Anda di halaman 1dari 38

I.

Skenario

Seorang ibu berusia 20 tahun dating ke RSUD di kabupaten


tempatanda bertugas untuk melahirkan anak pertamanya setelah
menempuh empat jam perjalanan darat dari rumahnya yang terletak di
pelosok. Usia kandungan ibu sudah cukup bulan, dan persalinannya
sendiri berjalan dengan normal dan lancer. Si ibu melahirkan seorang anak
laki-laki. Segera setelah bayi dilahirkan, anda memeriksa keadaan sang
bayi. Berikut adalah foto si bayi:

Dari hasil anamnesa terhadap ibu dan keluarganya, diketahui


bahwa selama kehamilan sang ibu tidak pernah memeriksakan
kehamilannya karena jauhnya akses ke pelayanan kesehatan terdekat. Sang
Ibu pun tidak pernah mengkonsumsi vitamin apapun selama masa
kehamilan. Pada keluarga Ayah dan Ibu juga tidak didapati anggota
keluarga lain yang pernah mengalami kejadian serupa.

II. Klarifikasi Istilah


A. Anamnesa
Suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh
keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita
pasien
B. Kehamilan Cukup Bulan
Kehamilan yang telah terjadi selama 37 dan 42 minggu, dihitung dari
hari pertama haid terakhir (HPHT)
C. Pelosok
Tempat terpencil yang jauh atau yang tidak mudak didatangi
D. Persalinan
Proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam
jalan lahir.
E. RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah)
Bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),

1
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencarikeuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
F. Vitamin
Molekul organik yang ada dalam makanan dalam jumlah sangat kecil
yang berfungsi membantu pengaturan metabolisme tubuh dan tidak
dapat dihasilkan oleh tubuh itu sendiri.

III. Identifikasi Masalah


Kenyataan Kesesuaian Konsen

Bayi lahir dengan kelainan kongenital Tidak sesuai


harapan
Ibu tidak pernah mengkonsumsi vitamin Tidak sesuai
selama masa kehamilan harapan
Ibu tidak pernah memeriksakan kehamil Tidak sesuai
annya karena lokasi rumah yang jauh harapan
dari pelayanan kesehatan terdekat.
Tidak ada anggota keluarga yang pernah Tidak sesuai
mengalami hal yang serupa harapan

Masalah yang paling prioritas adalah Anak yang lahir mengalami


kelainan kongenital. Hal ini menjadi prioritas utama karena memiliki
dampak yang paling serius untuk kondisi tubuh bayi tersebut.

IV. Analisis Masalah


A. Bayi lahir dengan kelainan kongenital
1. Apa definisi dari kelainan kongenital?
Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam
pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Selain
itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir,

2
yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh
kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual
dan kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum
disebut kelainan kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak
bayi lahir.
2. Apa saja klasifikasi kelainan kongenital?
a. Malformasi, Pembentukan organ yang terganggu. Fungsi dan
struktur organ terganggu.
1) Mayor, jika tidak ditangani akan menggangu
kehidupan. Misalnya, malformasi pada jantung, otak,
dll.
2) Minor, jika tidak ditangani tidak terlalu berdampak.
b. Deformasi, kelainan bentuk pada organ tubuh akibat tekanan
mekanik.
c. Disrupsi, defek dari kelainan morfologi akibat pertumbuhannya
yang terganggu pada fase embriogenesis.
d. Displasia, kelainan yang timbul akibat dari gangguan fungsi
metabolisme.
3. Bagaimana Epidemi penyakit kelainan kongenital?
Kelainan kongenital secara umur lebih sering terjadi pada laki-laki
ketimbang perempuan, namun perbandingannya tidak signifikan.
Contohnya pada kasus down syndrom
4. Kelainan kongenital apa yang terjadi pada kasus ini?
Pada kasus ini kemungkinan bayi menderita spina bifida.
5. Apa itu Spina Bifida?
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu
celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian
dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke
empat masa embrio.

3
6. Apa penyebab Spina Bifida?
a. Penyakit pada ibu, misalnya pada ibu penderita Diabetes
mellitus (20 kali lebih berpotensi menyebankan bayi lahir
dengan spina bifida).
b. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab
tertentu.
c. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru
terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba
neural.
d. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru
terbentuk karena suatu penyebab.
e. Kekurangan asam folat saat hamil.
f. Pemakaian obat tertentu, seperti obat anti kejang (seperti asam
valporat)
g. Genetik, kelainan pada enzim methylene tetrahydrofolate
reductase (MTHFR) yang dapat mengakibatkan gangguan pada
fungsi dari asam folat. Jika sebelumnya ada riwayat keluarga
yang terkena penyakit serupa maka keturunan selantunya
memiliki kemungkinan 3-5% lebih tinggi terkena kelainan
spina bifida.
h. Suhu tubuh ibu yang tinggi.
i. Paparan radiasi.
j. Kelebihan vitamin A
7. Apa saja klasifikasi dari spina bifida?
a. Spina bifida okulta, suatu cacat yang lengkung-lengkung
vertebranya dibungkus oleh kulit yang biasanya tidak
mengenai jaringan saraf yang ada di bawahnya.
b. Spina bifida kistika, defek neural tube berat dimana
jaringan saraf dan atau meningens menonjol melewati
sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga
membentuk sebuah kantong mirip kista.

4
c. Spina bifida dengan meningokel, dimana cairan yang ada di
kantong terlihat dari luar ( daerah belakang ), tetapi kantong
tersebut tidak berisi spinal cord atau saraf.
d. Spina bifida dengan meningomielokokel, dimana jaringan
saraf ikut di dalam kantong tersebut. Bayi yang terkena
akan mengalami paralisa di bagian bawah.
e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis, bentuk spina
bifida berat dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di
sepanjang daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap
sebagai masa jaringan saraf yang pipih.
8. Bagaimana pathogenesis dari spina bifida?
Defek tabung saraf terjadi pada hari ke 17 - 30 kehamilan. Selama
kehamilan , otak, tulang belakang manusia bermula dari sel yang
datar, yang kemudian membentuk silinder yang disebut neural
tube. Jika bagian tersebut gagal menutup atau terdapat daerah yang
terbuka yang disebut cacat neural tube terbuka. Daerah yang
terbuka itu kemungkinan 80% terpapar atau 20% tertutup tulang
atau kulit. 90% dari kasus yang terjadi bukanlah faktor genetik /
keturunan tetapi sebagian besar terjadi dari kombinasi faktor
lingkungan dan gen dari kedua orang tuanya.
9. Bagaimana epidemiologi terjadinya kelainan kongenital pada kasus
spina bifida?
1 dari 1000 kelahiran mengalami kelainan tabung saraf, bisa hidup
bisa meninggal. Insidennya banyak terdapat pada bayi perempuan.
10. Apa langkah preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya kelainan kongenital?
a. Tidak merokok dan menghindari asap rokok
b. Menghindari alkohol
c. Menghindari obat anti comvulsan, termasuk anti epilepsi.
d. Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi
vitamin prenatal
e. Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup

5
f. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
g. Mengkonsumsi suplemen asam folat
h. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
i. Menghindari zat-zat yang berbahaya.
j. Pemberian vaksinasi atau vitamin tertentu yang dapat
menunjang tumbuh kembang janin
11. Tindakan pengobatan
Kuratif, dengan melakukan operasi.
12. Komplikasi
a. Penderita mudah terkena penyakit infeksi, seperti
meningitis.
b. Gangguan fungsi organ yang dipersarafi.

B. Ibu tidak pernah mengkonsumsi vitamin selama masa kehamilan


1. Apa fungsi vitamin dalam tumbuh kembang janin?
Membantu pembentukan sel,jaringan, dan organ tubuh janin yang
sempurna.
2. Vitamin apa saja yang diperlukan oleh janin selama masa
pertumbuhan dan perkembangannya?
Vitamin B12, untuk membantu membentuk dan menjaga kerja sel-
sel tulang belakang, system saraf, dan daluran pencernaan
3. Zat apa saja yang berperan dalam penutupan tabung saraf?
Asam Folat, Vitamin B12
C. Ibu tidak pernah memeriksakan kehamilannya karena lokasi rumah
yang jauhdari pelayanan kesehatan terdekat
1. Apa kegunaan dari pemeriksaan kehamilan?

a. Untuk mmpertahankan kondisi fisik dan mental dari ibu


hamil. Seperti kita tahu bahwa seorang wanita yang sedang
menjalani masa kehamilan kondisi fisik dan mentalnya
sangat tidak stabil. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
kesehatan ibu dan bayi. Pemeriksaan kehamilan bermanfaat

6
untuk memonitor keadaan ibu dan bayi sehingga jika terjadi
suatu masalah segera bisa di tangani.
b. Untuk memantau kondisi ibu dan bayi supaya proses
persalinanya berjalan lancar.
c. Untuk mengetahui asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi
agar semua kebutuhan nutrisinya bisa tercukupi.
d. Untuk mendeteksi berbagai masalah yang berkaitan dengan
masa kehamilan yang sering muncul selama masa
kehamilan. Berbagai pernyakit tersebut antara lain :
Hipertensi, Diabetes, Anemia, Kehamilan anggur, Plasenta
previa, Infeksi dalam kehamilan dan berbagai masalah
lainya.
D. Tidak ada keluarga yang mengalami kejadian serupa
1. Bagaimana pola penurunan dari kelainan kongenital pada kasus
spina bifida?
Jika pada orang tua terdapat kelainan kongenital berupa spina
bifida, maka bayi yang dilahirkan akan memiliki peningkatan
persentase terjangkit spina bifida sebesar 3—5%.

V. Sintesis Masalah
Pada kasus ini, Si Ibu melahirkan seorang anak laki laki yang
memiliki kelainan pada vertebra bagian sacral. Pada bagian tersebut
didapati penutupan vertebra oleh kulit yang tak sempurna serta warna kulit
yang kemerahan di sekitarnya. Dari hasil pemeriksaan anamesa terhadap
ibu dan keluarganya diketahui bahwa selama kehamilan sang ibu tidak
pernah mengkonsmsi vitamin apapun dan juga pada keluarga tidak
didapati anggota keluarga yang pernah mengalami kejadian serupa, hal ini
mengindikasikan bahwa spina difida bukan penyakit yang hanya
melibatkan faktor genetik saja, namun terdapat pula faktor lain yang dapat
menyebabkannya (multifactorial). Dari data yang telah didapat, bayi
tersebut kemungkinan menderita suatu kelainan kongenital spina bifida.

7
Spina bifida merupakan kelaian kongenital dimana bagian dari satu
atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Spina bifida diklasifikasikan menjadi 5; Spina bifida okulta, spina bifida
kistika, spina bifida meningokel, spina bifida dengan meningomielokel,
dan spina bifida dengan mielokisis. Dalam kasus ini, pada bagian vertebra
sakral bayi cenderung datar (Tidak terdapat benjolan berupa kantong yang
berisi cairan) serta dijumpai saraf tulang belakang yang terbuka. Dari hasil
pengamatan keadaan fisik bayi tersebut kemungkinan bayi mengalami
spina bifida dengan mielokisis.
Spina bifida dapat diakibatkan oleh banyak hal (multifactorial).
Salah satu hal yang dapat mengakibatkan terjadinya spina bifida adalah
kurangnya asuapan asam folat (Vitamin B9) pada masa kehamilan.
Vitamin merupakan senyawa organic yang ada dalam makanan dalam
jumlah sangat kecil yang berfungsi membantu pengaturan metabolisme
tubuh dan tidak dapat dihasilkan oleh tubuh itu sendiri. Ketika seseorang
Ibu sedang mengalami masa kehamilan, kebutuhan akan gizi, vitamin, dan
mineral juga akan meningkan dikarenakan adanya janin dalam
kandungannya yang juga membutuhkan asupan nutrisi.

Pada kasus ini didapati bahwa Sang Ibu tidak pernah


mengkonsumsi vitamin selama masa kehamilannya. Sehingga selama
masa kehamilan sang bayi mungkin mengalami deficit vitamin dan
mineral yang berguna untuk tumbuh kembangnya dalam kandungan. Salah
satu Vitamin yang paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
janin adalah Vitamin B9 (asam folat). Kekurangan vitamin B9 dapat
berakibat pada terhambatnya pembentukan saraf pusat, terutama pada
pembentukan tabung saraf.

Pembentukan tabung saraf dimulai pada minggu ketika terjadinya


proses gastrulasi. Gastrulasi dimulai dengan pembentukan primitive streak
(garis primitive) pada permukaan epiblast diikuti dengan perpindahan sel
epiblast mengikuti garis primitive untuk membentuk mesoderm, endoderm
dan ectoderm intraembrional. Ectoderm dan mesoderm kemudian akan

8
berdifferensiasi menjadi neural plate. Neural plate bagian lateral kemudian
mengalami invaginasi dan bagian dorsal kemudian menutup dan
membentuk tabung saraf. Pada kasus ini Bagian dorsal dari neural plate
mengalami ganguan dalam melaukan proses penutupannya akibat deficit
dari asam folat. Sehingga pada perkembangan lebih lanjut didapati jann
dengan kelainan spina bifida.

VI. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


Learning What I Know What I Don’t What I Have to How
Issue Know Prove Will I
Learn
Kelainan Definisi, Proses Pengkonsumsi Membac
Kongenital klasifikasi, terjadinya an suatu obat a Jurnal
penyebab, kelainan atau vitamin
dan faktor- kongenital dapat
faktor yang secara menyebabkan
mempengaru spesifik kelainan Diskusi
hi kongenital Dengan
Kekurangan Teman
vitamin dan
Embriogenes Embriogenes mineral dapat
Embriogenes is secara is secara menyebabkan
is umum spesifik proses Diskusi
embryogenesis Dengan
yang tidak Pakar
sempurna
Definisi, Bagaimana
klasifikasi, Proses factor genetic
penyebab, terjadinya dapat Membac
Spina Bifida faktorfaktor spina bifida menyebabkan a dari
yang seseorang Buku
mempengaru menderita

9
hi dan kelainan
kompilasi kongenital
yang dapat berupa spina
ditimbulkan bifida

VII. Tinjauan Pustaka


A. Kelainan Kongenital
1. Definisi
Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam
pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Selain
itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir,
yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh
kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual
dan kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum
disebut kelainan kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak
bayi lahir.
Anomali kongenital atau kelainan kongenital dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu malformasi kongenital yang
timbul sejak priode embrional sebagai gangguan primer
morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenitalyang
timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan
morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk
dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.
Kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
abortus, lahir mati, atau kematian segera setelah lahir. Kematian
bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi
berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya.

10
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium
untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir,
dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan
pemeriksaan darah janin.

2. Patofisiologi Kelainan Kongenital


Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan
oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih
proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau
menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu
kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa
celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis
pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi
mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan
yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan
fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan
problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya
berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak,
jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga,
lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada
kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari
malformasi minor.

11
b. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi,
atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh
gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi,
misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang
kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan
ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti
uterus bikornus, kehamilan kembar.
c. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh
atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses
perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi
sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang
hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat
disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan.
Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut
pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta
muka.
d. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya
kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia
dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat
fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam
jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini
terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya
mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena
jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya

12
menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi
menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas,
meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin
berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung
singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan
perubahan kelainan seumur hidup.
3. Penyebab Kelainan Kongenital
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar
diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua
faktor secara bersamaan sehingga bersifat multifaktorial. Beberapa
faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
a. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan
besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada
anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi
oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur
resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu
keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi
kedokteran, maka telah dapat dilakukan pemeriksaan
antenatal terhadap adanya kelainan kromosom selama
kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-
tindakan selanjutnya. Bila ditemukan adanya suatu kelainan
kromosom, perlu dipikirkan tindakan selanjutnya
berdasarkan pertimbangan medikolegal. Beberapa contoh
kelainan kromosom yang dapat ditemukan antenatal antara

13
lain adalah kelainan kromosom autosomal trisomi 21
sebagai sindroma down (mongolisme). Kelainan pada
kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
b. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh
hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organa tubuh adalah kelainan talipes
equinovarus (clubfoot). Jepitan pita amniotik dapat
menyebabkan berubahnya bentuk suatu organ tubuh bahkan
mungkin dapat menyebabkan terpurusnya suatu organ
(amputasi kongenital).
c. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu misalnya virus dalam periode
organogenesis, mungkin tidak memberi gejala yang berarti
untuk ibunya karena hanya bersifat subklinis, tetapi
terhadap janin dapt berakibat abortus atau dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan suatu organ tubuh
yang akhirnya menimbulkan kelainan kongenital. Infeksi
pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan
kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan
terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita
kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan
pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya

14
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada
trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital antara lain ialah infeksi virus cytomegalovirus,
infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan
pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
atau mikroftalmia.
d. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita
hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga
erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum
banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama
kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali;
walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena
calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini
misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit
tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan
sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap
bayi dan bila perlu menunda kehamilan.
e. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan

15
meningkat pada ibu usia di atas 30 tahun dan akan lebih
tinggi lagi pada usia 40 tahun ke atas. Di bangsal bayi baru
lahir Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun
1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian
mongolisme 1,08 per 1000 kelahiran hidup dan ditemukan
risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu usia 35
tahun atau lebih. Anka kejadian yang ditemukan adalah
1:5500 untuk kelompok ibu berumur <35 tahun, 1:600
untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk ibu
berumur 45 tahun.
f. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula
dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan
lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
g. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali
akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin.
Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk
keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan
dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
Dikatakan bahwa penyinaran lebih dari 10.000 milliards
pada wanita hamil dikhawatirkan akan mempunyai efek
terjadap janin.
h. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan kekurangan gizi berat
dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital. Pada manusia, penyelidikan menunjukkan

16
bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan gizi kurang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu bergizi baik.
Pada binatang percobaan adanya defisiensi protein, vitamin
A riboflavin, asam folat, tiamin, dan lain-lain, dapat
menaikkan kejadian kelainan kongenital.
i. Faktor-Faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor
lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia atau
hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
4. Pemeriksaan dan Diagnosis Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital dapat dilakukan dalam beberapa tahap,
yaitu tahap kehidaupan janin intrauterin (diagnosis antenatal atau
diagnosis pranatal), serta diagnosis yang dilakukan setelah bayi
lahir (diagnosis pasca natal).
Indikasi melakukan diagnosis pranatal umumnya dilakukan
bila ibu hamil mempunyai faktor risiko untuk melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital. Faktor risiko ini biasanya
dihubungkan dengan adanya riwayat kelainan kongenital dalam
keturunan, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya,
umur ibu yang mendekati masa menopouse, ibu yang menderita
penyakit tertentu, pemakaian obat atau bahan lain yang dianggap
teratogen, adanya kenaikan kadar alfa-fetoprotein pada ibu,
kehamilan polihidramnion/oligohidramnion, pertumbuhan janin
terlambat, dan kehamilan ganda.
Beberapa contoh obat yang dipakai selama hamil yang
diduga dapat berpengaruh terhadap janin antara lain adalah
pemakaian insulin pada ibu penderita diabetes yang bergantung
kepada insulin; pada kejadian ini kemungkinan melahirkan bayi

17
dengan kelainan kongenital sekitar 2-4 kali lebih besar daripada ibu
yang normal. Kelainan kongenital yang mungkin ditemukan dalam
keadaan ini misalnya kelainan skeletal, kardiovaskuler, susunan
saraf pusat, genitourinaria, dan gastrointestinal. Ibu penderita
epilepsi yang dalam pengobatan antikonvulsan diduga akan
berpeluang mempunyai bayi dengan kelainan kongenital 2-3 kali
lebih tinggi. Kelainan kongenital yang dapat ditemukan misalnya
kelainan jantung kongenital, bibir sumbing atau palatoskizis,
retradasi mental, dan beberapa kelainan traktus urinarius. Ibu
epilepsi yang tidak makan obat antikonvulsan tidak menunjukkan
kenaikan angkka kejadian kelainan kongenital. Antikonvulsan
belum mutlak bersifat teratogen tetapi mungkin berperan dalam
kejadian kelainan kongenital antara lain adalah fenitoin, litium,
barbiturat, benzodiazepin. Ibu yang mempunyai riwayat memakai
obat sitostatik yang dikenal bersifat teratogen, pemakaian
antikoagulansia, steroid, atau obat psikoterapik, perlu mendapat
perhatian pula. Disamping itu, ibu yang telah lanjut usianya dan
ibu yang pada pemeriksaan darahnya menunjukkan kenaikan kadar
alfa-fetoprotein perlu dipantau lebih lanjut perjalanan
kehamilannya.
Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara
lain adalah dengan pemeriksaan radiologik, ultrasonografik, darah
ibu terhadap alfa-fetoprotein ssekitar minggu 16-20 kehamilan,
fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis disertai
analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion.
pemeriksaan secara non invasif (ultrasonografi) pada
midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa
spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung
bawaan yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya
atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda,
kelainan sistem gwnitourinaria; misalnya kista ginjal), dan kelainan
pada paru sebagai kista paru. Dengan panduan alat ultrasonografi

18
mutakhir dapat dilakukan berbagai tindakan lebih lanjut seperti
amniosentesis, pengambilan darah janin, biopsi vilus korion,
maupun tindakan bedah janin. Tindakan bedah janin dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
janin selama kehidupan intrauterin sambil menunggu tindakan
bedah definitif yang akan dilakukan setelah bayi lahir.
Amniosentesis transabdominal umumnya dilakukan pada
kehamilan 14-20 minggu. Dari cairan amnion yang didapat dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan
genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-fetoprotein terhadap defek
tuba neural (anensefali, meningomielokal), pemeriksaan terhadap
beberapa gangguan metabolik (galaktosemia, fenilketonuria), dan
pemeriksaan lainnya. Dari sampel darah janin yang diperoleh dapat
diperiksa beberapa kelainan darah misalnya hemoglobinopati,
hemofilia, atau thalasemia. Dari hasil biopsi vilus korion dapat
diperoleh jaringan janin untuk pemeriksaan sel secara langsung
atau ukuran kultur sel.
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital ditemukan
antenatal secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kehamilan,
atas indikasi tertentu karena adanya gangguan dalam kehamilan
misalnya pertumbuhan janin terhambat, keadaan
poli/oligohidramnion. Bila pada diagnosis pranatal ditemukan
adanya kelainan kongenital, maka harus difikirkan langkah
selanjutnya. Bila kelainan tersebut masih dapat dikoreksi, maka
kelahiran bayi dalm risiko ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit
rujukan. Sedangkan pada kelainan yang sukar atau tidak dapat
dikoreksi, maka pertimbangkan medikolegal dan putusan orang tua
sangat diperlukan untuk kelanjutan kehamilannya. Bila telah
diketahui adanya faktor risiko kelainan kongenital pada pasangan
orang tua yang dapat diturunkan kepada anaknya, maka sebaiknya
dilakukan langkah untuk konseling genetik.
5. Penatalaksanaan Kelainan Kongenital

19
Secara klinis, penanganan kelainan kongenital pada suatu
organ tubuh umumnya memerlukan tindakan bedah . Sesuai
dengan jenis dan tindakan bedah yang harus dilakukan, kelainan
kongenital dapat dibagi dalam kelompok (1) kelainan kongenital
yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus
dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut
mengancam jiwa bayi; dan (2) kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus demikian
tindakan dilakukan secara berencana atau selektif.
Sering kelainan kongenital yang ditemukan bersifat
multipel atau berupa kelainan kongenital yang sukar dikoreksi
(ansefali), sehingga koreksi bedah pada saat ini belum
memungkinkan; sementara ini penanganannya hanya secara medis
dan bersifat konservatif. Penanganan anomali kongenital medis
karena kelainan kromosom atau genetik, atau yang bersifat
sistemik dilakukan sesuai dengan jenis kelainan tersebut, disertai
dengan upaya lain untuk menghindarkan terjadinya berbagai
komplikasi.
6. Pencegahan Kelainan Kongenital
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada
beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan kehamilan di atas
usia 35 tahun:
k. Tidak merokok dan menghindari asap rokok
l. Menghindari alkohol
m. Menghindari obat terlarang
n. Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi
vitamin prenatal
o. Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup
p. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
q. Mengkonsumsi suplemen asam folat
r. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi

20
s. Menghindari zat-zat yang berbahaya.
Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi.
Meskipun semua vaksin aman diberikan pada masa hamil, tetapi
akan lebih baik jika semua vaksin yang dibutuhkan telah
dilaksanakan sebelum hamil. Seorang wanita sebaiknya menjalani
vaksinasi berikut:
a. MMR : Minimal 3 bulan sebelum hamil.
b. Varicella : Minimal 1 bulan sebelum hamil.
c. Vaksin yang aman diberikan saat hamil.
1) Booster tetanus difteri (setiap 10 tahun).
2) Vaksin Hepatitis A.
3) Vaksin Hepatitis B.
4) Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan
akan memasuki trimester kedua dan ketiga).
5) Vaksin Pneumococcus.
B. Embriogenesis
1. Definisi
Menurut Dorland’s Illustrated Medical Dictionary,
Embriogenesis adalah : 1.produksi dari embrio; 2.perkembangan
dari individu yang baru yang terjadi secara seksual yaitu dari zigot.
Secara umum, embriogenesis adalah proses pembelahan sel dan
diferensiasi sel dari embrio manusia yang terjadi pada saat tahap-
tahap awal dari perkembangan manusia. Tepatnya, embriogenesis
terjadi pada saat spermatozoa bertemu dan menyatu dengan ovum
yang disebut fertilisasi sampai akhir dari minggu ke-8 dari
perkembangan manusia (Langman,1994).
2. Tahap-tahap embryogenesis
a. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan
wanita, yang terjadi di daerah ampulla tuba
fallopii.Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke
rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran

21
telur.Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-
otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat
membuahi oosit, mereka harus mengalami proses kapasitasi
dan reaksi akrosom (Langman, 1994).
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam
saluran reproduksi wanita, yang pada manusia berlangsung
kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung dari
glikoprotein dari protein-protein plasma segmen dibuang
dari selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom
spermatozoa. Hanya sperma yang menjalani kapasitasi yang
dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom
(Langman, 1994).
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona
pelusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini
berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan
untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-
zat serupa tripsin (Langman, 1994). Fase fertilisasi
mencakup 3 fase:
1) Penembusan korona radiate
Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami
kapasitasi tidak akan sulit untuk menembusnya
(Langman, 1994).
2) Penembusan zona pelusida
Zona pelusida adalah sebuah perisai
glikoprotein yang mempertahankan pengikatan
sperma dan menginduksi reaksi kromosom.
Hanya 1 spermatozoa diantara 200-300 juta
spermatozoa yang ada di saluran kelamin yang
berhasil menembus zona pelusida. Saat
spermatozoa masuk ke dalam membrane oosit,
spermatozoa lain tidak akan bisa masuk lagi

22
karena aktifasi dari enzim oosit sendiri
(Langman, 1994)
3) Fusi oosit dan membrane plasma
Spermatozoa bergerak masuk ke membrane
oosit dan mencapai inti oosit. Perlu diketahui
bahwa spermatozoa dan oosit masing-masing
memiliki 23 kromosom (haploid), selama masa
penyatuan masingmasing pronukleus melakukan
sintesis DNA. Segera setelah sintesis DNA,
kromosom tersusun dalam gelendong untuk
melakukan pembelahan secara mitosis yang
normal. Dua puluh tiga kromosom dari ibu dan
dua puluh tiga kromosom dari ayah membelah
sepanjang sentromer, dan kromatid-kromatid
yang berpasangan tersebut saling bergerak ke
kutub yang berlawanan, sehingga menyiapkan
sel zigot yang masing-masing mempunyai
jumlah kromosom yang normal
(Langman,1994).
b. Pembelahan
Kira-kira 24 jam setelah fertilisasi, oosit yang telah
dibuahi mulai pembelahan pertamanya. Setelah zigot
mencapai tingkat dua sel, ia menjalani serangkaian
pembelahan mitosis yang mengakibatkan bertambahnya
jumlah sel dengan cepat. Sel ini dikenal sebagai blastomer
yang akan berbentuk seperti gumpalan yang padat
(Langman, 1994).
Kira-kira setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel
embrio yang termampatkan tersebut, membelah lagi
membentuk morula (Langman, 1994).Morula adalah,
kumpulan dari 16-30 sel blastomere. Karena sel-sel ini
muncul dari pembelahan (cleavage) dari zigot dan semua

23
terdapat pada zona pelusida yang tidak ias membesar, jadi
pertumbuhannya tidak banyak terlihat. Setiap sel yang baru
besarnya sama dengan sel awal dan nama morula berarti
mulberry, karena mirip seperti kumpulan sel-sel setengah
bulat (Anonim, 2010). Sel-sel bagian dari morula
merupakan massa sel dalam, sedangkan sel-sel di sekitar
membentuk massa sel luar. Massa sel dalam akan
membentuk jaringanjaringan embrio yang sebenarnya,
sementara massa sel luar akan membentuk trofoblastt, yang
kemudian ikut membentuk plasenta (Langman,1994)..

Gambar 2.1 Perkembangan sel menjadi morula

24
c. Pembentukan blastokista, embryoblast, dan rongga amnion.
Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari
morula yang masih diselubungi dengan zona pelucida mulai
berkumpul membentuk suatu pemadatan (Anonimus,
2010). Sebuah rongga terbentuk pada di interior blastokista
dan Kirakira pada waktu morula memasuki rongga rahim,
cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke dalam
ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell
mass). Sel-sel embrio berkembang dari inner cell mass
yang sekarang disebut embrioblastt. Sedangkan sel-sel di
massa sel luar atau trofoblast, menipis dan membentuk
dinding epitel untuk blastokista. Zona pelusida kini
sekarang sudah menghilang, sehingga implantasi bisa
dimulai (Langman, 1994).

Gambar 2.2 Struktur morula

Pada akhir hari ke-5 embrio melepaskan diri dari


zona pelusida yang membungkusnya. Melalui serangkaian
siklus pengembangan-kontraksi embrio menembus selimut
pelusida. Hal ini didukung oleh enzim yang dapat
melarutkan zona pelusida pada kutub embrionik. Pelepasan
embrio ini dinamakan hatching.

25
Gambar 2.4 Invasi Endometrium

Polaritas dari embrio dapat terlihat pada waktu


pembentukan kutub embrionik dan kutub abemrioalik. Ha
ini jelas terlihat ketika meneliti blastokista dimana inner
cell mass sudah terbentuk. Polaritas lebih terfokus pada
satu kutub dari interior belahan blastokista yang terdiri dari
blastomer.

Gambar 2.5 perjalanan embrio sampai ke rahim

Pada perkembangan hari ke-8, blastokista sebagian


terbenam di dalam stroma endometrium.Pada daerah di atas

26
embrioblast, trofoblast berdiferensiasi menjadi 2 lapisan:
(a) sitotrofoblast ,(b) sinsitiotrofoblast. Trofoblast
mempunyai kemampuan untuk menghancurkan dan
mencairkan jaringan permukaan endometrium dalam masa
sekresi, yaitu sel-sel decidua (Prawiroharjo, 2000).
Sel-sel dari embrioblast juga berdiferensiasi
menjadi dua lapisan, yaitu lapisan hipoblast dan epiblast.
Sel-sel dari masing-masing lapisan mudigah membentuk
sebuah cakram datar dan keduanya dikenal sebagai cakram
mudigah bilaminer. Pada saat yang sama terdapat rongga
kecil muncul di dalam epiblast, dan rongga ini membesar
menjadi rongga amnion (Langman, 1994).
Pada hari ke-9, blastokista semakin terbenam di
dalam endometrium, dan luka berkas penembusan pada
permukaan epitel ditutup dengan fibrin, pada masa ini
terlihat proses lakunaris, dimana vakuola-vakuola apa
sinsitium trofoblast menyatu membentuk lakuna-lakuna
yang besar. Sementara pada kutub anembrional, sel-sel
gepeng bersama dengan hipoblast membentuk lapisan
eksoselom (kantung kuning telur primitif) (Langman,
1994).
Pada hari ke-11 dan 12, blastokista telah tertanam
sepenuhnya di dalam stroma endometrium. Trofoblast yang
ditandai dengan lacuna dan sinsitium akan membentuk
sebuah jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel
sinsitiotrofoblast menembus lebih dalam ke stroma dan
merusak lapisan endotel pembuluhpembuluh kapiler
ibu.Pembuluh-pembuluh rambut ini tersumbat dan melebar
dan dikenal sebagai sinusoid. Lakuna sinsitium kemudian
berhubungan dengan sinusoid, dan darah ibu mulai
mengalir melalui system trofoblast, sehingga terjadilah
sirkulasi utero-plasenta (Langman, 1994).

27
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara
permukaan dalam sitotrofoblast dan permukaan luar rongga
eksoselom. Sel-sel ini berasal dari kantong kuning telur dan
akan membentuk suatu jaringan penyambung yang disebut
mesoderm ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan
mengisi semua ruang antara trofoblastt di sebelah luar dan
amnion beserta selaput eksoselom di sebelah dalam (
langman, 1994).
Segera setelah terbentuk rongga-ronga besar di
dalam mesoderm ekstraembrional, dan ketika rongga-
rongga ini menyatu, terbentuklah sebuah rongga baru, yang
dikenal dengan nama rongga khorion. Rongga khorion ini
terbentuk dari sel-sel fibroblast mesodermal yang tumbuh
disekitar embrio dan yang melapisi trofoblast sebelah
dalam (Prawiroharjo, 1976). Rongga ini mengelilingi
kantung kuning telur primitive dan rongga amnion kecuali
pada tempat cakram mudigah berhubungan dengan
trofoblast melalui tangkai peghubung (Langman,1994).
d. Cakram mudigah trilaminer
Cakram mudigah bilaminer sendiri berdiferensiasi
menjadi embrio trilaminer, terjadi proses epithelio-
mesenchymal layer (gastrulasi pada vertebrata kelas
bawah). Gastrulasi dimulai dengan pembentukan primitive
streak (garis primitive) pada permukaan epiblast (Langman,
1994). Selama periode ini embrio mengalami perubahan-
perubahan yang cukup menonjol.
Sel-sel epiblast berpindah mengikuti garis primitive
untuk membentuk mesoderm dan entoderm intraembrional.
Setelah tiba di daerah garis tersebut, selsel ini menjadi
bentuk seperti botol, memisahkan diri dari epiblast dan
endoderm yang baru saja terbentuk untuk membentuk
mesoderm. Sel-sel yang tetap berada di epiblast kemudian

28
membentuk ectoderm. Dengan demikian epiblast, walaupun
terjadi proses gastrulasi, merupakan sumber dari semua
lapisan germinal pada embrio (yaitu, ektoderm, mesoderm,
dan endoderm) (Langman, 1994).
Sel-sel prenotokord yang bergerak masuk ke dalam
lubang primitif, bergerak ke depan hingga mencapai
lempeng prekordal. Mereka menempatkan diri dalam
endoderm sebagai lempeng notokord. Pada perkembangan
selanjutnya, lempeng ini mengelupas dari endoderm, dan
terbentuklah sebuah tali padat, notokord. Notokord akan
menentukan Sumbu tengah dari embrio yang akan
menentukan situasi ke depan mengenai dasar tulang
belakang dan dapat menyebabkan diferensiasi dari ektoblast
untuk membetuk neural plate (Anonimus, 2010). Karena
itu, pada akhir minggu ke-3, terbentuklah 3 lapisan
mudigah—yang terdiri dari ectoderm, mesoderm, dan
endoderm—,dan berdiferensiasi menjadi jaringan dan
organ-organ (Langman,1994).
e. Masa Embrionik
Masa embionik adalah masa perkembangan minggu
ke-3 sampai minggu ke-8, suatu massa yang dikenal
sebagai massa embrionik atau masa organogenesis, masing-
masing lapisan dari ketiga lapisan mudigah ini membentuk
banyak jaringan dan organ yang spesifik. Menjelang masa
akhir embrionik ini, sistem-sistem organ telah terbentuk.
Karena pembentukan organ ini, bentuk mudigah banyak
berubah dan ciri-ciri utama bentuk tubuh bagian luar sudah
dapat dikenali menjelang bulan kedua.
Masa mudigah berlangsung dari perkembangan
minggu keempat hingga kedelapan dan merupakan masa
terbentuk jaringan dan sistem organ dari masingmasing

29
lapisan mudigah. Sebagai akibat pembentukan organ, ciri-
ciri utama bentuk tubuh mulai jelas.
Lapisan Mudigah ektoderm membentuk organ dan
struktur-struktur yang memelihara hubungan dengan dunia
luar: (a) susunan saraf pusat; (b) sistem saraf tepi; (c) epitel
sensorik telinga, hidung dan mata; (d) kulit, termasuk
rambut dan kuku; dan (e) kelenjar hipofisis, kelenjar
mammae, dan kelenjar keringat serta email gigi.
Bagian yang paling penting dari lapisan mudigah
mesoderm adalah mesoderm para aksial, intermediat, dan
lempeng lateral. Mesoderm para aksial membentuk
somitomer; yang membentuk mesenkim di kepala dan
tersusun sebagai somit-somit di segmen oksipital dan
kaudal. Somit membentuk miotom (jaringan otot), skeletom
(tulang rawan dan sejati), dan dermatom (jaringan subkutan
kulit), yang semuanya merupakan jaringan penunjang
tubuh. Mesoderm juga membentuk sistem pembuluh, yaitu
jantung, pembuluh nadi, pembuluh getah bening, dan
semua sel darah dan sel getah bening. Di samping itu, ia
membentuk sistem kemih-kelamin; ginjal, gonad, dan
saluran-salurannya (tetapi tidak termasuk kandung kemih).
Akhirnya limpa dan korteks adrenal juga merupakan
turunan dari mesoderm.
Lapisan mudigah endoderm menghasilkan lapisan
epitel saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan kandung
kemih. Lapisan ini juga membentuk parenkim tiroid,
paratiroid, hati dan kelenjar pankreas. Akhirnya, lapisan
epitel kavum timpani dan tuba eustachius juga berasal dari
endoderm. Sebagai akibat dari pembentukan sistem-sistem
organ dan pertumbuhan sistem-sistem organ dan
pertumbuhan sistem saraf pusat yang cepat, cakram
mudigah yang mula-mula datar melipat kearah

30
sefalokaudal, sehingga terbentuklah lipatan kepala dan
ekor. Cakram ini juga melipat dengan arah lintang,
sehingga terdapat bentuk tubuh yang bulat. Hubungan
dengan kantung kuning telur dan plasenta dipertahankan
masing-masing melalui duktus vitellinus dan tali pusat.
C. Spina Bifida
1. Definisi
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu
celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian
dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke
empat masa embrio.
Spina bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis
pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan
herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.
Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga
setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan
jelas. Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :
a. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena
penyebab tertentu.
b. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru
terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba
neural.
c. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru
terbentuk karena suatu penyebab.
2. Etiologi Spina Bifida
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan
erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada
awal kehamilan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens
menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf,
sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.

31
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina
bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu
daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini
terjadi paling akhir Resiko melahirkan anak dengan spina bifida
berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang
terjadi pada awal kehamilan. Kelainan bawaan lainnya yang juga
ditemukan pada penderita spina bifida, diagnosa banding Spina
Bifida :
a. Hidrocephalus
b. Siringomielia
c. Dislokasi pinggul
3. Patofisiologi Spina Bifida
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan,
prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah
tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan
maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Hidrosefalus seringsepalus empuan 3 kali lebih dominan.
pusatsi i foramen Luschkahasilkan peningkatan tekanan dan
dilatasi dari aliran proksikali dihubungkan dengan
Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada
bayi. Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi
intrauterin (toksoplasmosis, sitomegalovirus), perdarahan perinatal
(anoksik atau traumatik), dan meningoensepalitis neonatal (bakteri
atau virus).
4. Manifestasi Klinik Spina Bifida
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya
kerusakan pada korda spinali dan akar saraf yang terkena.
Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan
yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang disarafi
oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Terdapat
beberapa jenis spina bifida:

32
a. Spina bifida okulta (tersembunyi) : bila kelainan hanya
sedikit, hanya ditandai oleh bintik, tanda lahir merah
anggur, atau ditumbuhi rambut dan bila medula spinalis dan
meningens normal. Gejalanya, Terdapat seberkas rambut
pada daerah sacral(panggul bagian belakang) serta terdapat
lekukan pada bagian sacrum.
b. Meningokel : bila kelainan tersebut besar, meningen
mungkin keluar melalui medula spinalis, membentuk
kantung yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami
paralise dan mampu untuk mengembangkan kontrol
kandung kemih dan usus. Terdapat kemungkinan terjadinya
infeksi bila kantung tersebut robek dan kelainan ini adalah
masalah kosmetik sehingga harus dioperasi. Gejalanya,
adanya penonjolan meninges, sumsum tulang belakang
serta serebospinal.
c. Mielomeningokel : jenis spina bifida yang paling berat,
dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak
kasar dan merah. ini adalah ketika kantung berisi cairan
cerebro-spinal, meninges, saraf dan bagian dari sumsum
tulang belakang. Sumsum tulang belakang mungkin tidak
benar dikembangkan atau mungkin rusak. Tingkat
kecacatan tergantung pada jumlah kerusakan saraf dan di
mana spina bifida berada. Karena kerusakan kabel tulang
belakang akan ada beberapa kelumpuhan dan hilangnya
sensasi di bawah lesi. Gejalanya, terdapat tonjolan seperti
kantung tembus cahaya dipunggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir, terjadinya kelumpuhan atau
kelemahan pinggul, serta tungkai kaki, penurunan sensasi,
terjadinya inkontinensia urine maupun inkontinensia tinja,
serta rentanya terkena penyakit meningitis.
5. Komplikasi

33
Spina bifida mungkin tidak menimbulkan gejala atau hanya
menyebabkan sedikit cacat fisik. Namun, seringkali cacat fisik
tersebut menyebabkan cacat mental dan cacat fisik yang parah.
Faktor yang mempengaruhi keparahan cacat tabung saraf:
a. Ukuran dan lokasi cacat tabung saraf
b. Kulit yang menutupi daerah yang terkena
c. Saraf tulang belakang mana yang menonjol dari sumsum
tulang belakang yang terpengaruh
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
a. Masalah fisik dan saraf: Komplikasi ini ditandai dengan
kurangnya kontrol usus dan kandung kemih serta
kelumpuhan kaki secara parsial atau total. kaki. Anak-anak
dan orang dewasa dengan spina bifida mungkin
memerlukan tongkat penyangga atau kursi roda untuk
membantu Namun penggunaan alat tersebut tergantung
pada ukuran pembukaan di tulang belakang dan perawatan
yang diterima setelah lahir.
b. Akumulasi cairan di otak (hydrocephalus): Bayi yang lahir
dengan myelomeningocele juga dapat mengalami
hydrocephalus dimana terjadinya akumulasi cairan di otak.
Sebagian besar bayi dengan myelomeningoceleakan
membutuhkan shuntventrikel, yaitu tabung pembedahan
yang ditempatkan untuk memungkinkan cairan di dalam
otak mengalir sesuai kebutuhan kedalam perut. Tabung ini
mungkin ditempatkan setelah melahirkan, selama operasi
untuk menutup kantung di punggung bawah atau setelah
terjadinya akumulasi cairan.
c. Infeksi pada jaringan sekitar otak (meningitis): Beberapa
bayi dengan myelomeningocele dapat mengembangkan
meningitis yang dapat menyebabkan cedera otak dan
mengancam jiwa.

34
d. Komplikasi lain: Anak-anak dengan myelomeningocele
dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar termasuk
kesulitan konsentrasi, masalah dengan bahasa dan
pemahaman bacaan serta kesulitan belajar matematika.
Anak-anak dengan spina bifida juga mungkin mengalami
alergi lateks, masalah kulit, infeksi saluran kemih,
gangguan pencernaan dan depresi.
6. Tes dan diagnose
Jika Anda hamil, Anda mungkin dianjurkan untuk
menjalani tes skrining prenatal untuk memeriksa spina bifida dan
cacat lahir lainnya. Selain tes skrining prenatal, dokter mungkin
melakukan beberapa tes seperti tes darah, USG dan amniosentesis.
a. Tes darah

1) Tes maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP):


MSAFP merupakan tes umum yang digunakan
untuk memeriksa myelomeningocele. Untuk
melakukan tes ini, dokter akan mengambil sampel
darah untuk diuji di laboratorium untuk melihat
kadar alpha-fetoprotein (AFP). Tingkat AFP tinggi
yang tidak normal menunjukkan bahwa bayi
memiliki cacat tabung saraf. Spina bifida dan
anensefali merupakan kondisi cacat tabung saraf
yang paling sering terjadi. Beberapa kasus spina
bifida tidak menghasilkan tingkat AFP yang tinggi.
Di sisilain, ketikatingkat AFP yang tinggi
ditemukan, hanya ada sedikit kemungkinan
terjadinya cacat tabung saraf. Berbagai tingkat AFP
dapat disebabkan olehfaktor-faktor lain seperti salah
perhitungan usiaj anina tau bayi kembar sehingga
dokter mungkin melakukan tes darah tindak lanjut
untuk Jika hasil yang masih tinggi, Anda harus

35
melakukan evaluasi lebih lanjut dengan bantuan tes
lain seperti pemeriksaan USG.

2) Tes darah lain: Dokterdapat melakukan tes MSAFP


dengan dua atau tiga tes darah lainnya yang dapat
mendeteksi hormone lain seperti human chorionic
gonadotropin (HCG), inhibin Adanestriol. Tes yang
biasanya digabungkan dengan MSAFP adalah triple
screen atau quad screen yang bertujuan untuk
menyaring trisomi21(sindrom Down).

36
VIII. Kerangka Konsep

Tidak mengkonsumsi Vitamin Jauhnya akses ke


Ketika masa kehamilan pelayanan kesehatan
terdekat

Kekurangan Vitamin B9
(Asam Folat) Ibu tak pernah
memeriksakan
kandungannya

proses pembentukan
tabung saraf janin Kelainan pada janin
terganggu tidak terdeteksi

Columna vertebralis Tidak ada langkah


gagal menutup sempurna preventif

Janin lahir dengan kelainan


tulang belakang, Spina bifida

IX. Kesimpulan
Kurangnya asupan vitamin terutama vitamin B9 (asam folat) dapat
menyebabkan janin mengalami kelainan kongenital multifaktorial dimana
columna vertebralis gagal menutup sempurna yang dikenal dengan nama
spina bifida.

37
Daftar Pustaka

Alison, D., & Ben, G. (2002). Cigarette, Alcohol, and Coffee Consumption and
Congenital Defects. American Journal of Public Health,82, 128-135.

Sadler, TW. (1994). Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: EGC. p.122-142.

Robbins, SL. 2004. Buku Ajar Patologi(7). Jakarta: EGC.p.269-723.

Dorland. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Philadelphia: W. B. Saunders


Company. p.1017;52;1187.

38

Anda mungkin juga menyukai