Anda di halaman 1dari 9

Perpustakaan Digital

Pendahuluan
GagasanVannevar Bush mengenai mesin Memex merupakan gagasan awal perpustakaan digital dalam
karangan tersebut dinyatakan bahwa dengan menyentuh sebuah tombol saja maka seorang pemakai dapat mencari
informasi yang diinginkannya (Bush, 1945). Gagasan itu berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Dengan
masuknya komputer ke perpustakaan, maka perpustakaan beranjak ke automasi perpustakaan selanjutnya
mengembangkan pangkalan data. Pangkalan digunakan pemakai dalam bentuk temu balik terpasang (sambung
jarring,online) serta sistem akses public. Kedua ciri tersebut merupakan bagian sehari-hari dari kegiatan
perpustakaan. Tatkala komputer dihubungkan dengan jaringan yang besar membentuk Internet, maka muncul
gagasan perpustakaan digital yang dapat diakses dari seluruh penjuru dunia. Muncullah istilah perpustakaan maya,
perpustakaan elektronik, perpustakaan tanpa tembok dan perpustakaan digital. Untuk memahami konsep sebutan
tersebut, digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan definisi dan pendekatan citri, namun sebelum itu perlu
dipahami hal-hal yang sering dirancukan dengan perpustakaan digital.

Hal yang perlu dipahami


Sebelum melanjutkan ke perpustakaan digital di Indonesia, ada baiknya kita memahami beberapa pemahaman.
Pemahaman pertama perpustakaan terautomasi bukanlah perpustakaan digital. Sebuah perpustakaanyang
mendayagunakan teknologi informasi (TI) atau teknologi informasi dan komunikasi untuk melakasanakan aktivitas
perpustakaan, bukanlah perpustakaan digital. Kegiatan aplikasi TI pada perpustakaan menghasilkan automasi
perpustakaan artinya penggunaan teknologi yang lebih dominan daripada manusia dalam kegiatannya. Misalnya
bagian sirkulasi cukup memindai nomor ISBN atau nomor unik buku (misalnya 2778/1999) ke komputer, selanjutnya
komputer yang akan mengolah lebih lanjut. Demikian juga waktu peminjaman, nomor ISBN atau nomor unik cukup
dipindai, selanjutnya komputer yang mengolahnya, termasuk misalnyaa pakah ada kelambatan pengembalian buku;
bila ada, berapa dendanya, dimasukkan ke anggaran siapa. Automasi lebih lanjut dari sistem sirkulasi adalah
penggunaan RFID (Radio Frequency Identication), berupa pencantuman cip berfrekeunsi tertentu sebagai alat
pemantau peminjamand an pengembalian. RFID sudah digunakan di Jawa Tengah antara lain di perpustakaan UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sampai saat ini RFID masih terbatas pada materi cetak, sementara untuk materi
elektronik seperti DVD VD,CD ROM masih terbatas[2].
Pemahaman kedua, perpustakaan yang sudah memikiki fasilitas Internet bukanlah
perpustakaan digital. Ada anggapan masyarakat termasuk pemangku kepentingan seperti kepala sekolah, Dinas
Pendidikan, pejabat pemerintah bahwa bila internet sudah diinstal, maka perpustakaan tersebut sudah merupakan
perpustakan digital. Fasilitas Internet memungkinkan pemakai (atau pemustaka menurut UU no. 43 tahun 2007)
menggunakan Intternet untuk berbagai keperluan seperti menelusur,ngobrol (chatting) kirim surat
elektronik,mengunduh berkas. Fasilitas Internet bisaa saja diinstal di perpustakaan tradisional tanpa menjadikan
perpustakaan tersebut perpustakaan digital.
Pemahaman ketiga, penjaja pangkalan data atau pemasok dokumen komersial, pangkalan data serta jasa
pengantaran dokumen elektronik serta perpustakaan digital miliknya bukanlah perpustakaan digital. Maka bila
perpustakaan melanggana sebuah penjaja seperti ProQuest atau EBSCO, maka perpustakaan tersebut tidak dapat
disebut perpustakaan digital.
Pemahaman keempat¸ sistem manajemen dokumen yang mengolah dokumen bisnis dalam bentuk dokumen
elektroniktidak dapat disebut perpustakaan digital. Sistem tersebut merupakan manajemen rekod, bukan
perpustakaan.

Pemahaman perpustakaan digital


Pemahaman perpustakaan digital dapat dilihat dari definisi mau pun dari segi karakteristiknya. Walaupun
memiliki kesamaan dalam istilah digital, definisi perpustakaan digital tidaklah seragam. Dari segi etimologi,
perpustakaan sebagai kumpulan pustaka (buku), maka sebuah perpustakaan dalam bahasa modern dapat bermakna
kumpulan apa saja misalnya perangkat lunak.
 Pendekatan definisi
Setiap perpustakaan berbeda, setiap perpustakaan digital berlainan dan berbagai penulis mengajukan berbagai
definisi mengenai perpustakaan digital. Misalnya Arms (2000, ) memberikan definisi perpustakaan digital sebagai
berikut:
A managed collection of information, with associated services where the
information is stored in digital formats and accessible over a network. A crucial part of this definition is that
the information is managed
Digital Library Federation dari AS mengatakan bahwa
“Digital libraries are organizations that provide the resources, including
the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to,
interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence
over time of collections of digital works so that they are readily and
economically available for use by a defined community or set of
communities.” http://www.clir.org/diglib/about/strategic.htm.[Akses Oktober 2002) (Greenstein, 2000)
Kumpulan informasi terkelola, dengan layanan terkait tempat
informasi disimpan dalam format digital dan dapat diakses melalui jaringan. Bagian penting dari definisi ini adalah
bahwa informasi tersebut dikelola
Perpustakaan Digital Federasi dari AS mengatakan itu
“Perpustakaan digital adalah organisasi yang menyediakan sumber daya, termasuk
staf khusus, untuk memilih, menyusun, menawarkan akses intelektual ke,
menafsirkan, mendistribusikan, menjaga integritas, dan memastikan kegigihan
dari waktu ke waktu koleksi karya digital sehingga mereka siap dan
tersedia secara ekonomi untuk digunakan oleh komunitas atau kelompok tertentu
komunitas. "
 Perpustakaan elektronik
Dalam berbagai literatur tidak semua pihak menyetujui istilah perpustakaan digital, ada yang menyebutnya
sebagai perpustakaan elektronik (Rowley 1998). Oppenheim (1997) menyatakannya sebagai
An organized and managed collection of information in a variety of media
(text, still image, moving image, sound, or combinatios thereof), but all in digital form.
Koleksi diorganisasi dan dikelola untuk kepentingan populasi pemakai aktual atau potensial, dan lazimnya
distruktur untuk memudahkan akses ke isinya. Biasanya, perpustakaan elektronik meliputi sejumlah alat bantu
teklusur atau navigasi yang akan beroperasi di perpustakaan dan memungkinkan akses ke koleksi infomasi yang
dihubungkan dengan jaringan sedunia (Rowley 1998)
 Perpustakaan hibrida
Penulis lain seperti Corrall & Brewester (1999) berpendapat bahwa
karena perpustakaan digital juga mencakup koleksi cetak yang diwujudkan dalam bentuk data analog maka mereka
menyebutnya sebagai perpustakaan hibrida (hybrid libraries). Rusbridge (1998) mengatakan
Hybrid libraries are designed to bring a range of technologies from
different sources together in the context of a working library, and also to begin to explore integrated systems
and services in both the electronic and print environments
Dengan kata lain pada perpustakaan hibrida, sumber elektrobnik atau artefak digital digunakan bersama-sama
sumber teercetak (heritage materials) sehingga jasa informasi merupakan campuran media tradisional dan media
lebih baru. Anggapan adanya perpustakaan hibrida diperkuat oleh kenyataan bahwa tidak semua perpustakaaan
akan didigitalisasikan sehingga tidak mengherankan bila Bropy (2001) menyebutnya sebagai “complex libraries.”
Keberadaan perpustakaan hibrida bukan merupakan sebuah fase transisi melainkan lebih merupakan model
tersendiri.
 Perpustakaan maya
Istilah yang berkembang ialah perpustakaan maya (virtual library) namun demikian ada yang berpendapat
bahwa secara semantik istilah virtual berbeda dengan istilah digital library (Koeneman 2002). Perpustakaan maya
mencoba menciptaulang pengalaman sebuah perpustakaan dalam format elektronik sedangkan perpustakaan digital
memusatkan pada penciptaan dan akses ke koleksi elektronik (suara, teks atau citra) dengan menggunakan
berbagai teknologi informasi. Koleksi digital memegang peran lebih penting daripada aspek maya atau portal.
 Perpustakaan tanpa tembok (libraries without wall)
Definisi mengarah pada pengertian bahwa pemakai dapat mengakses koleksi di perpustakaan lain di luar dinding
tempat pemakai berada, bahkan dalam beberapa hal pemakai dapat mengunduh[3] (download) teks atau berkas.
Jadi seorang pemakai yang berada di Kendal dapat mengakses koleksi perpustakaan di Jerman atau Pakistan atau
tempat lain.
 Dari segi ciri
Bila dilihat dari segi notion, maka syarat perpustakaan digital bila memenuhi syarat sebagai berikut:
i. Perpustakaan digital merupakan wajah digital dari perpustakaan digital, jadi mencakup koleksi digital dan koleksi
tradisional, disebut pula koleksi media campuran ( Cleveland, 1998)
ii. Perpustakaan digital juga mencakup koleksi materi digital yang eksis di luar batas fisik dan administrative sebuah
perpustakaan digital. Karena itu US Digital Library Federation mennyebutkan perpustakaan digital sebagai
sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa perpustakaan digital, jadi tidak terbatssd pada satu perpustakaan
digital saja
iii. Pemakai yang dapat tersebar dan beranekaragam namun berminat pada koleksi perpustakaan. Perpustakaan
digital melayani komunitas pemakai, namun tidak terbatass pada kawasan administrative sebuah perpustakaan
melainkan meluas ke seluruh dunia.
iv. Tenaga perpustakaan yang kurang berperan dalam pengantaran jasa, menggantinya degan interaksi langsung
dengan pemakai melalui pengembangan jasa digital dan rancangbangun (desain) antarmuka (Chouwdhury,
2008).
Dalam benak masyarakat dan juga pustakawan, bila menjumpai istilah perpustakaan digital maka yang
terbayang ialah bahwa koleksi dan jasa standar perpustakaan telah dialihkan sepenuhnya kedalam bentuk digital
murni (Chouwdhury, 2008). Padahal dalam kenyataan sesungguhnya masih sedikit perpustakaan yang dapat disebut
murni digital. Contoh American Memory pada Library of Congress merupakan sebuah perpustakaan digital namun
Library of Congress sendiri yang menaunginya masih didominasi oleh koleksi nondigital alias dalam bentuk cetak.
Istilah yang tepat ialah perpustakaan hibrida artinya perpustakaan yang merupakan gabungan antara koleksi digital
dengan nondigital, namun karena karena penggunaan sehar-hari sudah melekat ke perpustakaan digital, maka istilah
tersebut yang digunakan dalam abad informasi ini (Deagan and Tanner, 2002; Fox and Urs, 2002; Tedd and Large,
2005) .

Keunggulan perpustakaan digital


Dibandingkan dengan perpustakaan tradisional dalam arti peprustakaan yang terbatas pada gedung atau
ruangan, maka perpustakaan digital memiliki keunggulan sebagai berikut:
i. Tidak memiliki batas fisik. Pemakai perpustakaan digital tidak perlu dating sendiri ke perpustakaan, dia cukup
mengakses informasi dengan syarat ada sambungan Internet;
ii. Ketersediaan akses. Akses informasi ke perpustakaan digital tersedia 24/7;
iii. Multiakses. Sumber yang sama dapat diakses simultan oleh berbagai perpustakaan dan pemakai. Hal ini ada
batasnya menyangkut materi perpustakaan berhak cipta. Pengecualian bila perpustakaan mengembangkan
manajemen hak digital, pada sistem tersebut sumber daya tidak dapat diakses setelah waktu pinjaman lewat atau
bila peminjamkan membuatnya tidak terakseskan. Ini sama saja dengan mengembalikan sumber informasi.
iv. Temu balik. Pemakai dapat menggunakan berbagai ancangan istilah untuk menelusur seluruh koleksi, misalnya
melalui kata, frasa, judul, nama, subjek. Perpustakaan digital mampu menyediakan antarmuka memudahkan
pemakai, memungkinkan pemakai mengklik untuk mengakses sumber daya informasi.
v. Preservasi dan konservasi. Banyak materi perpustakaan yang mendekati tahap kerusakan total. Dapat
dialihbentuk menjadi digital. Sehingga materi perpustakaan yang mendekati kerusakan dapat diselamatkan. Di
segi lain, materi yang sudah didigitalkan akan bermasalah pada masa depan menyangkut perangkat keras dan
perangkat lunak. Hal serupa dengan dokumen lahir digital artinya sejak saat penciptaan sudah berformat digital.
vi. Wikipedia (2011) menyebutkan bahwa perpustakaan digital berpotensi menyimpan lebih banyak informasi karena
memerlukan sedikit ruang untuk menyimpan informasi daripada perpustakaan tradisional yang dibatas dengan
ruang dan tempat penyimpanan. Pendapat tersebut tidak selalu benar karena seorang rekan pernah bercerita
bahwa sebuah perpustakaan tradisional yang berlantai 3 ketika koleksinya didigitalkan berubah menjadi 5 tingkat
karena alat pendigital yang memerlukan ruang penyimpanan

