A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. A
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Umur : 47 tahun
4. Pekerjaan : IRT
5. Pendidikan : SMA
6. Status : Menikah
7. Agama : Islam
8. Alamat : Tipar Cakung
9. Tanggal Masuk: 17 Maret 2018
B. STATUS PASIEN
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
a. Keluhan Utama :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS= E4M5V4=13
Kooperasi : Kooperatif
Sikap : Berbaring aktif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi :88 x / menit, isi cukup, iramareguler.
Suhu Badan : 36,70 C
Pernafasan : 18x / menit,
b. Keadaan lokal
- Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-),Vulnus laceratum (+)
regio parietal sinistra uk 1x1x1.
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera -/-, hematoma kacamata (Brill
hematom) -/-, hematom palpebra -/-, oedem palpebra -/-
3
- Telinga : hematoma retroaurikuler (Battle’s sign) -/-, perdarahan -/-, otorea-
/-
- Hidung : vulnus excoriasi regio nasalis -/-,deviasi septum -/-, perdarahan-/-,
rhinorea -/-
- Mulut : mukosa oral basah, Vulnus laseatum regio submandibula
1,5cmx1cmx1cm
- Gigi : Caries (-), missing (-)
- Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba massa,
pembesaran KGB (-)
- Thorax
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial dari
lineamidklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dextra,
batas jantung kiri pada ICSV 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra,
Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler,murmur (-), gallop (-)
Pemeriksan paru
Inspeksi : simetris, bentuk normal
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri normal,
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas :
Superior Inferior
Dbn Vulnus excoriatum+/+,
hematoma +/+
4
Edema -/- Edema -/-
Sianosis -/- Sianosis -/-
Capillary Refill Time <2 dtk CRT<2 dtk
3. Pemeriksaan Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kanan Kiri
Laseque : > 70° >70˚
Kernig : > 135° >135˚
b. N. Kranialis
N.I : Normosmia +/+
N.II :
Visus : dengan menghitung jari, normal(keterbatasan ruangan)
Lapang pandang : Normal
Funduskopi : tidak dilakukan
5
o Bentuk : Bulat / bulat
o Diameter : 3 mm / 3 mm
o Refleks cahaya langsung : +/+
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.V
Cabang motorik
o Membuka mulut : Baik
o Menggerakkan rahang : Baik
o Jaw refleks : Baik
Cabang sensorik oftalmikus : Baik/Baik
Cabang sensorik maksilaris : Baik/Baik
Cabang sensorik mandibularis : Baik/Baik
N.VII
Kerut Kening +/ +, Menutup Mata +/+, Menyeringai +/+
Pengecapan lidah
o Manis : Baik
o Asin : Baik
o Asam : Baik
o Pahit : Baik
N.VIII
Vestibular
Vertigo : Negatif
Nistagmus : -/-
Cochlear
Test Rinne : Tidak dilakukan
Webber : Tidak dilakukan
Schwabach : Tidak dilakukan
N.IX ; N.X
Motorik : Baik/baik
6
Sensorik : Baik/baik
N.XI
Mengangkat bahu : Baik/baik
Menoleh : Baik/baik
N.XII
Pergerakan lidah : Lidah di tengah
Atrofi :-
Fasikulasi : dextra
Tremor :-
e. Tes sensibilitas
Eksteroseptif : Dalam Batas Normal
Propioseptif : Dalam Batas Normal
f. Fungsi otonom
Miksi : Inkontinensia (-)
Defekasi : Inkontinensia (-)
Sekresi keringat : Baik
7
g. Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
h. Fungsi Luhur
Ingatan Lama : baik
Ingatan Baru : lupa dengan kejadian sebelum kecelakaan
Orientasi : baik
Afasia :-
Agnosia :-
Disgrafia :-
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 37 33 – 45%
8
Eritrosit 4.66 3,80 – 5,20
jt/ul
MCV/VER 79 80-100fL
MCH/HER 27 26-34pg
MCHC/KHER 34 32-36g/dL
Na 141
K 4.8
Cl 100
GDS 421 ↑
Kreatinin 0,9
5. Pemeriksaan Radiologi
CT Scan : Kesan kepala dalam batas normal, Tak tampak massa/SOL maupun
perdarahan atau infark. Terdapat hematom regio okisipital kiri
6. Resume
Pasien Ny. A, wanita 47 tahun, datang dengan KLL sejak 4 jam SMRS, disertai
timbulnya cephalgia dan luka terbuka pada kepala kiri samping dan dahi 1x1x1. Os
Pingsan (+) 10 menit , terdapat memar dan lecet pada bagian ekstremitas bawah
dekstra dan sinistra.
Kepala : Vulnus laseratum regio parietalis sinistra 1x1x1
Submandibula : Vulnus laseratum 1x1x1
Ekstremitas inferior : Hematom dan eksoriasi a/ regio pedis dextra sinistra
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS= E4M6V5=15
VITAL SIGN
Blood Pressure : 120/70 mmHg
HR : 88 x / menit, isi cukup, irama reguler.
RR : 18 x / menit, vesikuler)
Temperature : 36,70 C
Pada hasil lab didapatkan leukositosis dan GDS meningkat. CT SCAN : Kesan kepala
dalam batas normal, Tak tampak massa/SOL maupun perdarahan atau infark.
Terdapat hematom regio okisipital kiri
9
7. Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis : Cedera Kepala Ringan
Vulnus laseratum a/r capitis parietal sinistra dan Vulnus
laseratum a/r submandibula
Leukositosis reaktif
Hiperglikemia
Diagnosis topis : Parietal sinistra
8. Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
ABC
Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300
Perawatan luka
Medikamentosa
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Ketorolac 3x10mg
Inj Ceftriaxone 1x2gram
Inj Citicoline 250mg
10. Prognosa
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI
Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari
setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya adalah jatuh dari
tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trauma penetrasi. Trauma
kepala dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan, dan lebih sering terjadi pada umur kurang dari 35 tahun.
PATOFISIOLOGI
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala
dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.Akselarasi-
deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).
11
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada
jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan
massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan
tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa
terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini
disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di
dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat
fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera
kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia
lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),
sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).
12
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan terbuka. Istilah
cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan
pukulan, dan cedera kepala terbukasering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
a. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur
longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru
dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak
tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto
rontgen, karena terjadi sangat dasar.Tanda-tanda klinik yang dapat membantu
mendiagnosa adalah :
a. Battle sign (warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe (liquor keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.
16
pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan.
2. Berdasarkan Beratnya
a. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya
terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan
pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
b. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering
tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi
juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.
Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan
bahkan permanen.
c. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.
Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu
mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.
Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten.Tanpa memperdulikan nilai
SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil anisokor
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang
terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,
nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal
dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk
17
kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang
menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.
b. Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin
tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres
atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan.
Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa
melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek
meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan
meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya
fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan
terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah
tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali
jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Fraktur Os Temporalis
Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasuspadatrauma
kepala tumpul. Strukturtulang-tulang temporal terletak di lateral
tengkorak.Para tulang temporal membentukbagiandaritengahdan posterior
fossa cranial
danberkontribusikeneurocraniumataudasartengkorak.Untukmelindungiotak,
masing-masingtulang temporal
merupakantempatuntukstrukturpentingsepertitelingatengahdanapparatus
telingainternatermasukkoklea, vestibuladansaraf vestibulocochlear (kranial
VIII saraf), sarafwajah(sarafkranial VII), arterikarotis internal danVein
jugularis. Trauma padatulang temporal dapatmengakibatkancederamasing-
masingstruktur.
18
Diagnosis dugaan fraktur dapat dibuat berdasarkan tiga temuan fisik:
hemotympanum (darah diamati di belakang membran timpani),
postaurikularecchymosis atau Battle ‘s sign (memar berbentuk lengkungan
belakangaurikel), dan periorbital ecchymosis atau rakoon eyes (melingkar
memar di sekitar mata). Tanda-tanda ini bersamadengan riwayat trauma
kepala dapatmendukungdiagnosis fraktur tulang temporal, bahkan dalam
ketiadaanbukti radiografi.
19
mudah terjadi infeksi atau dapat juga terjadi fistula pada duramater yang
ditandati dengan bocornya LCS berupa rinorre dan ottorea.
Fraktur basis kranii juga berhubungan dengan cedera saraf otak dan
pembuluh darah, karena dapat terjadi terpotongnya saraf otak atau pembuluh
darah oleh fragmen fraktur atau strangulasi.
Fraktur depressed
Fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada
satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi
pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur
depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari besarnya benturan dan
kelenturan tulang kepala.
CederaAksonalDifusa
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang
terjadi pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan
yang membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut
bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini
menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang bias
menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya cairan dan
ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang nantinya akan
menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan
terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal.
20
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
A. Anamnesis
1. Keluhan utama, dapat berupa :Penurunan kesadaran, Nyeri kepala
2. Anamnesis tambahan :
Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)
Bagaimana mekanisme terjadinya trauma, bagian tubuh yang terkena dan tingkat
keparahannya ?
Apakah ada pingsan ?
Apakah pernah sadar setelah pingsan ?
Apakah ada nyeri kepala, kejang, mual dan muntah ?
Apakah ada perdarahan dari telinga, hidung dan mulut ?
Riwayat AMPLE : Allergy, Medication (sebelumnya), Past Illness (penyakit
penyerta), Last Meal, Event/Environment yang berhubungan dengan kejadian
trauma
3. Komplikasi / Penyulit
Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)
Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)
Ada sesak nafas, batuk-batuk
Muntah atau tidak
Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
Adanya kejang atau tidak
Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)
Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah
mendapat penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
Airway, dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya
21
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara – jalan nafas bebas.
Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur -
ada obstruksi parsial.
Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.
- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan
tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.
- Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau
rotasi pada leher.
- Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan
multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,
sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.
22
o Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia
o Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik
o Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia
o Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda
diperlukan resusitasi segera.
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara
penekanan pada luka.
Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat
memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada
primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey.
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :
A. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
o Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)
o Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)
o Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
o Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing
o Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala
o Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.
24
Dilatasi unilateral Reaksi menyilang Cedera N. Optikus
(equal) (Marcus-Gunn)
Konstriksi Bilatral Sulit dilihat Obta atau opiat, enchepalopati
metabolik, lesi pons
Konstriksi unilateral Positif Cedera saraf simpatik
C. Pemeriksaanpenunjang
1. Foto polos cranium ( scadel )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan
sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk
melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya
perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau
terhadap perkembangan perdarahan pada otak.
PENATALAKSANAAN
A. Cedera Kepala Ringan (Gcs 14-15)
Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti.
Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi
neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi.
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segerapasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang
infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
25
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien,
perhatikankemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika
ada luka robek, bersihkan lalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien –
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati
selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.
26
C. Cedera Kepala Berat (Gcs 3-8)
Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala ringan.
Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di
bagian tubuh lainnya.
Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).
Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
Rawat selama 7 – 10 hari.
Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.
27
D. TatalaksanaFrakturOs Temporal
Intervensi padafraktur temporalis diperlukan dalam dua situasipada trauma tulang
temporal. Herniasi (encephalocele) ke dalam telinga tengah, mastoid, ataumeatus akustik
eksternal membutuhkan stabilisasi neurologis dan medissegera, dan CT scan untuk
menentukankemungkinankoreksi denganpembedahan dan yang keduaadalahpendarahan
masiv dari laserasi arteri karotis intratemporalnamunmerupakankomplikasi yang
jarangpada trauma temporal. trauma tulang temporal. Oklusi balon denganintervensi
radiologi umumnya lebih cepat daripadaligasi bedah dan perbaikan dalam situasi ini.
Riwayatfrakturtulang temporal
berkaitaneratdenganevaluasiawalfungsisarafkranial.Pasiendenganfungsisarafwajah yang
baikumumnyadapattanpaoperasi, meskipun onset kelumpuhan yang
lambatdapatterjadi.Manajemenoperasiditentukanjikafungsisarafwajahmemiliki prognosis
burukmelaluihasilpengujianataujikaadabuktigangguan yang beratmelalui CT scan.
PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak
untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa
pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah
dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8
tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Penderita cedera kepala berat
kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka
biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alpen Patel, and Eli Groppo. Management of Temporal Bone Trauma. Department
of Otolaryngology–Head and Neck Surgery,Towson Medical Center,
Lutherville, Maryland; Department of Otolaryngology–Head and Neck
Surgery, University of California San Francisco. 2010.
Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 17 November 2014
David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 17
Novovember 2014
Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 17
November 2014
Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
29