Puji syukur kami mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segalanya berkat limpahan
rahmatnya yang mana telah memberikan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalahaskep yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan DHF (
DengueHaemoragic Faver )”.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi
penulisan, isi dan juga penggunaan tata bahasa yang baik dalam penulisan makalah ini. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pembimbing Rodiyah, S.Kep,.Ns, M.Kes
Akhir dengan rendah hati dan hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya, semoga
Allah SWT memberi berkahnya bagi kita semua. Amiin
Penyusun
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan judul “DHF (Dengue Hemorragic
Fever)” ini telah dipelajari dan disahkan oleh pembimbing :Rodiyah S.Kep,.Ns, M.Kes pada
02 Februari 2017.
BAB 1PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
3.3 Intervensi.......................................................................................................... 27
4.3 Intervensi.......................................................................................................... 37
BAB 5 PENUTUP
PENDAHULUAN
Demam berdarah atau biasa dikenal dengan DHF ( Dengue haemorragic Fever )
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina, Nyamuk ini
merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis, dan bisa hidup pada daerah yang
ketinggiannya mencapai 2200 m diatas permukaan laut. (Price & Wilson. 2007). Nyamuk ini
merupakan vektor bagi virus demam berdarah, karena nyamuk Aedes ini sangat antropolitik
dan hidup dekat manusia dan sering hidup didalam rumah.(Soedarmo, 2006) Indonesia
merupakan salah satu negara yang ditetapkan sebagai negara endemik demam berdarah.
Karena indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi.
(Depkes RI, 2008)
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia dan
ditemukan lagi pada abad 18, 19 dan awal abad 20, sedangkan di Indonesia dengue pertama
kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh wabah
penyakit yang menyerupai Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan
beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue
melalui transportasi laut. ( soedarmo, 2006).
Menurut WHO, (1997) memperkirakan lebih dari 500.000 dari 50 juta kasus demam
dengue memerlukan perawatan di rumah sakit, lebih dari 40% penduduk di dunia hidup di
daerah endemis demam dengue dan Thailan merupakan negara peringkat pertama yang
melaporkan banyaknya kasus DHF yang dirawat di rumah sakit. Sedangkan menurut Depkes
RI,(2008) Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DHF yang
dilaporkan lebih dari 10.000 setiap tahunnya.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006).
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue dijumpai sepanjang tahun
dan meningkat pada musim hujan dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
haemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma, yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan Dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau
shock. (DepKes RI, 2005)
2.2 Etiologi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya virus yang di
tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda
akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus dia
juga menjadi hospes reservoir. Virus tersebut yang paling bertindak menjadi vector
(Soegijanto,2004).
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4. Keempat tipe virus
dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. Nyamuk Aedes Aegypti maupun
Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang
lainnya melalui gigitannya. Nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih pada
bejana–bejana yang terdapat di dalam rumah maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang–lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih
alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
2.3 Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Pertama-tama
yang terjadi adalah virus kontak dan bereaksi dengan antibody, sehingga terbentuk kompleks
virus antibodi. Pasien masuk rumah sakit karena kurangnya informasi dari gejala atau tanda
tanda yang dialami dan juga terjadilah stress hospitalisasi.
2.4 Pathway/WOC
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala
klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniquet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura.Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan hematemesis. Perdarahan
gastrointestinal biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
Sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam perjalanan
penyakit terdapat derajat I, II, III, dan IV (Sumarmo, 1983) antara lain :
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi
perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang )
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan perdarahan
spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan
gusi, hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah). Gangguan aliran darah
perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi
yang tidak dapat diraba.
2.7 Penatalaksanaan
2.9 Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
1. Gagal ginjal
2. Efusi pleura
3. Hepatomegali
4. Gagal jantung
3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
DHF dapat terjadi pada siapa saja dari anak-anak sampai orang dewasa dan pada
semua jenis kelamin, kebanyakan penyakit ini ditemukan pada anak perempuan daripada
anak laki-laki (Rampengan, 1997). Tempat atau daerah yang bisa terjangkit adalah
disemua tempat baik dikota ataupun didesa, biasanya nyamuk pembawa vector banyak
ditemukan pada daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang lembab.
b. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus
menerus selama 2-7 hari, terdapat petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, nyeri
epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi.
6. Riwayat Imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG,
POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
a. Pertumbuhan
b. Perkembangan
Rasa keingintahuan tentang hal-hal yang berada di lingkungan semakin
besar dan dapat mengembangkan pola sosialisasinya
8. Riwayat nutrisi
Pemeriksaan fisik :
Hidung:
Derajat 1 dan 2
Inspeksi: tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada secret / ingus
Derajat 3 dan 4
Inspeksi : adanya nafas cuping hidung, epistaksis, pemberian O2: nasal, masker.
Faring :
Derajat 1 dan 2
Asuhan Keperawatan DHF Kelompok VI | 14
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan pembengkakan (oedem)
Derajat 3 dan 4
Area dada:
Derajat 1 dan 2
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun kelainan pada dinding thorax
Perkusi : normal (pekak di intercosta V kanan, intercosta II-V kiri, dan tympani
di intercoste VI kanan).
Derajat 3 dan 4
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun kelainan pada dinding thorax, kulit
terasa panas
Perkusi : normal (pekak di intercosta V kanan, intercosta II-V kiri, dan tympani
di intercoste VI kanan).
2. Sistem Kardiovaskuler
Anamnesa:
Derajat 1 dan 2 : Pusing dan mudah lelah
Derajat 3 dan 4 :Sesak nafas dan mudah lelah
Pemeriksaan fisik :
Wajah
Leher
Derajat 1 dan 2
Derajat 3 dan 4
Dada
Derajat 1 dan 2
Derajat 3 dan 4
Inspeksi : bentuk dada normal
Palpasi : letak ictus kordis normal ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula
sinistra)
Perkusi : batas jantung normal dengan adanya bunyi redup dan tidak terjadi
pelebaran atau pengecilan
Auskultasi: bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2)
Derajat 1 dan 2
Derajat 3 dan 4
Palpasi : CRT> 2 detik, suhu akral dingin, perfusi dingin dan basah
Ekstrimitas Bawah
Derajat 1 dan 2
Derajat 3 dan 4
3. Sistem Persyarafan
Anamnesa :
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2
a. Uji nervus I olfaktorius (pembau) : Pasien dapat membedakan bau bauan
Derajat 3 dan 4
a. Uji nervus I olfaktorius (pembau) : Pasien dapat membedakan bau bauan
b. Uji nervus II opticus (penglihatan) : Tidak ada katarak, infeksi konjungtiva
atau infeksi lainya, pasien dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan
kaca mata
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2
Laki-Laki :
Penis
Inspeksi : tidak ada ulkus, tumor penis, maupun warna kemerahan, kebersihan
normal, tidak ada luka atau trauma
Scrotum
Inspeksi : tidak ada pembesaran, massa padat maupun massa kistus, luka/trauma,
maupun tanda infeksi, kebersihan normal.
Perempuan :
Genetalia eksterna
Kandung kemih:
Inspeksi : tidak ada massa/benjolan, jaringan parut bekas irisan atau operasi di
suprasimfisis, maupun pembesaran kandung kemih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tahanan lunak diatas simpisis pubis, maupun
teraba massa
Ginjal :
Derajat 3 dan 4
Derajat 1 dan 2
Mulut:
Inspeksi : mukosa bibir kering, gigi (jumlah 20, kebersihan baik, gusi (tidak
berdarah, tidak membengkak, tidak mengalami edema).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut dan massa
Lidah
Inspeksi : simetris, kebersihan baik, tidak ada tremor, dan tidak ada lesi
Faring - Esofagus :
Kuadran I:
Kuadran II:
Kuadran III:
Tidak ada massa (skibala maupun tumor) dan tidak ada nyeri tekan
Kuadran IV:
Derajat 3 dan 4
Mulut:
Inspeksi : mukosa bibir kering, gigi gigi (jumlah 20, kebersihan baik, gusi
(adanya perdarahan, tidak membengkak, tidak mengalami edema).
Lidah
Inspeksi : warna putih, tidak ada tremor dan tidak ada lesi
Faring - Esofagus :
Palpasi :
Kuadran I:
Kuadran II:
Lien adanyasplenomegali
Kuadran III:
Tidak ada massa (skibala maupun tumor) dan tidak ada nyeri tekan
Kuadran IV:
Anamnese :
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2 :
Warna kulit
Kekuatan otot : 4 4
4 4
Warna kulit
Kekuatan otot : 3 3
2 2
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1, 2, 3, dan 4 tidak ditemukan adanya kelainan
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan pada sistem reproduksi
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2
1. Mata
Inspeksi : Bentuk mata simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri
2. Penciuman
Palpasi : Tidak ada sinus, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
Haus
Kelemahan
DEFINING Kulit kering
CHARACTE Membran mukosa kering
RISTICS Peningkatan frekuensi nadi
Peningkatan hematrokit
Peningkatan kosentrasi urine
Diare
RELATED
Gangguan mekanisme pengaturan
FACTORS:
Kekurangan volume cairan
3.4 Implementasi
Implementasi adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah dibuat pada
intervensi. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan tindakan-tindakan
keperawatan yang telah direncanakan dan dilanjutkan dengan pendokumentasian semua
tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan
keperawatan dan proses keperawatan
3.5 Evaluasi
Penulis dapat mengevaluasi keadaan pasien dan tindakan keperawatan selanjutnya
setelah dilakukan implementasi. Evaluasi terdiri dari subjektif, berdasarkan apa yang
dikatakan oleh pasien, objektif, berdasarkan pengamatan terhadap keadaan pasien.
KASUS
Pada tanggal 02 Februari 2017 pukul 09.00 WIB, Rahmi yang berusia 18 tahun datang ke
RSUD Kab. Jombang dengan temannya mengeluh demam tinggi sejak 3 hari yang lalu.
serta mengeluh pusing, lemas, selera makan menurun serta mual. Selain itu pasien
tampak , meringis, mual/muntah,serta ada nyeri pada epigastrik, panas hilang timbul,
serta pasien tidak dapat menghabiskan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan penurunan BB
dari 58 kg menjadi 57 kg , nadi 53x/mnt , RR 18x/mnt, TD 100/65 mmHg , suhu 35,7.
porsi makannya.
4.1 PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Rahmi No. Reg : 100023
Suku/Bangsa : Indonesia
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMU
Nama : Dewi
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Mojongapit, Jombang
Sejak kemarin sore pasien merasa tidak enak, merasa mual dan pusing yang
dirasakan semakin lama semakin tidak dapat ditahan dan semakin sering timbul
sehingga pasien dan pengurus pondok memutuskan untuk pergi ke rumah sakit lagi.
Pasien langsung merujuk ke RSUD setelah panas tidak kunjung turun serta pusing dan
mual.
Alergi ( makanan, minuman, obat, udara, debu, hewan) sebutkan : Klien tidak
mengalami alergi terhadap makanan atau obat tertentu
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital, TB dan BB :
BB : 54 kg
nadi 100x/mnt
RR 24x/mnt
TD 120/90 mmHg
Suhu : 37ᵒC
Hidung:
Mulut
Leher
Palpasi : Nyeri tekan (-), adanya massa (-), pembesaran kelenjar limfe(-)
Faring :
Area dada:
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Wajah
Leher
Ekstrimitas Atas
Ekstrimitas Bawah
3. Persyarafan
Anamnesis : tidak terkaji
4. Perkemihan-Eliminasi Urin
Anamnesa
Tidak ada keluhan pada sistem perkemihan, konsistensi : cair, dan warna : kuning
jernih
Kandung kemih:
Mulut:
Lidah
Inspeksi : tidak ada tremor maupun lesi, warna tengah lidah putih karena
tumpukan susu formula.
Faring - Esofagus :
Inspeksi : tidak terjadi hiperemi. Tonsil (bentuk normal dan tidak terjadi
pembengkakan maupun kemerahan)
Perkusi : hiperthympani
Palpasi :
Kuadran I:
Kuadran II:
Kuadran III:
Leher
Inspeksi : pembesaran kelenjar thyroid, (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Payudara
Inspeksi : pembesaran mamae nyeri(-)
Genetalia :
Inspeksi : bersih , rambut pubis tersebar merata
Palpasi : benjolan (-)
Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitting(-)
8. Sistem Reproduksi
Perempuan
Genetalia
Inspeksi : bentuk normal, kebersihan baik, tidak ada odema dan benjolan, tidak
ada luka
Mata
Inspeksi :Kesimetrisan mata normal, bentuk mata normal, tidak ada oedema pada
kelopak mata
Palpasi:
NS.
00195 Resiko Ketidakseimbangan elektrolit
DIAGNOSIS
____________________________________________________
:
Domain : 2. Nutrisi
(NANDA-I)
Kelas : 5. Hidrasi
Haus
Kelemahan
Kulit kering
Membran mukosa kering
Peningkatan frekuensi nadi
DEFINING
Peningkatan hematrokit
CHARACTE
RISTICS Peningkatan kosentrasi urine
Peningkatan suhu tubuh
Penurunan berat badan tiba-tiba
Penurunan haluaran urine
Penurunan pengisian vena
Penurunan tekanan darh
Diare
RELATED
Gangguan mekanisme pengaturan
FACTORS:
Kekurangan volume cairan
NIC NOC
n. Kolaborasi :
Memberikan :
Makan sesuai selera
MASALAH
KEPERAWATAN / TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KOLABORATIF / JAM
1. Risiko 03-02- S : Pasien mengatakan sudah makan
ketidaksei 2017/10.00 dengan baik dan dapat beraktifitas
mbangan WIB - Pasien mengatakan nyeri pada
elektrolit epigastrik berkurang
- Nafsu makan membaik
O : S : 37 c
N : 60x/menit
TD : 110/65 mmHg
RR : 18 x/menit
TB : 150 cm
BB : 57 kg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
DHF / DBD adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti yang betina.
Penyebab utama adalah virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus
(Arthropod-borne viruses) artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda
misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama
hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir. Virus
tersebut yang paling bertindak menjadi vector (Soegijanto,2004).
DHF/DBD dapat dicegah dengan rutin melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) dan
menjaga lingkungan tetap bersih, mengkonsumsi makanan bergizi.
5.2 SARAN
Menjaga kondisi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 3M akan menghindari kita
terjangkit virus dengue.