria tersebut mulai berkeringat banyak dari dahinya dan tubuhnya gemetar.
"Se-se-se-sebelah sana! Disana, itulah tempat pintu rahasianya!"

"Memang benar."

Melihat ke arah yang dia tunjukkan , memang kelihatannya lapisan itu lantai itu berbeda.

"Ternyata begitu, terima kasih. Maka kalian sudah melakukan bagian kalian."

Saat Sebas tersenyum, pria itu mengerti maksud dibalik kalimatnya dan gemetar, wajahnya menjadi pucat.
Meskipun begitu, dia bergantung kepada sebuah cahaya kecil harapan dan bicara.

"A-Aku mohon padamu, to-tolong jangan bunuh aku!"

"Aku menolak."

Balasan langsung membuat ruangan itu membeku dalam keheningan. Mata pria itu menjadi bundar, ekspresi
dari orang yang mencoba untuk menolak apa yang tidak ingin dia percayai.

"Tapi, aku sudah bilang padamu! Hey, aku akan melakukan apapun, jadi biarkan aku hidup!"

"Itu benar, tapi..."

Sebas menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Aku menolaknya."

"Anda.. Anda bercanda, ya kan ?"

"Jika kamu ingin percaya seperti itu. Hanya ada satu hasil dari hal ini."

"...Aku mohon.. dewa."

Sebas teringat ketika dia mengambil Tsuare dan sedikit memicingkan matanya.

Atas hak apa pria dengan pekerjaan semacam ini meminta sesuatu kepada dewa ? Dan bagi Sebas, 41 Supreme
Being adalah dewa-dewanya. Rasanya seakan jika mereka baru saja menghina mereka.

"Ini yang layak kamu terima."

Dari suara yang seperti bajak menolak apapun, pria tersebut kelihatannya menyadari bahwa dia akan mati.

Apakah dia akan lari, atau melawan ? Saat ketika pilihan itu diletakkan di depan matanya, tanpa ragu lagi, pria
itu memilih - untuk kabur.

Meskipun jika dia harus melawan Sebas, hasilnya sudah jelas. Malahan, tak perduli sekecil apapun, dia
memiliki peluang selamat yang lebih baik jika dia lari. Pemikiran di balik keputusannya memang benar.

karena untuk beberapa detik, tidak, bahkan hanya beberapa sepersepuluh detik, nyawanya bisa lebih panjang.

Setelah dengan sekejap menangkap pria yang sedang berusaha menghancurkan pintu, Sebas dengan entengnya
memutar tubuhnya. Tiupan angin melewati kepala pria tersebut dan dia roboh seperti benangnya telah putus.
Sebuah obyek bulat menabrak dinding dengan sebuah suara thud dan menggelinding ke lantai, meninggalkan
jejak darah.

Sesaat kemudian, darah muncrat dari leher tanpa kepala pria tersebut dan menyebar ke lantai.

Itu benar-benar teknik yang luar biasa. Menerbangkan sebuah kepala dengan roundhouse kick (tendangan
putar), meskipun tendangan itu memiliki kecepatan dan kekuatan untuk membuat suatu hal semacam itu jadi
mungkin, bagian yang paling menakutkan adalah bahwa tidak ada satu tetespun noda ditemukan di sepatu yang
melindungi kaki Sebas.

Dengan suara langkah kakinya, Sebas berjalan ke arah pria yang telah pingsan dengan mata memutar ke
belakang dan menurunkan kakinya. Dengan suara seperti pohon tua yang patah, tubuh pria itu mengejang.
Setelah beberapa kejang-kejang, dia tidak lagi bergerak.

".. Bukankah itu adalah bukti yang jelas apa yang akan terjadi pada kalian dari apapun yang telah kalian
lakukan sejauh ini ? Tapi tenanglah, setidaknya, kalian telah menebus dosa itu dengan tubuh kalian."

Sebas mengambil mayat mereka.

Dia menjejerkan area sekitar tangga dengan tubuh yang hancur sama sekali. Bahkan mereka terlihat sangat
mengerikan; itu akan membuat rasa takut dan ragu-ragu pada siapapun yang mencoba untuk kabur. Itu adalah
sebuah metode yang Sebas pikirkan jika dia tidak bisa menghancurkan titik masuknya.

Setelah memindahkan mayat-mayat itu, Sebas melangkahkan kakinya ke pintu masuk rahasia bawah tanah.

Pertama adalah suara bagian mekanik yang hancur. Lalu, sebuah lubang besar terbuka di lantai. Penutup lantai
yang hancur jatuh dengan keras melalui tangga.

"Aha... Jika aku menhancurkan tangga ini, maka akan sulit bagi mereka untuk kabur dengan cara ini."

---

Ruangan itu tidak begitu luas.

Bagian dalam yang sunyi itu ada lemari untuk menyimpan pakaian dan sebuah tempat tidur, tak ada yang
lainnya.

Tempat tidur tersebut bukan tipe yang buruk yang hanya ada sprei di atasnya. Namun, itu adalah sebuah kasur
yang dipenuhi kapas, sebuah kemewahan yang digunakan oleh para bangsawan. Namun, seakan mereka
terfokus pada fungsionalitasnya saja, desainnya sangat datar dan hiasan-hiasannya kurang bervariasi.

Dan dia atas tempat tidur itu ada seorang pria yang sedang telanjang.

Dia melihat kelihatannya memiliki usia yang lebih dari paruh baya. Karena kehidupan yang bebas, tubuhnya
gemuk dan tidak menarik.

Meskipun tampangnya bisa lulus sebagai hampir rata-rata, gumpalan di wajahnya mengurangi poin pada dirinya
dengan cepat. Melihat ke arahnya, siapapun akan berpikir bahwa pria ini seperti babi. Babi-babi adalah binatang
yang pintar dan menawan dan menyukai hal-hal yang bersih. Namun, dalam kasus ini, babi itu bodoh dan hina,
digunakan sebagai cacian.

Namanya adalah Stafan Hevish.

Dia menurunkan tinjunya yang terangkat - ke arah kasur. Suara benturan daging terdengar.

Sebuah tampang gembira muncul di wajah lembek Stafan. Itu karena sensasi menggilas daging disalurkan ke
tangannya dan dia merasa getaran kenikmatan yang naik ke tulang belakangnya. Tubuhnya lalu gemetar.

"Ohhhh...."

Saat dia pelan-pelan mengangkat tangannya, ada darah yang lengket di sana.

Stafan sedang berbaring di atas wanita yang sedang telanjang.

Wajah wanita itu bengkak-bengkak dan kulitnya berwarna titik-titik merah karena pendarahan dalam. Darah
yang mengalir dari hidungnya yang hancur membuat wajahnya kusut. Baik bibir dan matanya juga bengkak dan
wajahnya yang pernah menarik sudah tak terlihat lagi. Tempat tidur itu menjadi berubah warna, darah yang
menyebar menodai kain spreinya.

Tangan yang diangkat ke udara untuk mencoba melindungi wajah gadis itu sekarang tergeletak di tempat tidur.
Gambaran dari rambut wanita itu yang tersebar di atas kain membuatnya terlihat seakan dia sedang
mengambang di air.

"Hey, apa, sudah selesai ? Ahn ?"

Wanita itu sudah tidak sadar lagi.

Stafan mengangkat tangannya dan membantingnya ke bawah.

Smack. Tinju dan pipi, bersama dengan tulang pipi yang ada di dalam, luka dari benturan itu juga mengalir ke
tangan Stafan.

"Che, sakit juga!"


Dalam amarahnya, dia menghujam lagi.

Tempat tidur itu berderit berbarengan dengan suara pukulan. Kulit wanita yang bengkak itu seperti bola yang
terbelah dan tangannya telah ditutupi oleh darah. Darah yang segar dan lengket tersebar ke atas sprei tempat
tidur dan menodai mereka dengan warna merah.

".....Uuu."

Meskipun dia dihajar, wanita itu tidak lagi bergerak dan tubuhnya hampir tidak menunjukkan reaksi apapun.

Jika ini gebukan ini berulang terus, nyawa gadis itu akan berada dalam bahaya. Meskipun begitu, alasan dia
masih hidup bukan karena Stafan mengendalikan kekuatannya. Itu karena benturannya diserap oleh kasur. Jika
dia dihajar di lantai yang keras, wanita itu pasti sudah mati.

Stafan tidak menahan kekuatannya bukan karena dia tahu ini, tapi karena tidak ada masalah apapun meskipun
jika wanita ini mati. Jika dia hanya membayar biaya untuk menyingkirkannya, maka semuanya akan beres.

Pada kenyataannya, Stafan telah membunuh banyak wanita di toko ini.

Karena dia harus membayar biaya pembuangannya dulu, membuat kantong uangnya semakin ringan, mungkin
dia secara tidak sadar menahan kekuatan dari lengannya.

Stafan menjilati bibirnya saat dia menatap wajah wanita yang sudah tidak bergerak itu.

Rumah bordil ini adalah tempat terbaik untuk memenuhi fetish tertentu. Suatu hal seperti ini takkan pernah
diperbolehkan di rumah bordil biasa. Tidak, meskipun itu diperbolehkan, Stafan tidak tahu tempat semacam itu.

Dia senang dengan hari-hari dimana ketika masih ada budak-budak.

Budak-budak dianggap sebagai properti dan mereka yang menyalahgunakannya memiliki tendensi mengundang
cercaan. Itu adalah alasan yang sama atas dengan orang-orang yang mengerutkan dahi terhadap siapapun yang
menyia-nyiakan harta mereka. Tapi bagi seseorang seperti Stafan, yang memiliki fetish tertentu, para budak
adalah yang paling mudah dan hanya satu-satunya jalan baginya untuk memuaskan nafsunya. Sekarang setelah
mereka diambil darinya, Stafan tidak ada pilihan lain selain mencurahkan nafsunya ke tempat seperti ini. Apa
yang akan dia lakukan jika dia tidak tahu tempat seperti ini ?

Tidak diragukan lagi, dia tidak akan bisa menahannya. Dia pasti akan melakukan kejahatan dan ditahan.

Dan siapapun yang memperkenalkan rumah bordil ini kepada Stafan - meskipun dia harus membuat persetujuan
di belakang dan menggunakan pengaruh legal dirinya untuk keuntungan mereka - dia benar-benar berterima
kasih kepada tuannya, bangsawan yang dia layani.

"Terima kasih- tuan."

Sebuah emosi yang cukup kuat muncul di mata Stafan. Meskipun sulit dipercaya mempertimbangkan kebiasaan
dan kepribadiannya, setidaknya, dia merasa berterima kasih sangat dalam terhadap tuannya.

Hanya saja-

Api muncul dari dalam perutnya - sebuah kemarahan.

Itu adalah emosi miliknya terhadap gadis yang menjadi satu-satunya alasan mengapa dia kehilangan budaknya,
jalan keluar dari nafsunya.

"-Dasar pelacur itu!"

Wajahnya merah karena marah, matanya menjadi merah.

Wajah dari bangsawan yang harus dia layani - sang putri, bertumpuk dengan wajah dari wanita yang dia naiki.
Stafan mengumpulkan kemarahan yang berkumpul di dalam dirinya dan di dalam tinjunya dan meluncurkannya
ke bawah.

Dengan sebuah suara pukulan, darah segar berhamburan sekali lagi.

"Betapa, menyegarkan, rasanya, jika, mengacak-acak, wajahnya!"

Lagi dan lagi, dia menghajar wajah wanita itu.

Di dalam mulutnya pasti sudah terbuka sobek oleh giginya. Jumlah darah yang besar dan membahayakan
mengalir keluar di antara bibir-bibirnya yang lebam.

Reaksi wanita itu sekarang hanya mengejang setiap kali dia dipukul.

"-Haa, haa."

Setelah beberapa kali pukulan, bahu Stafan terangkat dan baik dahi dan tubuhnya basah oleh keringat yang
licin.

Stafan melihat ke bawah ke arah wanita di bawahnya. Penampilannya sekarang sudah jauh dari kata
mengerikan. Dia sudah separuh mati, tidak; tubuhnya sudah beberapa langkah dari jurang kematian. Dia benar-
benar seperti sebuah boneka yang terputus talinya.

*Gulp*. Suara tenggorokan Stafan terdengar.

Tak ada yang membuatnya lebih gembira selain melakukannya dengan wanita yang sudah babak belur.
Terutama jika mereka dulunya cantik, semakin cantik mereka semakin baik. Tidak ada yang bisa memuaskan
rasa sadisnya selain ketika dia menghancurkan sesuatu yang cantik.

"Seenak apa rasanya jika aku bisa menghajar gadis itu seperti ini ?"
Stafan teringat dengan nona dari kediaman yang dikunjunginya tadi. dia teringat dengan wajah arogan dari
wanita yang kecantikannya setara dengan putri dari negeri ini, orang yang dipuji sebagai yang paling cantik.

Tentu saja, Stafan tahu bahwa dia tidak bisa melakukan apapun kepada wanita sepertinya. Yang bisa menangani
dahaga miliknya setiap hari adalah sisa-sisa harian dari rumah bordil ini sebelum mereka dibuang.

Seorang wanita cantik sepertinya akan dibeli oleh bangsawan kuat dengan jumlah uang yang besar dan
memenjarakannya di tempat mereka agar tidak bisa membuka perdagangan terlarang mereka.

"Sekali saja, jika aku bisa menghajar wanita seperti itu - menghajarnya hingga tewas."

Jika sesuatu semacam itu bisa dilakukan, betapa nikmat dan puasnya nanti ?

Tak usah dikatakan, itu adalah mimpi yang mustahil.

Stafan meliha ke arah wanita yang terbaring di bawahnya. Dadanya yang tak tertutup sedikit bergerak naik dan
turun. Memastikan hal ini, bibirnya menjadi hancur tak beraturan.

Stafan menggenggam dada wanita itu, membuatnya jadi sangat berubah bentuknya di tangan.

Wanita itu menunjukkan reaksi yang benar-benar nol. Dia tidak lagi bisa bereaksi terhadap luka level ini. Saat
ini, satu-satunya perbedaan antara wanita di bawahan Stafan dan boneka manekin adalah bawah dia masih
lunak.

Hanya saja Stafan merasakan ketidakpuasan kecil terhadap kurangnya perlawanan darinya.

Tolong jangan bunuh saya.

Tolong maafkan saya.

Maafkan saya.

Tolong hentikan.

Teriakan wanita itu terbangun di otak Stafan.

Apakah dia harus memperkosanya ketika dia masih bisa bicara seperti itu ?

Dengan sedikit perasaan menyesal, Stafan melanjutkan permainan dengan dada wanita itu.

Hampir semua wanita berakhir di rumah bordil ini, otak mereka sudah hancur dan hati mereka kabur ke tempat
lain. Melihat seperti itu, bisa dikatakan bahwa partner Stafan hari ini lebih baik dari biasanya.

"Apakah gadis itu seperti ini juga ?"


Apa yang diingat Stafan di otaknya adalah Tsuare. Dia bahkan tidak ingin mendengar apa yang terjadi dengan
orang yang membiarkannya pergi.

Namun, Stafan tidak bisa menghentikan ejekan yang ditunjukkan di wajahnya ketika dia memikirkan kepala
pelayan tua yang dia kunjungi tadi.

Apa gunanya melindungi seorang gadis yang telah telah melakukannya dengan banyak pria dan ketika
situasinya memerlukan, dengan wanita bahkan dengan non manusia ? Dia hampir tidak bisa menahan tawanya
ketika kepala pelayan tua itu menunjukkan bahwa dia mau membayar mahal ratusan keping emas.

"Setelah aku pikirkan sekarang, suara wanita yang kabur itu sangat bagus."

Dia mencari di ingatannya dan teringat teriakan gadis itu. Dibandingkan yang lainnya yang berakhir di sini, dia
tidak seburuk itu.

Stafan menyeringai dan bergerak untuk memenuhi nafsu badannya. Dia menggenggam kaki wanita itu dengan
satu tangan merobek dan mematahkannya. Tulang muncul dari kakinya yang kurus dan cukup tipis untuk muat
di satu tangan Stafan.

Dengan pangkal paha wanita itu yang terbuka lebar, Stafan menindihnya.

Dia menggenggam barang yang keras karena nafsunya dan-

Dengan sebuah suara klik, pintu terbuka pelan-pelan.

"Apa?!"

Stafan cepat-cepat berbalik ke arah pintu dan melihat seorang pria tua yang kelihatannya akrab. Dia lalu teringat
langsung dengan identitas pak tua itu.

Dia adalah kepala pelayan yang dia temui di rumah itu.

Pak tua itu - Sebas masuk ke dalam kamar tanpa halangan, langkahnya nyaring terdengar dari tumit sepatuhnya.
Dari caranya berjalan yang sangat alami, Stafan tidak bisa berkata apapun.

Mengapa kepala pelayan dari rumah itu disini ? Mengapa dia masuk ke kamar ini ? Menghadapi situasi yang
tidak bisa dia mengerti, Otak Stafan menjadi kosong.

Sebas berdiri di samping Stafan. Dan setelah melihat wanita yang terbaring di bawahnya, Sebas mengarahkan
mata dinginnya ke arah Stafan.

"Apakah kamu menikmati menghajar orang lain ?"

"Apa ?"
Atmosfir aneh mendesak Stafan untuk langsung bangun dan mengambil bajunya.

Namun, sebelum itu, Sebas sudah mulai bergerak.

Plakkk. Suara tamparan terdengar nyaring dari samping Stafan dan di waktu yang sama, pandangannya
terguncang hebat.

Beberapa saat kemudian, pipi kanannya semakin panas dan dia bisa merasakan luka yang menyebar dengan liar.

Sebas telah memukulnya- tidak, dia hanya ditampar di wajah. Stafan akhirnya berhasil menyadari apa yang
telah terjadi.

"Dasar brengsek, melakukan hal seperti-"

Plakkk. Lagi, pipi Stafan mengeluarkan tangisan perih. Dan seperti itu, tidak berhenti.

Kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan-

"Plaaakkk, plaakkkk, plaaakkk, plaaaakkk, plaaakkk, plaakkk, plaakkk!"

Stafan selalu yang memukul orang lain tapi tak pernah terkena pukulan sendiri. Air matanya mengalir.

Dia menutupi pipinya dengan kedua tangan sambil bergerak mundur.

Saat pipinya semakin terbakar, luka itu pelan-pelan mulai menjalar.

"Va--vamu vavingan! vamu vira vamu visa vavur vevelah vevavuvan vini!!"
(Ka--kamu bajingan! kamu kira kamu bisa kabur setelah melakukan ini!!)

Pipinya yang lebam merah berdenyut setiap kali dia bicara.

"Tidak bisakah aku ?"

"Ventu vaja vidak! Vasar vungu! Vamu vira viapa vaku!"


(Tentu saja tidak! Dasar dungu! Kamu kira siapa aku!)

"Orang yang Bodoh."

Sebas dengan mudah memperpendek jarak yang dibuat Stafan diantara mereka dan - Plak! Sekali lagi, pipi
Stafan terbakar.

"Vshtoop! Volongg ventivan!"


(Stooop! Tolongg hentikan!)

Stafan menutupi pipinya seperti seorang anak kecil yang dimarahi oleh orang tuanya.
Meskipun dia menyukai kekerasan, orang yang dia hajar selalu adalah orang yang tak punya daya untuk
melawan. meskipun dia bangun melawan Sebas, yang terlihat seperti orang tua di luar, Stafan terlalu takut
memukulnya. Dia tidak bisa ketika dia tidak memiliki jaminan lawannya tidak akan melawan balik.

Seakan mengerti apa yang ada di hati Stafan, mata Sebas kelihatannya kehilangan ketertarikan saat dia
mengalihkan pandangan ke arah wanita itu.

"Benar-benar hal yang mengerikan yang sudah kamu lakukan..."

Stafan berlari melewati Sebas yang sedang berjalan ke samping wanita itu.

"Dasar bodoh!"

Kepala Stafan dipenuhi dengan panas. Dasar pak tua bodoh.

Dia akan memanggil orang-orang yang ada di bangunan ini dan memberinya pelajaran. Sekarang setelah dia
telah melakukan hal semacam ini kepadanya, dia takkan pernah mengampuninya dengan mudah. Stafan akan
membuatnya merasakan luka dan rasa takut yang mengerikan.

Di dalam otaknya, dia berpikir tentang tuan yang cantik dari kepala pelayan itu.

Tuan yang bertanggung jawab atas error pelayannya. Dia akan membuat mereka berdua bertanggung jawab
terhadap rasa luka ini. Dia akan membuat mereka menyadari siapa yang sudah mereka pukul.

Dengan pemikiran seperti itu di otaknya dan perutnya yang kembang kempis, Stafan berlari ke luar.

"Vey! vavavah vava vovang viviini!?!"


(Hey! apakah ada orang disini?!)

Dia berteriak dengan suara kencang. Salah satu pegawai seharusnya segera datang.

Namun, dia menyadari bahwa otaknya sudah mengkhianatinya setelah melangkah keluar ke aula.

Sepi sekali.

Sangat sepi sehingga bisa terasa tempat ini kosong.

Sambil telanjang, Stafan dengan gugup melihat ke arah sekelilingnya.

Keheningan yang menggantung di lorong itu - atmosfir aneh yang membuat ketakutan mengalir ke arah Stafan.

Melihat ke setiap sisinya, ada banyak pintu, tak usah dikatakan lagi tak ada siapapun yang keluar dari pintu
tersebut. Sebuah toko dimana orang-orang dengan fetish spesial - meskipun berbahaya, sering sekali kedap
suara.
Tapi tidak mungkin para pegawai itu tidak bisa mendengarnya.

Dia telah melihat beberapa pegawai ketika dia diantarkan ke kamarnya. Semuanya adalah pria dengan tampang
kasar dan memiliki tubuh yang menakjubkan yang tidak bisa dibandingkan dengan orang tua seperti Sebas.

"Vengava vak vava vovang vang vavang ?"


(Mengapa tak ada orang yang datang ?)

"-Karena mereka jika tidak sudah tewas atau pingsan."

Sebuah suara lirih merespon teriakan Stafan. Dia cepat-cepat berputar dan melihat Sebas yang berdiri tanpa
bicara.

"Kelihatannya ada beberapa di dalam... kebanyakan dari mereka sedang tidur."

"Vi-Vivu vivak vungvin! Vavu vivir vevapa vanyak veveva ?"


(I-Itu tidak mungkin! Kamu pikir berapa banyak mereka ?)

"...Tiga orang yang kelihatannya adalah pegawai, sepuluh di bawah. Dan ada tujuh orang yang seperti dirimu."

Apa yang dia katakan ?

Stafan menatap Sebas dengan ekspresi semacam itu.

"Untuk sementara, tak ada orang yang akan datang membantumu. Meskipun jika mereka siuman, Aku
hancurkan kaki dan lengan mereka. Mereka akan merangkak kemari seperti ulat."

Sebuah ekspresi terkejut muncul dari wajah Stafan. Dia mengira bahwa itu tidak mungkin, tapi atmosfir aneh di
dalam rumah bordil ini membuatnya sadar bahwa Sebas berbicara yang sebenarnya.

"Namun, aku merasa tidak perlu membawamu hidup-hidup. Aku harus membuatmu mati disini."

Sebas tidak membuat gerakan menghunus pedang atau senjata dan hanya mendekatinya tanpa bicara,
kelihatannya tidak perduli. Stafan takut terhadap gerakan biasa yang menakjubkan itu. Dia menyadari bahwa
Sebas benar-benar akan membunuhnya.

"Vungvu! Vungvu! vavu vunya vevavavan vang vavus vunvukvvu!"


(Tunggu! Tunggu! Aku punya penawaran yang bagus untukmu!)

"...Sulit bagiku untuk mengerti perkataanmu. Apakah yang kamu maksud bahwa kamu memiliki penawaran
yang bagus untukku ? Biar kupikir lagi..... Aku tidak tertarik."

"Vavu vengava vavu vevavuvan val vevavam vivi!"


(Lalu mengapa kamu melakukan hal semacam ini!)
Tidak ada alasan baginya untuk berakhir seperti ini. Alasan apa yang membuatnya harus mati ? Untuk pertama
kalinya, Sebas mampu memahami pemikiran Stafan.

"...Meskipun kamu memikirkan semua yang sudah kamu lakukan selama ini, kamu masih tidak tahu ?"

Stafan mencoba mengingatnya. Apakah dia melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan ?

Sebas menghela nafas.

"...Ternyata begitu."

Bersamaan dengan ucapannya, Sebas meluncurkan tendangan depan yang sangat kuat ke perut Stafan.

"Jadi ini maksudnya orang yang tak layak untuk hidup."

Stafan diserang dengan rasa perih yang luar biasa dan beberapa organ dalamnya meledak. Meskipun tidak aneh
baginya jika jatuh pingsan dari rasa luka itu dan mati, dia hanya merasakan rasa perih yang samar sementara
kesadarannya masih ada.

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Meskipun dia ingin berteriak dan berontak kesana kemari, rasa luka itu sangat kuat sehingga membuatnya
bahkan tidak bisa bergerak.

"Matilah seperti itu."

Stafan mendengar suara yang dingin. Meskipun dia ingin memohon ampunan terhadap nyawanya,
tenggorokannya tidak bergerak.

Keringat masuk ke dalam matanya dan pandangannya semakin suram. Dari dalam pandangannya, dia melihat
punggung Sebas saat dia pergi menjauh.

Selamatkan aku!

Selamatkan aku!

Aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu inginkan jadi selamatkan aku!

Satu-satunya orang yang bisa merespon suara yang hening memohon ampunan sudah hilang.

Pada akhirnya, Stafan mati perlahan-lahan dengan luka mengerikan terbakar dari perutnya.
Part Two
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:12

"Climb, aku akan membunuh seluruh orang yang ada di atas. Kita tidak punya apapun untuk mengikat mereka
dan akan gawat jika ada yang tidak beres dan mereka berteriak meminta pertolongan. Meskipun aku bisa
membuat mereka pingsan, akan bahaya jika mereka bangun ketika kita akan...apa, ada apa ?"

"Ti-Tidak, bukan apa-apa."

Climb menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan rasa tidak enak dalam dirinya. Meskipun hatinya
berdebar kencang seperti ketika dia berlari dengan seluruh tenaga, dia mengabaikannya.

"Maafkan aku, aku tidak apa sekarang. Aku sudah siap untuk mulai kapanpun."

"Begitukah ?...Hmm, kelihatannya kamu telah merubah cara berpikirmu. Kamu telah berbeda sejak kita tiba
disini. Sekarang ini, kamu telah memiliki wajah seorang warrior. Aku tahu kamu gelisah. Lagipula, ada banyak
orang disini yang tidak bisa kamu kalahkan. Tapi tenanglah, aku disini dan Sebas-sama juga. Fokus saja untuk
bertahan hidup demi orang yang mendukungmu."

Dia menepuk bahu Climb dan dengan katana yang telah terhunus, Brain memukul pintu empat kali.

Climb juga menggenggam pedangnya.

Mereka bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari sisi lain pintu dan suara pintu itu dibuka
kuncinya terdengar tiga kali.

Seperti yang mereka rencanakan, Climb mendorong pintu hingga terbuka.

Sebelum mereka bisa mendengar suara panik apapun, Brain menyerang. Suara daging yang tersayat bisa
terdengar, lalu diikuti dengan suara sesuatu yang jatuh ke lantai dengan suara gedebuk.

Climb mengikutinya ke dalam.

Brain yang telah pergi duluan darinya sudah menebas pria kedua. Selain dari itu, Climb melihat seorang pria
dengan armor kulit sedang memegang pedang. Climb memperpendek jarak mereka dalam sekejap.

"Ap! Siapa kamu?!"

Dalam kepanikan, pria itu mengayunkan pedangnya tapi dengan mudah bisa dipenalkan oleh pedang Climb.

Dia lalu menurunkan ayunan di atas kepala dalam satu nafas.

Pria itu mencoba untuk menahannya dengan semacam pedang pendek tapi tidak cukup untuk menghentikan
tebasan yang memiliki seluruh berat tubuh Climb. Pedang Climb membuat pedang lawan terlempar dan
menebas menembus bahu pria itu dan menembus tengkuk lehernya.

Saat pria itu roboh dengan mengerang kesakitan, darah dalam jumlah besar merembes keluar menuju lantai;
cukup bisa membuat seseorang bertanya-tanya dari mana semua darah itu. Tubuhnya bergerak aneh saat dia
mendekati kematian.

Setelah memutuskan bahwa itu adalah luka fatal, Climb mempertahankan kuda-kudanya dan tetap waspada saat
dia mundur ke sudut ruangan. Di belakangnya, dia mendengar Brain yang berlari di tangga yang menuju lantai
dua.
Setelah memastikan bahwa satu-satunya benda di dalam interior adalah perabotan biasa, Climb berlari ke kamar
selanjutnya.

Satu menit kemudian.

Setelah mencari berkeliling ke setiap lantai bagian mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi musuh, Climb
dan Brain bertemu di pintu masuk.

"Aku mencari di lantai satu dan tidak melihat tanda-tanda apapun akan adanya orang lain."

"Sama juga dengan lantai dua. Faka bahwa tidak ada tempat tidur satupun di sini mungkin berarti bahwa ini
bukan tempat mereka tidur... Seperti yang kuduga, ada lorong rahasia dan mereka hidup di sisi lain."

"Tentang lorong rahasia itu, apakah kamu berhasil menemukannya ? Aku ragu jika itu ada di lantai dua."

"Tidak, aku tidak bisa menemukan apapun seperti itu. Seperti yang kamu bilang, mungkin saja ada di lantai
satu."

Climb dan Brain saling melihat dan mencari ke dalam lantai.

Climb tidak memiliki skill thief satupun dan tidak bisa menemukan apapun hanya dengan mencari di area
tersebut. Jika mereka bisa mencarinya dengan santai dan memiliki tepung untuk digunakan menemukannya,
mereka bisa menyebarkan tepung itu ke seluruh area dan meniupkannya. Tepung itu akan jauh ke dalam celah
dari pintu masuk rahasia dan membuatnya lebih mudah ditemukan. Namun, mereka tidak memiliki baik tepung
atau waktu yang lama. Climb mengeluarkan sebuah item magic dari kantongnya.

Itu adalah satu set lonceng tangan kecil yang diberikan oleh Gagaran dari Blue Rose.

[Meskipun bahaya berpetualang tanpa seorang thief, akan ada waktu ketika kamu tak punya pilihan. Ketika itu
terjadi, ini akan membuat perbedaan besar.]

Itulah yang dikatakan oleh Gagaran ketika dia memberikan item ini kepada Climb. Climb membandingkan
gambar yang ada di setiap sisi dari tiga lonceng dan mengambil yang dia inginkan.

Nama dari item magic item yang dia keluarkan adalah 'Bell of Detect Secret Doors'.

Dia bisa merasakan Brain melihat dirinya dengan penuh tanda tanya saat dia menggoyang lonceng itu sekali.
Sebuah nada menyegarkan terdengar, sebuah suara yang hanya bisa di dengar oleh pemakai lonceng itu.

Dalam balasannya, sebuah cahaya pucat berkumpul di satu bagian dari lantai. Cahaya yang berkedip berulang
kali, menunjukkan lokasi dari pintu rahasia.

"Hoh, itu adalah item yang praktis. Semua item milikku hanya untuk memperkuat diriku dan hanya berguna
dalam bertempur."

"Tapi bukankah itu sudah jelas bagi seorang warrior ?"

"Seorang warrior huh..."

Setelah mengingat titik itu, Climb berpisah dari Brain yang mengeluarkan senyum pahit dan mengelilingi lantai
itu sekali lagi. Efek magic dari item ini memiliki batas waktu. Sangat penting menginvestigasi sebanyak
mungkin tempat itu sebelum waktu habis. Meskipun dia melakukan sebuah putaran mengelilingi lantai, selain
dari yang pertama, tidak ada area lain yang bereaksi terhadap magic tersebut.

Arah mereka selanjutnya adalah menyusup melalui pintu ini. Namun, Climb memicingkan matanya dan
menatap pintu masuk. Dia lalu menghela nafas lagi dan lagi, mengeluarkan satu set tiga lonceng tangan.

Yang dipilih kali ini adalah gambar yang berbeda dari yang sebelumnya. Dan seperti sebelumnya, dia
menggoyangkan item itu.

Sebuah suara yang mirip namun berbeda dari yang sebelumnya bisa terdengar.

'Bell of Remove Trap.'


(Lonceng Penghapus Jebakan)

Hati-hati dengan sekitarmu. Sebagai seorang warrior, Climb tidak memiliki kemampuan apapun untuk
mendeteksi jebakan ataupun cara untuk menangani mereka jika mereka jatuh ke dalamnya. Jika mereka
memiliki seorang magic caster, maka meskipun jika dia terkena racun yang melumpuhkan, dia bisa diobati.
Namun, hanya ada dua warrior di sini. Diantara skill-skill martial art, yang bisa menetralkan racun memang ada.
Namun, Climb belum mempelajarinya dan tidak memiliki antidot yang dibawa. Dia harus menganggap bahwa
dia akan binasa jika dia terkena sekali saja.

Itulah kenapa dia harus menggunakan sebuah item dengan batasan jumlah pemakaian perhari tanpa ragu.

Sebuah suara klik berat terdengar dari pintu rahasia.

Climb menancapkan pedangnya di antara ujung pintu dan memaksa membukanya.

Sisi yang bengkok dari pintu kayu muncul dan jatuh ke sisi lain. Sebuah crosbow sudah dipasang di dalam pintu
masuk rahasia. Ada cahaya aneh yang terpantul di ujung anak panah degan ujung empat sisi itu.

Climb merubah posisinya dan menatap ke arah crossbow.

Ujung anak panahnya ditutupi oleh semacam cairan kental. Kemungkinan sepuluh banding satu itu adalah
racun. Jika mereka mencoba membukanya dengan tanpa hati-hati, anak panah dengan ujung empat sisi yang
ujungnya sudah dicelup dengan racun tersebut akan menembak.

Dengan nafas lega yang kecil, dia mencari sebuah jalan untuk menyingkirkan crossbow itu. Sayangnya,
crossbow tersebut dipasang dengan kuat dan kelihatannya tidak akan bisa dilepaskan tanpa alat.

Setelah menyerah, Climb menatap ke arah pintu masuk rahasia.

Sebuat set tangga curam yang menuju ke bawah dan dia tidak bisa melihat apapun seterusnya karena sudut
pandang. Baik tangga dan area di sekitarnya dipenuhi dengan batu, membuatnya sangat kuat.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan ? Apakah kamu akan menunggu disini ?"

"Sedikit sulit bagiku untuk bertarung di dalam ruangan, aku ingin pergi dan mencari tempat yang lebar dan
mudah untuk bertarung di dalamnya dan menyerang posisi mereka disana."

"Memperhitungkan situasi 1 lawan 1, kamu akan memiliki peluang menang yang lebih besar jika kamu
menunggu di ujung atas tangga. Tapi jika ada pertempuran, ada kemungkinan bahwa aku juga akan jauh di
dalam dan tak bisa mendengarnya... Dan karena bala bantuan mungkin akan datang, kita pastinya harus
melupakan ide itu. Kalau begitu ayo pergi sama-sama."
"Ya. Aku mengandalkanmu."

"Aku akan memimpin jalannya. Ikuti agak sedikit jauh di belakangku"

"Aku mengerti. Dan meskipun item yang aku gunakan beberapa saat yang lalu untuk membersihkan jebakan
bisa digunakan tiga kali sehari, item itu tidak bisa digunakan secara berturut-turut dan membutuhkan waktu
setidaknya tiga puluh menit interval diantara masing-masing penggunaannya. Kita tidak bisa mengandalkan
item."

"Aku paham. Aku akan maju dengan sikap sangat hati-hati. Dan jika kamu mendeteksi sesuatu maka
berteriaklah."

Setelah berkata demikian, Brain bergerak ke depan dan berjalan menuruni tangga. Untuk berjaga-jaga, dia maju
satu langkah demi satu langkah sambil mendorong-dorong lantai di depannya dengan katana. Climb
mengikutinya dari belakang.

Di ujung bawah tangga, lantai dan bahkan dinding-dindingnya terdiri dari batu-batuan keras. Beberapa meter di
depan, mereka melihat pintu kayu dengan ujung yang diberi baja.

Meskipun sulit untuk membayangkan jika mereka akan membuat jebakan dengan level crossbow pada jalanan
pintu keluar darurat, sangat umum bagi seorang warrior dengan senjata lengkap dihabisi dengan jebakan satu
lantai. Itu harus dihindari bagaimanapun caranya.

Meskipun jaraknya pendek, Brain bergerak maju dengan hati-hati dan pelan-pelan mendekati pintu. Climb
berjaga di ujung bawah tangga. Dia melakukannya untuk menghindari terseret ke dalam kecelakaan apapun
yang bisa saja akan terjadi.

Pertama Brain menusuk pintu dengan pedangnya. Setelah beberapa kali mengulanginya, dia menggenggam
gagang pintu dan memutarnya. Gerakannya terhenti.

Saat dia khawatir tentang apa yang akan terjadi, Brain berputar ke arah Climb dengan suara yang sedih.

"...Pintu ini terkunci."

Tentu saja. Sebuah pintu pasti akan terkunci.

"Ah, aku punya sesuatu. Tunggu sebentar."

Dia membunyikan tiga lonceng tangan yang terakhir ke arah pintu.

Dengan kekuatan 'Bell of Open Lock', suara samar dari kunci yang terbuka di pintu bisa terdengar.

Brain memutar gagang dan membuka pintu itu sedikit, mencari keberadaan manusia di dalamnya.

"Tak ada orang di sini. Aku akan pergi dulu."

Climb mengikuti di belakang Brain dan masuk juga.

Mereka berada di dalam sebuah aula.

Di satu sudut ruangan, ada sebuah kurungan yang cukup lebar untuk ditempati satu orang. Banyak peti-peti
kayu yang disusun menempel di dinding. Apakah ini tempat mereka meletakkan barang-barang ? meskipun
begitu, kelihatannya sedikit terlalu luas.

Ada sebuah pintu tanpa kunci di ujung yang berlawanan. Ketika Climb mendengarkan dengan teliti, dia
mendengar sebuah suara samar-samar, seakan ada keributan di kejauhan.

Brain berputar dan bertanya kepada Climb.

"Bagaimana dengan disini ? Jelas sekali cukup besar, tapi.... kamu mungkin akhirnya akan melawan beberapa
orang bersamaan."

"Jika itu nanti masalahnya, aku akan membuka pintu yang menuju ke pintu keluar dan bertarung di tangga."

"Baiklah. Aku akan melihat sedikit di sekeliling dan akan segera kembali. Jadi jangan sampai mati, Climb."

"Semoga beruntung. Brain-sama juga, hati-hati."

"Jika kamu tidak keberatan... bisakah aku meminjam item yang tadi ?"

"Tentu saja. Maaf tidak berpikir terpikirkan."

Climb menyerahkan ketiga lonceng tadi kepada Brain yang meletakkan di kantung ikat pinggangnya. Dia lalu
memasang wajah seorang warrior yang sudah bertekad.

"Kalau begitu aku akan pergi."

Meninggalkan kalimat itu, Brain melalui pintu tanpa kunci dan bergerak semakin dalam ke rumah bordil.

Setelah dia sendirian, Climb melihat sekeliling bagian dalam yang hening.

Pertama, dia memeriksa untuk melihat jika ada seseorang dibalik peti-peti itu dan apakah ada jalan keluar yang
lain. Meskipun itu adalah skill pencarian milik warrior paling banter, kelihatannya tidak ada pintu tersembunyi
lainnya. Dia lalu memeriksa peti-peti kayu yang berjumlah banyak.

Jika mungkin, dia ingin mendapatkan informasi tentang fasilitas Eight Finger selain dari yang ini. Akan lebih
bagus jika ada barang selundupan atau barang ilegal. Tentu saja, pencarian yang sebenarnya harus menunggu
setelah tempat ini diambil alih. Tapi dia harus melakukan investigasi sendiri dengan cakupan yang dia mampu.

Diantara banyak peti-peti kayu tersebut, baik yang besar dan kecil, dia mendekati yang terbesar diantara
mereka. Baik panjang, lebar dan semuanya, semuanya sekitar dua meter.

Dia memeriksa peti-peti kayu besar jika ada jebakan apapun. Tak usah dikatakan, sama seperti sebelumnya. Dia
tidak memiliki skill pengamatan dan tidak bisa meniru skill dari seorang thief.

Dia menekankan telinganya ke arah peti tersebut dan mendengarkan.

Meskipun kelihatannya tidak ada sesuatu yang terkunci di dalam, di tempat seperti dunia bawah tanah, apapun
bisa terjadi. Mereka bahkan bisa menyelundupkan makhluk-makhluk ilegal.

Di lain pihak, mungkin sudah bisa diduga jika dia tidak mendengar suara apapun. Climb lalu meletakkan
tangannya di atas peti tersebut dan membukanya.

-Tidak bisa dibuka.


Peti tersebut tidak bergeming.

Dia lalu melihat ke sekeliling untuk mencari sesuatu seperti papan kayu atau tongkat tapi setelah melihat-lihat
sebentar tidak ada benda semacam itu.

"...Kalau begitu tidak ada pilihan."

Selanjutnya, dia berpindah untuk mencoba membuka peti kayu terbesar selanjutnya dengan ukuran sekitar satu
meter di semua sisi.

Yang ini bisa dengan mudah terbuka. Mengintip di dalamnya, ada bermacam-macam pakaian. Dimulai dengan
one-piece yang buruk, bahkan ada beberapa pakaian yang biasa dikenakan oleh putri bangsawan.

"Apa ini ? Apakah ada benda sembunyi di bawah ini... kelihatannya tidak seperti itu. Apakah ini pakaian
cadangan ? Beberapa diantaranya terlihat seperti pakaian kerja, dan ini adalah pakaian pelayan ? Apa ini ?"

Climb tidak mengerti apa arti semua pakaian ini. Dia memegang satu buah di tangannya tapi hanya pakaian
biasa. Jika ini berhubungan dengan sebuah kejahatan, maka ini pasti adalah barang curian. Namun, ini tidak
cukup dikategorikan sebagai bukti untuk menghancurkan rumah bordil ini.

Meninggalkan barang-barang yang tidak dia mengerti sendiri, Climb menuju ke arah peti kayu yang mirip
ukurannya dengan sebelumnya. Saat itulah dia mendengar suara berisik yang memenuhi ruangan.

Itu tidak mungkin. Dia telah memeriksa seluruh ruangan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun di sini.
Saat itu, sebuah pemikiran berkelebat di otaknya. Seseorang bisa saja menggunakan 'invisibility' untuk
menyembunyikan diri dari awal.

Climb mulai gugup karena pemikiran tersebut dan cepat-cepat berputar ke arah suara, peti dengan ukuran 2
meter yang tidak bisa dibuka. Salah satu sisi dari peti itu menempel di dinding, dan sisi lainnya sekarang
terbuka.

Tidak ada barang di dalam peti tersebut. Malahan, ada dua orang pria. Di dalamnya ada sebuah lorong dan ada
sebuah lubang dimana ada dinding seharusnya di sana. Di dalam peti tersebut telah tersambung ke terowongan
rahasia.

Ketika Climb berkedip, para pria itu melangkah keluar dari peti tersebut sekali lagi.

Keringat dingin mengalir ke lehernya.

Penampilan dari salah satu pria itu dari dekat mirip dengan ciri-ciri yang dia dengar dari Sebas. Namanya
adalah Succulent, yang dianggap sebagai rintangan terbesar di dalam serangan ini dan di waktu yang sama,
yang paling ingin mereka tangkap.

Dia adalah anggota dari 'Six Arms' yang disebut-sebut setara dengan petualang peringkat adamantium. Musuh
yang tidak ingin dikalahkan oleh Climb menghunuskan pedangnya dan berbicara sambil memicingkan matanya.

"Aku tahu ada penyusup dari 'Alarm' jadi aku sampai mengambil jalan rahasia tapi... Mungkin kamu sudah
mempersiapkan lebih banyak jalan ?"