Perpustakaan digital di Indonesia


Bila mengacu ke karangan Bush (1945) maka awal perpustakaan digital di Indonesia dimulai sejak komputer
mulai digunakan di Indonesia. Bila mengacu ke pendapat Bush, maka perintis perpustakaan dimulai pada akhir tahun
1060 an atau awal 1970 an tatkala komputer mulai digunakan untuk automasi dafta majalah yang ada di beberapa
perpustakaan Indonesia.
1. Bila melihat pemahaman perpustakaan digital sebagaimana telah disebutkan di atas, maka dewasa ini di
Indonesia sudah terdapat perpustakaan digital, terutama di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi dan
khusus. Perpustakaan PT rata-rata sudah memiliki situs web dengan laman masing-masing.
2. Kini banyak perguruan tinggi yang mewajibkan mahasiswa menyerahkan karya akhirnya dalam bentuk berkas
lunak (soft files) ke perpustakaan, selanjutnya perpustakaan yang akan memasukkan ke server. Server ini dapat
diakses oleh pihak luar dan akses serta sitiran yang dlakukan pihak luar akan menentukan peringkat universitas
di lingkungan dunia.
3. Perpustakaan menghadapi masalah menyangkut boleh tidaknya dokumen yang ada di server dipindah berkas
atau tidak; bila boleh apa saja yang boleh dipindah teks; bila seluruh dokumen dapat diunduh apa akibatnya.
Tidak semua PT memiliki kebijakan yang membolehkan pemakai mengunduh seluruh dokumen. Yang sudah
melakukannya antara lain ialah Universitas Kristen Petra di Surabaya.
4. Kemungkinan besar terjadinya plagiat. Dengan mudahnya mengunduh dokumen maka probablitas terjadinya
plagiat semakin besar. Bagi PT yang mengizinkan pengunduhan secara bebas, mereka berpendapat bahwa bila
ada karya PT yang dijiplak oleh orang lain, maka hal itu merupakan bukti bahwa karya PT tersebut benar-benar
bagus sehingga dijiplak.. Pustakawan juga menghadapi dilema mengenai penjiplakan ini. Di sebuah PT sangat
terkenal di Jakarta, seorang pustakawan pada tahun 2009 menemukan 8 jiplakan yang sangat bervariasi. Apa
yang dapat dilakukan pustakawan dan perpustakaan PT hanyalah melaporkan hal tersebut ke pimpinan PT,
selanjutnya terserah pada pimpinan PT tindakan apa yang dilakukannya. Lazimnya tindakan yang dilakukan
diam-diam karena menjaga nama baik PT yang bersangkutan.
5. Perubahan perilaku pemakai. Sebenarnya ini tidak terjadi karena eksistensi perpustakaan digital melainkan
akibat (buruk) Internet. Ini terjadi karena generasi Net menghendaki hasil penelusuran yang instan,
6. Perubahan pola pinjam antarperpustakaan. Salah satu contoh ADL (APTIK Digital Library) adalah layanan
perpustakaan bersama dalam bentuk kerjasama antar perpustakaan jaringan perpustakaan APTIK dengan
memanfaatkan teknologi informasi. Anggota ADL saat ini adalah seluruh perpustakaan dari 16 universitas katolik
di seluruh Indonesia. Pinjam antarperpustakaan diselenggarakan melalui pengunduhan dokumen atau fotokopi.
Yang baru ialah pengunduhan dokumen dengan pengiriman berkas elektronik ke pemakai. Mengenai pinjam
antarperpustakaan (PAP) pola pengiriman materi perpustakaan berupa fotokopi hampir berlaku untuk seluruh
Indonesia (Sulistyo, 20)
7. Munculnya generasi baru pemakai.
Keberadaan TI di komputer mulai akhir 1970 an memunculkan generasi pemakai yang baru disebut asli digital
atau digital natives. (Levine & Gavranovic, 2010). Asli digital adalah pemakai yang lahir akhir 1970 an dan
sesudahnya yang terbiasa dengan penggunaan TI. Istilah lain ialah Screenagers dan Millennials. Mungkin
untuk Indonesia cocok bila dikaitkan dengan pemakai yang lahir pada akhir 1980 an mengingat baru pada 1990
an terjadi perubahan besar-besaran di dunia perpustakaan Indonesia dengan meruyaknya Internet si
perpustakaan. Asli digital memiliki ciri, pertama mereka telah terkondisi dengan lingkungan eknologi
digital sehingga selalu mengharapkan tanggapan segera atas telaah (inquiry) informasi (Robinson, 2008).
Kedua mereka memilih akses acak atau nonlinear ke informasi, lebih suka memilih isi berbasis citra daripada
tisi berbasis teks serta sudah terbiasa melakukan beberapa tugas sekaligus. Hal itu dapat diterangkan karena
dalam penelusuran melalui Internet mengunkan pendekatan hypertext artinya tidak mencari secara urut atau
runut melainkan meloncat dari satu topik ke topik lain yang sama. Ketiga,asli digital tidak sabar dengan sarana
yang almbat dan lebih terstruktur untuk mencari informasi, mereka mengharapkan tanggapan yang instan dan
kepuasan instan dengan teknologi yang digunakan.
Lawan dari asli digital adalah pendatang digital (digital immigrants) artinya pemakai yang tidak terbiasa
dengan TI dalam kegiatan sehari-hari. Helsper dan Eynon membuktikan bahwa perbedaan generasi berkaitan
dengan penguasaan TI dapat diatasi. Mereka membuktikan bahwa orang dewasa yang termasuk pendatang
digital dapat menjadi asli digital, terutama dalam bidang pembelajaran, dengan meningkatkan ketrampilan dan
pengalaman dalam interaksi dengan TI (Helsper& Eynon, 2010).
8. Pembelajar jarak jauh (distant learnes)
Di sini yang dimaksud adalah pemakai perpustakaan digital yang dapat dilayani walaupun mereka
berada secara fisik jauh dari perpustakaan (Priyanto, 2011). Di Indonesia, pelayanan semacam ini yang
diwujudkan dalam video pembelajaran, katalog induk untuk pPAP jarak jauh masih belum ada. Priyanto (2011)
menyebutkan adanya cabang perpustakaan umum di mal perbelanjaan (shopping mall) di AS namun untuk
Indonesia yang ada di mal lebih banyak Taman Bacaan Masyarakat, itu pun lebih ditujukan untuk anak-anak.
Dilihat dari segi katalog, maka perpustakaan Universitas Indonesia dan Universitas Brawijaya telah
berhasil menyatukan katalog dari berbagai perpustakaan fakultas ke katalog inuk (universitas) sehingga
pemakai di kampus dapat memeriksa koleksi perpustakaan di bagian lain kampus. Di UGM sudah ada proxy-
server yang melayani kebutuhan pemakai dari kampus.
9. Tugas tambahan mengelola server.
Pengalaman di berbagai universitas, pimpinan Pt mengedarkan surat edaran yang meminta dosen untuk
menyerahkan karyanya ke perpustakaan untuk disimpan di server. Bila dokumen tidak lahir digital maka
diperlukn proses pendigital atau digitalisasi; bila dokumen sudah lahir digital langsung dapat dimasukkan ke
server disertai dengan metada yang diperlukan. Tugas memasukkan ke server merupakan tugas tambahan
yang tidak selalu dianggarkan oleh PT. Maka ada dokumen karya dosen yang belum masuk ke server dan
imbasnya ialah server tidakdapat diakses oleh mesin pencari. Akibat lebih lanjut ialah peringkat PT Indonesia di
Webometrics masih berkutat sekitar peringkat 500 an
Sitiran terhadap karya yang disimpan di server dilakukan oleh mesin pencari Google, Yahoo, Live Search dan
Exalead. Pemeringkatan PT dilakukan oleh Times Higher Education, (sering disingkat THES), Shanghai
Jiaotong University (dikenal Shanghai ranking) dan Webometrics.

Perbedaan dengan PT di luar negeri


Sebenarnya secara individu, pustakawan Indonesia tidak kalah dengan pustakawan asing. Banyak
pustakawan Indonesia lulusan luar negeri yang memiliki kemampuan tidak kalah dengan pustakawan asing. Hanya
saja bila kemampuan tersebut dikaitkan dengan institusi atau perpustakaan, maka pustakawan Indonesia akan jauh
melorot kemampuannya. Perpustakaan PT di Indonesia masih belum memiliki anggaran yang sesuai standar. Pada
banyak perguruan tinggi kelas dunia, anggaran perpustakaan sedikit-dikitnya 5% dari anggaran universitas
sementara Indonesia baru mencantumkan penambahan koleksi sedikit-dikitnya 2% ari koleksi seluruhnya atau
sedikit-dikitnya 200 judul (Standar Nasional Indonesia 2009).
Perpustakaan digital di negara lain sudah mulai menawarkan jasanya ke pemakai seperti Blog, informatika
social semacam Facebook, Twsitetrs.

Tantangan bagi pustakawan


Perpustakaan digital merupakan lingkungan yang menantang bagi pustakawan. Dengan tiadanya jasa fisik yang
diberikan, maka peran pustakawan berubah dari fasilitator antara pemakai dengan sumber day informasi menjadi
fasiltator antara pemakai dengan sistem. Kepustakawanan dapat saja diganti dengan istilah lai n amun etos
utamanya tetap yaitu jasa. Jasa tersebut adalah menyediakan muatan informasi (bahara) dalam cara yang paling
sesuai bagi pemakai.
Tiga faset kepustakawanan adalah isi, jasa dan pemakai. Ada pun aktivitas utama pustakawan menurut Gorman
(2000) adalah:
(1) Seleksi objek fisik dan sumber daya digital
(2) Akuisisi dengan pembelian, , langganan, hadiah, pertukaran dan mengunduh (download) dari internet.
(3) Organisasi dan akses: pengataklogan, klasifikasi, akses informasi terpasang
(4) Preservasi dan konservasi, sumber fisik dan digital.
(5) Jasa dan pelatihan pemakai, termasuk jasa referensi, peminjaman, pelatihan ketrampilan informasi bagi
pemakai.
(6) Manajemen personalia, jasa dan organisasi perpustakaan.
Jasa yang diberikan perpustakaan bagi pemakai dilakukan di dunia fisik (di perpustakaan) mau pun duniadigital.
Jasa dalam dunia digitakll tidak dibataso oleh fisik perpustakaan, isi yang diberikan dapat berbentuk fisik atau
digital, lokal dan/atau jarak jauh dan maya. Sungguh pun demikian jasa perpustakaan tetap berbasis kerangka
sosial dan institusional, dibentuk, dipengaruhi dan dibentuk ulang oleh perubahan sosial dan teknologi. Perubahan
sosial meliputi pterubahan politik, ekonomi, penddidikan, hukum dsb., sedangkan perubahan teknologi dapat
berupaperangkat keras komputer, fasilitas jejaring, perangkat lunak dan teknologi berkaita, alat, standar dll.
Ada pun aktivitas yang diuraikan di bawah ini.
Isi
Meliputi (i) manajemen koleksi termasuk seleksi isi dan akuisis;
(ii) Penciptaan isi meliputi digitalisasi dan atau menunjang penciptaan isi digital oleh pemakai dengan
tangkapan nformasi menggunakan teknologi digital
(iii) Pengorganisasian dan pengolahan muatan isi termasuk klasifikasi, pengatalogan dan pengindeksan;
temu balik informasi; arsitektur informasi dan aktivitas manajemen muatan isi.
(iv) Pengarsipan dan preservasi, artinya semua jenis sumber daya informasi, baik sumber daya fisik mau pun
digital.
Jasa
Aktivitas dan isu jasa berkaitan dengan:
(i) Jasa pemakai, mulai dari peminjaman sampai jasa referensi
(ii) Manajemen dan pemasaran, termasuk manajemen suber daya dan proyek kegiatan, pemasaran
jasa perpustakaan.
(iii) Kebijakan: pembuatan dan/atau implementasi yang sesuai dengan perubahan instiusional dan
sosial,undang-undang dan peraturan baru,
(iv) Pengembangan jasa baru dan terpadu: disain dan pengembangan sistem dan jasa informasi baru
termasuk layanan baru perpustakaan digital, integrasi jasa perpustakaan digital dengan berbagai
bidang aplikasi seperti e-learning, manajemen pengetahuan.
Pemakai
Aktivitas dan/atau isu berkaitan dengan pemakai menyangkut:
(i) Pendidikan dan pelatihan pemakai termasuk pelatihan ketrampilan informasi, dab pelatihan untuk
mempromosikdan dan atau menunjang jasa baru atau yang dimodifikasi.
(ii) Merancangbangun sistem dan jasa beroeintasi pemakai, termasuk disain dan pengembangan jasa
yang cocok untuk ranah dan kelompok pemakai khas dan atau elompok pemakai dengan
kebutuhan informasi khusus.
(iii) Kajian pemakai termasuk survei pemakai dan kajian perilaku informasi pemakai, ketergunaan dan
evaluasi jasa perpustakaan dan informasi.

