Anda di halaman 1dari 14

Makalah Standart Praktik Mandiri Perawat

Rabu, 27 Januari 2016


makalah standart praktik keperawatan mandiri perawat

MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL


UNTUK MEMENUHI MATAKULIAH
Dosen Pembimbing: Ns. Elfi Quyumi , S,Kep,Ners,M,Kes

Oleh:
Yudhistiro Nungki Herlambang

PRAKTIK MANDIRI PERAWAT


AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma.


Pekerjaan perawat yang semula vokasional digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat
berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter
sebagaimana para perawat di negara maju.
Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional
Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan
profesional. Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan
mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian
dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan
mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat
dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik
profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa.
Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab
terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 merupakan kekuatan hukum
bagi perawat yang membuka praktik mandiri perawat. Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan
(1992), praktek mandiri perawat adalah tindakan mandiri perawat profesional atau ners melalui
kerjasama yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam
upaya memberikan asuhan keperawatan yang holistic sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya pada berbagai tatanan, termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok.
Didalam Kepmenkes 1239/2001, telah diatur sedemikian rupa tentang praktik keperawatan
seperti perizinan dan praktek perawat.
Namun, dalam aplikasinya, masih terdapat perawat yang membuka praktik mandiri dan tidak
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes 1239/2001. Bahkan banyak perawat
terutama di daerah yang tidak memiliki SIP dan SIP. Misalnya dari catatan Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) Babel, dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang
memiliki SIK dan SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada
masyarakat. Daerah-daerah yang lain juga memiliki kasus-kasus yang hampir serupa. Hal ini
dibuktikan dengan terdapatnya perawat yang ditangkap oleh polisi dan sweeping-sweeping yang
dilakukan oleh dinas kesehatan di beberapa daerah.
Setelah di sahkannya undang-undang keperawatan pada September 2014 tahun lalu.
Perawat kini sudah dapat membuka praktik keperawatan mandiri dan juga berhak memasang
papan nama praktik perawat.
Tapi masih banyak teman-teman perawat yang bingung dan bertanya-tanya tentang
praktik keperawatan mandiri, apa saja syaratnya?, bagaimana mengurus izinnya?, apa saja yang
harus dipersiapkan?, nanti setelah ada kliniknya, apa yang boleh dilakukan?, apa kewenangan
perawat? dan lain sebagainya.
Untuk menjawab pertanyaan diatas, mari kita coba membahasnya satu persatu.
BAB II
PEMBAHASAN

Pada Kepmenkes 1239/2001 Pasal 8 menyebutkan bahwa perawat dapat melaksanakan


praktek keperawatan pada saranan pelayanan kesehatan, praktek perorangan dan/atau kelompok.
Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus
memiliki SIK. Perawat yang melakukan praktek perorangan/kelompok harus memiliki SIPP.
Pada pasal 9 disebutkan, SIK diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Selanjutnya, pada Pasal 12, SIPP diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keberadaan SIK dan SIPP merupakan hal yang wajib bagi seorang perawat yang membuka
praktik mandiri. SIK dan SIPP merupakan syarat untuk mengantongi izin membuka praktik
mandiri.
Pada Pasal 12 ayat (2) menyebutkan bahwa SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki
pendidikan ahli madya keperawatan atau pendidikan perawat dengan kompetensi lebih tinggi.
Hal ini berarti, yang berhak membuka praktek mandiri perawat minimal perawat dengan
pendidikan DIII.
Namun, ternyata terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dengan kenyataan. Di berbagai daerah
di Indonesia melaporkan adanya perawat yang membuka praktik mandiri tanpa mengantongi SIK
dan SIPP. Misalkan, di salah satu daerah di Jawa Tengah, banyak perawat-perawat yang
membuka praktek mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut mereka tidak memiliki SIPP.
Ada sebagian yang menyatakan bahwa prosedurnya terlalu rumit sehingga tidak sempat untuk
mengurusnya.
Menurut Bangka Pos (2009), berdasarkan catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
Bangka Belitung dari 300 perawat di Kota Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan
SIPP, padahal banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Lebih lanjut,
berdasarkan penelitian Rivai (2008), sebagian besar perawat belum memiliki SIK.
Diberitakan dalam Batam Pos (2009), seorang perawat ditangkap oleh polsek setempat karena
membuka praktik perawat tanpa izin dari Dina Kesehatan Kabupaten atau Kota. Hal yang sama
juga terjadi di Gunung Kidul Yogyakarta, banyak perawat yang membuka praktik mandiri
tertangkap oleh sweeeping yang dilakukan dinas kesehatan. Lebih lanjut, menurut moderato FM
(2009), seorang perawat membuka praktek mandiri tanpa izin dari dinas kesehatan setempat dan
harus berurusan dengan pihak mapolres.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP dapat mengarah pada
malpraktek. Malpraktek merupakan kelalaian seorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan
tingkat ketrampilan dan lmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Malpraktek dapat terjadi karena
tindakan yang disengaja, tindakan kelalaian, ataupun sesuatu kekurangmahiran. Malpraktek
dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni criminal malpractice, civil
malpractice, dan administrative malpractice.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP termasuk administrative
malpractice. Pelanggaran hukum administrasi adalah sebagai jalan menuju malpraktik.

Hak dan Kewajiban


Kewajiban perawat
Salah satu kewajiban perawat berdasarkan Kepmenkes 1239/2001 menyebutkan bahwa
perawat harus mencantumkan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) di ruang praktiknya (Pasal 21).
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad rivai dkk (2008) menunjukkan bahwa sebagian perawat
belum memiliki SIPP. Hal ini berarti, terdapat perawat yang tidak memenuhi kewajiban perawat
sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes 1239/2001 yaitu mencantumkan Surat Izin Praktek
Perawat di ruang praktiknya.
Dalam Kepmenkes Pasal 21 ayat (2), menyebutkan bahwa perawat yang menjalankan praktek
perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek. Lain halnya dengan yang terjadi di
salah satu kota di Jawa Timur. Berdasarkan website alumni FIK-UI, terdapat perawat yang
membuka praktik mandiri perawat dengan memasang papan nama. Walaupun, sudah memiliki
SIPP, namun memasang papan nama tetap diperbolehkan.
Hak Perawat
Pernyataan hak dalam Kepmenkes 1239/2001 tidak tertulis secara jelas. Dalam Kepmenkes
menentukan kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Salah satu kewenangan
perawat yang terdapat dalam Pasal 15 kepmenkes 1239/2001 yaitu pelayanan tindakan medik
hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Perlu digarisbawahi, pada
dasarnya perawat tidak diperkenankan melaksanakan praktik medis. Hal ini mendapat
perkecualian yaitu apabila terdapat permintaan tertulis dari dokter dan dalam keadaan darurat
yang mengancam jiwa seorang pasien.
Namun, realita dilapangan menyatakan sebaliknya. Sebagian besar perawat yang membuka
praktik mandiri melakukan praktik medik secara bebas, dalam artian tidak mendapat permintaan
tertulis dari dokter. Seperti yang dikutip oleh Radar Madura (2009) yang menyebutkan
sedikitnya ada lima lokasi perawat yang buka praktik ala dokter. Antara lain, di Kecamatan
Pakong, Kota Pamekasan, Tlanakan, dan Palengaan. Kelimanya memberikan pelayanan ala
rumah sakit. Lebih lanjut menurut Radar Madura, masyarakat lebih memilih praktek perawat
dalam pengobatannya dikarenakan harganya murah. Hal yang sama juga terjadi di salah satu
kabupaten di jawa tengah, perawat lebih memilih membuka praktek pengobatan dari pada
praktek keperawatan. Hal ini dikarenakan, praktek pengobatan lebih memasyarakat dari pada
praktek keperawatan.
Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:

19 Supriadi,
Hukum Kedokteran,
Bandung: CV Mandar Maju, 2001, hlm.16.
20 Sampurno, B,
Malpraktek dalam pelayanan kedokteran,
Materi seminar tidak diterbitkan. 2005.
21 Soenarto Soerodibroto,
KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road
, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada. 2001.
12
Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
(penyembuhan penyakit dan pemulihan)
Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral
Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek
keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK
Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Perlindungan hukum baik bagi
pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat
kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya
secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga
aspek hukum yang berlaku di Indonesia.
22
Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung
jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik
keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah.
22
Staunton, P and Whyburn, B,
Nursing and the law
. 4thed.Sydney: Harcourt. 1997.

Apa saja syarat membuka praktik keperawatan mandiri?

1. Perawat berpendidikan vokasi dan profesi


2. Perawat yang memiliki Surat Tanda Registerasi (STR)
3. Perawat yang memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
Bagaimana saya bisa mendapatkan Surat Tanda Registerasi (STR)?

Perawat bisa mendapatkan STR jika sudah lulus uji kompetensi, biasanya akan diurus oleh
institusi dimana perawat tersebut menempuh pendidikan.

Siapa yang berhak mengeluarkan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)?


Yang mengeluarkan SIPP adalah pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan (kepala dinas kesehatan) yang berwenang di kabupaten/kota tempat domilisi atau
tempat dimana perawat menjalankan praktiknya.

Jadi misalnya teman-teman berencana membuka praktik di Jakarta, SIPP dapat diurus di Dinas
Kesehatan DKI Jakarta. Nanti setelah diproses oleh dinkes dan disetujui, maka pemerintah kota
DKI Jakarta akan mengeluarkan SIPP teman-teman

Bagaimana saya bisa mendapatkan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)?


Untuk mendapatkan SIPP, teman-teman harus menyiapkan

1. Salinan STR yang masih berlaku dan dilegalisir


2. Memiliki surat rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan (PPNI)
3. Surat pernyataan memiliki tempat praktik (jika ingin praktik mandiri) atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan (jika bergabung dengan klinik
interprofesi atau klinik kolaborasi)
4. Pas foto berwarna 4 x 6 sebanyak tiga (3) lembar
5. Surat sehat dari dokter

Poin 4 dan 5 tidak disebutkan di UU Keperawatan tahun 2014, tetapi ada disebutkan di SK
menteri kesehatan RI nomor 1239 tahun 2001 tentang registrasi perawat. Penulis tidak
mengetahui apakah SK menteri ini masih berlaku atau sudah dihapus, jadi disiapkan saja semua
syaratnya untuk berjaga-jaga.
Setelah berkas-berkasnya lengkap. Silahkan diurus di dinas kesehatan di kabupaten/kota tempat
teman-teman berdomisili. Jika SIPP sudah keluar, maka teman-teman sudah bisa membuka
praktik mandiri.

Apa saja yang harus saya siapkan untuk klinik saya?


Alat yang disiapkan sebenarnya tergantung dari kekhususan dari masing-masing klinik sesuai
bidang keahlian teman-teman, misalnya perawat yang mempunyai sertifikat wound care dan
memiliki pengalaman sebagai perawat luka, bisa membuka klinik keperawatan luka, atau
mungkin ada yang sudah mendapatkan pelatihan keperawatan paliatif, bisa berpikir untuk
membuka klinik keperawatan khusus palliative care.

Sementara itu fasilitas dasar yang harus ada adalah:

1. Perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan dan kunjungan rumah, antara lain:
Alat untuk mengukur tanda-tanda vital, timbangan, meteran badan.
Alat untuk mengukur gula darah, asam urat dan kolesterol jika ingin menambahkan,
tergantung kemampuan finansial masing-masing.
2. Obat-obatan
Ingat, hanya boleh obat bebas dan obat bebas terbatas.
3. Perlengkapan administrasi
Meliputi formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan dan
formulir persetujuan tindakan keperawatan (inform consent)

Apa saja yang boleh perawat lakukan dalam berpraktik mandiri?

1. Melaksanakan proses keperawatan antara lain: pengkajian, diagnosa, intervensi,


implementasi dan evaluasi
2. Merujuk pasien ke rumah sakit
3. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi
Misalnya memberikan bantuan hidup dasar, atau penanganan pertama pada kecelakaan
(lebih mudah jika kita sudah mendapatkan sertifikat BTCLS).
4. Berkolaborasi dengan dokter jika ada kasus yang tidak bisa ditangani sendiri.
5. Memberikan penyuluhan kesehatan dan konseling
Contohnya perawat yang sudah memiliki sertifikat konselor laktasi, dapat memberikan
konseling bagi ibu-ibu yang mengalami masalah pada saat menyusui.
6. Memberikan obat sesuai resep dokter
Pasien tuberkulosis rawat jalan yang harus mendapatkan obat injeksi setiap hari selama
dua bulan, bisa mendatangi klinik kita. Asal resep dari dokter jelas, dan tentunya
dokumentasi harus lengkap untuk menghindari kesalahan pemberian obat.
7. Memberikan obat bebas dan obat bebas terbatas.

Hal penting yang harus diperhatikan!

1. Praktik keperawatan mandiri yang kita jalankan harus berdasarkan pada kode etik,
standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
2. Perawat berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
3. Rujuk pasien yang tidak dapat ditangani kepada perawat lain, atau tenaga kesehatan lain
yang lebih kompeten.
4. Jangan melakukan pekerjaan tenaga medis/dokter, karena kita tidak berwenang, kecuali
jika sudah ada pendelegasian tertulis dari dokter yang bersangkutan.
5. Pasien berhak memberi persetujuan atau menolak tindakan keperawatan yang akan
diterimanya, jadi sebelum melakukan suatu tindakan apapun itu, sebaiknya minta surat
persetujuan atau inform consent.
6. Dokumentasikan segala temuan pengkajian, tindakan, evaluasi yang telah dilakukan
kepada pasien
7. Jangan lupa memajang SIPP dan memasang papan nama di klinik yang dijalankan

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Praktek mandiri perawat adalah?
2. Syarat dan ketentuan paratek mandiri perawat
3. Hak dan Kewajiban praktek mandiri perawat
4.
C. Maksud dan Tujuan

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas maksud dan tujuan inipun dirumuskan guna
memperoleh suatu deskripsi tentang:
1. Praktik Keperawatan itu
2. Undang-Undang Praktik Keperawatan itu penting
3. Isi RUU praktik keperawatan mandiri perawatan
4. Penjelasan RUU mandiri perawat
BAB III
KESIMPULAN
Praktik keperawatan mandiri sudah banyak dilakukan oleh perawat. Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 1239/Menkes/SK/IX/2001 menjadi payung hukum bagi perawat yang
membuka praktik mandiri. Namun, dalam pengaplikasiannya, terdapat beberapa hal yang tidak
sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001. Berikut ini, beberapa fakta dilapangan terkait praktik
mandiri perawat :
1. Terdapat perawat yang membuka praktik mandiri tidak memiliki SIK dan SIPP.
2. Terdapat perawat yang memasang papan nama.
3. Terdapat perawat yang melakukan praktik medis dari pada praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bangka Pos. 2009. Buka Praktek Harus Punya SIK dan SIPP. http://www.bangkapos.com

Batam Pos. 2009. Perawat Tidak Boleh Buka Praktik. http://www.batampos.com

Chazawi, A. 2007. Malpraktik Kedokteran. Malang : Bayu Media Publishing.

Praptianingsih, S. 2006. Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di


Rumah Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Prsada.

Rivai, dkk. 2008. Kebijakan Praktik Perawat.

Radar Madura. 2009. Perawat Kena Sweeping. http://www.radarmadura.com


http://www.jpnn.com/read/2014/09/28/260528/Perawat-Bisa-Buka-Praktik,-Boleh-
Mendiagnosis-juga-
Diposkan oleh herlambang bram di 01.19 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Kesehatan
Beranda
Langganan: Entri (Atom)

Mengenai Saya

herlambang bram
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2016 (1)
o ▼ Januari (1)
 makalah standart praktik keperawatan mandiri peraw...

Template Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai