Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

AGENSIA TOKSIK : PESTISIDA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Toksikologi
Lingkungan dan Produk Pertanian

Disusun Oleh

Kelompok 2 Kelas B :

Aulia Farhani (150510160006)


Irfan Alghifari (150510160047)
Gheanofany R. (150510160048)
Yasmin Ayu Fadhilah (150510160204)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai salah satu agensia toksik, yaitu pestisida.
Dalam menyusun makalah ini, kami sangat berterimakasih atas bantuan semua pihak
yang telah ikut serta membantu. Materi yang kami ambil berasal dari berbagai sumber bacaan
yang tidak ternilai bagusnya, elok bahasanya. Kedepannya semoga tulisan ini menjadi salah
satu tulisan yang sangat bermanfaat bagi masyakat luas dan dapat memberikan informasi.
Terlepas dari semua itu, karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, maka
memungkinkan masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
kami sangat berharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Demikian makalah ini kami buat semoga selalu bermanfaat dimanapun tulisan ini
dimuat.

Jatinangor, Maret 2018

Penyusun,

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 2
2.1 Sejarah Perkembangan Pestisida................................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi Pestisida ...................................................................................................................... 2
2.3 Nasib Pestisida di Lingkungan ...................................................................................................... 8
2.4 Perilaku Pestisida .......................................................................................................................... 9
2.5 Efek Pestisida Terhadap Lingkungan dan Manusia .................................................................... 12
BAB III : PENUTUP ............................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pestisida adalah bahan kimia atau campuran dari beberapa bahan kimia yang digunakan
untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu (hama/pest). Pestisida
digunakan di berbagai bidang atau kegiatan, mulai dari rumah tangga, kesehatan, pertanian,
dan lain-lain. Keuntungan dari penggunaan pestisida antara lain, perlindungan tanaman dari
serangan hama, menjamin ketersediaan bahan pangan, mencegah kerusakan harta benda, dan
pengendalian penyakit (yang ditularkan melalui vektor). Idealnya, pestisida mempunyai efek
toksik hanya pada organisme targetnya, yaitu hama. Namun, pada kenyataannya, sebagian
besar bahan aktif yang digunakan tidak cukup spesifik toksisitasnya, sehingga berdampak
negatif terhadap kesehatan (manusia) (Costa, 2008). Selain itu, penggunaan pestisida juga
berdampak negatif terhadap lingkungan dan ekosistem (WHO, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Pestisida?


2. Klasifikasi Pestisida
3. Bagaimana Nasib Pestisida di Lingkungan?
4. Bagaimana Perilaku Pestisida?
5. Apa Efek Pestisida terhadap Lingkungan dan Manusia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Pestisida


Pestisida sudah digunakan manusia sejak zaman dulu kala. Sejak puluhan abad yang
lalu pestisida telah digunakan sebagai bahan pemberantas hama dalam melindungi tanaman.
Kapur dan abu kayu pada kira-kira tahun 1200 SM telah digunakan untuk menberantas hama
gudang dan demikian pula benih-benih tanaman telah diberi perlakuan dengan ekstrak tanaman
maupun dengan pengasapan untuk melindungi dari gangguan serangan hama.

Belerang telah lama diketahui mempunyai pengaruh dalam usaha memberantas


penyakit tanaman. Pada permulaan abad pertama telah dianjurkan penggunaan arsen (As2O3)
untuk melindungi tanaman. Nikotin telah ditemukan sebagai insektisida dalam tahun 1783.
Ekstrak Pyrenthrum diketemukan sebagai insektisida dalam tahun 1480. Dalam tahun 1885
Bordeaux mixture (BB) yang merupakan campuran senyawa terusi dengan kapur diketemukan
secara kebetulan sebagai fungisida untuk memberantas cendawan pada tanaman anggur. HCN
pertama kali digunakan dalam tahun 1886 untuk fumigasi tanaman jeruk di California.

Senyawa anorganik Timbal arsenat muncul pada tahun 1892 untuk menyemprot hama
dikebun buah-buahan. Sedang Sodium arsenat sebagai herbisida dikenal dalam tahun 1900
sebagai soil sterilant kemudian dalam tahun 1927 Rotenon dikenal sebagai insektisida. Dan
dalam tahun 1929 diketemukan insektisida sintetis pertama yang diintroduksi sebagai bahan
penyemprot nyamuk. BHC (Benzen Hexa Chlorida) atau HCH (Hexa Chloro Hezan) sebagai
insektisida diketahui sejak tahun 1933.

Selanjutnya dalam tahun 1939 DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroetane) dikenal


sebagai insektisida yang ampuh (karena persistensinya yang tinggi tidak digunakan lagi
dibidang pertanian). Senyawa Organosphospor pertama kali muncul dalam tahun 1945, hasil
industri Jerman yang menemukan TEPP, Parathion kemudian Malathion. Sedang Diazinon
diketemukan di Swiss. Setelah itu banyak perusahaan kimia yang mengadakan penelitian
dibidang perlindungan tanaman dan sejak itu ribuan senyawa organik sintetik banyak
diproduksi untun keperluan pengendalian hama penyakit tanaman seperti serangga, cendawan,
gulma, nematoda, rodent dan lain-lain.

2.2 Klasifikasi Pestisida


Penggolongan Pestisida dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pestisida mempunyai sifat-
sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida.
Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara
lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya dan berdasarkan bentuknya.

2
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto,
2001) :

 Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
 Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan
untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
 Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun
yang bisa membunuh bakteri.
 Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
 Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-
laba.
 Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
 Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput
setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.
 Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh
tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat
dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988) :

 Racun perut.
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
 Racun kontak.
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh
melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas.
 Racun pernafasan.
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan-
ruangan tertutup.

Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan
struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi:

Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain

Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,


degradasinya berlangsung sangat lambat, larut dalam lemak.

Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin

Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: merupakan racun yang tidak
selektif, degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,
menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan
serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.

3
Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain

Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida
organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat
diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang
kuat untuk tawon.

Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC

Salah satu pestisida dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP(Adenesone-5-
diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari
rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan
reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga
energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan
jaringan.

Pyretroid

Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang
disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis
pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah: deltametrin, permetrin,
fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari
dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin,
fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

Fumigant

Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap
untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan
cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung
halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene,
metylbromide, formaldehid, fostin.

Petroleum

Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga
digunakan sebagai herbisida.

Antibiotik

Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini
mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini perlu
dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat yang ada,
kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).

4
Tepung hembus, debu (dust=D)

Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang, atau dicampur
dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau dicampur bahan-bahan organik seperti
walnut, talk. Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus
yang disebut duster.

Butiran (Granula=G)

Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair
dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau
dibenamkan disekitar perakaran atau dicampur dengan media tanaman.

Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)

Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat secara langsung digunakan
secara langsung untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih dulu dibasahi air. Hasil
campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan
hanya tercampur saja. Oleh karenaitu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki
penyemprot digoyang-goyang.

Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)

Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan air.
Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam penggunaanya dalam penyemprotan,
pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.

Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut serbuk yang
dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta yang disebut campuran pasta.

Cairan (emulsifiable = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan
perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya dicampur dengan bahan pelarut berupa air.
Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi.

Ultra Low Volume (ULV)

Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution). Bentuk murninya
merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam solven minimum. Konsentrat ini
mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.

Solution(S)

Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam pelarut
organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara langsung tanpa
perlu dicampur dengan bahan lain.

5
Aerosol (A)

Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan
zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi
tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau
perkarangan.

Umpan beracun (Poisonous Bait = B)

Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida digabungkan
dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.

Powder concentrate (PC)

Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan dipasang di luar
rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus.

Ready Mix Bait (RMB)

Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot 300gram dan blok kecil dengan
bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.

Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)

Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil pengecerannya dengan air
disebut larutan.

Seed Treatment (ST)

Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit air sehingga
terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan formulasi ini.

6
Jika dilihat dari cara kerjanya, pestisida dapat digolongkan menjadi berikut
(Djojosumarto, 2000):

1. Insektisida

Menurut cara kerja atau gerakannya pada tanaman setelah digunakan, insektisida secara kasar
dapat dibedakan menjadi:

a. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman baik melalui akar, batang
ataupun daun. Kemudian insektisida sistemik tersebut akan mengikuti gerakan cairan
tanaman dan ditransportasikan ke tanaman-tanaman lainnya baik ke atas ataupun ke
bawah, termasuk juga ke tunas yang baru tumbuh. Contoh insektisida sismetik adalah
Furatiokarb, Fosfamidon, Isolan, Karbofuran, dan Monokrotofos.
b. Insektisida Nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah digunakan pada tanaman maka tidak akan diserap oleh
jaringan tanaman, namun hanya menempel pada bagian luar tanaman saja. Sebagian
besar insektisida yang dijual dipasaran Indonesia adalah insektisida nonsistemik.
Contohnya adalah Dioksikarb, Diazinon, Diklorvos, Profenofos, dan Quinalfos.
c. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik lokal merupakan kelompok insektisida yan dapat diserap oleh
tanaman umumnya bagian daun, namun tidak dapat disalurkan ke bagian tanaman
lainnya. Insektisida yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai
daya penetrasi ke dalam jaringan merupakan kategori dari insektisida sistemik lokal.
Contohnya adalah Dimetan, Furatiokarb, Pyrolan, dan Profenofos.
2. Fungisida
Pestisida yang digunakan untuk membunuh jamur menurut efeknya terhadap jamur
dapat dibedakan menjadi dua macam. Yang pertama adalah senyawa yang memiliki efek
fungistatik, yaitu senyawa yang hanya mampu menghentikan perkembangan jamur, namun
jamur dapat berkembang lagi apabila senyawa fungistatik tersebut telah hilang. Kedua adalah
senyawa yang memiliki efek fungitoksik atau efek fungisida, yaitu senyawa mampu
membunuh jamur, dan jamur tidak akan berkembang lagi meskipun senyawa tersebut telah
hilang, kecuali terjadi infeksi jamur yang baru.

Berdasarkan cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasikan, fungisida dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

a. Fungisida Nonsistemik (Fungisida kontak, Fungisida Residual Protektif)


Sama halnya seperti insektisida, fungisida nonsistemik tidak dapat diserap oleh
tanaman. Fungisida nonsistemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman,
umumnya daun yang merupakan tempat disemprotkannya fungisida. Fungisida nonsistemik
berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh jamur dengan cara
menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel di permukaan daun

7
tanaman. Oleh karena itu, fungisida nonsistemik berfungsi sebagai protektan dan hanya efektif
bila digunakan sebelun tanaman terinfeksi oleh penyakit. Dikarenakan fungsinya sebagai
protektan, fungisida nonsistemik harus sering diaplikasikan agar tanaman dapat terlindungi
dari infeksi yang baru. Contoh fungisida nonsitemik adalah Kaptan, Maneb, Zineb, Mankoneb,
Ziram, Kaptafol, dan Probineb.

b. Fungisida Sistemik
Fungsida sistemik diabsorsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian
tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman. Bisa didistribusikan ke atas yaitu dari akar
menuju daun, bisa juga didistribusikan ke bawah yaitu dari daun menuju akar. Contoh fungisida
sistemik adalah Benomil, Difenokonazol, Karbendazim, Matalaksil, Propikonazol, dan
Triadimefon.
Fungisida sistemik memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan fungisida nonsitemik,
adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:
o Fungisida sistemik mampu menghambat infeksi jamur yang sudah masuk ke dalam
jaringan tanaman. Sehingga fungisida ini dapat diaplikasikan sebagai protektif,
kuratif dan juga eradikatif.
o Dikarenakan fungisida sistemik diserap oleh tanaman dan didistribusikan ke
seluruh bagian tanaman, maka efektivitasnya relatif tidak terlalu tergantung pada
coverange semprotan.
o Fungisida yang diserap oleh tanaman tidak akan hilang apabila terjadi hujan,
sehingga tidak perlu terlalu sering diaplikasikan.

c. Fungisida Sistemik Lokal


Fungisida sistemik lokal akan diabsorsikan oleh jaringan tanaman, namun tidak
ditranlokasikan ke bagian tanaan yang lainnya. Adapun contohnya adalah Simoksanil.

2.3 Nasib Pestisida di Lingkungan


Saat ini penggunaan pestisida untuk membasmi hama sangatlah tinggi. Padahal
pestisida dapat menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan. Hal ini disebabkan sifat
pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Pestisida tidak mudah
diuraikan di alam. Senyawa ini bertahan dalam lingkungan tidak hanya dalam hitungan bulan,
tetapi puluhan tahun. Pestisida yang persisten juga meninggalkan residu yang sulit dibersihkan
pada tanaman yang disemprot. Pada awalnya, mungkin belum memberikan efek yang berarti,
namun dalam tempo yang panjang terlebih lagi disertai dengan penggunaan yang tidak hati-
hati dan dosis yang tidak tepat, maka akan terjadi pencemaran di tanah, udara, dan air.

8
Pestisida yang diaplikasikan pada tanaman dapat terdegradasi oleh kegiatan mikroba
dan reaksi kimia di dalam tanah. Pestisida juga dapat diimobilisasi melalui penyerapan ke
bahan organik tanah dan mineral tanah. Serta pestisida juga bisa terangkut ke atmosfer melalui
penguapan oleh sinar matahari. Jalur utama aplikasi pestisida di alam adalah melalui
penguapan oleh sinar matahari ke atmosfer dan aerial drift, serta runoff di permukaan tanah,
dan pencucian di dalam air tanah.

Faktor yang mempengaruhi distribusi pestisida adalah suhu tanah, pH air, aktivitas
mikroba, dan karakteristik tanah. Pada umumnya pestisida menjadi lebih mudah menguap
pada suhu tinggi dan cuaca berangin, serta setelah pengaplikasian pestisida, dan curah hujan
tinggi maka dapat meningkatkan pencucian dan penguapan pestisida.

2.4 Perilaku Pestisida


Persistensi
Persistensi merupakan kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam
tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat
meracuni lingkungan.

Persistensi Insektisida Organochlor Dalam Tanah

9
Persistensi Insektisida Organofosfat Dalam Tanah Berpasir

Persistensi Insektisida Karbamat Dalam Tanah

Residu

Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah dilakukan penyemprotan yang
akan bertahan sebagai racun sampai batas tertentu. Residu yang bertahan lama pada tanaman
akan berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi residu yang cepat hilang, efektivitas pestisida
tersebut akan menurun.

Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga
penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atau
perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan
diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme, karena
pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena
pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara
akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet.
Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi
sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu
pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari
pestisida tersebut.

Toksisitas

Toksisitas merupakan daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida, dengan kata
lain, seberapa kuat daya racunnya terhadap jenis hewan pada konsidi percobaan yang dilakukan
di laboratorium.

10
Toksisitas pestisida atau daya racun pestisida terhadap organisme tertentu biasanya
dinyataan dalam nilai LD 50 (Lethal Dose). LD 50 menunjukkan banyaknya racun persatuan
berat organisme yang dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan untuk
pengujian, biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun dalam milligram, perkilogram berat
satu ekor binatang uji. Jadi semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya.

Kategori toksisitas

Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar
yang berfungsi sebagi informasi
1. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak dengan gambar
tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat beracun.
Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yang aktif
dengan kisaran antara 0-50 mg perkilogram berat badan.

2. Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisida yang
mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yang akut
mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.

3. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah semua
pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut berkisar antara
500-5000 mg per kg berat badan (Panut 2008).

11
2.5 Efek Pestisida Terhadap Lingkungan dan Manusia
Perbedaan kualitas paparan menimbulkan perbedaan dampak toksisitas. Pemaparan
kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat
kronis. Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan
aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

Keracunan Kronis
Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat
neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida
pada organ paru-paru, hati, lambung dan usus (Jenni, et al, 2014), serta mempengaruhi kerja
sistem organ seperti sistem syaraf, sistem hormonal, sistem kekebalan tubuh (D’Arce, et al,
2004). Individu yang terpapar oleh pestisida bisa mengalami batuk yang tidak juga sembuh,
atau merasa sesak di dada . Ini merupakan manifestasi gejala penyakit bronkitis, asma, atau
penyakit paru-paru lainnya. Kerusakan paru-paru yang sudah berlangsung lama dapat
mengarah pada kanker paru-paru (Kurniasih, et al, 2013).
Individu yang terpapar pestisida mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengidap
kanker. Tapi ini bukan berarti individu yang bekerja dengan pestisida pasti akan menderita
kanker. Ratusan pestisida dan bahan-bahan yang dikandung dalam pestisida diketahui sebagai
penyebab kanker. Penyakit kanker yang paling banyak terjadi akibat pestisida adalah kanker
darah (leukemia), limfoma non-Hodgkins, dan kanker otak (Kumar, 2008).
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama
bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi,perubahan kepribadian,
kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma (Yuantari, 2011).
Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun.
Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi oleh organ hati. Senyawa
racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.
Meskipun demikian hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar selama
bertahuntahun. Hal ini dapat menyebabkan penyakit seperti hepatitis, sirosis bahkan kanker
(Jenni, et al, 2014).
Lambung dan usus yang terpapar pestisida akan menunjukkan respon mulai dari yang
sederhana seperti iritasi, rasa panas, mual. muntah hingga respon fatal yang dapat
menyebabkan kematian seperti perforasi, pendarahan dan korosi lambung.. Muntah- muntah,
sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang yang dalam
pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahuntahun, mengalami
masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida, baik sengaja atau tidak, efeknya sangat

12
buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding
perut (Pasiani, et al, 2012).
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh
manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan
kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah
terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit
untuk disembuhkan (www.hesperian.org).
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,
paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang
penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan
penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita.
Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi
kanker tiroid (Suhartono, 2014).
Keracunan Akut
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan
aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida. Efek keracunan akut terbagi menjadi efek akut
lokal dan efek akut sistemik (Raini, 2007).
Efek akut lokal jika hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung
dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit. Efek sistemik
jika pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan
membawa pestisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot
secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta
pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).

Bahaya Pestisida Terhadap Kehidupan Hewan


Pestisida kimiawi memiliki dampak yang sangat besar terhadap keberadaan
biota.Hewan mengalami keracunan akibat adanya residu pestisida tertinggal pada tanaman
yang disemprot dengan pestisida. Hewan yang berada di sekitar tanaman apabila berinteraksi
dengan tanaman tersebut dari dekat maka akan mengalami keracunan yang tidak dikehendaki.
Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah masuknya residu pestisida ke dalam rantai makanan,
contohnya ketika seekor burung memakan serangga yang telah terkena pestisida. Dengan
sendirinya burung tersebut akan mengalami keracunan. Beberapa pestisida dapat mengalami
bioakumulasi secara permanen atau sementara pada tubuh organisme. Hal ini akan

13
mempengaruhi kualitas hidup beberapa hewan yang gagal dalam mempertahankan dirinya dari
keracunan secara bertahap (Damalas dan Ilias, 2011).
Bahaya Pestisida Terbadap Kebidupan Biota Akuatik
lkan dan biota akuatik lainnya dapat mengalami efek buruk dari perairan yang
terkontaminasi pestisida. Aliran permukaan yang membawa pestisida hingga ke sungai
membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat membunuh ikan
dalam jumlah besar. Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanarnan
yang mati membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak oksigen di
dalam air, sebingga merubuat ikan kesulitan bemafas. Beberapa herbisida mengandung
tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air lainnya. Penerapan herbisida pada
perairan dapat mematikan tanaman air yang menjadi makanan dan penunjang habitat ikan
sehingga menyebabkan berkurangnya populasi ikan (Bingham, 2007).
Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang dan mampu membunuh
zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil. Beberapa ikan memakan serangga dan
kematian serangga akibat pestisida dapat menyebabkan ikan kesulitan mendapatkan
makanan.Semakin cepat pestisida terurai di lingkungan, dampak dan bahayanya semakin
berkurang. Se\ain itu, telah diketahui bahwa insektisida secara umum merniliki dampak yang
lebih berbahaya bagi biota akuatik dibandingkan herbisida dan fungisida (Soetikno dan
Sastroutomo, 1992).
Bahaya Pestisida terhadap Burung
Fish and Wildlife Service memperkirakan 72 juta burung di Amerika Serikat
terbunuh karena pestisida setiap tahunnya. Burung predator merupakan hewan yang
terdampak secara tidak langsung karena berada di puncak rantai makanan; residu pestisida
terus terakumulasi dari satu tingkatan predatori ke tingkatan berikutnya. Di Inggris,
populasi sepuluh spesies burung berkurang hingga 10 juta ekor sejak tahun 1979 hingga
1999, sebuah fenomena yang diperkirakan akibat hilangnya keragaman hayati tanaman dan
inverteberata yang menjadi makanan burung tersebut. Di seluruh Eropa, 116 spesies burung
saat ini dalarn status terancam. Pengurangan populasi burung diketahui terkait dengan waktu
dan tempat di mana pestisida tersebut digunakan. Pestisida DDT diketahui menyebabkan
penipisan cangkang telur pada burung di Amerika Utara dan Eropa. Fungisida yang digunakan
pada usaha budi daya kacang tanah diketahui dapat membunuh cacing tanah, sehingga
mengancam keberadaan burung dan mamalia yang memangsa mereka. Beberapa pestisida
tersedia dalam wujud butiran, sehingga burung dan hewan lainnya dapat memakan
butiran tersebut karena disangka sebagai biji-bijian. Herbisida ketika mengalami kontak
14
dengan telur burung, akan mengakibatkan perturnbuhan embrio yang abnormal dan
mengurangi jumlah telur yang akan menetas. Herbisida juga dapat mengurangi
populasi burung karena banyak tumbuhan penunjang habitat mereka yang mati (Fox et al.2007).

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

16
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai