Anda di halaman 1dari 12

Minggu ke-1

Fertilisasi (pembuahan), proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di


daerah ampula tuba uterina. Daerah ini merupakan tempat terluas tuba dan dekat
dengan ovarium. Spermatozoa dapat tetap hidup di dalam saluran reproduksi wanita
selama beberapa hari. 1

Saat sperma dapat menembus kanalis servikalis, dari ratusan juta sperma yang
diletakkan dalam satu kali ejakulasi, hanya beberapa ribu yang dapat mencapai
tempat fertilisasi. Sedemikian kecilnya persentase sperma yang diletakkan yang dapat
mencapai tujuan merupakan penyebab mengapa konsentrasi sperma harus sangat
tinggi (20 juta/mL semen) agar seorang pria dapat dianggap subur. Penyebab lain
adalah bahwa diperlukan enzim-enzim akrosom dari banyak sperma untuk menembus
sawar yang mengelilingi ovum.2

Gambar Trans Ovum dan Sperma ke tempat fertilisasi2

Pergerakan sperma dari serviks ke tuba uterina terjadi akibat kontraksi otot
uterus dan tuba uterina dan sangat sedikit dibantu oleh dorongan sperma itu sendiri.
Perjalanan dari serviks ke tuba uterina dapat terjadi paling cepat 30 menit atau paling
lambat 6 hari. Setelah mencapai istmus, sperma menjadi kurang motil dan berhenti
bermigrasi. Saat ovulasi, sperma kembali menjadi motil, kemungkinan disebabkan
oleh kemoatraktan yang dihasilkan oleh sel-sel kumulus yang mengelilingi sel telur,
dan berenang menuju ampula, tempat fertilisasi biasanya terjadi. Spermatozoa tidak
dapat memfertilisasi oosit segera sesudah kedatangannya di dalam saluran genitalia
wanita namun menjalani kapasitasi dan reaksi akrosom untuk memperoleh
kemampuan ini.

Kapasitasi adalah periode pengondisian di dalam saluran reproduksi wanita yang


berlangsung sekitar 7 jam pada manusia. Oleh sebab itu, percepatan ke ampula
tidaklah bermanfaat, karena kapasitasi belum terjadi dan sperma yang demikian tidak
mampu membuahi telur. Sebagian besar pengondisian selama kapasitasi terjadi di
dalam tuba uterina dan melibatkan interaksi epitel antara
sperma dan permukaan mukosa tuba. Selama periode ini, suatu selubung glikoprotein
dan protein plasma semen disingkirkan dari membran plasma yang melapisi bagian
akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang terkapasitasi yang dapat menembus sel-sel
korona dan mengalami reaksi akrosom.

Reaksi akrosom, yang terjadi sesudah pengikatan pada zona pelusida, dipicu oleh
protein zona. Reaksi ini memuncak pada pelepasan enzim-enzim yang
dibutuhkan untuk menembus zona pelusida, meliputi substansi mirip-akrosin dan
mirip-tripsin (Gambar 3.5). Fase fertilisasi meliputi:

● Fase 1, penetrasi korona radiata

Dari 200 hingga 300 juta spermatozoa yang normalnya diletakkan di dalam
saluran genitalia wanita, hanya 300 hingga 500 yang mencapai tempat
fertilisasi. Hanya satu dari spermatozoa ini yang membuahi sel telur. Diduga bahwa
spermatozoa lainnya membantu sperma yang membuahi dalam penetrsi sawar yang
melindungi gamet wanita. Sperma yang terkapasitasi bebas menembus sel-sel korona

● Fase 2, penetrasi zona pelusida

Zona ini merupakan selubung glikoprotein yang mengelilingi sel telur yang
mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan memicu reaksi akrosom.
Baik pengikatan maupun reaksi akrosom ini diperantarai oleh ligan ZP3, suatu
protein zona. Pelepasan enzim akrosom (akrosin) memungkinkan sperma menembus
zona sehingga berkontak dengan membran plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida
berubah ketika kepala sperma berkontak dengan permukaan oosit. Kontak ini
menyebabkan pelepasan enzim lisosom dari granula korteks yang melapisi membran
plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini mengubah sifat zona pelusida (reaksi
zona) untuk mencegah penetrasi sperma dan menginaktifkan tempattempat reseptor
spesifik-spesies untuk spermatozoa di permukaan zona. Spermatozoa lainnya telah
ditemukan terbenam di dalam zona pelusida, namun hanya satu yang tampaknya
dapat menembus oosit..

● Fase 3, penyatuan membran sel oosit dan sperma

Perlekatan awal sperma pada oosit diperantarai sebagian oleh interaksi


integrin di oosit dan ligannya, disintegrin, di sperma. Sesudah perlekatan, membran
plasma sperma dan sel telur menyatu. Oleh karena membran plasma yang menutupi
tudung kepala akrosom menghilang selama reaksi akrosom, penyatuan sebenarnya
terjadi antara membran oosit dan membran yang menutupi bagian posterior kepala
sperma (Gambar 3.5). Pada manusia, baik kepala maupun ekor spermatozoa masuk
ke dalam sitoplasma oosit, tapi membran plasma ditinggalkan pada permukaan oosit.

Segera setelah spermatozoa masuk ke oosit, sel telur merespons dalam tiga cara:

1. Reaksi korteks dan zona.


Akibat pelepasan granula oosit korteks, yang mengandung enzim
lisosom, (1) membran oosit menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa
lainnya, dan (2) zona pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk
mencegah pengikatan dan penetrasi sperma. Reaksi ini mencegah polispermi
(penetrasi lebih dari satu spermatozoa ke dalam oosit).
2. Melanjutkan pembelahan meiosis kedua.
Oosit menuntaskan pembelahan meiosis keduanya segera sesudah
masuknya spermatozoa. Salah satu sel anak, yang hampir tidak mendapat
sitoplasma, dikenal sebagai badan polar kedua; sel anak lainnya adalah oosit
definitif. Kromosomnya (22 plus X) menyusun dirinya sendiri di dalam
nukleus vesikular yang dikenal sebagai pronukleus wanita.
3. Pengaktifan metabolik sel telur.
Faktor yang mengaktifkan ini kemungkinan dibawa oleh spermatozoa.
Pengaktifan meliputi proses selular dan molekular awal yang berkaitan
dengan embriogenesis dini.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju hingga terletak dekat
dengan pronukleus wanita. Nukleus spermatozoa membengkak dan
membentuk pronukleus pria ekornya lepas dan mengalami degenerasi. Secara
morfologis, pronukleus pria dan wanita tidak dapat dibedakan, dan pada
akhirnya, keduanya berkontak erat dan kehilangan selubung nukleusnya.
Selama pertumbuhan pro-nukleus pria dan wanita (keduanya haploid),
masing-masing pronukleus harus mereplikasi DNAnya. Jika tidak, masing-
masing sel dari zigot dua-sel hanya mempunyai separuh dari jumlah DNA
yang normal. Segera sesudah sintesis DNA, kromosom tersusun pada
gelendong sebagai persiapan untuk pembelahan mitosis normal. Dua puluh
tiga kromosom ibu dan 23 kromosom ayah (ganda) terpisah secara
longitudinal di sentromer, dan kromatid-kromatid berpasangan tersebut
bergerak ke kutub yang berlawanan, sehingga masing-masing sel zigot
memiliki jumlah DNA dan kromosom diploid yang normal. Sewaktu kromatid
berpasangan bergerak ke kutub yang berlawanan, terbentuk suatu alur dalam
di permukaan sel, yang secara bertahap membelah sitoplasma menjadi dua
bagian.

Gambar Respon sel telur setelah spermatozoa masuk ke oosit,

A. Oosit segera sesudah ovulasi, menunjukkan gelendong pembelahan meiosis II

B. Sebuah spermatozoa telah menembus oosit, yang telah menuntaskan pembelahan


meiosis keduanya. Kromosom oosit tersusun di dalam nucleus vesikular, pronukleus
wanita. Kepala beberapa sperma tertahan di dalam zona pelusida.