Pria di belakangnya merespon dengan suara melengking.

"Meskipun sekarang kamu berkata demikian, entahlah."


Sementara itu, pria tersebut melihat Climb dan bicara sambil memiringkan kepalanya.

"Huh ? Aku pernah melihat bocah itu entah darimana."

"Seorang bocah yang kamu kenal ? Bahkan aku pun marah jika kamu berkata demikian di situasi ini."

"Ada apa denganmu, Succulent ? Bukan itu yang kumaksud. Tidak diragukan lagi, dia adalah bawahan dari
wanita yang paling kubenci di dunia."

"Kamu bilang bahwa dia adalah bawahan dari si putri ?"

Succulent melihat ke arah Climb dari atas hingga bawah seperti menjilatinya.

Meskipun mata dari pria di belakangnya, cukup ketakutan, dan dipenuhi dengan nafsu, matanya terlihat seperti
mencoba mengukur kemampuan Climb sebagai seorang warrior. Mereka seperti mata dari ular yang mencoba
untuk mengukur mangsanya apakah muat di dalam mulutnya.

Pria di belakangnya menjilat bibirnya sendiri dengan lidahnya dan bertanya kepada Succulent.

"Aku ingin membawanya denganku, boleh kan ?"

Merinding mengalir di punggung Climb dan dia merasa gatal di pantatnya.

Si brengsek itu, ternyata dia seperti itu!

"Aku akan meminta biaya tambahan."

Succulent mengabaikan teriakan di otak Climb dan menghadapinya. Meskipun Climb tidak melihat celah
apapun dari awal, dia terjerat oleh perasaan bahwa dia sedang menghadapi benteng yang kuat.

Succulent melangkah maju dengan kasar.

Tekanan itu membuat Climb mengambil langkah mundur.

Tidak diragukan lagi, tidak lama sebuah pertarungan di mana perbedaan kemampuan yang jelas harus
diselesaikan. Namun, Climb, sudah melangkahi kesulitan itu.

Jika aku mempertahankan pertahananku dan terfokus untuk menghadang, maka aku akan bisa mengulur waktu
hingga Brain-sama atau Sebas-sama tiba.

Tapi ada suatu hal yang dia harus lakukan sebelum itu.

Climb menghirup sebuah nafas panjang.

"Tolong aku-!!"

Dia meneriakkan sebuah suara yang cukup kencang untuk memaksa seluruh udara keluar dari paru-parunya.

Memenangkan pertarungan individu bukanlah sebuah kemenangan. Mereka akan menjadi kemenangan jika
mereka bisa mengikat pria-pria disini agar tidak bisa lari. Cara lain untuk menyebutnya adalah jika mereka
membiarkan seorang pria dengan kemampuan seperti itu - dan juga, seorang pria yang kelihatannya memiliki
banyak informasi kabur, maka itu artinya mereka kalah. Jika begitu, tidak ada alasan baginya untuk ragu-ragu
berteriak minta bantuan.

Wajah Succulent berubah menjadi liar.

Pihak lain sekarang tertekan oleh kebutuhan untuk menyelesaikan pertarungan ini secepat mungkin. Dengan
kata lain, ada peluang yang lebih besar jika dia akan menggunakan skill yang lebih besar.

Climb tidak mengendurkan sikap waspadanya dan mengamati mereka.

"Cocco Doll-sama, kelihatannya akan menjadi sedikit sulit untuk membawa orang ini dengan kita. Kelihatannya
kita harus menghabisinya sebelum bala bantuan datang."

"Apa! Bukankah kamu bilang bahwa kamu adalah anggota dari Six Arms ? Kamu tidak bisa menghajar seorang
bocah sepertinya ? Kamu membuat namamu menangis, Devil of Illusions!"

"Jika anda berkata demikian, maka anda telah meletakkan saya di posisi yang sulit. Kalau begitu, aku akan
melakukan sebaik-baiknya tapi jangan lupa jika kemenangan kita berada pada Cocco Doll-sama yang bisa kabur
dari sini dengan selamat."

Climb mempertahankan kewaspadaannya dan menatap Succulent saat dia mencoba mencari tahu mengapa dia
disebut Devil of Illusions. Dia tidak akan mendapatkan julukan jika kemampuannya benar-benar tidak sesuai.
Dengan begitu, jika dia bisa menemukan asalnya, maka dia bisa membaca setidaknya sedikit kemampuan
lawannya. Tapi sayangnya, dia tidak bisa mengetahui apapun dari penampilan pria tersebut atau
perlengkapannya.

Meskipun dia tahu bahwa dia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, Climb berteriak untuk memberi
semangat diri.

"Aku menjaga pintu ini. Sementara aku masih berdiri, aku tidak akan membiarkan kalian kabur!"

"Kita akan segera tahu. Ketika kamu roboh dengan menyedihkan di lantai, begitulah."

Succulent pelan-pelan mengangkat pedangnya.

Hmm?!

Climb meragukan matanya.

Pedangnya mengayun. Matanya tidak salah. Meskipun itu adalah fenomena aneh itu hilang dalam sekejap, dia
melihatnya dengan jelas.

Semacam Martial Art-?

Mungkin itu ada hubungannya dengan alasan dia disebut Devil of Illusions. Jika begitu, itu artinya bahwa
lawannya telah mengaktifkan sebuah kekuatan. Meskipun dia tidak mengendurkan kewaspadaannya, dia
sekarang harus lebih berhati-hati.

Succulent mendekati Climb sambil mengangkat pedang.

Tidak bisa dikatakan sebagai gerakan seseorang yang setara dengan petualang peringkat adamantium. Namun
lebih tepatnya, terlihat sebagai gerakan saja, jatuhnya sedikit di bawah perkiraan Climb. Dia mengangkat
pedangnya untuk menyamakan dengan jalan dari ayunan dan - merasakan sedikit rasa gemetar yang
menyebabkannya harus cepat-cepat menarik mundur.

Dalam sekejap, dia merasakan luka yang tajam dari samping tubuhnya dan hampir roboh.

"Ugh!"

Dia terhuyung-huyung ke belakang menempel ke dinding. Dia tidak bisa bersantai memikirkan apa yang baru
saja terjadi. Succulent sudah ada di depannya.

Pedangnya diangkat seperti sebelumnya. Climb mengangkat pedangnya ntuk melindungi kepalanya dan
melompat ke samping saat dia bergulung dengan kepala dahulu.

Rasa perih menjalar di lengan kanan atasnya.

Dia bergulang menggunakan momentum dan segera berdiri, mengayunkan pedangnya bahkan tanpa melihat.

Pedang itu membelah udara.

Dia menyadari bahwa musuhnya tidak berniat mengejarnya dan melihat sekeliling sambil menekan lengan
kanannya. Dia melihat Succulent berlari ke arah pintu yang menuju tangga sambil berhati-hati terhadap Climb.

Climb mengabaikan Succulent yang akan membuka pintu dan mengarahkan tatapannya kepada Cocco Doll. Dia
yakin bahwa Succulent bertanggung jawab terhadap perlindungan Cocco Doll, ini akan cukup menjaganya.
Perkiraannya benar.

Tangan Succulent berhenti tiba-tiba. Dia lalu meletakkan dirinya diantara Climb dan Cocco Doll lalu membuat
suara klik dengan lidahnya. Matanya bergerak ke arah pintu, Climb, dan Cocco Doll dengan urutan seperti itu
dan wajahnya menjadi bingung.

"Dia mendapatkanku! Maafkan saya tapi saya harus membunuh bocah ini disini."

"Apa~? jika kita membiarkannya tetap hidup maka dia akan menjadi kartu yang bagus untuk digunakan
melawan pelacur itu."

"Saya melakukan kesalahan karenanya. Saya terfokus pada kenyataan bawa dia sedang menjaga pintu ini dan ...
itu adalah alasan mengapa dia meracau tentang menjaga pintu ini. Si brengsek ini... bermain-main dengan
saya."

...Baiklah, dia kena jebakan! Seperti yang kuduga, mereka kelihatannya tidak memiliki informasi apapun
mengenai apa yang terjadi di luar. Sekarang mereka tidak akan bisa lari.

Di dalam situasi dimana Succulent hanya bodyguard satu-satunya, adalah ide yang bodoh untuk berlari sambil
membiarkan Climb hidup dan mampu melanjutkan pertarungan. Alasannya karena mereka akan terkena
serangan kepungan jika ada salah satu dari sekutu Climb yang ada di atas tangga. Entah kenapa, dia juga tidak
bisa membiarkan Cocco Doll kabur sendirian sebelum dia menyelesaikan pertarungannya dengan Climb.

Climb memisahkan diri dari pintu setelah berkata bahwa dia akan menjaganya dan menunjukkan tanda bahwa
dia sedang mengincar Cocco Doll menyebabkan Succulent jatuh ke dalam kebohongannya. Dia sekarang
sedang bingung karena berpikir ada orang yang berjaga di balik pintu sana dan bahwa mereka akan
menggunakan serangan kepungan untuk menangkap Cocco Doll hidup-hidup. Agar bisa membuat lepas dengan
aman, dia harus bertekad bahwa dia harus mengalahkan Climb di sini terlebih dahulu.
Tentu saja, ini karena dia tidak tahu situasi di luar. Jika dia tahu dia hanya membuka pintu itu dan kabur.

Setelah memenangkan perjudian ini, Climb menerima nafsu membunuh yang naik dan mengangkat pedangnya.

"Haa...."

Climb menahan rasa perih yang mengalir dari samping dan lengan kanan atasnya. Beberapa tulangnya mungkin
sudah patah tapi dia beruntung masih bisa bergerak. Tidak, jika si mesum itu tidak menyandarkan nafsu aneh
apapun kepadanya, maka Climb mungkin bisa mati dengan satu tebasan pedang. Meskipun dia sedang
menggunakan chain shirt, itu tidak melindunginya dari tebasan dengan sepenuhnya.

Tapi serangan apa itu tadi ? Apakah dia menyerang dengan kecepatan yang menakjubkan ? Tapi kelihatannya
tidak seperti itu...

Wajah Gazef muncul di otak Climb.

Martial Art asli milik Gazef Stronoff, 'Sixfold Slash of Light', dikatakan mengirim enam serangan sekaligus.
Jika begitu, mungkin dia menggunakan hal yang mirip, tapi tidak cukup kuat, sebuah 'Twofold Slash of Light'.

Namun, itu artinya bahwa Succulent menggunakan teknik aneh dimana serangan pertama memiliki kecepatan
biasa dan hanya serangan kedua yang cepat.

Bukan begitu. Aku bisa menghadapinya jika aku tahu serangan macam apa itu tapi... lagipula, bahaya jika aku
hanya bertahan. Apakah aku harus menyerang ?

Climb menelan air ludahnya. Matanya berganti dari Succulent ke arah Cocco Doll menyebabkan wajah
Succulent berubah hebat.

Seorang bodyguard tidak akan senang jika kamu mengincar target mereka, meskipun hanya sebuah ancaman.
Aku tahu pengalaman itu.

Mendekati sambil melakukan semuanya yang dia sendiri tidak akan menikmati.

Devil of Illusions; seorang iblis yang menggunakan ilusi...ada sebuah peluang bahwa julukan itu sendiri adalah
sebuah tipuan tapi... layak untuk diperiksa.

Dia menurunkan pedangnya sambil memperpendek jarak. Tapi seperti yang diduga, dengan mudah bisa di
pentalkan. Dia menahan benturan yang disalurkan dan mengayunkan pedang lagi. Itu bukan sebuah serangan
yang ditingkatkan jadi tidak ada kekuatan di dalamnya. Bagaimanpun juga itu cukup.

Saat Broadsword miliknya sekali lagi dipentalkan oleh pedang Succulent, Climb menganggukkan kepalanya
puas dan melebarkan jarak.

"Sebuah ilusi! Bukan martial art!"

Dia merasa ada yang tidak beres ketika pedangnya dipentalkan. Daripada senjata yang tidak bisa dia lihat
dengan mata, dia merasa pedangnya di pentalkan oleh sesuatu yang sedikit di depannya.

"Lengan kananmu sendiri adalah ilusi. Lengan dan pedangmu yang sebenarnya tidak terlihat!"

Pedang yang dia kira dia tahan adalah sebuah ilusi dan pedang yang tidak terlihat adalah yang menebas
tubuhnya.
Succulent menghapus seluruh ekspresi di wajahnya dan multi bicara dengan suara datar.

"...Benar sekali. Aku hanya menggabungkan sebuah mantra yang membuat bagian dari tubuh tidak terlihat
dengan magic ilusi karena aku memilih kelas dalam ilusionist dan Fencer. Setelah kamu tahu sekarang, itu
adalah trik yang membosankan, ya kan ? Kamu bisa tertawa jika kamu menginginkan."

Bagaimana munkgin dia bisa tertawa ? Tidak diragukan lagi, memang kedengarannya sangat sederhana ketika
disebutkan dan bahkan membuat seseorang penasaran bagaimana mereka tidak menyadari itu sebelumnya.
Namun, di dalam pertempuran dimana sebuah tebasan bisa berarti kematianmu, tidak ada yang lebih
menakutkan selain dari sebuah pedang yang tidak bisa dilihat. Dan kenyataannya bahwa ada ilusi yang
kelihatan membuatnya mudah melupakannya.

"Kekuatanku murni seorang warrior mungkin lebih rendah darimu karena kemampuanku terpisah, tapi.."

Succulent merubah tangannya yang sedang memegang pedang dengan sebuah jentikan. Tapi apakah itu adalah
lengan dia yang sebenarnya ? Ada peluang bahwa lengan yang bisa dia lihat adalah ilusi dan lengannya yang
sebenarnya sedang memegang belati sambil mencari peluang untuk melemparkannya.

Keringat dingin mengalir turun di tubuh Climb saat dia menyadari terror akan ilusi.

"Diantara para magic caster, seorang ilusionist hanya bisa menggunakan mantra ilusi. Semakin tinggi
tingkatannya memiliki mantra yang bisa menyerang dengan ilusi dan membunuh dengan menipu otak, namun....
aku belum tiba di level itu."

"Itu kedengarannya seperti sebuah kebohongan. Dimana buktimu ?"

"Kurasa kamu benar."

Succulent bicara dengan sebuah senyuman.

"Yah, tidak ada alasan kamu harus percaya padaku. Jadi, hmm, apa yang akan kukatakan.. benar. Oleh karena
itu, aku tidak bisa merapal mantra apapun untuk memperkuat diriku atau melemahkanmu. Namun... bisakah
kamu membedakan perbedaan antara ilusi dan realita ?"

Segera setelah kalimatnya berakhir, tubuh Succulent menjadi terpisah dan terlihat seperti beberapa Succulent
yang saling bertumpuk.

"[Multiple vision]"

Meskipun kelihatannya memang hanya satu yang asli, tidak ada jaminan itu benar.

Mengapa aku memberikan waktu untuk Magic Caster!

Tujuan Climb adalah untuk mengulur waktu, tapi memberi waktu kepada Magic Caster untuk merapalkan
mantra sangatlah berbahaya.

Dengan sebuah raungan, Climb mengaktifkan martial art 'Ability Boost' dan 'Strengthen Perception' dan
mengurangi jarak dengan Succulent dalam sekali nafas.

"[Scintillating Scotoma]"

"Ugh!"
Climb merasa sebuah bagian dari pandangannya kabur. Namun, efek itu hilang dalam sekejap. Kelihatannya
pertahanan terhadap magic miliknya telah sukses.

Setelah bertahan dengan kaki tertancap, Climb mengayunkan pedangnya seperti sedang mencoba menebas
menembus seluruh tiruan. Tapi hanya satu diantara mereka yang berada dalam jangkauan dari ayunannya.
Seperti yang diduga, jika dia ingin mengenai mereka semua, dia harus menghadapi yang asli. Selain itu, tidak
ada gunanya dia memiliki pedang.

Succulent yang terkena tebasan terbelah menjadi dua. Namun, tidak ada darah dan pedang itu seperti
menembusnya tanpa halangan.

"-Salah."

Sebuah hawa dingin muncul dari perutnya dan area di sekeliling lehernya menjadi semakin panas. Climb
menyelimuti area di mana dia merasa panas dengan tangan kiri.

Dia merasakan luka perih dari tangan yang menutupi lehernya dan sensasi yang tidak tidak menyenangkan dari
pakaiannya yang menjadi merah karena darah. Jika dia tidak merasakan nafsu membunuhnya, jika dia ragu
mengorbankan tangannya, lehernya pasti akan putus. Lega karena bisa lepas dari kematian, dia menggeretakkan
gigi-giginya untuk menahan luka dan menebaskan pedangnya secara horizontal.

Sekali lagi, pedang itu hanya memotong udara tanpa ada hambatan.

Sekali lagi bisa bahaya.

Setelah menyadari ini, Climb menggunakan 'Evasion' dan mundur. Matanya memantulkan gambaran dua
Succulent yang mengangkat pedang mereka berturut-turut. Climb tahu jika seluruh pedang itu adalah ilusi dan
memfokuskan telinganya.

Chain Shirt yang dia pakai dan degup jantungnya terdengar berisik di telinganya. Satu-satunya hal yang bisa dia
dengar adalah suara yang datang dari pria di depannya.

-Tidak. -Tidak. -Yang ini!

Suara yang datang dari pedang yang mengarah kepadanya. Suara samar dari pedang yang memotong menembus
udara yang datang dari ruang kosong di depannya. Mengarah ke tengah wajah Climb.

Climb cepat-cepat memutar wajahnya dan dia merasakan gesekan yang melewati pipinya begitu juga degna
luka dari dagingnya yang ditebas. Cairan panas mengalir dari pipinya dan mengalir ke bawah lehernya.

"Satu dari dua peluang!"

Climb meludahkan darah yang mengalir ke mulutnya dan mengeluarkan seluruhnya ke dalam serangan ini.

Karena dia telah menggunakannya tadi untuk melindungi diri, dia tidak bisa merasakan apapun kecuali luka di
bawah pergelangan lengan kirinya. Dia tidak yakin jika jarinya bisa digerakkan dengan baik. Mungkin juga
syarafnya sudah putus. Tapi meskipun dia tidak bisa bergantung kepadanya, Climb menggenggam pegangan
dari pedangnya.

Luka itu meledak dan membuat giginya bergemerakan. Namun, lengan kirinya bergerak dengan baik dan dia
bisa menggenggam pegangan pedangnya. Mungkin luka itu adalah alasan tangannya yang membengkak seperti
balon.
Dia memegang pedang itu dengan erat menggunakan kedua tangan dan menurunkan pedangnya dari atas kepala
dengan kekuatan sebanyak mungkin.

Darah - terpancar. Bersama dengan sensasi menebas sesuatu yang keras, darah mengucur seperti air mancur.
Kelihatannya dia berhasil mengenai yang asli kali ini.

Succulent roboh ke lantai seperti ditebas di tempat vital. Meskipun sulit dipercaya bahwa dia telah menang
melawan seorang pria yang memiliki skill menyamai petualang dengan peringkat adamantium, kenyataan
bahwa dia telah roboh adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah. Climb memaksa kegembiraannya reda dan
melihat ke arah Cocco Doll yang menatapnya diam-diam. Dia kelihatannya tidak ada niat untuk kabur.

Mungkin karena dia kehilangan sedikit tekanan, luka yang terbakar dari pipi dan lengan kirinya membuat Climb
muntah.

"Ini...tidak bisa disebut sebagai kemenangan penuh."

Meskipun bagus sekali jika bisa menangkap Succulent hidup-hidup, itu tidak mungkin bagi Climb. Meskipun
begitu. mereka seharusnya bisa mendapatkan banyak informasi jika mereka menangkap pria yang dilindungi
dan dibantu untuk kabur oleh Six Arms tersebut hidup-hidup.

Climb melangkah maju untuk menangkapnya tapi dia merasakan ada yang aneh dengan ekspresi Cocco Doll.
Dia terlalu tenang.

Apa dasar dari ketenangan itu ?

Saat itu dia merasakan sensasi hangat yang menusuk menembus perutnya.

Seakan seperti boneka yang terputus benangnya, kekuatan meninggalkan tubuhnya. Dalam sekejap,
pandangannya berubah menjadi gelap dan ketika dia menyadarinya di roboh di lantai. Dia tidak bisa mengerti
apa yang terjadi. Rasanya seperti logam panas yang masuk ke perutnya. Luka tersebut menyebar dan
mengeluarkan udara dari paru-parunya dengan liar. Sebuah kaki masuk ke dalam pandangannya yang hanya
bisa dilihat dari lantai.

"Sayangnya, kelihatannya kamu tidak bisa menyebutnya dengan kemenangan sama sekali."

Climb mati-matian mengangkat wajahnya dan melihat Succulent yang hampir tidak terluka sama sekali.

"'Fox Sleep'. Itu adalah sebuah ilusi yang bisa diaktifkan setelah menerima luka. Rasanya sakit. Kamu mungkin
mengira kamu sudah membunuhku, ya kan ?"

Dia memindahkan jarinya dan pelan-pelan merunut garis lurus di sekitar pinggangnya. Itu mungkin jalan dari
pedang Climb.

"Haa. Haa. Haa. Haa."

Nafasnya pendek dan kacau. Climb bisa merasakan darah yang mengucur dari perut menodai chain shirt dan
pakaiannya.

-Dia akan mati.

Climb mati-matian bertahan kepada kesadarannya yang meredup yang terlihat seakan dirobek oleh luka yang
luar biasa.
-Kehilangan kesadaran di sini berarti mati.

Namun, jika dia tetap bangun, hanya masalah waktu. Succulent mungkin akan datang untuk menghabisinya
sendiri.

Dia bertarung dengan baik, mempertimbangkan bahwa dia melawan orang yang berada pada level petualang
dengan peringkat adamantium. Karena berakhir seperti ini, dia tidak ada pilihan selain menyerah pada takdir.
Perbedaan kekuatan sangat jelas.

Namun - dia tidak bisa menyerah.

Bagaimana bisa dia menyerah ?

Climb menggeretakkan giginya seakan mencoba untuk mengancurkannya.

Dia tidak bisa menerima kematian. Dia tidak bisa membiarkan dirinya mati tanpa perintah Renner.

"Ku, guh! Ugh, urk."

Dengan suara geretakan gigi dan teriakan yang dipaksakan yang lebih mirip seperti erangan, dia memenuhi
hatinya dengan kemarahan, hati yang diselimuti oleh luka.

Dia masih belum bisa mati. Dia tidak boleh mati.

Climb memikirkan Renner mati-matian. Hari ini juga, dia ingin kembali ke sisinya-

"Tidak banyak waktu jadi aku harus menghabisimu. Matilah."

Succulent mengarahkan pedangnya ke arah bocah yang mengerang itu.

Itu adalah luka yang fatal; kematiannya hanya masalah waktu. Namun, Succulent memiliki firasat sebaiknya
membunuh dia disini untuk memastikannya.

"..Um, tidak bisakah kita membawanya dengan kita ?"

"Cocco Doll-san, tolong berhentilah. Ada peluang bagus jika sekutu bocah ini akan ke pintu itu. Dan meskipun
jika kita membawanya dengan kita, dia mungkin hanya akan mati sebelum kita sampai di tempat yang aman.
Aku mohon menyerah saja."

"Kalau begitu setidaknya, mari kita bawa kepalanya. Aku akan mengirimkannya ke pelacur itu dengan beberapa
bunga."

"Ya, ya. Jika hanya segitu boleh saja... huh?!"

Succulent melompat ke belakang.

Bocah itu mengayunkan pedangnya.

Bagi seorang bocah yang hampir mati, tebasan itu sangat tajam dan stabil. Saat Succulent memberinya wajah
menghina terhadap perlawanan terakhir dari mangsanya yang menyedihkan, matanya semakin lebar.
Bocah itu bangkit di kakinya dengan menggunakan pedang sebagai penopang.

Itu tidak mungkin.

Succulent, yang telah membunuh banyak orang dan sudah tak bisa dihitung lagi dalam ratusan, sangat yakin
jika serangannya dari beberapa saat yang lalu adalah fatal. Itu adalah luka yang tidak bisa membuat dirimu
berdiri.

Tapi pemandangan di depan matanya terlalu mudah mengkhianati pengetahuan yang sudah dia bangun dari
pengalamannya saat ini.

"Ba-Bagaimana mungkin dia bisa berdiri ?"

Succulent merasa berdebar. Dia benar-benar seperti seorang undead.

Dengan air liur yang mengalir ke bawah dari mulutnya, wajah pucat bocah itu hanya bisa diutarakan sebagai
seseorang yang telah membuang kemanusiaannya.

"Aku...belum...boleh...mati. Tidak...sebelum... membalas...kebaikan...Renner-sama."

Dalam sekejap, nafasnya berhenti di tenggorokan ketika mata mengerikan bocah itu terarah kepada Succulent.
Itu adalah terror. Dia ketakutan oleh bocah yang melakukan hal yang mustahil.

Melihat bagaimana bocah itu sempoyongan di kakinya, Succulent kembali sadar. Apa yang merampasnya
adalah rasa malu. Bagi seorang anggota Six Arms yang ketakutan terhadap seseorang yang jauh di bawahnya,
dia tidak bisa menerima itu.

"Dasar kau brengsek setengah mayat! Matilah!"

Succulent merangsek maju. Dia sangat yakin jika bocah itu akan mati jika dia menusuknya.

Tapi Succulent terlalu sombong.

Melihat mereka secara keseluruhan, tidak diragukan lagi bahwa ada perbedaan luar biasa antara Climb dan
Succulent. Tapi Succulent yang berada dua kelas di dalam ilusionist dan Fencer dan Climb yang hanya berlatih
di kelas Warrior, ketika dibandingkan keduanya dari sudut pandang warrior, tidak ada begitu besar
perbedaannya. Namun, Climb akan berada di atas Succulent. Satu-satunya alasan Climb lebih lemah dari
Succulent adalah karena kehadiran magic. Di dalam situasi dimana dia tidak diperkuat oleh magic, Succulent
adalah yang lebih lemah.

Dengan suara membelah udara, pedang terangkat tinggi dan suara benturan metal dengan nada tinggi yang
terdengar.

Alasan dia mampu menahan serangan dari atas kepala si bocah adalah karena tubuhnya yang sudah mendekati
mati dan gerakannya semakin tumpul.

Keringat dingin mengalir turun dari wajah Succulent. Dia terlalu fokus pada kenyataan bahwa lawannya hampir
mati. Pertimbangan sebelumnya ini benar-benar terbuang.

Sebagai seorang Fencer, Succulent yang terlatih pada bagaimana menghindari serangan musuh, telah
menggunakan pedangnya untuk mempertahankan diri. Sejauh itulah serangan bocah yang diluar dari batas
normal itu terjadi.
-Itu bukan sebuah serangan yang bisa dilakukan oleh manusia yang sudah separuh mendekati ajal.

Pemikiran inilah yang terbersit pada otak Succulent yang gelisah.

Tidak, kecepatan dari pedang si bocah itu semakin cepat daripada sebelum dia terluka.

"Brengsek, ada apa denganmu?!"

Menjadi lebih kuat di tengah pertarungan. Meskipun itu tidak mungkin, Succulent tak pernah melihat sesuatu
yang seperti ini di kenyataan.

Namun, rasanya dia telah memiliki sebuah lapisan sesuatu.

"Apa yang terjadi?! Apakah itu adalah item magic ? Sebuah martial art ?"

Suaranya yang panik terdengar menyedihkan, sangat menyedihkan sehingga sulit dibedakan pihak mana yang
memiliki keunggulan.

Apa yang terjadi dengan Climb adalah sederhana.

Berkat latihan Sebas, fungsi dari otaknya yang melindungi tubuh menjadi tidak teratur.

Dia telah mengalami kematian ketika latihan Sebas. Kegigihannya untuk bertahan hidup menutupi kematian
yang dia hadapi dan seperi sebelumnya, batasan dari otaknya dikeluarkan, memberinya kekuatan manusia super
yang mirip dengan yang kadang-kadang ditunjukkan pada gambaran kebakaran.

Meskipun dia hanya melihat sebuah pukulan selama latihan, tanpa itu, dia akan mati disini tanpa bisa
melakukan apapun.

Succulent menahan pukulan yang kuat dan tiba-tiba terlempar ke belakang dengan jarak yang lebar.

Benturan karena melayang di tanah keluar lewat punggungnya dan menggoncangkan perutnya. Meskipun Chain
Shirt Orichalcum menahan benturan itu, dalam sekejap, udara di paru-parunya keluar dan dia tidak bisa
bernafas.

Apa yang terjadi ? Meskipun Succulent, yang menerima benturan, tidak tahu, jelas sekali bagi Cocco Doll yang
sedang mengamati dari samping.

Dia telah menendang Succulent dengan kakinya. Segera setelah tebasan dari atas kepala ditahan, bocah itu
langsung mengirimkan sebuah tendangan kepada Succulent.

Tidak mampu memahami apa yang terjadi, Succulent cepat-cepat bangun kembali. Bagi seorang Fencer,
menjadi lincah adalah kepercayaan mereka. Berbaring terlentang di tanah adalah hal yang fatal.

"Sialan! Si brengsek ini tidak bersikap seperti prajurit! Tidak kukira kamu bahkan menggunakan kakimu! Kamu
harus tetap dengan petunjuk buku teknik berpedang!"

Succulent bergulung di lantai sambil cepat-cepat bangun dengan suara klik di lidahnya, dia mengeluarkan
kritikannya.

Itu adalah gaya yang berbeda dari apa yang dilatih oleh prajurit. Itu lebih kotor; rasanya seperti melawan
seorang petualang. Itulah kenapa dia tidak bisa menurunkan kewaspadaannya.
Sebuah perasaan gusar mengalir di punggung Succulent.

Pertama, dia mengira dia akan menang dengan mudah, oleh karena itu dia cepat-cepat menghabisi si bocah
seperti ini. Namun, sekarang dia bisa merasakan bahwa ketenangannya mulai menghilang.

Succulent menarik nafas dalam saat dia melihat bagaimana si bocah yang dianggap berbahaya pelan-pelan
melemah.

Tampangnya terlihat seperti bentrokan-bentrokan sebelumnya telah membakar api dalam hidupnya. Tidak, itu
mungkin yang sebenarnya. Seperti bagaimana sebuah lilin terbakar cerah sebelum padam, kekuatan itu sama.

Sekarang, dia akan benar-benar mati meskipun jika Succulent hanya menyentuh Climb.

Succulent merasa sedikit lega dan setelah beberapa saat ragu-ragu, akhirnya didominasi oleh kemarahan.

Dia marah pada kenyataan bahwa sebagai salah satu Six Arms, dia telah mengalami kesusahan dengan seorang
prajurit. Juga kepada dirinya yang berpikir itu adalah bahaya. Namun, pertarungan sudah diputuskan. Dia hanya
perlu membunuh Climb dan lari.

Namun--

"-Sudah cukup."

Dia hampir tidak tepat waktu.

Climb yang sedang tergeletak di tanah, wajahnya berantakan karena kotoran dan keringat. Sudah melewati titik
berubah biru dan benar-benar pucat. Meskipun begitu, dia masih hidup. Tapi tertusuk menembus perut adalah
luka yang fatal dan jika dia tidak segera dirawat, dia akan mati dalam hitungan menit.

Brain masuk ke dalam ruangan, tak mampu merasa lega.

Di dalam, ada dua orang pria. Salah satunya terlihat seperti bukan seorang petarung.

"Tidak bisakah kamu membunuh si bocah itu cepat-cepat tanpa memperdulikan pria mencurigakan di sebelah
sana ?"

"Jika aku melakukan itu pria tersebut akan memperpendek jaraknya dalam sekejap dan menghempaskanku
dengan sebuah tebasan. Dia berada di level yang benar-benar berbeda dibandingkan si bocah ini. Aku takkan
bisa menang jika tidak berkonsentrasi penuh dan bertarung dengan segala yang kumiliki. Jika aku
mengendurkan kewaspadaan sedikitpun atau membiarkan otakku berkelana, aku bisa tamat nanti."

-Kalau begitu yang baru saja menjawabku adalah Succulent.

Begitulah Brain memahami. Jelas sekali bahwa dia mirip dengan ciri-cirinya. Sejujurnya, itulah yang dia
pikirkan dulu ketika dia melihatnya dengan sebuah tiruan dan sedang menggenggam belati penuh darah. Tapi
dia sudah memastikannya.

Brain melangkah tanpa bicara sepatah katapun dan menghunus pedang dengan setengah hati dengan tebasan
dari sarung pedang. Tapi Brain hanya menyerang dengan niat untuk memisahkan musuh dari Climb. Dia
melangkah ke arah Climb yang roboh dan menghentikan kakinya di tempat dimana dia bisa melindungi Climb.

"Climb, kamu tidak apa ? Apakah kamu memiliki item untuk menyembuhkan luka ?"
Dia tidak memiliki banyak waktu dan lalu bicara dengan cepat. Jika tidak ada yang bisa digunakan untuk
merawatnya, mereka akan cepat-cepat mencari cara lain.

"Haa, haa, haa, haa. Aku .. punya."

Dia menatap lagi dan melihat jika Climb meletakkan pedangnya dan menggerakkan badannya.

"Ternyata begitu."

Brain membalas dengan perasaan lega yang dalam dan melihat ke arah Succulent dengan tatapan yang
menusuk.

"Aku akan jadi lawanmu mulai sekarang. Aku harus balas dendam atas orang ini."

"...Tidak heran kamu terlihat percaya diri. Kamu memiliki sebuah katana, sebuah senjata mahal yang jarang
berpindah dari selatan. Aku tak pernah mendengar jika seorang warrior sepertimu ada di Kingdom.. Boleh aku
tanya siapa namamu ?"

Dia tidak berniat menjawabnya.

Climb ada seseorang yang berbagi tujuan dengannya - temannya. Di dalam situasi dimana seorang rekan
mungkin bisa mati, dia tidak memiliki waktu untuk maju mundur dengan pertanyaan dan...

Tiba-tiba, Brain bertanya kepada dirinya.

Apakah ini aku ?

Bukankah dia telah membuang segala hal yang tidak meningkatkan kemampuannya dengan pedang ? Saat Brain
sedikit mengangkat dagunya, dia mengeluarkan tawa lepas.

...Ahh, aku tahu sekarang.

Hatinya, impiannya, tujuannya, jalannya dalam kehidupan, apa yang membuat hidupnya berharga, seluruhnya
telah dihancurkan oleh monster itu, Shalltear Bloodfallen. Dan yang menemukan tempat di patahannya adalah
Climb. Ketika dia sendiri hancur di bawah nafsu membunuh liar dari figur misterius bernama Sebas, figur dari
Climb yang bertahan meskipun lemah memenangkan rasa hormat dan kekaguman Brain. Dia melihat kilauan
dari seorang pria yang memiliki apa yang tidak dia miliki.

Sambil berdiri di depan Climb, dia dan Succulent saling menatap satu sama lain. Melihatnya seperti ini, apakah
Climb melihat kemilau yang sama yang dilihat Brain dari punggungnya ?

Jika dirinya yang dulu melihat situasi ini, dia pasti akan tertawa hingga air mata jatuh dari matanya, berkata
bahwa dia telah menjadi lemah.

Dia telah berpikir bahwa seorang warrior akan semakin lemah jika dia harus memikul sesuatu. Dia dulu berpikir
bahwa satu-satunya hal yang dibutuhkan oleh seorang warrior adalah ketajaman.

Namun - sekarang dia mengerti.

"Jadi hidup semacam ini juga ada... aku tahu sekarang. Gazef... kelihatannya aku masih tidak setara denganmu."

"Apa kamu tidak mendengarku ? Keberatankah kamu kutanya lagi ? Siapa namamu ?"
"Maaf tentang itu. Aku tidak mengira ada makna apapun jika mengatakan hal ini padamu tapi aku akan
menjawabnya... namaku adalah Brain Unglaus."

Mata Succulent terbuka lebar.

"Apa! Kamu!?"

"Oh ya ampun! Yang asli!? Dia bukan tiruan!?"

"Tidak, tak diragukan lagi, Cocco Doll-san. Sebuah senjata mahal menunjukkan nilai dari warrior. Bagi Brain
Unglaus yang aku kenal, sebuah katana adalah senjata yang cocok."

Brain tersenyum pahit.

"Kebanyakan orang yang kutemui untuk pertama kali hari ini kelihatannya tahu tentang aku... jika ini adalah
masa lalu maka aku akan senang tapi aku tidak yakin bagaimana rasanya sekarang."

Senyum Succulent tiba-tiba berubah jadi bersahabat. Brain bingung tapi kebingungannya langsung terangkat.

"Dengar, Unglaus! Bagaimana kalau kita berhenti bertarung ? Seseorang sepertimu jauh lebih layak menjadi
rekan kami. Bagaimana kalau bergabung dengan kami ? Jika itu adalah kamu, aku bisa tahu bahwa hanya
dengan sekali lihat kamu sudah cukup kuat untuk menjadi anggota Six Arms. Kamu sama seperti kami.
Bukankah kamu mencari kekuatan ? Itulah yang dikatakan oleh matamu."

"...Kamu tidak salah."

"Kalau begitu Eight Finger adalah hal yang bagus untukmu. Itu adalah organisasi terhebat bagi mereka yang
memiliki kekuatan! Kamu bisa mendapatkan item magic dengan kemampuan yang luar biasa. Lihatlah
Orichalcum Shirt ini! Pedang Mythrill ini! Cincin! Sepatu! Mereka semua adalah item magic! Sekarang, Brain
Unglaus, jadilah teman kami. Seperti aku, kamu akan menjadi anggota Six Arms."

"...Betapa membosankan. Hanya itu nilai gang mu ?"

Sikap dinginnnya yang luar biasa dipenuhi dengan rasa jijik membuat wajah Succulent membeku.

"Apa ?"

"Apa kamu tidak mendengarku ? Aku bilang bahwa gang milikmu hanya dengan kekuatan segitu bukanlah hal
yang spesial."

"Da-Dasar brengsek!.. H-Hmph. Kalau begitu itu artinya kamu tidak sekuat itu!"

"Kamu memang benar. Setelah melihat monster yang benar-benar kuat, seseorang sepertiku bukanlah apapun."

Brain merasa kasihan dengan katak yang berada dalam kolam yang kecil yang percaya bahwa dia kuat dan
memberinya peringatan yang ramah dan sejujurnya.

"Kekuatan yang kamu katakan itu sama saja. Kita mungkin berbicara mengenai hal yang sama jadi biar kuberi
kamu peringatan. Meskipun kita merasa bahwa kita kuat, kita bukanlah apa-apa."

Brain melihat ke bahunya dan memastikan bahwa Climb telah selesai meminum potionnya.
"Dan ada sesuatu yang tidak kamu pahami. Kekuatan demi orang lain lebih hebat daripada kekuatan yang hanya
untuk dirimu sendiri."

Brain tersenyum. Itu adalah senyum dengan hati ringan yang ramah.

"Perbedaannya mungkin kecil. Tapi aku masih menyadarinya."

"Aku tidak mengerti ucapan yang kamu katakan.. Sayang sekali, Unglaus. Sayang sekali jika aku harus
membunuh swordsman jenius yang setara dengan Stronoff."

"Kamu ? Kamu kira dirimu yang hanya memegang pedang untuk dirimu sendiri bisa membunuhku ?"

"Tentu saja aku bisa membunuhmu, malahan bisa dengan sangat mudah. Aku akan membunuhmu, dan lalu aku
akan membunuh si bocah yang tergeletak di sana. Tidak ada alasan lain bagiku untuk menahan diri dan aku juga
tidak akan main-main. Aku akan datang kepadamu dengan segala yang aku miliki."

Sambil menjaga Succulent yang mulai mempersiapkan magicnya pada garis penglihatannya, dia merasakan
seseorang di belakangnya yang mulai bergerak dan mengirimkan peringatan.

"Tetaplah disana, Climb. Kamu masih belum sembuh, ya kan ?"

*Twitch*. Gerakan itu berhenti.

Brain tersenyum dan bicara, meskipun merasakan rasa keterkejutan yang sama yang dia rasakan beberapa saat
yang lalu di sisi ini sendiri.

"Biar kutangani sisanya sendiri."

"-Aku serahkan padamu."

Daripada membalas, Brain tertawa dan menyarungkan katana miliknya saat dia merendahkan kuda-kudanya. Di
waktu yang sama, dia membalik katana, sarungnya dan semuanya, jadi yang atas dan bawah menjadi tertukar.

"Hati-hati. Succulent menggunakan ilusi. Hanya karena kamu bisa melihatnya tidak berarti itu nyata."

"Oh, jadi begitu... kelihatannya seperti lawan yang menjengkelkan tapi... itu bukan masalah."

Brain diam-diam melihat Succulent tanpa bergerak. Dia pasti telah menyelesaikan rapalan mantranya, karena
banyak bayangannya yang muncul hingga lima. Bukan hanya itu, dia mengenakan jubah yang terlihat seperti
terbuat dari bayangan. Dia bahkan tidak mulai menebak mantra macam apa yang dirapalkan.

"Terima kasih sudah memberiku waktu untuk bersiap. Seorang magic caster dengan cukup waktu akan menjadi
lebih kuat bahkan dari seorang warrior. Kekalahanmu sudah pasti, Unglaus!"

"Benar, jangan khawatir tentang itu. Itu juga sama halnya denganku. Setelah berkata dengan temanku disini...
Aku kira aku tidak akan kalah."

*Crunch*. Dia mendengar suara Climb, yang sedang tergeletak di lantai, bergerak.

Dia menyesali kenyataan karena dia, mereka memperbolehkan musuh merapal buff. Itulah kenapa Brain
membuat pengumuman agar Climb bisa mendengarnya dengan jelas.
"-Satu kali pukulan."

"Apa?!"

"Aku bilang bahwa aku akan mengakhiri ini dalam satu pukulan, Succulent."

"Coba saja jika kamu bisa!"

Succulent berlari ke arah Brain dengan bayangan-bayangannya.

Saat dia memasuki jangkauan dari katananya, Brain memutar tubuhnya agar ketenangan dan punggungnya yang
tidak terjaga bisa dilihat oleh Succulent yang maju menyerang. Dan - tebasan dengan kecepatan dewa melayang
ke ruang kosong, tepat di sebelah Climb.

*Smack*.

Suara itu terdengar keras dan dinding-dinding bergetar.

Baik Cocco Doll dan Climb melihat ke arah tempat di mana suara itu datang.

Disana, tubuh Succulent tergeletak di lantai dan tidak bergeming. Sebuah pedang menggelinding di lantai di
dekatnya.

Tebasan Iai dari Brain telah melemparkan tubuh Succulent ke belakang dan akhirnya menabrak dinding dengan
kecepatan yang luar biasa. Jika dia tidak menggunakan punggung pedangnya, meskipun dengan kaos berantai
yang terbuat dari orichalcum, tubuh Succulent pasti akan terbelah menjadi dua. Sebanyak itulah kekuatan
dibalik serangan itu.

"...'Field' milikku bisa mendeteksi kehadiranmu meskipun aku tidak bisa melihat dengan mataku sendiri. Tidak
kukira kamu akan menggunakan ilusi yang berhubungan dengan pendengaran untuk mencoba membuat fokus
perhatianku ke depan agar kamu bisa menyerang dari belakang... Itu adalah trik yang hebat, tapi sayangnya
lawanmu adalah aku. Dan mengarahkan pedangmu ke arah Climb adalah hal yang bodoh. Kamu mungkin
berencana untuk membunuhnya dan sesumbar tentang bagaimana kamu tidak bisa melindunginya atau apalah,
tapi kamu terlalu banyak memfokuskan perhatianmu untuk menyerang Climb yang berada di lantai. Apakah
kamu lupa siapa yang kamu hadapi ?"

Brain menyarungkan pedangnya dan tersenyum ke arah Climb.

"Lihat, satu kali pukulan, ya kan ?"

"Itu menakjubkan!"

Suaranya bertumpang tindih dengan suara lain yang juga berkata "Itu memang menakjubkan". Keduanya
terkejut. Suara yang mereka dengar adalah milik Sebas, tapi itu sendiri bukan hal yang mengejutkan. Apa yang
mengejutkan bagi mereka adalah arah dari suara itu.

Kedunya mengarahkan mata mereka ke arah Cocco Doll.

Disana, mereka melihat Sebas. Cocco Doll roboh di dekatnya.

"Kapan anda tiba ?"


Sebas dengan tenang membalas pertanyaan Brain.

"Saya baru saja tiba. Kelihatannya perhatian semua orang terfokus pada Succulent dan tidak menyadariku."

"Te-ternyata begitu."

Meskipun saat dia menjawab, Brain tidak mengira itu mungkin.

Tapi aku masih mengaktifkan 'Field' milikku. Jaraknya memang dekat tapi seharusnya masih bisa menangkap
siapapun yang berlari dalam garis lurus. Dan aku masih tidak bisa merasakannya...? Satu-satunya yang mampu
bergerak seperti itu hingga sekarang adalah monster itu, Shalltear Bloodfallen. Aku sudah memikirkan hal ini
ketika aku terkena nafsu membunuhnya, tapi apakah dia berada dalam level yang sama dengan monster itu ?
Siapa dia sebenarnya ?

"Bagaimanapun juga, aku telah menyelamatkan siapapun yang ditawan. Dan aku harus minta maaf kepada
Climb-kun, beberapa penjaga melawan balik dengan ganas sehingga aku tidak ada pilihan selain membunuh
mereka. Maafkan aku.. atau begitulah. Kelihatannya sebelum aku minta maaf, sebaiknya aku merawat lukamu."

Sebas berjalan ke samping Climb dan menyentuh perutnya dengan tangan. Dia dalam sekejap menekankan
tangannya ke perut tanpa terlalu berat dan langsung menariknya. Tapi efeknya dramatis. Wajah Climb yang
pucat setelah meminum potion langsung mendapatkan coraknya yang sehat.

"Perutku sembuh...! Apakah anda seorang priest ?"

"Bukan, aku tidak menggunakan kekuatan Tuhan, tapi lebih mencurahkan Ki milikku untuk merawatmu."

"Jadi anda adalah seorang monk! Tidak heran, akhirnya aku mengerti."

Brain menganggukkan kepalanya, sekarang dia mengerti mengapa dia tidak memiliki senjata atau armor
satupun. Sebas menunjukkan senyum tanda setuju.

"Kalau begitu apa yang akan kalian berdua lakukan mulai sekarang ?"

"Pertama, aku berencana untuk lari ke kantor penjaga untuk menjelaskan apa yang terjadi di sini dan membawa
beberapa prajurit kembali kemari. Sementara itu, aku ingin meminta Sebas-sama dan Brain-sama untuk berjaga
di sini. Bagaimanapun, Eight Finger mungkin akan mengirimkan bala bantuan."

"...Aku sudah naik perahu ini, aku akan menaikinya hingga akhir."

"Aku tidak keberatan juga. Namun, bisakah kamu tidak menyebutkan aku tentang masalah ini dan
menjadikannya rahasia ? Aku hanya datang ke negara ini untuk berbisnis dan tidak ingin melibatkan diri lebih
jauh dengan kegelapan di tanah asing."

"Aku tidak perduli kamu sebutkan atau tidak, Climb. Yah, ketahuilah jika yang menjadi jaminanku sekarang
adalah Stronoff jadi aku akan serahkan ini padamu."

"Ternyata begitu. Aku mengerti. Kalau begitu kepada kalian berdua, saya minta maaf tapi tolong berikan sedikit
waktu."
Part Three
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 19:05

Saat malam mulai turun ke Kingdom, Climb akhirnya kembali ke istana.

Meskipun lukanya sudah sembuh seperti sedia kala, tubuhnya masih lelah. Bukan hanya karena pertarungan, dia
harus melakukan mediasi beberapa kali untuk menangani akibat setelahnya dan itu memakan waktu. Alasan itu
bisa berhasil pada akhirnya adalah bukan karena Climb adalah bodyguard Renner, tapi karena ketakutan dengan
Eight Finger dan tetap pasif. Apa yang menjadi masalah signifikan adalah tanggung jawab.

Yang bertanggung jawab akan menjadi contoh dan akan dibunuh oleh Eight Finger - itu bukanlah hal
mengkhawatirkan tanpa alasan. Ada kemungkinan yang tinggi hal itu bisa terjadi. Itulah kenapa dia
memerintahkan prajurit untuk mengirimkan dokumen yang mengandung situasi yang sebenarnya kepada
Renner. Dia lalu menerima izin untuk menulis namanya dan nama dari tuannya yang menjadi tanggung jawab.

Meskipun jelas sekali memiliki kerugian, setidaknya ada dua keuntungan.

Satu yang jelas; itu akan menaikkan reputasi Renner.

Mereka adalah organisasi yang mengotori Kingdom. Dan bukan hanya itu, dia juga membuka orang-orang yang
melakukan tindakan kotor sambil terlibat dalam perdagangan budak. Bahkan lebih baik, bagi Renner yang tidak
keluar dari istana, fakta bahwa dia mengirimkan bodyguard miliknya ke depan akan meningkatkan penilaian
terhadapnya.

Selanjutnya adalah Sebas dan kenyataan bahwa mereka bisa melindungi gadis yang dia lindungi. Jika mereka
menjadi pihak yang bertanggung jawab, mereka bisa menyembunyikan gadis itu karena dia ingin mencoba
untuk tidak terlalu mencolok. Dan ketika itu sudah dilakukan, akan sulit bagi mereka untuk menjadi target
utama dari Eight Finger.

Aku tidak bisa membantu banyak ketika kita menyerang jadi setidaknya aku melakukan setidaknya hal ini...

Brain berkata bahwa dia akan mengirimkan berita itu kepada Gazef secara pribadi dan bilang kepadanya untuk
tidak mengkhawatirkan hal itu.

Climb yang bengong memikirkan hal semacam itu saat dia mengetuk pintu Renner.

Biasanya, dia bisa masuk begitu saja tanpa harus mengetuk. Tapi dia menolak melakukannya ketika sudah larut,
berpikir bahwa itu adalah hal yang tidak sopan. Setelah sekali itu ketika dia menemui Renner yang hanya
memakai gaun sutra tipis, bahkan tuannya mempersilahkan dia hingga titik itu.

Climb mencium tubuhnya sendiri sebelum bisa menjawab. Meskipun dia sudah mandi, hidungnya terbiasa
dengan bau dan dia tidak percaya diri apakan itu adalah bau darah atau tidak yang telah hilang dari tubuhnya.
Tidak mungkin cara berpakaiannya sudah cukup bagus untuk masuk ke dalam kamar sang putri. Namun, itu
perlu karena dia harus melaporkan kejadian hari ini dengan mulutnya sendiri.

Lebih dari apapun, orang-orang yang ditahan adalah yang terpenting. Untuk sekarang, wanita-wanita itu telah
dipercayakan penempatannya, tapi mereka harus dipindah ke tempat yang aman di masa depan. Dan karena
beberapa dari mereka terluka, mereka akan dikirimkan ke seseorang seperti seorang priest yang bisa
menggunakan magic healing.

Renner-sama yang baik hatinya pasti akan mengulurkan tangan untuk membantu penduduk yang menderita.

Itu membuatnya terluka karena menyebabkan semua ini untuk tuannya. Jika saja dia sudah sedikit lebih kuat...
dia akhirnya tidak tahu diri dan berharap untuk hal semacam itu. Meskipun itu semua berkat Renner sehingga
dia bisa melayani tuan yang luar biasa itu, sehingga dia bisa hidup seperti ini.

...Huh ? Tidak ada jawaban.. ya kan ?

Dia tidak mendengar jawaban yang memberikannya izin untuk masuk.

Tidak ada penjaga malam di depan pintu dan menurut waktunya, Renner seharusnya belum tidur. Atau apakah
dia hanya jatuh tertidur tanpa memberitahu orang yang melakukan tugas malam ?

Climb mengetuk pintu lagi.

Kali ini, dia mendengar suara samar dari dalam memberinya izin masuk. Climb merasa lega dan masuk ke
dalam. Apa yang harus dia lakukan pertama telah diputskan.

"Saya minta maaf sudah larut."

Dia membungkukkan kepala dalam-dalam.

"Aku khawatir!"

Kemarahan adalah bukti di dalam suara Renner. Mengagetkan. Tuan Climb jarang sekali marah. Meskipun dia
diejek, di depan Climb, dia tidak menunjukkan tanda-tanda apapun yang seperti marah. Itulah kenapa dia
mengerti jika Renner khawatir dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Dia merasa seakan sesuatu yang hangat akan mengalir dari matanya. Dia menahan itu dan membungkukkan
kepalanya dan meminta maaf dengan tulus lagi dan lagi.

"Aku benar-benar khawatir! Aku kira mungkin Eight Finger sudah menyerang duluan dan telah melakukan
sesuatu kepada Climb dan.. jadi apa yang terjadi, sebenarnya ? Aku menerima laporan singkat tapi bisakah
kamu menjelaskan dalam detil kepadaku ?"

Ketika Climb akan mulai berbicara sambil berdiri, Renner menawarkan kepadanya sebuah kursi seperti biasa.

Sekarang setelah dia duduk, teh hitam dari 'Warm Bottle' diseduhkan ke dalam cangkir teh yang ada di
depannya. Sebuah uap samar naik ke udara.

Dia berterima kasih dan minum seteguk teh yang berada pada suhu yang optimal.

Climb mengatakan semua yang dia lewati. Dia berkata bahwa dia mengandalkan kekuatan Renner dan ada
beberapa orang yang ingin dia bantu.

"Jadi bagaimana menurutmu ketika kamu melihat mereka ?"

Ketika ceritanya kurang lebih sudah berakhir, pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Renner kelihatannya
aneh. Tapi selama yang dia bertanya, Climb harus menjawab.

"Saya merasa kasihan kepada mereka. Saya kira jika saya lebih kuat, saya bisa menyelamatkan orang-orang itu
sebelum mereka jatuh menderita."

"Jadi begitu.. Climb berpikir mereka kasihan."


"Ya."

"Ternyata begitu. Climb itu baik."

"Renner-sama, jika wanita-wanita itu membutuhkan penjaga maka saya siap pergi kapanpun."

"Aku akan mengandalkanmu jika hal itu datang. Terlebih penting lagi, aku harus bilang padamu sebelumnya.
Besok, atau dua hari lagi setidaknya, kita akan menyerang fasilitas yang ada di perkamen yang dibawah oleh
Lakyus. Karena serangan di rumah bordil, aku memperkirakan jika mereka akan semakin waspada dengan
semakin banyak berlalunya waktu."

"Saya minta maaf! Itu karena saya bertindak sendiri!"

"Tidak bukan itu, jangan khawatir tentang itu. Namun, aku bisa membuat keputusan berkatmu. Disamping itu,
apa yang Climb lakukan adalah hal yang dijunjung tinggi. Kamu berhasil menangkap Succulent, seorang
anggota Six Arms, dan pemimpin dari kelompok perdagangan budak, Cocco Doll. Ini seharusnya sudah lebih
dari cukup untuk menggoyang lawan kita di akarnya. Itulah kenapa aku ingin memberikan serangan tambahan
kepada musuh kita."

Renner memukul udara, sebuah pukulan manis tanpa kekuatan ataupun kecepatan.

"Kita akan memukul mereka lagi sebelum mereka mencuri informasi dari ibukota!"

"Saya mengerti! Saya akan beristirahat dan mengumpulkan tenaga untuk hari esok!"

"Tolong. Anggap hari esok sebagai hari yang ganas."

Climb meninggalkan kamar. Dia kelihatannya sedikit tercium bau darah.

"Pasti sulit bagimu, Climb. Sekarang kalau begitu..."

Renner meminum sisa teh hitam yang telah menjadi hangat dan berdiri dari tempat duduknya. Dia menuju ke
lonceng tangan. Itu adalah item magic yang ketika digoyangkan, yang ada di kamar sebelah yang tersambung
juga akan bergoyang. Dia membayangkan wajah dari pelayan yang sedang berjaga di ruangan sebelah.
Untungnya, itu adalah giliran gadis itu hari ini, berpikir demikian, Renner tersenyum dingin.

"Sial, wajah mana yang bagus disini ?"

Renner berdiri di depan cermin dan meregangkan wajahnya ke atas dan ke bawah sambil memegang pipinya
dengan kedua tangan. Meskipun seorang manusia sepertinya melakukan hal semacam itu, wajahnya pasti sulit
berubah. Apa yang dia lakukan adalah suatu persetujuan.

Renner melepaskan tangannya dan tersenyum.

"Tidak. Ini adalah untuk ketika aku berperang sebagai seorang putri.."

Kali ini Renner mencoba menyeringai lalu tersenyum lain lagi. Satu persatu dan akhirnya, dia mengeluarkan
senyum yang bersih.

"Aku rasa yang ini adalah yang terbaik."

Setelah bertekad bahwa dia telah menyelesaikan persiapannya, Renner membunyikan loncengnya. Segera
setelahnya, seorang pelayan mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamar.

"Aku punya permintaan. Bisakah kamu mempersiapkan air panas ?"

"Saya mengerti, Renner-sama."

Renner tersenyum kepada pelayan yang sedang membungkukkan kepalanya.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi ? Anda kelihatannya sedang berada di dalam mood yang bagus. Anda terlihat
seperti ada hal menggembirakan yang terjadi kepada anda."

Renner dengan gembira tersenyum lagi saat dia memastikan bahwa mangsa telah mengambil umpan.

"Yeah! ini benar-benar menakjubkan! Climb melakukan hal yang menakjubkan!"

Dia berbicara seperti seorang gadis muda; sangat cocok dengan putri bodoh yang mengeluarkan informasi yang
berharga.

"Selamat, yang mulia."

Meskipun pelayan itu dengan lihainya menyembunyikan rasa permusuhan dia kepada Climb, dia akhirnya
menunjukkan perasaan yang tak bisa dia sembunyikan. Reaksi itu membuat sebuah kekacauan di hati Renner.

-Akan kubunuh dia.

-Akan kubunuh pelayan ini juga.

-Akan kubunuh siapapun yang menganggap remeh Climbku.

Tetapi ekspresi Renner tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia tahu hal yang sebenarnya. Karena Renner
saat ini adalah putri yang bersih; tipe yang jelas dengan keburukan orang lain dan yang memaafkan kekurang
ajaran pelayannya, kenaifan semacam itu - putri yang bodoh.

"Menakjubkan! Benar-benar menakjubkan! Climb mengalahkan beberapa orang-orang yang benar-benar jahat
dan membebaskan semua orang yang telah ditangkap. Sekarang mereka seharusnya.. um, dia bilang bahwa dia
meninggalkan mereka di kantor penjaga. Sekarang kita bisa menghukum para bangsawan yang membantu
orang-orang jahat itu!"

"Ternyata begitu. Itu benar-benar luar biasa. Seperti yang kuduga, Climb-san dari Renner-sama memang luar
biasa. Tapi bisakah saya mendengar hal luar biasa yang dia lakukan itu dengan detil ?"

Dasar gadis bodoh, Renner menyebarkan racun kepada si bodoh yang bahkan tidak curiga sedikitpun.

Dia mengendalikan semuanya di telapak tangannya, semuanya untuk mendapatkan objek dari yang dia
inginkan.
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 22:10

Ada sekelompok orang mencurigakan yang terlihat seakan melebur ke dalam kegelapan.

Seluruhnya memakai perlengkapan berbeda dan atmosfir mereka benar-benar berbeda dari prajurit biasa. Jika
seseorang harus menyebutkan bau dari mereka yang paling dekat, mungkin adalah para petualang.

Yang ada di depan adalah seorang pria dengan fisik yang kasar. Selanjutnya adalah pria kurus dengan seorang
wanita yang mengenakan kain sutra tipis. Seseorang dalam jubah yang mengikuti mereka dari belakang dan
akhirnya, ada seseorang yang mengenakan armor full plate.

Pada arah kelompok yang mereka tatap itu, ada sebuah pintu yang terbuka lebar. Di dalamnya tertutup oleh
kegelapan dan tidak ada lagi kehadiran orang lain. Meskipun ketika melihat ke sekeliling, kelihatannya tidak
ada siapapun.

Ini aneh. Semua barang yang ada di dalam rumah bordil telah dibawa dan dikirim kepada salah satu kantor
prajurit. Namun, itu bukan hal yang wajar jika mereka tidak meninggalkan satupun prajurit penjaga hanya
karena tidak ada apapun disana. Jika seseorang benar-benar melihat ke arah pintu masuk yang tidak ada
orangnya. mereka akan melihat api yang menyala dan menyadari bahwa mereka sedang berjaga di malam hari.
Tapi alasan mengapa tidak ada seorangpun yang terlihat adalah karena orang-orang itu menggunakan otoritas
mereka untuk menyingkirkan para penjaga.

Pria yang mirip dengan batu besar berdiri di depan - Zero, mengirimkan tatapan menakutkan ke arah rumah
bordil yang tertangkap dan berbicara dengan suara lirih, seakan dia menemukan itu adalah hal yang hina.

"Benar-benar sebuah lelucon. Aku akan meminta maaf kepada Cocco Doll. Aku meminjamkan Succulent
padanya, seorang anggota Six Arms dan mereka masih jatuh dengan mudah begini. Dan itu bahkan di hari yang
sama... benar-benar, lelucon macam apa ini..."

Zero mengirimkan tatapan tajam ke arah bahunya kepada orang yang tertawa terkekeh-kekeh yang datang dari
belakang. Wanita yang memakai kain sutra tipis mengetahui kepribadian Zero dengan baik dan cepat-cepat
merubah topik.

"Ah, benar benar. Jadi boss, apa yang harus kita lakukan ? Apakah kita akan membunuh Succulent yang
tertangkap ? Dia ada di kantor penjaga jadi sulit untuk menggunakan kekuatan. Kalau begitu kita harus
meminjam seorang assassin dari divisi yang berbeda... apa yang harus kita lakukan ?"

"Tidak, kita tidak akan melakukan hal itu. Dia masih berguna. Aku akan meminta kepada pangeran untuk
segera melepaskannya... Ini akan menjadi pengeluaran yang tidak terduga. Cari tahu selera sang pangeran."

Pria kurus dengan penampilan yang terlihat sembrono menanyakan sesuatu.

"Dan Cocco Doll?"

"Dia kelihatannya akan menggunakan koneksinya sendiri. Jika dia meminta, maka dia akan menggunakan
koneksi kita sebagai permintaan maaf. Dan juga, apa yang terjadi dengan daftar dari Clien ? Tidak ada
informasi apapun tentang jatuhnya daftar itu kepada petugas patroli."

"Tidak ada berita mengenai hal itu sejauh ini. Lebih tepatnya, saya belum mendengar detil lebih jauh apapun
dari masalah ini."

Suara yang datang dari jubah itu gelap. Itu seperti sebuah gaun kosong yang mengalir ke dalam lubang di dalam
makam yang mengirimkan getaran yang mengalir ke bawah tulang belakangnya.

"Itu adalah sesuatu yang sangat ingin aku dapatkan. Itu bisa digunakan untuk membuat segala macam
ancaman."

"Jangan mengatakan hal yang bodoh. Jika kita ingin menyimpannya, itu hanya akan membuat kita terlihat jauh
lebih mencurigakan. Yang lain mungkin akan berpikir bahwa kita sudah merencanakan semua ini terjadi. Jika
kita menemukan daftar itu, kita akan menyembunyikannya di lokasi yang aman dan menyerahkannya nanti
kepada Cocco Doll dengan sebuah permintaan maaf. Disamping itu, mungkin saja itu ditulis dalam sebuah kode
yang tak bisa dipatahkan oleh metode biasa jadi bagaimanapun juga tidak berguna bagi kita."

Atas ucapan Zero, pria kurus itu mengangkat bahunya saat dia bicara.

"bagaimanapun, aku akan pergi ke dalam nanti dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan daftarnya.
Jika mereka memilikinya, mungkin saja ada di tempat penyimpanan rahasia atau sesuatu. Dengan begitu, ini
memang menakjubkan. Bagaimana lubang itu dibuat ? Senjata... apakah itu magic ?"

"Itu adalah sebuah tinju."

Mata setiap orang jatuh kepada Zero. Dia mengulangi lagi dirinya sendiri, menyatakan bahwa bekas ini dibuat
oleh sebuah tinju.

"Sebuah tinju huh.. itu menakjubkan~"

"-Dasar bodoh. Ini bukan apa-apa."

Dia memotong kekaguman si wanita dan, mengumpulkan nafasnya, Zero menusuk pintunya dengan tinjunya.
Tangannya masuk ke dalam pintu itu seakan merobeknya seperti kertas. Saat Zero pelan-pelan menarik
tinjunya, meninggalkan lubang yang sama dengan yang sebelumnya dibuat oleh Sebas.

Terlihat bengong, pria kurus itu membuka mulutnya.

"Kamu tak bisa menggunakan bos sebagai perbandingan... Yah, musuh memiliki skill yang cukup untuk bisa
menembus pintu yang diperkuat dengan baja dan mengalahkan Succulent, meskipun dia adalah yang terlemah
diantara Six Arms. Aku rasa kita harus mempertimbangkannya sebagai musuh yang tangguh, ya kan ?"

"Omong kosong. Hanya karena orang itu kalah tidak berarti bahwa lawannya kuat."

Yang tudungnya ditarik dalam ke atas kepalanya berbicara dengan suara yang dipenuhi dengan penghinaan.

"Jika ilusinya sudah diketahui, maka kekuatan tempurnya akan jatuh jauh di bawah kita. Dia memang kuat
ketika ada perbedaan besar dalam kemampuan antara dia dan lawannya. Tapi jika mirip atau dia jatuh sedikit di
bawahnya, maka kekalahannya sudah pasti terjadi. Kalian semua seharusnya tahu ini baik-baik."

Ada tawa samar. Itu adalah sebuah tawa yang setuju dengan komentarnya dan di waktu yang sama, sebuah
hinaan bagi seseorang yang memiliki skill di bawah mereka.

"Dengan begini, biar kutanya, apa yang harus kita lakukan ? Apakah kamu akan cuci tangan ? Aku kira
bentrokan tidak akan terbukti menguntungkan, mempertimbangkan kerugiannya."

"Bodoh."
Suara Zero dipenuhi dengan sebuah kemarahan yang tidak bisa dia tahan.

"Jika kita tidak membunuh yang menyerang rumah bordil ini dan memberikan sebuah contoh, nilai kita akan
jatuh. Dari titik ini, jangan berpikir tentang kerugian. Seluruh Six Arms akan melangkah ke depan dan
membunuh penyusup - 'Undying King' (Raja yang tak bisa mati Deibanock)"

Yang memakai jubah mengangkat tangannya. Tangan yang bukan milik orang yang hidup menggenggam
sebuah bola dengan erat. Bola itu merespon emosi dari pemiliknya dan mengeluarkan aura aneh.

"'Void Executioner' (Algojo Hampa) Peshurian."

Yang memakai armor full plate yang terdiam hingga sekarang memukulkan tinjunya ke arah dada dan suara
keras bisa terdengar.

"'Dancing Scimitar' (Scimitar Yang Hampa) Edstrom."

Dengan sebuah denting dari gelang logam di sekeliling lengannya, wanita yang memakai sutra tipis dengan
anggun membungkukkan kepalanya.

"'Thousand Kills' (Seribu Kematian) Malmvist."

Pria kurus itu mengumpulkan tumit sepatunya dengan suara klik.

"Dan aku, 'Battle Demon' (Iblis Pertempuran) Zero!"

Seakan setuju, mereka yang ada di sekeliling Zero semuanya menganggukkan kepala mereka.

"Pertama, kita akan membayar uang jaminan untuk Succulent dan yang lainnya yang tertangkap dan
mengumpulkan informasi. Ketika sudah selesai... cari orang yang tahu caranya menyiksa. Kita akan
menunjukkan penyusup itu neraka. Dia akan menyesal dengan hebat kebodohannya!"
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 17:42

Ketika Sebas menyelesaikan semuanya dan sedang menuju kembali ke mansion, matahari sudah mulai
tenggelam.

Climb-kun melindungi orang yang ditangkap dan Succulent dan pemilik dari rumah bordil semuanya ditangkap.
Kelihatannya mereka akan sangat sibuk jadi seharusnya bisa memberi sedikit waktu.

Lalu apa yang harus dia lakukan dengan Tsuare ? Pilihan yang terbaik adalah membawanya ke tempat yang
aman. Namun, sejauh yang diketahui oleh Sebas, hanya satu tempat yang cocok dengan deskripsi itu.

Sambil mengkhawatirkan hal itu, Sebas tiba di kediaman.

Dia menghentikan tangannya yang akan membuka pintu. Ada seseorang di sisi lain yang dekat. Meskipun
kehadirannya adalah milik Solution, dia tidak mengerti mengapa dia berdiri tepat di depan pintu masuk.

Apakah ada hal darurat ?

Merasa tidak enak, Sebas membuka pintu. Apa yang dia lihat selanjutnya adalah hal yang tidak terduga
sehingga dia menjadi kaku.

"Selamat datang kembali, Sebas-sama."

Itu adalah Solution yang sedang memakai seragam maid miliknya.

Sebuah getaran mengalir di punggung Sebas.

Sambil berperan sebagai putri dari seorang pedagang, di rumah ini dimana keadaan dari seorang manusia tidak
diketahui - Tsuare - ada di sini, Solution sedang memakai seragam maid miliknya. Apakah itu karena aktingnya
sudah tidak perlu lagi ? Atau apakah ada alasan lain yang muncul sehingga membuat dia harus memakai
seragam maid ?

Jika itu adalah yang pertama, maka itu artinya ada sesuatu yang terjadi kepada Tsuare. Jika itu adalah yang
terakhir -

"-Sebas-sama, Ainz-sama sedang menunggu anda."

Sebas mendengar suara lirih dari Solution dan merasakan detak jantungnya semakin keras.

Dia yang biasanya tenang dihadapan musuh kuat, di depan kehadiran kelas Guardian, Sebas yang itu menjadi
semakin gugup dengan berita kedatangan tuannya.

"Me-Mengapa..."

Dia menekan ucapannya, seakan lidahnya melintir. Solution menatap ke arah Sebas tanpa berkata apapun.
"Sebas-sama, Ainz-sama sedang menunggu anda."

Tidak ada hal lain yang diperlukannya saat ini. Sikapnya sudah berkata dengan jelas. Sebas mengikuti di
belakang Solution dan mulai berjalan.

Langkah itu sangat berat, seperti langkah seorang kriminal tersangka yang menuju panggung eksekusinya.
Afterwords
Aku adalah penulis, Maruyama Kugane, Dalam sekejap, OVERLORD sudah akan mempublikasikan jilid
kelima. Terima kasih semuanya kepada seluruh pembacaku yang sudah mendukung seri ini. Terima kasih
semuanya.

Karena jilid kelima dan keenam adalah dua bagian dalam satu, Aku penasaran jika sebuah penutup memang
dibutuhkan ? Oleh karena itu aku mendiskusikan masalah ini dengan editor-sama, dan pada akhirnya editor-
sama berkata bahwa seharusnya ada beberapa pembaca yang sudah menantikan penutupnya... ya kan ? Apakah
hal-hal di penutup menarik untuk dibaca ?Hm... ucapan editor-sama memang masuk akal, atau mungkin dia
ingin aku menggali dari suatu tempat, sesuatu yang menarik untuk ditulis ?

Sebuah hal yang menarik... untuk menghadapi berbagai macam masalah yang berhubungan dengan jilid ke
limat dan keenam, dari Agustus hingga akhir November aku telah menghabiskan setiap hari libur meringkuk di
rumah untuk segera menyelesaikan buku ini.. itu adalah satu-satunya hal yang bisa kupikirkan.

Bukan hanya itu, karena seperti halnya jilid keempat, jilid keenam juga memiliki edisi spesial yang datang
dengan CD Drama, proses menerbitkan juga menjadi lebih padat daripada biasanya. Itu benar-benar
membunuhku...

Begitulah rasanya sebagai penulis part timer!

Huh. Tidak sedikitpun... menarik. Semua yang dia lakukan hanya menghancurkan impian setiap orrang.

Mari kita rubah topiknya.

Di waktu yang sama dengan OVERLORD ada juga web novel baru. Namun setelah rilis jilid ke enam,
setidaknya 90% adalah materi asli.

Pada mulanya, ketika aku berniat untuk menulis kembali versi webnovel sebagai buku, aku harus
menambahinya dengan beberapa elemen yang benar-benar baru. Pemikiran semacam ini telah memberikan
bentuk pada jilid selanjutnya.

Pekerjaannya sendiri sudah diselesaikan. Agar tidak ada insiden lagi, seharusnya sudah bisa dibeli pada bulan
January 2014, dan aku harap untuk melihat semuanya lagi di penutup jilid itu.

Dengan begitu, biar aku langsung menuju bagian dimana aku memberi kredit kepada yang lainnya.

So-bin-sama untuk ilustrasi bukunya, Studio Chord Design yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan desain.
Osako-sama yang bertanggung jawab terhadap Proofreading dan editing, F-tan-sama sang editor, dan berbagai
individu yang membantu dalam pekerjaan produksi. Terima kasih semuanya. Ada juga Sayangku, terima kasih
atas bantuanmu.

Akhirnya, aku ingin memberikan rasa terima kasih yang tulus kepada seluruh pembaca yang muncul untuk
membeli buku ini!

Desember 2013, Maruyama Kugane

Anda mungkin juga menyukai