Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan teoritis digunakan untuk memfokuskan pembahasan dan

memperluas latar belakang pengetahuan yang relevan dengan topik. Setiadi (2007)

menyatakan bahwa tinjauan teoritis dipakai dalam mendasari penelitian yang

dilakukan. Hidayat (2007) menambahkan bahwa tinjauan teoritis menguraikan teori

atau bahan penelitian yang diperoleh untuk dijadikan landasan dalam penelitian.

Peneliti melakukan studi kepustakaan melalui buku-buku, jurnal ilmiah, dan

media elektronik untuk mendapatkan pemahaman teori. Pada bagian ini dibahas

tentang konsep dasar hipertensi, konsep dasar keluarga, dan konsep proses

keperawatan.

2.1. Konsep Dasar Hipertensi

Pada konsep dasar hipertensi dibahas mengenai Definisi Hipertensi, Anatomi

dan Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Komplikasi, Pemeriksaan

Penunjang, Penatalaksanaan dan Pencegahan Hipertensi.

2.1.1. Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg

atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi

menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf,

6
7

ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya

(NANDA, 2015).

Endang (2014) menyatakan bahwa tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan

pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukan fase

darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukan fase darah

yang kembali ke jantung. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan

diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009).

Adapun berikut klasifikasi menurut WHO, JNC 7, dan PHI:

2.1 Tabel Klasifikasi Hipertesni

KATEGORI SISTOL (mmHg) DIASTOL (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat I (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99

Tingkat II (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat III (Hipertensi Berat) ≥180 ≥110

Hipertensi sistol terisolasi ≥140 ≥90

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

KATEGORI SISTOL(mmHg) DAN/ATAU DIASTOLE(mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre Hipertensi 120 – 139 Atau 80 - 89

Hipertensi tahap1 140 – 159 Atau 90 - 99


8

Hipertensi tahap2 >160 Atau >100

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

KATEGORI SISTOL(mmHg) DAN/ATAU DIASTOLE(mm

Hg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre Hipertensi 120 – 139 Atau 80 - 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 Atau 90 -99

Hipertensi tahap 2 > 160 Atau > 100

Hipertensi sistol > 140 Dan < 90

terisolasi

2.1.2. Anatomi Dan Fisiologi

Jantung merupakan pompa ganda dengan 4 ruang yang berdenyut 100.000

kali sehari sambil menggerakan 20 liter darah kaya oksigen melalui system sirkulasi

ke seluruh tubuh. Ketika jantung berdenyut, kontraksi dinding otot tebal

(miokardium) memompa darah dari jantung melalui pembuluh darah sejauh 96.000

km. Jantung hanya beristirahat selama satu detik di antara dua denyutan. System

sirkulasi normal pada orang dewasa mengadung sekitar 4 liter darah, yang

disirkulasikan kembali ke seluruh tubuh. Jantung memiliki 2 stasiun pompa. Pompa

jantung kanan menerima darah yang telah mengirim zat gizi dan oksigen ke jaringan

tubuh, kemudian memulai perjalananya ke paru-paru. Paru-paru membersihkan darah


9

dari zat buangan (karbon dioksida) dan menggantinya dengan suplai oksigen baru.

Jantung kiri menerima darah (hasil daur ulang) dari paru-paru dan memompa malalui

system sirkulasi ke seluruh tubuh, dan kembali ke jantung kanan. Proses daur ulang

ini diaktifkan oleh nodus kecil dalam ruang kanan atas dari jantung, sebenarnya pusat

denyut nadi elektronik-yang normalnya mengatur jantung untuk menghasilkan 60 -

80 denyutan per menit. Nodus mengirimkan denyut listrik yang bergerak melalui

system saraf jantung yang pelik. Denyut nadi ini merupakan sumber tenaga jantung

yang disebut pemacu jantung (pacemaker) (Nugroho, 2011).

2.1.3. Etiologi

NANDA (2015) menggolongkan hipertensi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui

penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu genetic, lingkungan,

hiperaktivitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na+ Ca

intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol

dan polisitemia.

2. Hipertensi Sekunder

Penyebab yaitu: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan

hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Hipertensi pada usia lanjut

dibedakan atas:
10

a) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan/atau

tekanan diastolik sama atau lebh besar dari 90 mmHg.

b) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg

dan tekana diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada usia lanjut adalah terjadinya perubahan pada:

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur

20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisistas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dan angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Darah mengandung

angiotensisnogen yang diproduksi oleh hati.

Renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE

yang terdapat diparu-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin

II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah melalui dua

aksi utama. Pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
11

rasa haus. ADH diproduksi di hipothalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatkan ADH,

sangat sedikit urin yang diekskresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume

darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Kedua

adalah menstimulasi sekresi aldosteron dan korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi Nacl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Dita, 2010).

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat

komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi

jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi

darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah

dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa

faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat

berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.

Hipertensi dimulai dari pra-hipertensi pada usia 10-30 tahun (dengan

meningkatnya curah jantung) dan menjadi hipertensi dini di usia 20-40 tahun (dimana

tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada usia 40-60 tahun.
12

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi


Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress,
kurang olah raga, genetik, alcohol, konsentrasi garam, Beban kerja jantung Aliran darah makin
obesitas. cepat keseluruh tubuh
sedangkan nutrisi
Tekanan sistemik dalam sel sudah
Kerusakan vaskuler pembuluh darah HIPERTENSI darah meningkat memenuhi kebutuhan

Metode koping tidak


Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional
efektif

Defisiensi
Penyumbatan pembuluh darah Informasi yang minim
pengetahuan ansietas
Ketidakefektifan koping

Vasokonstriksi Resistensi pembuluh darah otak meningkat


Nyeri kepala
Resikoa ketidakefektifan
Gangguan sirkulasi perfusi jaringan otak
Otak Suplai O2 menurun

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokonstriksi Spasme arteriol sistemik Koroner


pembuluh darah ginjal

Resiko cedera vasokonstriksi Iskemik Miokard


Blood flow menurun
Penurunan curah jantung Afterload meningkat nyeri

Respon RAA
Kelebihan volume cairan Fatigue

Merangsang aldosteron
Edema Intoleransi aktivitas

Retensi Na+

Sumber: NANDA, 2015


13

2.1.5. Tanda Dan Gejala

Menurut NANDA (2015) Tanda dan gejala pada hipertensi dibagi menjadi

dua bagian yaitu:

1. Tidak ada gejala: Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan arteri oleh dokter yang memeriksa.

Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri

tidak terukur.

2. Gejala yang lazim: Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Beberapa gejala yang diderita pasien hipertensi secara umum yaitu :

Mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah,

epistaksis, bahkan kesadaran menurun.

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut NANDA (2015) hipertensi dapat didiagnosis melalui;

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan atau

viskositas dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti hipokoagulabilitas

atau anemia.

b. BUN/Kreatinin: memberikan informasi tentang fungsi ginjal.


14

c. Glukosa: Diabetes adalah pencetus hipertensi. DM dapat diakibatkan oleh

pengeluaran kadar ketokolamin.

d. Urinalisa: mengisyaratkan disfungsi ginjal dan DM.

2. CT-Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

3. EKG: menunjukkan pola regangan, luas, peninggian gelombang P adalah tanda

dini penyakit hipertensi.

4. IUP: Mengidentifikasi penyebab penyakit hipertensi seperti batu ginjal

5. Rontagen Thorax: Destruksi klasifikasi pada daerah katup, pembesaran jantung.

2.1.7 Penatalaksanaan Gambar 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi

Modifikasi gaya hidup

Tak mencapai sasaran tekanan darah (<140/90 mmHg


atau <130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit
ginjal kronik

Pilihan obat untuk terapi permulaan

Hipertensi tanpa indikasi khusus Hipertensi indikasi khusus

Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Obat-obatan untuk indikasi


khusus
(TD) sistolik 140-159 mmHg atau (TD) sistolik 160 mmHg atau
(TD) diastolic 90-99 mmHg (TD) diastolic >100 mmHg Obat anti hipertensi lainnya
Umumnya diberikan diuretic gol (diuretic, penghambat EKA,
Umumnya diberikan kombinasi
Thiazide. Bisa dipertimbangkan
dua macam obat (diuretic gol ARB, penyekat, atau antagonis
pemberian penghambat EKA,
thiazide dan penghambat EKA, Ca) sesuai dengan yang
ARB, anatagonis Ca atau
kombinasi
atau dengan ARB, antagonis Ca diperlukan
2.1.8 Komplikasi
15

2.1.8 Komplikasi

Corwin (2009) menyatakan komplikasi dari hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Stroke

Ditimbulkan akibat peredaran darah tinggi di otak, stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertropi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

diperdarahinya berkurang.

2. Infark miokardium

Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen

ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah

melalui pembuluh tersebut.

3. Gagal ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke

unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan menjadi hipoksia dan

kematian.

4. Kerusakan otot.

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

perifer dan mendorong cairan kedalam ruang intestinum diseluruh susunan saraf

pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

5. Gangguan penglihatan
16

Hipertensi berkepanjangan bisa menyebabkan perubahan serius pada mata.

Perdarahan yang terjadi bisa mengganggu penglihatan.

2.2 Konsep Keluarga

Pada konsep keluarga akan dibahas mengenai Definisi Keluarga, Bentuk

Keluarga, Struktur Keluarga, Fungsi Keluarga, Pemegang Kekuasaan di dalam

Keluarga, Tahap Perkembangan dan Tugas Keluarga.

2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam

suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-

masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Murwani, 2011).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Harmoko, 2012).

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,

adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, menigkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari individu -

individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan

untuk mencapai tujuan bersama (Komang, 2010).

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang terhubung karena ikatan tertentu

untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta


17

mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedmann, 2013).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

kumpulan dari beberapa individu yang menjadi satu dan memliki ketergantungan satu

sama lain dan memiliki ikatan yang kuat di dalam kehidupan sehari-hari dalam

menjalankan perannya masing-masing.

2.2.2 Bentuk Keluarga

Ada beberapa bentuk keluarga menurut, Harmoko (2012) yaitu;

1. Keluarga inti (nuclear family), merupakan keluarga yang dibentuk karena ikatan

perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik

karena kelahiran natural maupun adopsi.

2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal

seseorang dilahirkan.

3. Keluarga besar (extended family), keluarga inti yang ditambah dengan keluarga

lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu,

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta

keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian family).

4. Keluarga berantai (serial family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang

menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

5. Keluarga duda atau janda (single family), keluarga yang terbentuk karena

perceraian dan atau kematian pasangan yang dicintai.


18

6. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan

hidup bersama.

7. Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi satu keluarga tanpa

pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak.

8. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai global dan

pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang tidak

lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya.

9. Keluarga lanjut usia, terdiri dari suami istri lanjut usia.

2.2.3 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menurut Mubarak (2009) terbagi atas 4 bagian yaitu

Struktur Komunikasi, Peran, Kekuatan, Nilai dan Norma.

1. Struktur Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila: jujur, terbuka,

melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan. Komunikasi dalam

keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila: tertutup, adanya issu atau gosip negatif,

tidak berfokus pada satu hal dan selalu mengulang issu dan pendapat sendiri,

komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas,

judgemental exspresi dan komunikasi tidak sesuai. Penerima gagal mendengar,

diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi dan kurang atau tidak

valid.

2. Struktur peran
19

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan

posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal atau

informal.

3. Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,

mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.

4. Struktur nilai dan norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga

dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada

lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar

keluarga.

2.2.4 Fungsi Keluarga

Murwani (2011) menyatakan bahwa ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap

anggota keluarganya, antara lain Asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian dan

rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka

tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. Sedangkan Asuh, yaitu

merujuk pada kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu

terpelihara sehingga diharapkan mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik,

mental, sosial dan spiritual. Dan Asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak

sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa

depannya.
20

Harmoko (2012) menambahakan 5 Fungsi Keluarga yaitu;

a. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan

dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan

psikososial anggota keluarga.

b. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu

yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan

sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina

sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tinkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi reproduksi (the reproduction function) adalah fungsi untuk

mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function) adalah

untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga

dibidang kesehatan.
21

2.2.5 Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga

Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur kehidupan

dalam keluarga. Harmoko (2012) membagi pemegang kekuasaan dalam rumah

tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu:

1. Keluarga Patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga

adalah pihak ayah.

2. Keluarga Matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan.

3. Keluarga Equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu sama-

sama memegang kekuasaan.

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga dan Tugas Keluarga

Menurut Effendy dalam Harmoko (2012), tahap perkembangan keluarga

berdasarkan siklus kehidupan keluarga terbagi atas 8 tahap:

1. Keluarga baru (beginning family), yaitu perkawinan dari sepasang insan yang

menandakan bermulanya keluarga baru. Keluarga pada tahap ini mempunyai

tugas perkembangan, yaitu membina hubungan dan kepuasan bersama,

menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, teman,

kelompok sosial dan merencanakan anak atau KB.

2. Keluarga sedang mengasuh anak (child bearing family), yaitu dimulai dengan

kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Mempunyai tugas

perkembangan seperti persiapan bayi, membagi peran dan tanggung jawab,


22

adaptasi pola hubungan seksual, pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan

menjadi orang tua.

3. Keluarga dengan usia anak pra sekolah, yaitu kelurga dengan anak pertama yang

berumur 30 bulan sampai dengan 6 tahun. Mempunyai tugas perkembangan, yaitu

membagi waktu, pengaturan keuangan, merencanakan kelahiran yang berikutnya

dan membagi tanggungjawab dengan anggota keluarga yang lain.

4. Keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13 tahun.

Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan aktivitas untuk

anak, pengaturan keuangan, kerjasama dalam menyelesaikan masalah,

memperhatikan kepuasan anggota keluarga dan sistem komunikasi keluarga.

5. Keluarga dengan anak remaja, yaitu dengan usia anak pertama 13 tahun sampai

dengan 20 tahun. Tugas pekembangan keluarga ini untuk menyediakan fasilitas

kebutuhan keluarga yang berbeda, menyertakan keluarga dalam tanggungjawab

dan mempertahankan filosofi hidup.

6. Keluarga dengan anak dewasa, yaitu keluarga dengan anak pertama,

meninggalkan rumah dengan tugas perkembangan keluarga, yaitu menata kembali

sumber dan fasilitas, penataan tanggungjawab antar anak, mempertahankan

komunikasi terbuka, melepaskan anak dan mendapatkan menantu.

7. Keluarga usia pertengahan, yaitu dimulai ketika anak terakhir meninggalakan

rumah dan berakhir pada saat pensiun. Adapaun tugas perkembangan, yaitu

mempertahankan suasana yang menyenangkan, bertanggungjawab pada semua


23

tugas rumah tangga, membina keakraban dengan pasangan, mempertahankan

kontak dengan anak dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.

8. Keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari salah

satu pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu

pasangan meninggal dunia. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu

menghadapi pensiun, saling merawat, memberi arti hidup, mempertahankan

kontak dengan anak, cucu dan masyarakat.

2.3 Konsep Proses Keperawatan Keluarga

Pada dasarnya proses keperawatan merupakan suatu proses pemecahan

masalah yang sistematis, yang digunakan ketika bekerja pada individu, keluarga,

kelompok dan komunitas. Pada keperawatan keluarga perawat dapat

mengkonseptualisasikan keluarga sebagai konteks dimana fokus dan proses

perawatannya berorientasi pada anggota keluarga secara individu (Carpenito, 2007).

Dalam praktiknya kebanyakan perawat keluarga bekerja pada keduanya yaitu

pada keluarga dan pada individu dalam keluarga. Ini berarti bahwa perawat keluarga

akan menggunakan proses keperawatan pada dua tingkatan yaitu tingkat individu dan

keluarga. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga-keluarga yang rawan

kesehatan, yaitu keluarga yang mempunyai masalah kesehatan atau beresiko

timbulnya masalah kesehatan. Sasaran keluarga yang dimaksud adalah individu

sebagai anggota keluarga dan keluarga itu sendiri (Leininger, 2012).

Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, beberapa poin yang perlu


24

dilakukan oleh perawat, yaitu Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi

Keperawatan, Implementasi, Evaluasi, Dokumentasi, Penyuluhan Kesehatan.

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil

informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Untuk

mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga,

perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan setiap hari),

lugas dan sederhana. Asuhan keperawatan keluarga menurut teori aplikasi model.

pengkajian Friedman (2013) dalam kasus keluarga yaitu:

A. Data umum

1. Nama kepala keluarga

2. Usia

3. Pendidikan

4. Pekerjaan

5. Alamat

6. Daftar nama anggota keluarga

Tabel 2.4 Daftar Anggota Keluarga

No Nama L/K Usia Hubungan Pendidikan Pekerjaan Status

kesehatan

1.
25

2.

B. Genogram

Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan

yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya penyakit Hipertensi.

C. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi dapat dilihat dari, yaitu;

1) Pendapatan keluarga

2) Kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga.

Pada pengkajian status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan

seseorang. Dampak dari ketidak-mampuan keluarga membuat seseorang enggan

memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.

D. Riwayat kesehatan keluarga

1) Riwayat masing-masing kesehatan keluarga (apakah mempunyai penyakit

keturunan).

2) Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit

3) Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga

4) Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan

E. Karakteristik lingkungan

1) Karakteristik rumah

2) Tetangga dan komunitas


26

3) Geografis keluarga

4) Sistem pendukung keluarga

F. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga

dan bagaimana anggota keluarga mengembangkan sikap saling mengerti. Semakin

tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, semakin

mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Fungsi ini merupakan basis sentral bagi

pembentukan dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berhubungan dengan

persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila

kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga

dalam mengenal tanda-tanda gangguann kesehatan selanjutnya.

2) Fungsi keperawatan

a. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh

mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi

pengertian, faktor penyebab tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga

terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan yang

dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan tindakan keperawatan, karena

Hipertensi memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan

makanan dan gaya hidup. Jadi disini keluarga perlu tau bagaimana cara
27

pengaturan makanan yang benar serta gaya hidup yang baik untuk penderita

Hipertensi.

b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai

tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga

mengambil keputusan apabila anggota keluarga menderita Hipertensi.

c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat keluarga yang

sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya

dan cara merawat anggota keluarga yang sakit Hipertensi.

d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan

rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui keuntungan

atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi

lingkungan akan dapat mecegah kekambuhan dari pasien Hipertensi.

e. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas

kesehatan yang mana akan mendukung kesehatan seseorang.

G. Fungsi sosialisasi

Pada kasus penderita Hipertensi dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik

di dalam keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga.

H. Fungsi reproduksi

Pada penderita Hipertensi perlu dikaji riwayat kehamilan (untuk mengetahui

adanya tanda-tanda Hipertensi saat hamil).

I. Fungsi ekonomi
28

Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan penyakit.

Biasanya karena faktor ekonomi rendah individu segan untuk mencari pertolongan

dokter ataupun petugas kesehatan lainya (Friedman, 2013).

J. Stres dan koping keluarga

Stresor yang dimiliki, kemampuan keluarga berespons terhadap stressor.

strategi koping yang digunakan, strategi adaptasi disfungsional, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik khusus, dan perlu dikaji bagaimana

harapan keluarga terhadap perawat (petugas kesehatan) untuk membantu

penyelesaian masalah kesehatan yang terjadi.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga

atau masyarakat yang diperoleh dari suatu proses pengumpulan data dan analisis

secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan keperawatan. Diagnosa

keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap masalah dalam tahap

perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi

keluarga, koping keluarga baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana

perawat memiliki tanggung jawab untuk melakukan tindakan dan melakukan

keperawatan bersama-sama dengan keluarga, berdasarkan kemampuan dan sumber

daya keluarga (Harmoko, 2012)

Suprajitno (2014) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan keluarga

dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnosa

keperawatan meliputi problem atau masalah, etiologi atau penyebab, sign atau tanda
29

dapat diarahkan pada sasaran individu atau keluarga. Etiologi mengacu pada 5 tugas

keluarga yaitu:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

1) Persepsi terhadap keparahan penyakit

2) Pengertian

3) Tanda dan gejala

4) Faktor penyebab

5) Persepsi keluarga terhadap masalah

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan

1) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah

2) Masalah dirasakan keluarga/Keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami

3) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan

4) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan

5) Informasi yang salah

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

1) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan

3) Sumber – sumber yang ada dalam keluarga

4) Sikap keluarga terhadap yang sakit

d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan

1) Keuntungan/ manfaat pemeliharaan lingkungan

2) Pentingnya higyene sanitasi


30

3) Upaya pencegahan penyakit

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga

1) Keberadaan fasilitas kesehatan

2) Keuntungan yang didapat

3) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan

4) Pengalaman keluarga yang kurang baik

5) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga

Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga, selanjutnya

masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu diprioritaskan bersama keluarga dengan

memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki keluarga. Prioritas

masalah asuhan keperawatan keluarga sebagai berikut:

Tabel 2.5 Prioritas Masalah

KRITERIA BOBOT SKOR


Sifat masalah 1 Aktual = 3
Resiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah 2 Mudah = 2
untuk dipecahkan Sebagian = 1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi = 3
dicegah Cukup = 2
Rendah = 1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi =
1
Tidak dirasakan
adanya masalah = 0

Skoring:
31

a. Tentukan skor untuk tiap kriteria

b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan nilai bobot

c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi 5 sama dengan seluruh bobot

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Harmoko (2012) mendefinisikan rencana keperawatan keluarga sebagai

sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam

memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.

Friedman (2013) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan. Tingkat pertama

meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan

spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan

tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh

perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.

Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan

sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya,

pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu

respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi

masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah Hipertensi dapat

dibedakan menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang

(Harmoko, 2012).

Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain: setelah diberikan

informasi kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga mampu mengambil

keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota keluarga yang
32

menderita hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian,

tanda dan gejala, penyebab serta perawatan hipertensi. Respon afektif, keluarga

mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi anggotanya yang

menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu

memberikan perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan

nyaman bagi penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah

pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan

hipertensi (Harmoko, 2012).

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah

masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan

keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan

(Komang, 2010).

2.3.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau

keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan

orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 2013). Pelaksanaan

merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga dimana perawat

mendapatkan kesempatan umtuk membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan

perbaikan ke arah perilaku hidup sehat. Adanya kesulitan, kebingungan serta

ketidakmampuan yang dihadapi keluarga harus diperhatikan. Oleh karena itu

diharapkan perawat dapat memberikan kekuatan dan membantu mengembangkan


33

potensi-potensi yang ada, sehingga keluarga mempunyai kepercayaan diri dan

mandiri dalam menyelesaikan masalah (Harmoko, 2012).

Perawat perlu memotivasi keluarga untuk menstimulasi keluarga untuk

memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi

untuk tidak melakukan tindakan kesehatan dan menstimulasi kesehatan atau

penerimaan keluarga mengenai kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan

memberikan informasi, mengidentifikasikan kebutuhan dan harapan tentang

kesehatan, serta mendorong sikap emosi sehat terhadap masalah (Harmoko, 2012).

2.3.5. Evaluasi Keperawatan


Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi

didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh

keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan

yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan

(Friedman, 2013). Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya.

Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif (Suprajitno, 2006) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian "S"

adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga

setelah diberikan implementasi keperawatan, "O" adalah keadaan obyektif yang dapat

diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. "A" adalah merupakan

analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, "P"
34

adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan. Dalam

mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan

tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan

tujuan.

Anda mungkin juga menyukai