Hal lain
Pustakawan perlu memahami disain antarmuka, pengetahuan mengenai jenis data dan berkas,temu balik informasi
dan sistem manajemen dokumen dan juga toolkit pemrogramamn Kerjasama dan teamwork menjadi lebih penting
Di samping itu ketrampilan tradisional masihdiperlulaan menyangkut manajemen kleksi, jasa peneydiaan
anggaran dan jasa. Jasareferens kini berubah di samping jasa fisik referens juga jasa referens sambung jarring
Bentuk kontak seperti email, chat, Web 2, informatika sosial seperti Facebook, twitter.
Mengatasi kesenjangan generasi dengan menjadi asli digital di bidang pembelajaran melalui ketrampilan dan
interaksi dengan TI. (Helsper & Eynon, 2010)
Pustakawan Indonesia perlu berubah dengan mengikuti perkembangan dan mungkin sedikit naïf ialah pustakawan
perlu (banyak) membaca. Adalah ironis bahwa pustakawan sering menyelenggarakan program gemar membaca,
namun pustakawan sendiri jarang atau tidak pernah membaca. Tuntutan membaca dalam dunia yang dijejali TI
semakin berat karena Internet sedikit banyak menurunkan kebiasaan membaca. Pemakai Internet sering membaca 4
sampai 5 baris lalu pindah ke materi lain.

Penutup
Sebagai penutup perlu dipahami bahwa apa pun perpustakaan yang dikelola pustakawan Indonesia, apakah
perpustakaan tradisional atau pun perpustakaan digital, hendaknya diingat pesan Lankes (2011) yang mengatakan
bahwa konsep dasar yang menyebutkan

It is founded on the basic concept that knowledge is created through conversation; libraries being in the knowledge
business are therefore in the conversation business. This concept, grounded in theory, leads to a new mission for
librarians: The mission of librarians is to improve society through facilitating knowledge creation in their communities.
Hal itu dilakukan perpustakaan dengan mengacu pada tujuan perpustakaan berupa preservasi, pendidikan, dan
informasi (Cossette, 2009)

Bibliografi
Deagan, M. and Tanner, S. (2002). Digital futures: strategies for the information age.
New York: Neal-Schuman
Fox, E.A. and Urs, S.R. (2002). Digital Libraries. Annual Review of Information Science
and Technology, 36,503-590
Tedd, L.A. and Large, A. (2005). Digital libraries: principles and practice in a global
environment. Amsterdam: K.G. Saur
Arms, William Y. Digital libraries. Cambridge, Mass. : The MIT Press, 2000.
Arnold, S.E. “Marketing electronic information: theory, practice and challenges 1980-
1990,” Annual review of information science and technology, 25, 11990:87-144
Baldwin, C. (1996). “Superjournals deliver the goods,” Library Association Record, 1
(2) : 37-8
Barker, P. (1994). “Electronic libraries: visions of the future,” The electronic library, 12
(4) :221-29
——-. (1996). “Living books and dynamic electronic libraries,” The electronic library 14
(6) :491-501
Batt, C. (1997).Information technology in public libraries. London: Library Association
Publishing
Bush, Vannervar. (1945). “As wer may think.”, Atlantic Monthly July,101-108
Chowdhury, G.G. and Chowdhury, Sudatta. (2002). Introduction to digital libraries.
London: Facet Publishing
Chouwdhury, G.G. (eds).( 2008). Librarianship: an introduction. London: Facet
Publishing
Cleveland, Gary (1998). Digital libraries: definitions, issues and challenges. IFLA UDT
Occasional Paper # 8
http://archiv.ifla.org/VI/5?op/udtop_8/udtop8.htm. Diakses 2 Mei 2011
Cossette, Andre. (2009). Humanism and libraries an essay on the philosophy of
librarianship. Transl. by Rory Liwin. Duluth,Minn.: Library Juicy Press.
DeWitt, Donald L.(1998). Going digital : strategies for access, preservation, and
conversion of collections to a digital format. New York : The Haworth Press
Fajar, Ida F. (2011). Kepustakawanan Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi
dan posisi dikawasan ASEAN. Tak diterbitkan
Halliday, Leah and Oppenheim, Charles. (1999). Economic models of the digital library.
Loughborough: Loughborough University.
Hannah, Stan A. and Michael H. Harris. (1999). Inventing the future : information
services for a new millennium. Stamford, Conn. : Ablex
Hardesty, Larry.(2000). Books, bytes, and bridges : libraries and komputer centers in
academic institutions. Chicago : American Library Association
Helsper, Ellen Johanna and Eynon, Rebecca (2010) “Digital natives: where is the
evidence?” Britsih Educational Research Journal, Ju, 36,3. Abstrak
Hughes, Lorna. (2003). Digitizing collections: strategic issues for the information manager.
London: Facet Publishing
Johnson, Peggy. (2009). Fundamentalis of collection development and management.
Chicago: American Library Association
Johnson, Peggy and Bonnie MacEwan (eds). (1999)Virtually yours : models for
managing electronic resources and services : proceedings of the Joint reference and User Services
Association and Association for Library Ciollections and Technical Services Institue, Chicago, Illinois,
October 23-25, 1997. Chicago, Ill. :American Library Association, 1999.
Lankes, R.D. 2011. The atlas of new librarianship. Cambridge,Mass.: MIT Press and
ACRL.
Lankes, R.D..; Collins, J.W. and Kasowitz,A.s. (2000). Digital reference service in he new
millennium: planning, management and evaluation. New York: Neal-Schuman.
Lee, Stuart D. Digital imaging : a practical handbook. London : Library Association
Publihsing, 2001.
Levine, Emil and Gavranovic, Drahomira. (2010). LIDA 2010: digital libraries and
digital natives,Information Today, 23,24.
www.infotoday.com. Diunduh 30 April 2011
Lynch, C. and Garcia-Molina,H. Interoperability, scaling, and the digital libraries
research agenda : A report on the May 18-19, 1995. IITA Digital Libraries Workshop, August
1995. http://wwwdiglib.standford.edu/diglib/pub/reports/iita-dlw/
main.html
Priyanto, Ida F. (2011). International best practices of library spaces: an exciting
showcase of innovative.
Radford, Marie L. and Connaway, Lyan Silipigni. (2010). Digital natives meet digital
libraries: discovering thir behaviors and preferences for information seeking.
http://we.ffos.hr/lida/datoteke/lida_2010_proceedings.pdf Dipindah berkas 2 Mei 2011
Robinson, Michael. (20080. Digital nature and digital nurture: libraries, learning and
the digital native,Library Management, 12, ½,67-76
Standar Nasional Indonesia (2009): SNI 7330:2009 Perpustakaan perguruan tinggi.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
Sulistyo-Basuki,L. (2007). Interlibrary loan in an archipelago nation: the case study
of Indonesia’s ILL activities with special reference to academic libraries
Tedd, Lucy and Large, . J. Andrew. (2004). Digital libraries: implementation and use
froma global perspectives. London: Saur
Todd, Ross. (2010). The problematic of natives and immigrants.
http://we.ffos.hr/lida/datoteke/lida_2010_proceedings.pdf Pindah berkas, 1
Mei 2011
Wikipedia, the free encyclopedia.”Digital library”.
http:em.wikipedia.org/wiki/Digital_libraries. Diakses 1 Mei 2011

https://digilib.undip.ac.id/v2/2012/07/03/perpustakaan-digital-di-indonesia-sebuah-pandangan/
Definisi Perpustakaan Digital

Ada banyak definisi perpustakaan digital berdasarkan pendapat para ahli atau beberapa lembaga.
Beberapa definisi tersebut adalah:

1. Digital Library Federation di Amerika Serikat memberikan definisi perpustakaan digital sebagai
organisasi-organisasi yang menyediakan sumber-sumber informasi, termasuk staf dengan keahlian
khusus untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasikan, memberikan akses intelektual,
mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karya-karya digital sepanjang waktu
sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih
secara ekonomis dan mudah (Purtini, 2005).

2. Berdasarkan International Conference of Digital Library 2004, konsep perpustakaan digital adalah
sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui
format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan
terhubung dengan jaringan (networks) berkecepatan tinggi. Pustakawan menghadapi tantangan yang
lebih besar dalam mendapatkan, menyimpan, memformat, menelusuri atau mendapatkan kembali, dan
memproduksi informasi non teks. Sistem informasi modern kini dapat menyajikan informasi secara
elektronik dan memanipulasi secara otomatis dalam kecepatan tinggi (Purtini, 2005).

3. Romi Satria Wahono mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu perpustakaan yang
menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan
mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan komputer (Wahono,
1998)

4. William Arms dalam Aji (2007) mengemukakan bahwa perpustakaan digital adalah “kumpulan
informasi yang tertata dengan baik beserta layanan-layanan yang disediakannya, yang disimpan dalam
format digital dan dapat diakses melalui jaringan komputer”.
5. A. Ridwan Siregar (2004:5), mendefenisikan bahwa “Perpustakaan elektronik adalah suatu lingkungan
perpustakaan dimana berbagai objek informasi (dokumen, images, suara dan video-clips) disimpan dan
diakses dalam bentuk elektronik”.

https://sites.google.com/site/perpustakaanfti/teori-perpustakaan-digital/definisi-perpustakaan-digital

Anda mungkin juga menyukai