Anda di halaman 1dari 5

Analisis Sains sebagai Proses

Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan


secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses
didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam
melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi
komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian.

Menurut Rustaman (2003), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan


keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif
terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya.
Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mereka melibatkan
penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial
juga terlibat dalam keterampilan proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai
pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih menghayati proses
atau kegiatan yang sedang dilakukan.

Keterampilan proses sains (KPS) adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa
digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses
pembelajaran. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan
siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan
ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan
metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru
atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menurut Dimyati (2009), kelebihan KPS adalah:

1. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta
dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar
menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa
menjadi lebih aktif.
3. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
KPS terdiri dari sejumlah keterampilan tertentu. Klasifikasi KPS adalah sebagai berikut:
1. Mengamati

Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan
menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati, siswa harus
menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar, merasakan, mencium
dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai.
2. Mengelompokkan/Klasifikasi
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu
berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan
seperti mencari kesamaan, mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan
mencari dasar penggolongan.
3. Menafsirkan

Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data yang
dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu, dari
mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian
menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya siswa mencoba menemukan
pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat kesimpulan.
4. Meramalkan

Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang reliabel
(Firman, 2000). Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk
mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa
tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan.
5. Mengajukan pertanyaan

Keterampilan proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan mengajukan


pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan atau pertanyaan
yang berlatar belakang hipotesis.
6. Merumusakan hipotesis

Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau
pengamatan tertentu.
7. Merencanakan percobaan

Agar siswa dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka siswa tersebut harus
dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan. Selanjutnya, siswa
harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan variabel yang harus dibuat tetap, dan
variabel mana yang berubah. Demikian pula siswa perlu untuk menentukan apa yang akan
diamati, diukur, atau ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa
dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
8. Menggunakan alat dan bahan

Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan sendirinya siswa
harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat memperoleh pengalaman
langsung. Selain itu, siswa harus mengetahui mengapa dan bagaimana cara menggunakan alat
dan bahan.
9. Menerapkan konsep

Keterampilan menerapkan konsep dikuasai siswa apabila siswa dapat menggunakan konsep
yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman-
pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
10. Berkomunikasi

Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil
percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk
berkomunikasi. Menurut Firman (2000), keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan
menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.

Langkah-Langkah Metode Ilmiah


Setiap langkah-langkah metode ilmiah tersebut dilakukan secara terjaga dan terkontrol.
Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah
2. Merumuskan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis
5. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan Masalah
Langkah-langkah metode ilmiah dimulai dengan sebuah kesadaran akan adanya masalah.
Permasalahan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.

Kenapa? Sebab dengan menggunakan kalimat tanya, orang yang melakukan metode ilmiah
akan dimudahkan dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, untuk kemudian
menganalisis data tersebut, hingga terakhir … menyimpulkannya.

Permusan masalah merupakan sebuah keharusan. Bagaimana kita bisa mencari suatu
pemecahan masalah bila masalahnya sendiri belum dirumuskan?

Merumuskan Hipotesis
Menurut KBBI, hipotesis /hi.po.te.sis/ adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau
pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun kebenarannya masih harus
dibuktikan.
Jadi hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang telah disusun
sebelumnya untuk kemudian dibuktikan dengan penelitian / eksperimen terhadap data-data
yang telah dikumpulkan.

Dalam langkah-langkah metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, merumuskan hipotesis
sangatlah penting. Rumusan hipotesis yang jelas bisa membantu mengarahkan peneliti
melanjutkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah.

Seringkali pada saat melakukan eksperimen, seorang saintis / peneliti merasa semua data
yang menunjang pada hipotesis sangat penting. (Sehingga tahap selanjutnya adalah
mengumpulkan data –sbh)

Oleh sebab itu, melalui rumusan hipotesis yang baik dan benar akan memudahkan saintis /
peneliti untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan proses
berpikir ilmiah dilaksanakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan saja.

Mengumpulkan Data
Dalam langkah-langkah metode ilmiah, pengumpulan data merupakan tahapan yang sedikit
berbeda dari tahapan-tahapan lain sebelumnya.

Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang saintis / peneliti yang sedang menerapkan
metode ilmiah harus mengumpulkan data dengan mendasarkannya pada hipotesis yang telah
dirumuskan.

Pengumpulan data sangat berperan penting dalam langkah-langkah metode ilmiah, sebab
akan berkaitan dengan pengujian hipotesis.
Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis, bergantung pada data yang dikumpulkan.

Menguji Hipotesis
Sudah disebutkan di atas sebelumnya, bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara dari
suatu rumusan masalah yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakikatnya adalah sebuah
proses pengujian hipotesis.

Dalam tahapan atau langkah menguji hipotesis, saintis / peneliti tidak menyalahkan atau
membenarkan hipotesis, namun menolak atau menerima hipotesis tersebut.
Oleh karena itu, sebelum proses pengujian hipotesis dilakukan, seorang saintis / peneliti harus
terlebih dahulu menentukan taraf signifikansinya.

Semakin tinggi taraf signifikansi yang ditentukan, maka akan semakin tinggi juga derjat
kepercayaan terhadap hasil suatu penelitian / eksperimen. Hal ini dimaklumi sebab taraf
signifikansi berkaitan dengan parameter / ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis
itu sendiri.
Merumuskan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam langkah-langkah metode ilmiah dan berpikir ilmiah pada sebuah
metode ilmiah adalah kegiatan merumuskan kesimpulan.

Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan rumusan masalah yang telah diajukan di awal.
Simpulan atau kesimpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat dan jelas.

Hindari untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukan,
walaupun dianggap cukup penting.

Hal ini perlu ditekankan sebab banyak peneliti terkelabui dengan temuan yang dianggapnya
penting, walaupun pada hakikatnya tidak bersesuaian dengan rumusan masalah yang
diajukannya.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Noehi, dkk.2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka
Moedjiono dan Moh. Dimyati. 1992/ 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD

Sumantri, Mulyani dan Johar Permana.1998/ 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
DEPDIKBUD
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Anda mungkin juga menyukai