C. Pronukleus pria dan wanita.

D, E. Kromosom tersusun di dalam gelendong, berpisah secara longitudinal dan


bergerak ke kutub yang berlawanan.

F. Tahap dua sel.


Pembelahan

Setelah pembuahan terjadi, biasanya dibutuhkan 3 sampai 5 hari lagi untuk


mentranspor ovum yang telah dibuahi melalui sisa tuba fallopi ke dalam kavum uteri.
Transpor ini terutama dipengaruhi oleh arus cairan yang lemah dalam tuba akibat
sekresi epitel dan kerja epitel bersilia yang melapisi tuba; silia tersebut selalu
bergerak ke arah uterus. Kontraksi lemah tuba fallopi mungkin juga membantu
perjalanan ovum.

Ketika zigot mencapai tahap dua-sel, zigot akan mengalami serangkaian


pembelahan mitosis, yang meningkatkan jumlah sel. Sel-sel ini, yang menjadi lebih
kecil setiap kali pembelahan, dikenal sebagai blastomer. Hingga tahap delapan-sel,
blastomer membentuk gumpalan yang tersusun secara longgar. Namun, sesudah
pembelahan ketiga, blastomer memaksimalkan kontaknya dengan satu sama lain,
membentuk sebuah gulungan sel padat yang disatukan dengan ikatan yang erat.
Proses ini, pemadatan, memisahkan sel-sel bagian dalam, yang berkomunikasi secara
ekstensif melalui taut celah (gap junction), dari sel-sel di bagian luar. Sekitar 3 hari
sesudah fertilisasi, sel-sel mudigah yang dipadatkan membelah lagi membentuk
morula 16 sel (murbei). Sel-sel bagian dalam morula membentuk massa sel dalam
(inner cell mass), dan sel-sel di sekelilingnya membentuk massa sel luar (outer cell
mass). Massa sel dalam menghasilkan jaringan mudigah yang sebenarnya, dan massa
sel luar membentuk trofoblas, yang kemudian berkembang menjadi plasenta.

Gambar Perkembangan zigot dari tahap dua-sel hingga menjadi tahap morula lanjut.

PEMBENTUKAN BLASTOKISTA

Saat morula masuk ke rongga uterus, cairan mulai menembus zona pelusida
masuk ke dalam ruang interselular massa sel dalam. Secara bertahap, ruang
interselular menjadi konfluen, dan pada akhirnya, terbentuk sebuah rongga, blastokel
Pada saat ini, mudigah disebut blastokista. Sel-sel massa sel dalam, yang sekarang
disebut embrioblas, berada di satu kutub, dan sel-sel massa sel luar, atau trofoblas,
memipih dan membentuk dinding epitel blastokista. Zona pelusida telah
menghilang, memungkinkan dimulainya implantasi. Pada manusia, sel-sel
trofoblastik di atas kutub embrioblas mulai menembus di antara
sel-sel epitel mukosa uterus sekitar hari keenam. Studi terbaru menunjukkan
bahwa L-selektin pada sel-sel trofoblas dan reseptor karbohidratnya di epitel uterus
memerantarai perlekatan awal blastokista pada uterus. Selektin adalah protein
pengikat karbohidrat yang terlibat di dalam interaksi antara leukosit dan
sel-sel endotel yang memungkinkan leukosit "tertangkap" dalam aliran darah.
Mekanisme serupa diduga terjadi untuk "penangkapan" blastokista dari rongga uterus
oleh epitel uterus. Sesudah penangkapan oleh selektin, perlekatan dan invasi
selanjutnya oleh trofoblas melibatkan integrin, diekspresikan oleh trofoblas dan
molekul matriks ekstraselular laminin dan fibronektin. Reseptor integrin untuk
laminin mendorong perlekatan, sementara reseptor untuk fibronektin merangsang
migrasi. Molekul-molekul ini juga berinteraksi di sepanjang jalur transduksi sinyal
untuk mengatur diferensiasi trofoblas, sehingga implantasi adalah hasil dari kerja
sama trofoblas dan endometrium. Oleh sebab itu, pada akhir minggu pertama
perkembangan, zigot manusia telah melalui tahapan morula dan blastokista dan telah
memulai implantasi di dalam mukosa uterus.

Gambar Proses-proses selama minggu pertama perkembangan manusia

Minggu ke 2

Hari Ke 8

Blastokista sebagian tertanam di dalam stroma endometrium. Di


daerah di atas embrioblas, trofoblas telah berdiferensiasi menjadi dua lapisan: (1)
lapisan dalam berupa sel mononukleus, sitotrofoblas, dan (2) lapisan luar berupa zona
multinukleus tanpa batas-batas sel yang jelas, sinsitiotrofoblas. Gambaran mitosis
ditemukan di dalam sitotrofoblas tapi tidak di dalam sinsitiotrofoblas.
Oleh sebab itu, sel-sel di dalam sitotrofoblas membelah dan bermigrasi masuk ke
dalam sinsitiotrofoblas, tempat sel-sel ini menyatu dan kehilangan membran sel
masing-masing.

Sel-sel massa sel dalam atau embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua
lapisan: (1) lapisan sel-sel kuboid kecil di samping rongga blastokista, dikenal
sebagai lapisan hipoblas, dan (2) lapisan sel-sel silindris tinggi di samping rongga
amnion, yang dikenal sebagai lapisan epiblas. Bersama-sama, lapisan-lapisan tersebut
membentuk suatu cakram (diskus) gepeng. Pada saat yang sama, rongga kecil muncul
di dalam epiblas. Rongga ini membesar menjadi rongga amnion. Selsel epiblas yang
berdekatan dengan sitotrofoblas disebut amnioblas; bersama-sama dengan epiblas
lainnya, sel-sel ini melapisi rongga amnion. Stroma endometrium di dekat tempat
implantasi tampak edema dan sangat vaskular. Kelenjar-kelenjar yang besar dan
melengkung-lengkung menyekresikan banyak glikogen dan mukus.

Hari ke 9

Blastokista tertanam lebih dalam di dalam endometrium, dan defek penetrasi


di epitel permukaan ditutup oleh bekuan fibrin. Trofoblas menunjukkan kemajuan
pesat dalam perkembangannya, khususnya di kutub embrional, tempat vakuola
muncul di dalam sinsitium. Ketika vakuola-vakuola ini menyatu, vakuola-vakuola ini
membentuk lakuna besar, sehingga fase perkembangan trofoblas ini dikenal sebagai
stadium lakunar.

Sementara itu, di kutub abembrional, sel-sel gepeng yang kemungkinan


berasal dari hipoblas membentuk membran tipis, membran eksoselom (Heuser) yang
melapisi permukaan bagian dalam sitotrofoblas. Membran ini, bersama dengan
hipoblas, membentuk lapisan rongga eksoselom, atau yolk sac primitif.

Gambar Blastokista manusia berusia 9 hari.


Hari ke 11 dan ke 12

Blastokista telah sepenuhnya tertanam di dalam stroma endometrium, dan


epitel permukaan hampir seluruhnya menutupi defek awal di dinding uterus.
Blastokista kini menghasilkan sedikit penonjolan ke dalam lumen uterus. Trofoblas
ditandai oleh ruang-ruang lakuna di dalam sinsitium yang membentuk suatu jaringan
yang saling berhubungan. Jaringan ini terutama tampak di kutub embrional, di kutub
abembrional, trofoblas tetap mengandung terutama sitotrofoblas.

Secara bersamaan, sel-sel sinsitiotrofoblas menembus stroma lebih dalam dan


mengikis lapisan endotel yang melapisi kapiler ibu. Kapiler-kapiler ini, yang
kemudian mengalami kongesti dan melebar, dikenal sebagai sinusoid. Lakuna
sinsitium lalu terhubung dengan sinusoid, dan darah ibu masuk ke dalam sistem
lakuna. Karena trofoblas terus menerus mengikis lebih banyak sinusoid, darah ibu
mulai mengalir ke dalam sistem trofoblas, menciptakan sirkulasi uteroplasenta.

Sementara itu, populasi baru sel muncul di antara permukaan bagian dalam
sitotrofoblas dan permukaan bagian luar rongga eksoselom. Sel-sel ini, berasal dari
sel-sel yolk sac, membentuk jaringan ikat longgar halus, mesoderm ekstraembrional,
yang pada akhirnya mengisi seluruh ruang di antara trofoblas di bagian luar serta
amnion dan membran eksoselom di bagian dalam. Tidak lama kemudian, terbentuk
rongga-rongga besar di dalam mesoderm ekstraembrional, dan ketika rongga-rongga
ini menyatu, terbentuklah suatu rongga baru, yang dikenal sebagai rongga
ekstraembrional, atau rongga korion. Rongga ini mengelilingi yolk sac primitif dan
rongga amnion, kecuali di tempat diskus germinativum terhubung dengan trofoblas
melalui tangkai penghubung. Mesodem ekstraembrional yang melapisi sitotrofoblas
dan amnion disebut mesoderm somatopleura ekstraembrional; lapisan yang menutupi
yolk sac dikenal sebagai mesoderm splanknopleura ekstraembrional.

Pertumbuhan diskus bilaminar relatif lambat dibandingkan dengan


pertumbuhan trofoblas; akibatnya, diskus tetap berukuran sangat kecil (0,1-0,2 mm).
Sementara sel-sel endometrium, menjadi polihedral dan dimuati oleh glikogen dan
lipid; ruang interselular terisi oleh cairan ekstravasasi, dan jaringan mengalami
edema. Perubahan-perubahan ini, dikenal sebagai reaksi desidua, mula-mula terbatas
tepat di daerah sekitar tempat implantasi tapi kemudian terjadi di seluruh
endometrium.
Gambar Blastokista manusia berusia sekitar 12 hari

Hari ke 13

Pada hari ke-13 perkembangan, defek permukaan di endometrium biasanya


telah pulih. Meskipun demikian, kadang, terjadi perdarahan di tempat implantasi
akibat peningkatan aliran darah ke dalam ruang lakuna. Karena perdarahan ini
muncul mendekati hari ke-28 siklus haid, perdarahan ini dapat disangka perdarahan
haid normal sehingga dapat menyebabkan kesalahan perkiraan tanggal persalinan.

Trofoblas ditandai oleh struktur berbentuk vilus. Sel-sel sitotrofoblas


berproliferasi secara lokal dan menembus ke dalam sinsitiotrofoblas, membentuk
kolum-kolum sel yang dikelilingi oleh sinsitium. Kolum-kolum sel dengan selubung
sinsitium dikenal sebagai vilus primer.

Sementara itu, hipoblas menghasilkan sel-sel tambahan yang bermigrasi di


sepanjang bagian dalam membran eksoselom. Sel-sel ini berproliferasi dan secara
bertahap membentuk suatu rongga baru di dalam rongga eksoselom. Rongga baru ini
dikenal sebagai yolk sac sekunder atau yolk sac definitif. Yolk sac ini jauh lebih kecil
dari-pada rongga eksoselom semula, atau yolk sac primitif. Selama pembentukannya,
sebagian besar rongga eksoselom terlepas. Bagian ini ditunjukkan oleh kista
eksoselom, yang sering ditemukan di dalam selom ekstraembrional atau rongga
korion.

Sementara itu, selom ekstraembrional meluas dan membentuk suatu rongga


besar, rongga korion. Mesoderm ekstraembrional yang melapisi bagian dalam
sitotrofoblas kemudian dikenal sebagai lempeng korion. Satu-satunya tempat
mesoderm ekstraembrional melintasi rongga korion adalah di dalam tangkai
penghubung. Dengan terbentuknya pembuluh darah, tangkai menjadi korda
umbilikalis (tali pusat).

Gambar Blastokista manusia berusia 13 hari.


Dafar Pustaka

1. Sadler TW. Embriologi Kedokteran. Edisi 12.


2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
3. Hall J. Guyton dan Hall Buku Ajara Fisiologi Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai