Anda di halaman 1dari 47

6

BAB II

KONSEP DASAR TEORI

2.1 Konsep Dasar Keluarga

Pada bagian ini akan dibahas tentang defenisi, tipe keluarga, struktur,

fungsi, peran, tahap perkembangan dan mekanisme koping keluarga.

2.1.2 Definisi Keluarga

Menurut Mubarak (2011), keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih

yang diikat oleh hubungan darah, perkawainan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota

keluarga selalu berinteraksi satu sama lain.

Menurut Depkes RI dikutip dari Harnilawati (2013), keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan

saling ketergantungan.

Menurut UU Nomor 10 tahun 1992 dalam Harnilawati (2013) keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan analnya atau

ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

Menurut Sigmund Freud, keluarga adalah sekumpulan orang (rumah

tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan

terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif

keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (dikutip oleh

Lestari, 2012).

Dari keempat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang memiliki peran masing-masing anggota


7

keluarga dengan adanya ikatan perkawinan atau hubungan darah yang tinggal

bersama dalam satu atap.

2.1.2 Tipe Keluarga

Menurut Sussman dan Maclin ( dikutip oleh Efendi & Makhfudli, 2009) tipe

keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Tipe Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti ( Nuclear Family ) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu

dan anak-anak.

2) Keluarga Besar ( Exstended Family ) adalah keluarga inti di tambah dengan

sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan

sebagainya atau keluarga yang mencakup tiga generasi

3) Pasangan inti adalah keluarga yang terdiri atas suami dan istri saja.

4) Keluarga dengan orang tua tunggal atau single parent adalah satu orang

sebagai kepala keluarga, biasanya bagian dari konsekuensi perceraian.

5) Lajang tinggal sendirian

6) Jaringan keluarga besar

7) Pasangan usia pertengahan atau pasangan lanjut usia

b. Tipe Keluarga Non Tradisional

1) The Unmarriedteenege mother. Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama

ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

2) Institusional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam satu panti

3) The Stepparent Family. Keluarga dengan orang tua tiri.

4) Unmarried parent and child. Ibu dan anak yang pernikahannya tidak

dikehendaki dan kemudian anaknya di adopsi.


8

5) Three Generation. Tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah

6) Communal. Satu rumah terdiri atas dua tau lebih pasangan yang monogami

dengan anak-anaknya dan bersama-sama berbagi fasilitas.

7) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family. Keluarga yang hidup

bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa melelui pernikahan.

8) Gay And Lesbian Family. Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup

bersama sebagaimana suami-istri (marital partners).

9) Cohabitating Couple. Dua orang atau satu pasangan yang bersama tanpa

pernikahan.

10) Group-Marriage Family. Satu rumah terdiri atas orang tua dan keturunannya

di dalam satu kesatuan keluarga

11) Group Network Family. Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai – nilai,

hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan

barang – barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab

membesarkan anaknya.

12) Foster Family. Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga

atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu

mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

13) Homeless Family. Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai

perlindungan yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan

dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

14) Gang. Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang muda yang

mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi

berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya.


9

2.1.3 Struktur Keluarga

Menurut Harnilawati (2013), struktur keluarga terdiri atas:

1) Patrilineal. Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ayah.

2) Matrilineal. Keluarga sedarah yang terdiri dari anak, saudara dalam

berbagai generasi dimana hubungan itu menurut garis keturunan

ibu.

3) Patrilokal adalah pasangan suami istri,tinggal bersama atau dekat

keluarga sedarah suami.

4) Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat

dengan sedarah istri.

5) Keluarga Kawin. Hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi

bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.1.4 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Afektif: Fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain,

fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi dan penempatan social : Fungsi pengembangan dan tempat

melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk

berhubungan dengan orang lain di luar rumah.


10

c. Fungsi Reproduksi : Fungsi untuk mempertahankan generasi menjaga

kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi : Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga

secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan : Fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di

bidang kesehatan.

Tugas keluarga dalam kesehatan menurut Bailon dan Maglaya (2010)

yaitu

a. Mengenal masalah kesehatan.

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat.

2.1.5 Peran Keluarga

Menurut Setiadi (2008), peranan keluarga menggambarkan seperangkat

perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga

adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah : ayah sebagai suami dan istri dan anak-anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
11

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkunmgan.

b. Peranan ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan

untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

c. Peranan anak : anak- anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.

2.1.6 Tahap Perkembangan Keluarga

Menurut Santun dan Dermawan (2008), tahap perkembangan keluarga

terdiri dari:

a. Pasangan pemula atau pasangan baru menikah

Tahapan ini dimulai saat dua insan mengikat janji melalui pernikahan dengan

landasan cinta dan kasih sayang. Tugas pada tahapan ini adalah saling memuaskan

antar pasangan, beradaptasi dengan keluarga besar dari maisng-masing pihak,

merencanakan dengan matang jumlah anak, dan memperjelas masing-masing

peran pasangan.

b. Keluarga dengan kelahiran anak pertama

Tahap ini dimulai saat ibu hamil dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut

sampai anak pertama berusia 30 bulan. Tugas keluarga pada tahap ini antara lain

mempersiapkan biaya persalinan, mempersiapkan mental calon orang tua dan

mempersiapkan kebutuhan anak. Apabila anak sudah lahir tugas keluarga antara

lain memberikan ASI sebagai kebutuhan utama bayi, mensosialisasikan kepada


12

keluarga besar tentang kehadiran anggota keluarga yang baru, memberikan kasih

sayang serta mempererat hubungan dalam rangka memuaskan pasangan.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Dimulai saat anak pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5

tahun. Tugas yang dimiliki keluarga dengan anak pra sekolah diantaranya

menanamkan nilai dan norma kehidupan, memenuhi kebutuhan bermain anak,

membantu anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, menanamkan

tanggung jawab kepada anak, memperhatikan dan memberikan stimulus bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak pra sekolah.

d. Keluarga dengan anak usia sekolah

Dimulai saat anak usia 6 tahun dan berakhir saat anak berusia 12 tahun. Tugas

yang dimiliki keluarga antara lain memenuhi kebutuhan sekolah anak, membantu

anak dalam bersosialisasi lebih luas dengan lingkungan sekitar.

e. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai saat anak berusia 13 tahun dan berakhir saat anak berusia 20 tahun.

Pada tahap ini sering ditemukan perbedaan pendapat antara orang tua dengan

anak. Pada tahap ini tugas keluarga adalah memberikan perhatian lebih kepada

anak, bersama-sama mendiskusikan tentang rencana sekolah atau kegiatan diluar

sekolah, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan

komunikasi dua arah.

f. Keluarga dengan melepas anak ke masyarakat

Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda yang ditandai olehanak

pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumahkosong”,

ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atauagak
13

panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang belum menikah yangmasih

tinggal di rumah. Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapandari dan

oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri.

g. Keluarga dengan tahapan berdua kembali

Tugas keluarga setelah ditinggal pergi anak-anaknya untuk memulai

kehidupan baru antara lain menjaga keintiman pasangan, merencanakan kegiatan

yang akan datang, menjaga komunikasi dengan anak, serta mempertahankan

kesehatan masing-masing.

h. Keluarga dengan masa tua

Masa tua bisa dihinggapi perasaan kesepian, tidak berdaya, sehingga tugas

keluarga pada tahap ini adalah saling memberi perhatian, memperhatikan

kesehatan masing-masing, serta merencanakan kegiatan untuk mengisi waktu tua.

2.1.7 Proses dan koping keluarga

a. Stresor yang dialami oleh keluarga yang berkaitan dengan ekonomi dan sosial,

apakah keluarga ini bisa memastikan lamanya dan kekuatan dari stresor yang

dialami oleh keluarga, apakah keluarga mampu menghadapi stresor tersebut

dan ketegangan setiap harinya.

b. Apakah keluarga mampu bertindak berdasarkan penelitian yang objektif dan

realistis terhadap situasi yang mendukung stress.

c. Bagaimana keluarga bereaksi terhadap situasi yang mendukung stress, strategi

koping bagaimana tindakan yang diambil oleh keluarga, apakah setiap anggota

keluarga memiliki koping yang berbeda-beda dalam cara menghadapi stress.


14

2.2. Konsep Dasar Diabetes Melitus

Pada bagian ini akan dibahas tentang defenisi, etiologi, patofisiologi, tanda

dan gejala, penatalaksanaan dan pathway dari Diabetes Melitus.

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan

metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) akibat

kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

(Smeltzer dan

Bare, 2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit atau

gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa

organ tubuh

terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah

(PERKENI,

2015 dan ADA, 2017).

Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme

dengan

hiperglikemi kronik akibat defisiensi sekresi insulin atau


15

berkurangnya

efektifitas biologis dari insulin yang disertai berbagai kelainan

metabolik

lain akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai

komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah ( Rendy dan

Margareth, 2012).

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme

kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah sebagai

akibat

insufisiensi fungsi insulin. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

gangguan

atau defisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans kelenjar

pankreas

atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap

insulin

(Sunaryati dalam Masriadi, 2016).

2.2.2 Etiologi

Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya

sebagian kecil atau

sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans

pada pankreas

yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi

kekurangan
16

insulin. Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi karena

gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa

kedalam sel.

Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain

yang belum

diketahui. (Smeltzer dan Bare, 2015).

Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit

kencing

manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain :

a. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori

yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes

mellitus.

Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan

sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan

kadar

gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan

diabetes

melitus.

b. Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg

cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus.


17

Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang

diabetes mellitus.

c. Faktor genetis

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada

anak. Gen

penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang

tuanya

menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke

cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan

radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan

fungsi

pancreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon

untuk

proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu

obat

yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi

pankreas.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat

menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan

menyebabkan
18

fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-

hormon

untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit

seperti

kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko

terkena

diabetes mellitus.

f. Pola hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab

diabetes

melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi

untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olahraga

berfungsi

untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori

yang

tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab

diabetes

mellitus selain disfungsi pankreas.

g. Kadar kortikosteroid yang tinggi. Kehamilan diabetes

gestasional.

h. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.

i. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek

dari insulin.
19

2.2.3 Patofisiologi

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat

ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh

proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi

glukosa yang

tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari

makanan

tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam

darah dan

menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika

konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak

dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya

glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa

yang

berlebihan di eksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini

dinamakan

diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan

berlebihan, pasien

akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa


20

haus

(polidipsia). (Smeltzer dan Bare, 2015).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme

protein dan lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya

simpanan

kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam

keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glikosa

yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa

baru dari

asam-asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita

defisiensi

insulin, proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut

akan turut

menimbilkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak

yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan

produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan

asam yang
21

menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

berlebihan. Ketoasidosis yang disebabkannya dapat

menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdomen,

mual, muntah, hiperventilasi,

nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perunahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin

bersama

cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan

cepat

kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi

serta

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula

darah yang

sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan

Bare,

2015).

DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik

utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola

pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki

peranan

yang sangat penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik

ini akan

berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup,


22

obesitas,

rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak

bebas

(Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2

umumnya

disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan

sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi

insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel

ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi

insulin

dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan

Bare, 2015).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat
23

sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika

sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2.

Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM

tipe 2,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat

untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

DM

tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan

menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom

Hiperglikemik

Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahuntahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2

dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat

ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka


24

pada kulit

yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur

(jika kadar

glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya

penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya

komplikasi DM

jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer,

kelainan

vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis

ditegakkan

(Smeltzer dan Bare, 2015).

2.2.4 Tanda dan Gejala

Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya

seringkali tidak

dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis

Diabetes

Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi

insulin. Jika

hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini,

maka

timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis

osmotik
25

yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati

ambang

ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya

rasa haus

(polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin

akan

timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).

Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan

awitan gejala yang

eksplosif dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan,

polifagia,

lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau

beberapa

minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul

ketoasidosis, serta

dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.

Terapi

insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan

umumnya

penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya pasien dengan

diabetes tipe 2

mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan

diagnosis

hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium


26

dan

melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih

berat

pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah

dan

somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis

karena pasien

ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif.

Sejumlah

insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk mnenghambat

ketoasidosis

(Price dan Wilson, 2012).

Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2

yaitu gejala

akut dan gejala kronik (PERKENI, 2015) :

a. Gejala akut penyakit DM

Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita,

bahkan mungkin tidakmenunjukkan gejala apa pun sampai

saat tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi

serba banyak (poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak

minum (polidipsi), dan banyak kencing

(poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka

akan timbul

gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai


27

berkurang

atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam

waktu 2-4

minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan

timbul rasa

mual (PERKENI, 2015).

b. Gejala kronik penyakit DM

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM

adalah

kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk

jarum, rasa

tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,

biasanya sering

ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama pada

wanita, gigi

mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual

menurun, dan

para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian

janin

dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4

kg

(PERKENI, 2015)

2.2.5 Penatalaksanaan Umum


28

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan

kualitas

hidup penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

a. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM,

memperbaiki

kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

b. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat

progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas

DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalian

glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid

(mengukur kadar lemak dalam darah), melalui pengelolaan

pasien

secara komprehensif.

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan

makan disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama

beberapa waktu (2- 4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa

darah masih belum dapat

memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru

dilakukan

intervensi farmakologik dengan obat - obat anti diabetes oral


29

atau

suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan

dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres

berat, berat

badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera

diberikan.

Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat

digunakan

sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter.

Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat

dilakukan

sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk

itu

(PERKENI, 2015).

Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama

penatalaksanaan terapi

pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan

kadar

glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah

untuk

menghindari terjadinya komplikasi.


30

Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar

pengendalian diabetes.

Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :

a. Edukasi

Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit

diabetes.

Dengan mengetahui faktor risiko diabetes, proses

terjadinya diabetes,

gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes, serta

pengobatan

diabetes, penderita diharapkan dapat lebih menyadari

pentingnya

pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya

hidup sehat dan

pengobatan diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa

mereka

mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes bukanlah

suatu

penyakit yang di luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai

penderita

diabetes bukan berarti akhir dari segalanya. Edukasi

(penyuluhan)

secara individual dan pendekatan berdasarkan


31

penyelesaian masalah

merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.

b. Pengaturan makan (Diit)

Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan

untuk

mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak

darah, serta

berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes

dapat

dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan

proses makan itu

sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur

dan

disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat

umum,

makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah

lemak terutama

lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang

berserat termasuk

sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta

seimbang dengan

kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari

penderita.
32

c. Olahraga / Latihan Jasmani

Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan

juga

membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas

fisik juga

memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin

pada

tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih

mudah dicapai.

Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan

dan obat

sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang

terlalu rendah.

Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik

dengan intensitas

ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara

bertahap.

Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik

seperti

berjalan, berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dll.

Penderita juga

perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-

hari, seperti

lebih memilih naik tangga ketimbang lift, dll. Sebelum


33

olahraga,

sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga penyulit

seperti

tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olahraga

dimulai.

d. Obat / Terapi Farmakologi

Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila

gula darah

tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba

menerapkan

gaya hidup sehat di atas. Obat juga digunakan atas

pertimbangan

dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada

komplikasi akut

diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang

terlampau tinggi.

2.2.6 Pathways

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Melitus


34

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan

individu sebagai anggota keluarga.


35

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan data yang perlu dikaji pada proses perawatan

keluarga dengan masalah Diabetes Melitus menurut Friedman (2010) meliputi

data dasar keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi keluarga,

stress dan koping keluarga dan fungsi perawatan kesehatan.

a. Data dasar keluarga, data yang perlu dikaji antara lain: nama keluarga, alamat

dan nomor telepon, komposisi keluarga, tipe keluarga, latar belakang budaya

(etnis), identifikasi religi, status kelas keluarga, aktivitas rekreasi dan waktu

senggang keluarga.

b. Data lingkungan keluarga, data yang perlu dikaji antara lain: karakteristik

rumah, karakteristik dan lingkungan sekitar dan komunitas yang lebih besar,

mobilitas geografi keluarga, perkumpulan dan interaksi keluarga dengan

masyarakat, serta sistem-sistem pendukung keluarga.

c. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga

ditentukan dengan anak tertua dari keluarga ini.

Contoh: Keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak, anak pertama

berumur 7 tahun dan anak kedua berumur 4 tahun, maka keluarga bapak A

berada pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum

terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti


36

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing

anggota keluarga, perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan

penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa

digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan

kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami

dan istri.

d. Struktur keluarga yang terdiri dari:

1) Pola komunikasi keluarga: data yang harus dikaji adalah observasi seluruh

anggota keluarga dalam berhubungan satu sama lain, apakah komunikasi

dalam keluarga berfungsi atau tidak, seberapa baik setiap anggota keluarga

menjadi pendengar, jelas dalam penyampaian, perasaan terhadap

komunikasi dan interaksi, apakah keluarga melibatkan emosi atau tidak

dalam penyampaian pesan.

2) Struktur kekuatan keluarga: yang perlu dikaji antara lain: siapa yang

mengambil keputusan dalam keluarga, siapa yang mengambil keputusan

penting seperti anggaran keluarga, pindah kerja, tempat tinggal, mengatur

disiplin dan aktivitas anak serta proses dalam pengambilan keputusan

dengan concerisus tawar- menawar dan sebagainya.

3) Struktur peran keluarga: data yang dapat dikaji dalam peran formal adalah

peran dan posisi formal setiap anggota keluarga tidak ada konflik dalam

peran, bagaimana perasaan terhadap perannya. Jika dibutuhkan dapatkah


37

peran berlaku fleksibel. Jika ada masalah dalam peran siapa yang

mempengaruhi anggota keluarga, siapa yang memberikan mereka

penilaian tentang pertumbuhan, pengalaman baru, peran dan tekhnik

komunikasi.

4) Peran informal: peran informal dan peran yang tidak jelas apa yang ada di

dalam keluarga. Bagaimana anggota keluarga melaksanakan perannya,

apakah sudah sesuai posisi keluarga dengan peran yang dilaksanakannya,

apabila peran tidak terlaksana tanyakan siapa yang biasanya melaksanakan

peran tersebut sebelumnya dan apa pengaruhnya.

5) Nilai dan budaya, data yang dapat dikaji adalah nilai-nilai yang dominan

yang dianut oleh keluarga, nilai keluarga seperti siapa yang berperan

dalam mencari nafkah, kemauan dan penguasaan lingkungan, orientasi

masa depan, kegemaran-kegemaran keluarga, apakah ada kesesuaian

antara nilai-nilai keluarga dan komunitas yang lebih luas, apakah ada

kesesuaian antara nilai- nilai keluarga dan nilai-nilai sub sistem keluarga,

bagaimana pentingnya nilai-nilai terhadap keluarga, apakah keluarga

menganut nilai-nilai keluarga secara sadar atau tidak, apakah ada konflik

nilai yang menonjol dalam keluarga itu sendiri, bagaimana nilai-nilai

mempengaruhi kesehatan keluarga.

e. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif, atau yang dapat dikaji antara lain: pola kebutuhan keluarga

dan respon, apakah anggota keluarga merasakan keutuhan individu lain

dalam keluarga, apakah orang tua/pasangan mampu menggambarkan

kebutuhan persoalan lain dan anggota yang lain, bagaimana sensitifnya


38

anggota keluarga dengan melihat tanda-tanda yang berhubungan dengan

perasaan dan kebutuhan orang lain, apakah anggota keluarga mempunyai

orang yang dapat dipercayainya saling memperhatikan, sejauh mana

anggota keluarga memberikan perhatian satu sama lain, bagaimana mereka

sating mendukung, apakah terdapat perasaan akrab dan intim diantara

lingkungan hubungan keluarga, sebaik apa hubungan anggota keluarga

dengan anggota yang lain, apakah ada kedekatan khusus anggota keluarga

dengan anggota keluarga yang lain, keterpisahan dan keterikatan,

bagaimana keluarga menanamkan perasaan kebersamaan dengan anggota

keluarga, apakah sudah sesuai perpisahan yang terjadi di keluarga dengan

tahap perkembangan di keluarga.

2) Fungsi ekonomi, data yang perlu dikaji adalah: Hal yang perlu dikaji

mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah: Sejauh mana keluarga

memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan dan sejauh mana

keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya

peningkatan status kesehatan keluarga

3) Fungsi sosialisasi atau peran membesarkan anak/fungsi anak, apakah

fungsi tersebut dipikul bersama, bagaimana cara pengaturannya,

bagaimana anak-anak dihargai oleh keluarga kebudayaan yang dianut

dalam membesarkan anak, apakah keluarga merupakan resiko tinggi

mendapat masalah dalam membesarkan anak, faktor resiko apa yang

memungkinkan, apakah lingkungan memberikan dukungan dalam

perkembangan anak seperti tempat bermain dan istirahat (kamar tidur

sendiri).
39

4) Fungsi reproduksi, data yang perlu dikaji, berapa jumlah anak, bagaimana

keluarga merencanakan jumlah anak, metode apa yang digunakan keluarga

dalam pengendalian jumlah anak.

5) Fungsi perawatan kesehatan dalam melaksanakan lima tugas

kesehatan keluarga, hal yang perlu dikaji meliputi :

a) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, data yang perlu

dikaji, pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan Diabetes

Melitus yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala

dan persepsi keluarga terhadap masalah.

b) Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan yang

tepat untuk mengatasi masalah Diabetes Melitus, hal yang perlu dikaji

adalah kemampuan keluarga tentang pengertian, sifat dan luasnya

masalah asam urat, apakah masalah dirasakan keluarga. apakah

keluarga pasrah terhadap masalah, apakah keluarga akut dan akibat

tindakan penyakitnya, apakah keluarga mempunyai sikap negatif

terhadap masalah kesehatan, apakah ada informasi yang salah terhadap

tindakan dalam menghadapi masalah.

c) Untuk mengetahui kemampuan keluarga merawat anggota keluarga

dengan Diabetes Melitus, data yang perlu dikaji adalah sejauh mana

keluarga mengetahui keadaan penyakit, bagaimana sifat dan

perkembangan perawatan yang dibutuhkan, bagaimana pengetahuan

keluarga tentang fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, apakah

keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada, sikap keluarga

terhadap sakit.
40

d) Kemampuan keluarga untuk memelihara lingkungan rumah yang

sehat, hal yang perlu dikaji adalah pengetahuan keluarga tentang

sumber-sumber yang dimiliki keluarga, bagaimana keluarga melihat

keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, sejauh mana

keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi, keluarga mengetahui

upaya pencegahan penyakit, bagaimana sikap atau pandangan keluarga

terhadap hygiene sanitasi, sejauh mana kekompakan keluarga.

e) Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan, hal

yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan

fasilitas kesehatan, keuntungan-keuntungan dari fasilitas kesehatan,

tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan atau fasilitas

kesehatan, ada pengalaman yang kurang baik terhadap petugas

kesehatan, fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh keluarga,

f. Stress dan koping keluarga hal yang perlu dikaji, stressor jangka pendek dan

jangka panjang, kemampuan keluarga berespon dalam masalah,strategikoping

yang digunakan, strategi adaptasi difungsional dan pemeriksaan fisik

dilakukan secara head to toe.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di

gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik

klinik.

h. Harapan Keluarga
41

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap

petugas kesehatan yang ada.

2.3.2 Tahap Diagnosa

a. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang

didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan

berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan

keluarga. Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari:

1) Diagnosa Keperawatan Keluarga Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)

Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari

gangguan kesehatan.

2) Diagnosa Keperawatan Keluarga Risiko (ancaman kesehatan)

Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan. Misalnya

lingkungan rumah yang kurang bersih, pola makan yang tidak adekuat,

stimulasi tumbuh kembang yang tidak adekuat.

3) Diagnosa Keperawatan Keluarga Sejahtera/Potensial

Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan

keluarga dapat di tingkatkan. Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial

(sejahtera) boleh tidak menggunakan etiologi.

b. Menetukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga (menurut Ballon dan

Maglaya,).

No. Kriteria Skor Bobot


42

1. Sifat Masalah
Skala:
- Aktual (Tidak/Kurang sehat) 3
- Ancaman kesehatan 2 1
- Keadaan Sejahtera 1

2. Kemungkinan Masalah
Skala:
- Mudah 2
- Sebagian 1 2
- Tidak dapat 0

3. Potensial Masalah untuk Dicegah


Skala:
- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1

4. Menonjolnya Masalah
Skala:
- Masalah berat harus segera ditangani 2
- Ada masalah, tapi tidak perlu 1
ditangani 1
- Masalah tidak dirasakan
0

Skoring:

 Tentukan skor untuk setiap kriteria.

 Skor dibagi dengan angkat tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.

Catatan : skor dihitung bersama-sama dengan keluarga.

Skor/Angka tertinggi x bobot

c. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:

Kriteria 1:
43

Sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena

yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan

oleh keluarga.

Kriteria 2:

Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan terjangkaunya

faktor2 sebagai berikut:

a. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani

masalah.

b. Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga.

c. Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu

d. Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat:

dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan sokongan

masyarakat.

Kriteria 3:

Potensial masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:\

a. Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit atau masalah.

b. Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada

c. Tindakan yang sedang di jalankan adalah tindakan2 yang tepat dalam

memperbaiki masalah.

d. Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah

potensi untuk mencegah masalah.

Kriteria 4:
44

Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga

melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai Skor yang tertinggi yang terlebih

dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Friedman (2010) dan NANDA (2006), antara lain:

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan masalah asam urat. Tujuan : setelah

dilakukan pertemuan selama 3 kali tatap muka diharapkan masalah mobilitas

fisik dapat diminimalkan dengan kriteria hasil : keluarga dan penderita mampu

merawat anggota keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah asam urat.

a) Menjelaskan pada keluarga mengenai Diabetes Melitus

b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab Diabetes Melitus.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

d) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah Diabetes

Melitus.

a) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan tindakan

masalah Diabetes Melitus.

b) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengenai masalah

Diabetes Melitus.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

Diabetes Melitus.
45

a) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah Melitus.

b) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

c) Beri reinforcement jika jawaban benar.

4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota keluarga

dengan masalah Diabetes Melitus.

a) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman

bagi penderita Diabetes Melitus.

b) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita Diabetes Melitus.

c) Motivasi kembali agarkeluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.

5) Ketidakmampuan keluarga menfaatkan fasilitas kesehatan.

a) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan yang

ada.

b) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan serta

menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

c) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang manfaat

fasilitas kesehatan.

d) Beri reinforcement positif jika jawaban benar

b. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal anggota

keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.

Tujuan : setelah dilakukan pertemuan selam 3 kali tatap muka diharapkan masalah

nyeri akut dapat dimimalkan dengan kriteria hasil : keluarga dan penderita mampu

merawat anggota keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.


46

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Melitus.

a) Menjelaskan pada keluarga mengenai Diabetes Melitus.

b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab Diabetes Melitus.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

d) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah Diabetes

Melitus.

a) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan tindakan

masalah asam urat (nyeri akut).

b) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengai masalah asam urat.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan Diabetes

Melitus.

a) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah asam urat (perubahan perfusi jaringan).

b) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

c) Beri reinforcement jika jawaban benar.

4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.

a) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman

bagi penderita Diabetes Melitus.

b) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita Diabetes Melitus.

c) Motivasi kembali agar keluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.
47

d) Beri reinforcement positif jika jawaban benar.

5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

a) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan yang

ada.

b) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan serta

menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

c) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang manfaat

fasilitas kesehatan.

c. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes Melitus. Tujuan : setelah

dilakukan pertemuan selam 30 menit tatap muka diharapkan masalah dapat

dimimalkan dengan kriteria hasil : keluarga dan penderita mampu mengenal

anggota keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Melitus (kurang

pengetahuan).

a) Menjelaskan pada keluarga mengenai Diabetes Melitus.

b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab Diabetes Melitus.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

d) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah Diabetes

Melitus (kurang pengetahuan).

a) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan tindakan

masalah Diabetes Melitus (kurang pengetahuan).


48

b) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengenai masalah

Diabetes Melitus.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

Diabetes Melitus (kurang pengetahuan).

a) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah Diabetes Melitus (kurang pengetahuan).

b) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

c) Beri reinforcement jika jawaban benar.

4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah Diabetes Melitus (kurang pengetahuan).

a) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman

bagi penderita Diabetes Melitus.

b) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita Diabetes Melitus.

c) Motivasi kembali agarkeluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan. Beri reinforcement positif jika jawaban benar.

5) Ketidakmampuan keluarga menfaatkan fasilitas kesehatan.

a) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan yang

ada.

b) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan serta

menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

c) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang manfaat

fasilitas kesehatan.
49

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga dengan masalah Diabetes Melitus. Tujuan: setelah

dilakukan pertemuan selam 3 kali tatap muka diharapkan masalah gangguan

kebersihan diri dapat dimimalkan dengan kriteria hasil: keluarga dan penderita

mampu merawat anggota keluarga dengan masalah Diabetes Melitus.

1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kebersihan diri kurang

berhubungan dengan Diabetes Melitus.

a) Menjelaskan pada keluarga mengenai kebersihan diri kurang.

b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang penyebab kebersihan diri kurang.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan pada keluarga.

d) Beri reinforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar.

2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dengan masalah kebersihan

diri kurang.

a) Diskusikan dengan keluarga dalam mengambil keputusan dengan tindakan

masalah kebersihan diri kurang.

b) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengai masalah

kebersihan diri kurang.

c) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan.

3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah

kebersihan diri kurang

a) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan anggota keluarga dengan

masalah kebersihan diri kurang.

b) Evaluasi kembali penjelasan yang telah disampaikan

c) Beri reinforcement jika jawaban benar.


50

4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan masalah kebersihan diri kurang.

a) Diskusikan dengan keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman

bagi penderita Diabetes Melitus.

b) Modifikasi lingkungan keluarga untuk penderita Diabetes Melitus.

c) Motivasi kembali agar keluarga menerangkan kembali penjelasan yang

telah disampaikan.

d) Beri reinforcement positif jika jawaban benar.

5) Ketidakmampuan keluarga menfaatkan fasilitas kesehatan.

a) Diskusikan dengan keluarga tempat – tempat pelayanan kesehatan yang

ada.

b) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan serta

menyarankan supaya datang ke pelayanan kesehatan yang ada.

c) Evaluasi kembali tentang penjelasan yang telah diberikan tentang manfaat

fasilitas kesehatan.

d) Beri reinforcement positif jika jawaban benar

2.3.4 Tahap Implementasi/Tahap Pelaksanaan Keperawatan Keluarga

Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan

perencanaan mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan

keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini:

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan

kebutuhan kesehatan dengan cara:

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan


51

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan

cara:

1) Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tipa tindakan

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,

dengan cara:

1) Mendemonstrasikan cara perawatan

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan

menjadi sehat, dengan cara:

1) Menemukan sumber2 yang dapat digunakan keluarga

2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan

cara:

1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2..3.5 Tahap Evaluasi

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah di berikan, dilakukan penilaian

untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana

baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan
52

dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk dapat dilaksanakan secara bertahap

sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional:

S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan.

O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan

intervensi keperawatan, misalnya : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.

A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang

terkait dengan diagnosis.

P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada

tahapan evaluasi .

Tahapan Evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi

formatif adalah evaluasi yang di lakukan selama proses asuhan keperawatan,

sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.

Anda mungkin juga menyukai