Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, Berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun
tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas
yang berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era globalisasi
tekhnologi dibidang industry semakin canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan
oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Manusia
membutuhkan industry untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan
aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat
menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa
terpapar dengan sumber kebisingan secara khusus maupun masyarakat sekitarnya
secara umum.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada
tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. upaya
pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan
kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.
Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan.
Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh
karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat
dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai
macam cara.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi Rumusan Masalah adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kebisingan?
2. Bagaimana pengaruh kebisingan terhadap kesehatan masyarakat?
3. Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebisingan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisasn makalah ini adalah Memberikan pengetahuan
ataupun Memberikan gambaran secara umum bahwa kebisingan merupakan salah
satu faktot yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat terutama
masyarakat yang biasa terpapar oleh sumber kebisingan maupun yang belum
terpapar guna untuk upaya pencegahan (upaya kuratif).
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebisingan


Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada
lingkungan dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin
industri dan sebagainya. Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-
48/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan
adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertuntu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan” Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli:
Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan
penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya
udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi
energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.”
Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk
suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu, Putra (2009)
bising adalah suara yang mengganggu
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang
tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi
dilingkungan. Terdaat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan
intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai
ditelingasetiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besranya arus energi yng
diterima oleh telinga manusia.
2.2 Sifat dan Sumber Bunyi
a. Sifat Kebisingan
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003):Kadarnya berbeda;Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan
bertambah pula;Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
b. Sumber Bunyi
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang
bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara
sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini
menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara
menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal
sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga
dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.
Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak. Sumber bising ialah
sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari
sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat
berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga,
alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat
di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.
2. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan
akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin.
Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
3. Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan
udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa
penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain
2.3 Jenis-jenis Kebisingan
Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan
yang memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan
menjadi 4 bagian yaitu:
1. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin
gergaji sirkuler
2. Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara pesawat
terbang dibandara.
3. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam,
ledakan.
4. Kembisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.
Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat
pada Tabel 1.1Tabel 1.1
Tabel 1.1
Tipe Kebisingan Lingkungan yang tertuang dakam KMNLH (1996)
TIPE URAIAN
Kebisingan Spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan
yang dapat dengan jelas dibedakan untuk
alasan-alasan akustik. Seringkali sumber
kebisingan dapat di identifikasikan.
Kebisingan Residual Kebisingan yang tertinggal sesudah
penghapusan seluruh kebisingan spesifik
dari jumlah kebisingan di suatu tempat
tertentu dalam suatu waktu tertentu.
Kebisingan Latar Semua kebisingan lainnya ketika
Belakangan memusatkan perhatian pada suatu
kebisingan tertentu.
2.4 Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita
berteriak suara kita lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki
energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur
intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat
logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang
cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya
meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai
contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah.
Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan
monitoring dengan bantuan alat: Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk
mengidentifikasi paparan; Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik
selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat
kebisingan dilingkungan kerja.
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada
satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat
mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya
kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya
3 meter dari jetinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon
alat ukur yang digunakan.
2.Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur
kebisingan, karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi
kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat
gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukurannya yang
dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar keadaan kebisingan
dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan diatas
90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.
3. Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data kebisingan
pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interfal
yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa
kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut
ditandai dengan batis dan kolom untuk memudahkan identitas.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound
survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan
lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave
band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.
a. Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam
pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik
termasuk attenuator,3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier.
Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk
memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total.
Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan
intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada
intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon
manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk
mengkompensasi perbedaan respon manusia.
b. Octave Band Analyzer (OBA)
Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda,
oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai
tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit
berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat
dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu
oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5
– 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

2.5 Nilai ambang batas kebisingan dan Standar Kebisingan


Nilai batas amabang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk
sebagaian besar tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai
ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan
merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam
sehari atau 40 jam seminggunya. Berikut ini table waktu maksimum untuk bekerja.
Table 1.2
Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai

TINGKAT KEBISINGAN
No PEMAPARAN HARIAN
(dBA)

1. 85 8 Jam

2. 88 4 Jam

3. 91 2 Jam

4. 94 1 Jam
5. 97 30 menit

6. 100 15 menit
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah
kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria
kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan
yang berhubungan dengan kesehatan.

Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan


Tingkat Kebisingan (dB A)
NO Zona Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan
1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan


kesehatan dsb, Zona B diperuntukan perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan
sejenisnya, Zona C diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan,
pasar, dan sejenisnya serta Zona D industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis,
dan sejenisnya.

2.6 Pengaruh Kebisingan


Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada
indera-indera pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah
sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan.
Tetapi pemaparan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada
indera-indera pendengaran.
Dempak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan. Tingkat
kebisingan adalah ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell
(dB). Pemantauan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan alat sound Level
Meter.
Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendegar,
kebisingan juga dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan
gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan
lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadapa masyarakat dapat dibagi
menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan Gangguan psikologis Pengaruh bising
terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Ganguan Fisiologis
Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang
langsung terjadi pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:
 Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan
permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB.
 Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB
 Gangguan tidur
 Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak
gendang telinga. Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori
meliputi:
a. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara
yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga
dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat
menyebabkan rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran
atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik
adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang
disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising
dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras,
seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra,
2009).
b. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara
Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa
kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya
pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi
pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan
tidak melampui batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi
pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan
pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan
berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan
pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami
penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan
terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya
dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009).
c. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat
irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada
syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat
diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang.
 Gangguan pencernaan
 Gangguan system saraf
2. Gangguan Psikologis
Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur.
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan
cepat marah.. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat
pekerja. Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:

1. kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising
2. kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding
dengan kerja manual.
Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga
memberikan sisi negataif salah satunya adalah menambah produktifitas music.

2.7 Baku Mutu Tingkat Kebisingan


Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu
standar acuan yang di sebut baku tingkat kebisingan. Dimana baku tigkat
kebisingan adalah batas maksimal. Tingkat kebisingan adalah batas maksimal
tingkat kebisingan yang diperbolekan dibuang kelingkungan dari usaha atau
kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun
dengan lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama
dengan erkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan
rumah sakit juga tidak sama dengan kegiatan lingkungan sekolah.

2.8 Pengendalian Kebisingan


Mengingat dampak negative dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat,
sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari masyarakat
lebih rendah dari baku tingkat kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan
pengendalian kebisisngan pada sumbernya, penempatan penghalang (barrier) pada
jalan transmisi ataupun proteksi pada masyarakat yang terpapar.
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan
peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) yang mengelurkan
bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier)
pada jalan transmisi masih dapat dilakukan dengan membuat penghalang (barrier)
pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar.
Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo disekitar kawasan industry dapat
mereduksi bising yang diterima masyarakat ataupun proteksi kebisingan ada
masyarakat yang terpapar dapat dilakukan pengguanaan sumbat telinga pada
masyarakat yang berada dekat kawasan industry yang menghasilkan kebisingan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kami tentang “Kebisingan” maka dapat kami
simpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan ataupun bunyi
yang tidak sesuai dengan tempat dan waktu yang bersumber dari segala
aktivitas/kegiatan manusiayangdapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena Masyarakat yang terpapar oleh kebisingan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan pendengaran
serta kenyamanan lingkungan, karena itu diperlukan upaya-upaya untuk
mengendalikan kebisingan yang ada dilingkungan tersebut.

3.2 Saran
Adapun yang menjadi saran kami adalah dengan adanya pengetahuan
masyarakat terhadap kebisingan terutama dampak kebisingan terhadap kesehatan
dan lingkungan diharapkan masyarakat perlu mengendalikan aktivitasnya untuk
mengendalikan kebisingan terhadap kualitas lingkungan hidupnya karena
penurunan kualitas lingkungan dapat berakibat negative terhadap kualitas hidup
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
 Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atma Jaya.
 Joko, S (Penerjemah), 1995, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. WHO.
 Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Gorontalo: Universitas
negeri Gorontalo.
 Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Yogyakarta: fitramaya
 Mulia, ricki, 2005, Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai