Anda di halaman 1dari 2

Trauma adalah respon secara emosional akibat sebuah kejadian, seperti kekerasan, bully, atau bencana

alam. Reaksi jangka pendek yang biasa terjadi pada seorang yang mengalami trauma adalah shock
dan penolakan.

Sedangkan reaksi jangka panjang pada penderita trauma meliputi emosi yang tak terduga. Misalnya
selalu teringat kejadian yang terjadi pada masa lalu, hubungan yang tegang, bahkan gejala-gejala
fisik, seperti pusing dan mual.

Bagi beberapa orang, hal tersebut merupakan suatu hal yang normal. Namun bagi penderita trauma,
hal tersebut sangat mengganggu dan membuat si penderita sulit menjalani hidupnya secara normal.
Rasa takut berbeda dengan trauma karena kadarnya lebih ringan dibanding trauma.

Rasa takut adalah mekanisme pertahanan diri sebagai respons terhadap sebuah stimulus tertentu,
seperi rasa sakit atau ancaman bahaya. Oleh karena itu, orang yang memiliki trauma sebaiknya.

Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar,
selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Takut juga terkait dengan suatu perilaku spesifik
untuk melarikan diri atau menghindar.

Kategori Trauma
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, trauma dikategorikan menjadi dua, yaitu trauma fisik dan
trauma psikologis.
Trauma fisik adalah trauma yang mengakibatkan luka fisik, misalnya kecelakaan, pukulan, dan lain-
lain. Sedangkan trauma psikologis disebabkan kejadian yang melukai batin dan melibatkan perasaan
atau emosi. Misalnya sering dibanding-bandingkan, sering dicaci maki dan dilabeli, perceraian,
kekerasan seksual, dan lain-lain.
Meskipun keduanya memiliki potensi dampak yang sama, tapi trauma psikologis membekas lebih
dalam dan berdampak lebih buruk. Penyebabnya bisa bermacam-macam mulai dari kekerasan,
kehilangan atau perpisahan, eksploitasi, dan sebagainya.
Namun, trauma yang kerap berdampak negatif bagi masa depan seseorang adalah trauma yang
disebabkan oleh kejadian yang sangat memukul dalam lingkungan keluarga seperti perceraian,
kematian, atau kekerasan dalam rumah tangga, apalagi jika berlangsung terus menerus dalam waktu
lama.
Bahkan trauma dapat berdampak buruk pada perkembangan otak anak, yang akan meningkatkan
kewaspadaan yang berlebihan, agresif, hiperaktivitas, impulsivitas, dan sulit berkonsentrasi.
Semua itu akan berdampak buruk terhadap pencapaian keterampilan, prestasi akademik, integrasi
sosial, pemecahan masalah dan kesehatan mental umumnya dan akan menjadi penghalang langkah
seorang anak menuju masa depan yang baik.
Secara umum gejala trauma pada anak dapat dikenali dari perubahan tingkah laku, misalnya tiba-
tiba menjadi pendiam, murung, tidak berdaya dan mudah takut. Sementara secara fisik misalnya
sering mengeluh pusing, muntah-muntah, sakit perut dan nafsu makan menurun. Gejala lainnya,
anak tiba-tiba jadi mudah menangis tanpa sebab, tidak bisa tidur atau tidur dengan gelisah, tidak
mau ditinggal sebentar, dan terlalu peka terhadap suara keras.
Karena trauma pada anak tidak mudah dikenali, orang tua perlu menjaga komunikasi yang baik
dengan anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak merasa enggan atau takut untuk berbagi
pengalaman buruk dengan orang tuanya.
Anak-anak juga harus dijauhkan dari situasi yang terlalu menakutkan baginya. Jika anak mengalami
trauma berat, segera berikan terapi khusus.

Selain terapi, berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi trauma pada anak:

Berikan rasa aman dan nyaman


Rasa aman dan nyaman mucul dengan memberikannya pelukan, memberikan kehangatan, dan
yakinkan anak bahwa semua akan baik-baik saja. Terciptanya rasa aman membuat anak tidak
merasa kecemasan yang berlebihan.
Selain itu, jadikan kesempatan itu untuk mengajarkan rasa empati dan menanamkan nilai agama.

Biarkan anak menangis


Pada saat anak kaget atau merasa terancam, reaksi yang pertama ditimbulkan adalah menangis.
Menangis merupakan cara anak untuk menyalurkan emosinya untuk menenangkan gejolak hatinya.

Ajak bicara
Cara paling mudah untuk menghilangkan rasa trauma pada anak adalah dengan mengajaknya
bicara. Minta padanya untuk menceritakan perasaan apa yang sedang ia rasakan.
Dari pembicaraan itu, mulailah belajar untuk memahami apa yang dirasakan anak.

Jangan bohongi anak


Meskipun masih kecil, jangan pernah membohongi dan menutupi kejadian yang sebenarnya pada
anak. Berbohong justru akan membuat anak berharap lebih dan merasa kecewa saat tahu dirinya
dibohongi. Ini sama sekali tidak akan mengobati rasa trauma serta stresnya. Lebih baik jujur
beritahukan kondisi sebenarnya dan biarkan anak memahaminya dengan cara mereka.

Luangkan waktu
Sesibuk apapun kita, sebaiknya kita sedikit meluangkan waktu untuk si kecil. Sempatkan waktu kita
untuk mengajaknya bermain, mengobrol, atau pun menemaninya saat tidur. Hal tersebut akan
memberikan ketenangan pada diri anak. Pada akhirnya, dengan berusaha selalu ada untuknya, anak
tidak akan merasa sendirian dan tidak lebih stres menghadapi trauma pada dirinya.

Jika terapi yang Anda lakukan tidak berhasil, sebaiknya ajak anak menemui psikolog atau orang yang
ahli di bidangnya. Sebab trauma yang berkepanjangan akan memberi dampak buruk bagi
perkembangan psikologi anak bahkan hingga ia beranjak dewasa nanti.

Anda mungkin juga menyukai