Anda di halaman 1dari 32

KEHAMILAN

A. Proses Kehamilan
a. Fertilisasi/Pembuahan
Fertilisasi (pembuahan), proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di
daerah ampula tuba uterina. Daerah ini merupakan tempat terluas tuba dan dekat
dengan ovarium. Spermatozoa dapat tetap hidup di dalam saluran reproduksi wanita
selama beberapa hari.
Hanya 1% sperma yang mengendap di dalam vagina yang memasuki serviks,
tempat sperma ini bertahan hidup selama berjam-jam. Pergerakan sperma dari serviks
ke tuba uterina terjadi akibat kontraksi otot uterus dan tuba uterina dan sangat sedikit
dibantu oleh dorongan sperma itu sendiri. Perjalanan dari serviks ke tuba uterina
dapat terjadi paling cepat 30 menit atau paling lambat 6 hari. Setelah mencapai
istmus, sperma menjadi kurang motil dan berhenti bermigrasi. Saat ovulasi, sperma
kembali menjadi motil, kemungkinan disebabkan oleh kemoatraktan yang dihasilkan
oleh sel-sel kumulus yang mengelilingi sel telur, dan berenang menuju ampula,
tempat fertilisasi biasanya terjadi. Spermatozoa tidak dapat memfertilisasi oosit segera
sesudah kedatangannya di dalam saluran genitalia wanita namun menjalani (1)
kapasitasi dan (2) reaksi akrosom untuk memperoleh kemampuan ini.
Kapasitasi adalah periode pengondisian di dalam saluran reproduksi wanita
yang berlangsung sekitar 7 jam pada manusia. Oleh sebab itu, percepatan ke ampula
tidaklah bermanfaat, karena kapasitasi belum terjadi dan sperma yang demikian tidak
mampu membuahi telur. Sebagian besar pengondisian selama kapasitasi terjadi di
dalam tuba uterina dan melibatkan interaksi epitel antara sperma dan permukaan
mukosa tuba. Selama periode ini, suatu selubung glikoprotein dan protein plasma
semen disingkirkan dari membran plasma yang melapisi bagian akrosom
spermatozoa. Hanya sperma yang terkapasitasi yang dapat menembus sel-sel korona
dan mengalami reaksi akrosom.
Reaksi akrosom, yang terjadi sesudah pengikatan pada zona pelusida, dipicu
oleh protein zona. Reaksi ini memuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
dibutuhkan untuk menembus zona pelusida, meliputi substansi mirip-akrosin dan
mirip-tripsin.
Fase fertilisasi meliputi:
 Fase 1, penetrasi korona radiata
 Fase 2, penetrasi zona pelusida
 Fase 3, penyatuan membran sel oosit dan sperma
Fase 1: Penetrasi Korona Radiata
Dari 200 hingga 300 juta spermatozoa yang normalnya diletakkan di dalam saluran
genitalia wanita, hanya 300 hingga 500 yang mencapai tempat fertilisasi. Hanya satu
dari spermatozoa ini yang membuahi sel telur. Diduga bahwa spermatozoa lainnya
membantu sperma yang membuahi dalam penetrasi sawar yang melindungi gamet
wanita. Sperma yang terkapasitasi bebas menembus sel-sel korona.
Fase 2: Penetrasi Zona Pelusida
Zona ini merupakan selubung glikoprotein yang mengelilingi sel telur yang
mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan memicu reaksi akrosom.
Baik pengikatan maupun reaksi akrosom ini diperantarai oleh ligan ZP3, suatu protein
zona. Pelepasan enzim akrosom (akrosin) memungkinkan sperma menembus zona
sehingga berkontak dengan membran plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida
berubah ketika kepala sperma berkontak dengan permukaan oosit. Kontak ini
menyebabkan pelepasan enzim lisosom dari granula korteks yang melapisi membran
plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini mengubah sifat zona pelusida (reaksi
zona) untuk mencegah penetrasi sperma dan menginaktifkan tempat-tempat reseptor
spesifik-spesies untuk spermatozoa di permukaan zona. Spermatozoa lainnya telah
ditemukan terbenam di dalam zona pelusida, namun hanya satu yang tampaknya dapat
menembus oosit.
Fase 3: Penyatuan Membran Sel Oosit dan Sperma
Perlekatan awal sperma pada oosit diperantarai sebagian oleh interaksi integrin di
oosit dan ligannya, disintegrin, di sperma. Sesudah perlekatan, membran plasma
sperma dan sel telur menyatu. Oleh karena membran plasma yang menutupi tudung
kepala akrosom menghilang selama reaksi akrosom, penyatuan sebenarnya terjadi
antara membran oosit dan membran yang menutupi bagian posterior kepala sperma.
Pada manusia, baik kepala maupun ekor spermatozoa masuk ke dalam sitoplasma
oosit, tapi membran plasma ditinggalkan pada permukaan oosit. Segera setelah
spermatozoa masuk ke oosit, sel telur merespons dalam tiga cara:
1. Reaksi korteks dan zona.
Akibat pelepasan granula oosit korteks, yang mengandung enzim lisosom, (1)
membran oosit menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lainnya, dan (2) zona
pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah pengikatan dan
penetrasi sperma. Reaksi ini mencegah polispermi (penetrasi lebih dari satu
spermatozoa ke dalam oosit).
2. Melanjutkan pembelahan meiosis kedua.
Oosit menuntaskan pembelahan meiosis keduanya segera sesudah masuknya
spermatozoa. Salah satu sel anak, yang hampir tidak mendapat sitoplasma, dikenal
sebagai badan polar kedua; sel anak lainnya adalah oosit definitif. Kromosomnya (22
plus X) menyusun dirinya sendiri di dalam nukleus vesikular yang dikenal sebagai
pronukleus wanita.
3. Pengaktifan metabolik sel telur.
Faktor yang mengaktifkan ini kemungkinan dibawa oleh spermatozoa. Pengaktifan
meliputi proses selular dan molekular awal yang berkaitan dengan embriogenesis dini.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju hingga terletak dekat dengan pronukleus
wanita. Nukleus spermatozoa membengkak dan membentuk pronukleus pria; ekornya
lepas dan mengalami degenerasi. Secara morfologis, pronukleus pria dan wanita tidak
dapat dibedakan, dan pada akhirnya, keduanya berkontak erat dan kehilangan
selubung nukleusnya. Selama pertumbuhan pro-nukleus pria dan wanita (keduanya
haploid), masing-masing pronukleus harus mereplikasi DNAnya. Jika tidak, masing-
masing sel dari zigot dua-sel hanya mempunyai separuh dari jumlah DNA yang
normal. Segera sesudah sintesis DNA, kromosom tersusun pada gelendong sebagai
persiapan untuk pembelahan mitosis normal. Dua puluh tiga kromosom ibu dan 23
kromosom ayah (ganda) terpisah secara longitudinal di sentromer, dan kromatid-
kromatid berpasangan tersebut bergerak ke kutub yang berlawanan, sehingga masing-
masing sel zigot memiliki jumlah DNA dan kromosom diploid yang normal (Gambar
3.6D,E). Sewaktu kromatid berpasangan bergerak ke kutub yang berlawanan,
terbentuk suatu alur dalam di permukaan sel, yang secara bertahap membelah
sitoplasma menjadi dua bagian.
Hasil utama fertilisasi adalah sebagai berikut:
 Pengembalian jumlah diploid kromosom, separuh dari ayah dan separuh dari ibu.
Oleh sebab itu, zigot mengandung kombinasi baru kromosom yang berbeda dari
kedua orang tuanya.
 Penentuan jenis kelamin individu baru. Sperma pembawa kromosom X
menghasilkan mudigah wanita (XX), dan sperma pembawa kromosom Y meng-
hasilkan mudigah pria (XY). Oleh sebab itu, jenis kelamin kromosom mudigah
ditentukan saat fertilisasi.
 Inisiasi pembelahan. Tanpa fertilisasi, oosit biasanya mengalami degenerasi 24
jam sesudah ovulasi
b. Pembelahan/Cleavage
Ketika zigot mencapai tahap dua-sel, zigot akan mengalami serangkaian
pembelahan mitosis, yang meningkatkan jumlah sel. Sel-sel ini, yang menjadi lebih
kecil setiap kali pembelahan, dikenal sebagai astomer (Gambar 3.8). Hingga tahap
delapan-sel, blastomer membentuk gumpalan yang tersusun secara longgar (Gambar
3.9A). Namun, sesudah pembelahan ketiga, blastomer memaksimalkan kontaknya
dengan satu sama lain, membentuk sebuah gulungan sel padat yang disatukan dengan
ikatan yang erat (Gambar 3.9B). Proses ini, pemadatan, memisahkan sel-sel bagian
dalam, yang berkomunikasi secara ekstensif melalui taut celah (gap junction), dari
sel-sel di bagian luar. Sekitar 3 hari sesudah fertilisasi, sel-sel mudigah yang
dipadatkan membelah lagi membentuk morula 16 sel (murbei). Sel-sel bagian dalam
morula membentuk massa sel dalam (inner cel mass), dan sel-sel di sekelilingnya
membentuk massa sel luar (outer cell mass). Massa sel dalam menghasilkan jaringan
mudigah yang sebenarnya, dan massa sel luar membentuk trofoblas, yang kemudian
berkembang menjadi plasenta.
c. Pembentukan Blastokista
Saat morula masuk ke rongga uterus, cairan mulai menembus zona pelusida
masuk ke dalam ruang interselular massa sel dalam. Secara bertahap, ruang
interselular menjadi konfluen, dan pada akhirnya, terbentuk sebuah rongga, blastokel.
Pada saat ini, mudigah disebut blastokista. Sel-sel massa sel dalam, yang sekarang
disebut embrioblas, berada di satu kutub, dan sel-sel massa sel luar, atau trofoblas,
memipih dan membentuk dinding epitel blastokista. Zona pelusida telah menghilang,
memungkinkan dimulainya implantasi. Pada manusia, sel-sel trofoblastik di atas
kutub embrioblas mulai menembus di antara sel-sel epitel mukosa uterus sekitar hari
keenam. Studi terbaru menunjukkan bahwa L-selektin pada sel-sel trofoblas dan
reseptor karbohidratnya di epitel uterus memerantarai perlekatan awal blastokista
pada uterus. Selektin adalah protein pengikat karbohidrat yang terlibat di dalam
interaksi antara eukosit dan sel-sel endotel yang memungkinkan leukosit "tertangkap"
dalam aliran darah. Mekanisme serupa diduga terjadi untuk "penangkapan"
blastokista dari rongga uterus oleh epitel uterus. Sesudah penangkapan oleh selektin,
perlekatan dan invasi selanjutnya oleh trofoblas melibatkan integrin, diekspresikan
oleh trofoblas dan molekul matriks ekstraselular laminin dan fibronektin. Reseptor
integrin untuk laminin mendorong perlekatan, sementara reseptor untuk fibronektin
merangsang migrasi. Molekul-molekul ini juga berinteraksi di sepanjang jalur
transduksi sinyal untuk mengatur diferensiasi trofoblas, sehingga implantasi adalah
hasil dari kerja sama trofoblas dan endometrium. Oleh sebab itu, pada akhir minggu
pertama perkembangan, zigot manusia telah melalui tahapan morula dan blastokista
dan telah memulai implantasi di dalam mukosa uterus.

d. Implantasi
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan:
1. Endometrium atau mukosa yang melapisi dinding sebelah dalam
2. Miometrium, lapisan otot polos yang tebal
3. Perimetrium, peritoneum yang menutupi lapisan di dinding sebelah luar
(Gambar 3.11)

Sejak pubertas (11-13 tahun) hingga menopause (45-50 tahun), endometrium


mengalami perubahan dalam suatu siklus sekitar 28 hari di bawah kendali hormon
oleh ovarium. Selama siklus haid ini, endometrium uterus melewati tiga tahap:
1. Fase folikular atau proliferatif
2. Fase sekretorik atau progestasional
3. Fase haid (Gambar 3.12 dan 3.13)
Fase proliferatif dimulai di akhir fase haid, di bawah pengaruh estrogen dan
sejalan dengan perkembangan folikel ovarium. Fase sekretorik dimulai sekitar 2-3
hari sesudah ovulasi sebagai respons terhadap progesteron yang dihasilkan oleh
korpus luteum. Jika fertilisasi tidak terjadi, peluruhan endometrium (lapisan
kompaktum dan spongiosum) menandai awal fase haid. Jika terjadi fertilisasi,
endometrium membantu dalam implantasi dan berperan dalam pembentukan
plasenta. Selanjutnya pada kehamilan, plasenta mengambil alih peran produksi
hormon, dan korpus luteum mengalami degenerasi. Pada saat implantasi, mukosa
uterus berada pada fase sekretorik (Gambar 3.12), selama fase ini kelenjar dan arteri
uterus bergelung-gelung dan jaringan menjadi 'tebal-basah'. Akibatnya, dapat
dikenali adanya tiga lapisan di endometrium: lapisan kompaktum di bagian
superfisial, lapisan spongiosum di bagian tengah, dan lapisan basale yang tipis
(Gambar 3.12). Normalnya, blastokista manusia tertanam di dalam endometrium di
sepanjang dinding anterior atau posterior korpus uteri, tempat blastokista itu
terbenam di antara lubang-lubang kelenjar (Gambar 3.12). Jika oosit tidak
mengalami fertilisasi, venula dan ruang sinusoid secara perlahan menjadi dipenuhi
oleh sel-sel darah, dan tampak diapedesis darah yang ekstensif ke dalam jaringan.
Ketika fase haid dimulai, darah keluar dari arteri-arteri superfisial dan kepingan-
kepingan kecil stroma dan kelenjar terlepas. Selama 3-4 hari berikutnya, lapisan
kompaktum dan spongiosum dikeluarkan dari uterus dan lapisan basale adalah satu-
satunya bagian endometrium yang dipertahankan (Gambar 3.13). Lapisan ini, yang
disuplai oleh arterinya sendiri, arteri basalis, berfungsi sebagai lapisan rege-neratif
dalam pembentukan ulang kelenjar dan arteri pada fase proliferatif (Gambar 3.13).

Pada setiap siklus ovarium, sejumlah folikel primer mulai tumbuh, tapi
biasanya hanya satu yang mencapai maturitas sepenuhnya, dan hanya satu oosit yang
dikeluarkan saat ovulasi. Pada saat ovulasi, oosit berada pada tahap metafase
pembelahan meiosis kedua dan dikelilingi oleh zona pelusida dan beberapa sel
granulosa. Gerakan menyapu dari fimbriae tuba membawa oosit masuk ke dalam
tuba uterina. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit, sper-matozoa harus
mengalami:
1. Kapasitasi, yaitu saat selubung glikoprotein dan protein plasma semen
dikeluarkan dari kepala spermatozoa
2. Reaksi akrosom, yaitu saat substansi miripakrosin dan mirip-tripsin dilepaskan
guna menembus zona pelusida
Selama fertilisasi, spermatozoa harus menembus:
i. Korona radiata
ii. Zona pelusida
iii. Membran sel oosit
Segera sesudah spermatosit memasuki oosit,
i. Oosit menuntaskan pembelahan meiosis keduanya dan membentuk pronukleus
wanita
ii. Zona pelusida menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lainnya
iii. Bagian kepala sperma terpisah dari bagian ekornya, membengkak dan
membentuk pronukleus pria.
Sesudah kedua pronukleus mereplikasi DNAnya, kromosom ayah dan ibu
saling bercampur, memisah secara longitudinal, dan mengalami pembelahan mitosis,
yang menghasilkan tahap dua-sel. Hasil dari fertilisasi adalah:
i. Pemulihan jumlah diploid kromosom
ii. Penentuan jenis kelamin kromosom
iii. Inisiasi pembelahan
Pembelahan adalah serangkaian pembelahan mitosis yang menimbulkan
penambahan jumlah sel, blastomer, yang menjadi lebih kecil dengan setiap
pembelahan. Sesudah tiga kali pembelahan, blastomer mengalami pemadatan
sehingga menjadi gulungan sel yang terkemas padat, dengan lapisan dalam dan luar.
Blastomer yang memadat terbelah untuk membentuk morula 16-sel. Sesudah morula
masuk ke dalam uterus pada hari ketiga atau keempat sesudah fertilisasi, mulai
muncul sebuah rongga, dan terbentuklah blastokista. Massa sel dalam, yang
dibentuk pada saat pemadatan dan akan berkembang menjadi mudigah yang
sebenarnya, berada di satu kutub blastokista. Massa sel luar, yang mengelilingi sel
dalam dan rongga blastokista, akan membentuk trofoblas.
Uterus saat implantasi berada pada fase sekretorik dan blastokista tertanam di
dalam endometrium di sepanjang dinding anterior atau posterior (Gambar 3.12). Jika
fertilisasi tidak terjadi, maka dimulailah fase haid, dan lapisan spongiosum dan
kompaktum endometrium mengalami peluruhan. Lapisan basale tetap dipertahankan
guna regenerasi lapisan lainnya pada siklus berikutnya (Gambar 3.13).
B. Gejala Kehamilan
1. Perubahan pada Payudara (Puting)
2. Perubahan bentuk tubuh
Perut menjadi membesar ketika seorang wanita mengalami kehamilan, akan tetapi
bukan hanya perut, bagian lainnya seperti bokong, paha, dada dan lengan juga
umumnya akan membesar.
3. Mual dan muntah (morning sickness)
Morning sickness refers to the nauseous feeling you may have during the first three
semester of pregnancy, which is the a result of the increased hormones in your body.
4. Sering buang air kecil (frequent urination)
From the early weeks of pregnancy the growing uterus places pressure on the bladder.
5. Sensitif terhadap bau
Mual yang dialami pada awal kehamilan umumnya disebabkan oleh indera penciuman
yang menjadi lebih tajam terhadap bau-bauan tertentu, baik yang beraroma positif,
seperti minyak wangi, atau yang beraroma negatif seperti asap rokok. Makanan
dengan aroma tertentu yang biasa dikonsumsi pun tiba-tiba membuat mual, terutama
yang beraroma kuat seperti telur dan bawang.
6. Konstipasi
Perubahan hormon dapat menyebabkan kinerja sistem pencernaan melambat sehingga
menimbulkan kondisi sembelit
7. Bercak darah
Terkadang kehamilan diawali dengan bercak-bercak darah yang keluar dari vagina.
Bercak darah yang muncul menjadi tanda menempelnya sel telur yang sudah dibuahi
pada dinding rahim.
Perubahan payudara di kehamilan trimester pertama
Pada trimester pertama kehamilan, sekitar usia 4-6 minggu kehamilan, beberapa dari
Anda mungkin merasa payudara Anda kesemutan, nyeri, atau lebih sensitif, terutama di area
puting. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon progesteron dan aliran darah di
payudara. Pembentukan lebih banyak kelenjar susu untuk produksi susu dan perkembangan
saluran susu sebagai jalan untuk susu keluar dari payudara juga sudah dimulai. Hal ini
membuat ukuran payudara juga menjadi lebih besar.
Selanjutnya, puting dan areola (area sekitar puting yang berwarna gelap) menjadi lebih
gelap dan lebih besar, serta pembuluh darah di bawah kulit payudara menjadi lebih terlihat.
Kelenjar montgomery, yaitu kelenjar yang memproduksi minyak yang berada di sekitar
puting juga menjadi lebih terlihat.
Perubahan payudara di kehamilan trimester kedua
Pada trimester kedua, sekitar usia 16 minggu kehamilan, payudara sudah mampu
memproduksi air susu ibu (ASI). Tidak heran jika beberapa ibu mengalami kebocoran
payudara dalam jumlah sedikit, cairan keruh yang biasa dikenal dengan
nama kolostrum kadang keluar dari puting susu ibu. Terkadang, puting juga mungkin
mengeluarkan darah yang terjadi pada beberapa ibu. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
mendadak dan peningkatan jumlah pembuluh darah pada payudara untuk memproduksi susu.

Perubahan payudara di kehamilan trimester ketiga


Pada beberapa minggu terakhir kehamilan, puting menjadi lebih besar dan payudara terus
berkembang karena sel yang memproduksi susu menjadi lebih besar.

C. Tes Kehamilan
Tes kehamilan bekerja dengan mendeteksi hormon hCG yang diproduksi sepekan setelah
pembuahan terjadi. Tes kehamilan dilakukan dengan mengambil sampel urine, terutama di
pagi hari.
Inti test kehamilan adalah untuk mengetahui kadar HCG (Human Chorionic
Gonadotropin) yaitu suatu hormon yg dihasilkan embrio saat terjadinya kehamilan yg akan
meningkat dalam urin dan darah seminggu setelah konsepsi. Hormon tersebut dilepaskan ke
dalam darah ibu yang mengalir mengitari ovum, lalu terbawa menuju indung telur. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan progesterone yang berfungsi menahan haid berikutnya.
HCG mencapai tingkat produksi maksimum saat usia kehamilan 12 minggu, sementara
plasenta berkembang dan mejadi lebih aktif. HCG dikeluarkan oleh ginjal ibu dan dapat
dideteksi dalam daran dan urine, pada minggu-minggu awal kehamilan. Keberadaan hormon
inilah yang menjadi dasar test kehamilan.

D. Hormon Human Chorionic Gonadotropin


Dalam keadaan normal, menstruasi terjadi pada perempuan yang tidak hamil sekitar 14
hari setelah ovulasi, pada saat sebagian besar endometrium uterus terlepas dari dinding uterus
dan dikeluarkan. Bila ini terjadi setelah ovum terimplantasi, kehamilan akan terhenti. Akan
tetapi, hal ini dicegah oleh sekresi human chorionic gonadotropin dari jaringan embrionik
yang baru terbentuk dengan cara sebagai berikut.
Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari sebuah ovum yang baru dibuahi,
hormon human chorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel trofoblast sinsitial ke dalam
cairan ibu, seperti tampak pada Gambar 82-7. Sekresi hormon ini mula-mula dapat diukur
dalam darah 8 sampai 9 hari setelah ovulasi, segera setelah blastokista berimplantasi di
endometrium. Kemudian kecepatan sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai
maksimum pada kira-kira 10 sampai 12 hari kehamilan dan menurun kembali sampai kadar
yang lebih rendah pada sekitar 16 sampai 20 minggu. Keadaan ini terus berlanjut pada kadar
tinggi ini selama sisa masa kehamilan.
Human chorionic gonadotropin merupakan glikoprotein dengan berat molekul sekitar
39.000 dan struktur molekul serta fungsi yang sama dengan hormon luteinisasi yang disekresi
oleh kelenjar hipofisis. Sejauh ini, fungsinya yang terpenting adalah mencegah involusi
korpus luteum pada akhir siklus seks bulanan perempuan. Bahkan, hormon ini menyebabkan
korpus luteum menyekresi lebih banyak lagi hormon-hormon seksnya progesteron dan
estrogen untuk beberapa bulan berikutnya. Hormon-hormon seks ini mencegah menstruasi
dan menyebabkan endometrium terus tumbuh dan menyimpan sejumlah besar nutrien dan
tidak dibuang menjadi darah menstruasi. Akibatnya, sel-sel yang menyerupai desidua yang
berkembang dalam endometrium selama siklus seks perempuan normal menjadi sel-sel
desidua sesungguhnya sangat membengkak dan banyak mengandung nutrisi kira-kira pada
saat blastokista berimplantasi.
Di bawah pengaruh human chorionic gonadotropin, korpus luteum dalam ovarium ibu
tumbuh menjadi kira-kira dua kali dari ukuran awalnya sekitar satu bulan atau lebih setelah
kehamilan dimulai. Estrogen dan progesteron yang terusmenerus disekresi mempertahankan
sifat desidua endometrium uterus, yang diperlukan untuk perkembangan awal fetus.
Bila korpus luteum dikeluarkan sebelum kira- kira minggu ketujuh kehamilan, biasanya
hampir selalu terjadi abortus spontan, kadang-kadang bahkan sampai minggu ke-12. Setelah
itu, plasenta menyekresi sejumlah progesteron dan estrogen yang cukup untuk
mempertahankan kehamilan selama sisa periode kehamilan. Korpus luteum kemudian
berinvolusi perlahan setelah minggu ke-13 sampai ke-17 kehamilan.
ANATOMI PELVIS DAN PROYEKSI ORGAN
A. Anatomi Topografi

B. Anatomi Regional
Pelvis dibagi menjadi dua daerah, yaitu:
 Daerah superior berkaitan dengan bagian atas tulang-tulang pelvicum
dan bagian bawah vertebrae lumbales, merupakan false pelvis (pelvis
major) dan umumnya dianggap sebagai
bagian dari regiones abdominales.
 True pelvis (pelvis minor) berkaitan dengan bagian bawah tulang-
tulang pelvicum, sacrum, coccyx, dan mempunyai sebuah pintu masuk dan
sebuah pintu keluar.
C. Tulang
Tulang-tulang pelvicum terdiri dari tulang pelvicum (coxae) kanan dan kiri, sacrum,
dan coccyx. Ke arah superior sacrum bersendi dengan vertebra LV pada sendi
lumbosacralis. Ke arah posterior tulang-tulang pelvicum bersendi dengan sacrum pada
sendi sacroiliaca dan ke arah anterior dengan tulang pelvicum yang lainnya pada
symphysis pubica.
Komponen-komponen tulang pelvicum
Setiap tulang pelvicum dibentuk oleh tiga elemen: ilium, pubis, dan ischium. Saat lahir,
tulang-tulang tersebut dihubungkan oleh tulang rawan di daerah acetabulum; kemudian,
antara usia 16 dan 18 tahun, tulang-tulang tersebut menyatu menjadi satu tulang.
D. Sendi
a. Sendi lumbosacralis
Di sebelah superior sacrum bersendi dengan bagian lumbalis columna vertebralis.
Sendi lumbosacralis dibentuk antara vertebra LV dan sacrum dan terdiri dari (Gambar
5.6 A):
 dua s endi zygapophysiales. yang terjadi antara processus articularis inferior dan
processus articularis superior yang berdekatan, dan
 suatu discus intervertebralis yang menggabungkan corpuus
vertebrae LV dan S1.
Sendi lumbosacralis diperkuat oleh ligamentum iliolumbale dan ligamentum
lumbosacrale yang kuat dan membentang dari perluasan processus transversus
vertebra LV, secara berturut-turut menuju ilium dan sacrum (Gambar 5.6 B).

b. Sendi sacroiliaca
Sendi sacroiliaca memindahkan kekuatan dari extremitas inferior
menuju columna vertebralis. Persendian tersebut merupakan sendi
synovialis di antara facies articularis yang berbentuk huruf L pada
permukaan lateral sacrum dan facies yang serupa pada bagian iliaca
tulang pelvicum (Gambar 5.6A. 5.7A).

Setiap sendi sacroiliaca distabilkan oleh tiga ligamenta:


 ligamenta sacroiliaca anteriora, yang merupakan penebalan membrana
fibrosum eapsula articularis dan berjalan ke anterior dan inferior menuju sendi
sacroiliaca (Gambar 5.6B, 5.7B);
 ligamenta sacroiliaca interossea. merupakan ligamentum yang terbesar, terkuat
dari ketiga ligamenta, terletak langsung di posterosuperior dari daerah kasar dan
luas yang berdekatan pada ilium dan sacrum, sehingga mengisi celah di antara
kedua tulang tersebut (Gambar 5.7A dan 5.7C): dan
 ligamenta sacrolliaca posteriora. yang menutupi ligamenta sacrotliaca interossea
(Gambar 5.7C).

c. Sendi symphysis pubica


Symphysis pubica terletak anterior di antara permukaan yang berdekatan dari tulang
pubis (Gambar 5.8). Setiap permukaan sendi ditutupi oleh tulang rawan hyalin dan
dihubungkan menyeberangi garis tengah dengan permukaan yang berdekatan oleh
tulang rawan fibrosa. Sendi tersebut dikelilingi oleh lapisan anyaman sabut-sabut
kolagen dan dua ligamenta utama yang berkaitan dengan sendi tersehut adalah
(Gambar 5.8):
 ligamentum pubicum superius, terletak di atas sendi: dan
 ligamentum pubicum inferius, terletak di bawah sendi.
E. Aperatura pelvis superior/Pelvic inlet
Apertura pelvis superior merupakan lubang yang berbentuk bulat di antara cavitas
abdominalis dan cavitas pelvis yang dilalui struktur-struktur yang melintas di antara
abdomen dan cavitas pelvis. Apertura pelvis superior sepenuhnya dikelilingi oleh tulang-
tulang dan sendi (Gambar 5.11). Promontorium sacrum menonjol ke dalam lubang
masuk. membentuk tepi posteriornya pada garis tengah. Pada kedua sisi promontorium,
batasnya dibentuk oleh ala sacralis. Kemudian batas apertura pelvis superior melintasi
sendi sacroiliaca dan berlanjut sepanjang linea terminalis (yaitu, linea arcuata, pecten
ossis pubis, atau linea pectinea, dan crista pubica) menuju symphysis pubis.
F. Otot
Daftar Pustaka
Drake, Richard L. 2012. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Elsevier Inc.

Guyton and Hall. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 12. Amerika Serikat: Elsevier.
Salder, T.W. 2012. Langman’s Medical Embriology, ed.12. China: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
https://www.webmd.com/urinary-incontinence-oab/frequent-urination-causes-and-
treatments#1
http://americanpregnancy.org/pregnancy-health/morning-sickness-during-pregnancy/
Analisis Masalah
1. Nyonya Ferti 35 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang muncul tiba-tiba,
disertai perdarahan pervaginam sejak semalam.
a. Bagaimana Proyeksi organ bagian perut kanan bawah?
Kuadran kanan bawah, proyeksi (appendix,colon ascendens,usus halus,uterus,visica
urinaria,ovarium dextra,tuba uterine dextra )
2. Pasien mengalami terlambat haid sejak 3 bulan yang lalu disertai gejala kehamilan dan
hasil pemeriksaan tes kehamilan pada urin (+).
a. Apa saja gejala dari kehamilan ?
1) Perubahan pada Payudara (Puting)

2) Perubahan bentuk tubuh


3) Mual dan muntah (morning sickness)
Morning sickness refers to the nauseous feeling you may have during the first
three semester of pregnancy, which is the a result of the increased hormones in
your body.
4) Sering buang air kecil (frequent urination)
From the early weeks of pregnancy the growing uterus places pressure on the
bladder.
5) Sensitif terhadap bau
Mual yang dialami pada awal kehamilan umumnya disebabkan oleh indera
penciuman yang menjadi lebih tajam terhadap bau-bauan tertentu, baik yang
beraroma positif, seperti minyak wangi, atau yang beraroma negatif seperti asap
rokok. Makanan dengan aroma tertentu yang biasa dikonsumsi pun tiba-tiba
membuat mual, terutama yang beraroma kuat seperti telur dan bawang.
6) Konstipasi
Perubahan hormon dapat menyebabkan kinerja sistem pencernaan melambat
sehingga menimbulkan kondisi sembelit
7) Bercak darah
Terkadang kehamilan diawali dengan bercak-bercak darah yang keluar dari
vagina. Bercak darah yang muncul menjadi tanda menempelnya sel telur yang
sudah dibuahi pada dinding rahim.
b. Bagaimana mengetahui kehamilan pada tes Urin?
Tes urin adalah tes untuk mengetahui kadar hCG (Human Chorionic Gonadotropin),
yaitu suatu hormon yg dihasilkan embrio saat terjadinya kehamilan yg akan
meningkat dalam urin dan darah seminggu setelah konsepsi. Hormon tersebut
dilepaskan ke dalam darah ibu yang mengalir mengitari ovum, lalu terbawa menuju
indung telur. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan progesterone yang berfungsi
menahan haid berikutnya. HCG mencapai tingkat produksi maksimum saat usia
kehamilan 12 minggu, sementara plasenta berkembang dan mejadi lebih aktif. HCG
dikeluarkan oleh ginjal ibu dan dapat dideteksi dalam daran dan urine, pada minggu-
minggu awal kehamilan.

4. Dokter menyatakan ibu Ferti mengalami kehamilan ektopik terganggu.


d. Bagaimana mekanisme kehamilan normal?
1) Fertilisasi/Pembuahan
Proses penyatuan gamet pria (sperma) dan wanita (ovum) yang terjadi di
daerah ampulla tuba uterina. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit, sper-
matozoa harus mengalami:
i. Kapasitasi, yaitu saat selubung glikoprotein dan protein plasma semen
dikeluarkan dari kepala spermatozoa
ii. Reaksi akrosom, yaitu saat substansi miripakrosin dan mirip-tripsin dilepaskan
guna menembus zona pelusida
Selama fertilisasi, spermatozoa harus menembus:
i. Korona radiata
ii. Zona pelusida
iii. Membran sel oosit
Segera sesudah spermatosit memasuki oosit,
i. Oosit menuntaskan pembelahan meiosis keduanya dan membentuk pronukleus
wanita
ii. Zona pelusida menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lainnya
iii. Bagian kepala sperma terpisah dari bagian ekornya, membengkak dan
membentuk pronukleus pria.
Sesudah kedua pronukleus mereplikasi DNAnya, kromosom ayah dan ibu
saling bercampur, memisah secara longitudinal, dan mengalami pembelahan mitosis,
yang menghasilkan tahap dua-sel. Hasil dari fertilisasi adalah:
i. Pemulihan jumlah diploid kromosom
ii. Penentuan jenis kelamin kromosom
iii. Inisiasi pembelahan
2) Cleavage/Pembelahan
Serangkaian pembelahan mitosis yang menimbulkan penambahan jumlah sel,
blastomer, yang menjadi lebih kecil dengan setiap pembelahan. Sesudah tiga kali
pembelahan, blastomer mengalami pemadatan sehingga menjadi gulungan sel
yang terkemas padat, dengan lapisan dalam dan luar. Blastomer yang memadat
terbelah untuk membentuk morula 16-sel. Sesudah morula masuk ke dalam
uterus pada hari ketiga atau keempat sesudah fertilisasi, mulai muncul sebuah
rongga, dan terbentuklah blastokista.
3) Pembentukan Blastokista
Saat morula masuk ke rongga uterus, cairan mulai menembus zona pelusida
masuk ke dalam ruang interselular massa sel dalam. Secara bertahap, ruang
interselular menjadi konfluen, dan pada akhirnya, terbentuk sebuah rongga,
blastokel. Pada saat ini, mudigah disebut blastokista.
4) Implantasi
Uterus saat implantasi berada pada fase sekretorik dan blastokista tertanam di
dalam endometrium di sepanjang dinding anterior atau posterior (Gambar 3.12).
Jika fertilisasi tidak terjadi, maka dimulailah fase haid, dan lapisan spongiosum
dan kompaktum endometrium mengalami peluruhan. Lapisan basale tetap
dipertahankan guna regenerasi lapisan lainnya pada siklus berikutnya (Gambar
3.13).

Anda mungkin juga menyukai