Oleh:
Ni Nyoman Yuliantini
NIM. 1302006062
Pembimbing:
dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An. KIC
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya maka tinjauan pustaka dengan topik “Efek Nyeri terhadap
Kardiovaskular dan Respirasi” ini dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan tinjauan pustaka ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
1. dr. I Ketut Sinardja, Sp.An, KIC selaku Kepala Bagian/SMF dan dr. I Gede
Budiarta, Sp.An, KMN selaku Koordinator Pendidikan di bagian Ilmu Anestesi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di bagian ini.
2. dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An. KIC selaku pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis.
3. Dokter-dokter residen yang turut membimbing dan memberi masukan yang
bermanfaat kepada penulis.
4. Teman-teman dokter muda dan seluruh pihak yang membantu penulis dalam
penyusunan tinjauan pustaka.
Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari pembaca, sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
respirasi eksternal dan internal.5 Nyeri dapat berdampak terhadap kedua sistem
organ tersebut, misalnya dapat menimbulkan takikardia, hipertensi, kesulitan
bernapas, hingga dapat membuat penderita mudah mengalami atelektasis,
hipoksemia, dan berbagai gangguan kardiovaskular serta respirasi lainnya.3
Tinjauan pustaka ini akan membahas beberapa hal terkait nyeri, fisiologi
kardiovaskular dan respirasi, serta efek nyeri terhadap kardiovaskular dan respirasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
2.1.1 Definisi nyeri
Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain
merupakan bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan.1,3,6 Definisi tersebut mencakup aspek
objektif, yaitu proses fisiologi nyeri, dan subjektif, yaitu emosi dan psikologi.
Respon nyeri sangat bervariasi antar individu maupun pada individu yang sama
dalam waktu yang berbeda.1
Nyeri dapat menimbulkan penderitaan, namun dapat berfungsi sebagai
mekanisme proteksi, defensif, dan penunjang diagnostik. Mekanisme proteksi
memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab
nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh.
Mekanisme defensif yang dimaksud adalah memungkinkan seseorang untuk
immobilisasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga
sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.
Nyeri sebagai penuntun diagnostik karena dengan adanya nyeri pada daerah
tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui.3
2.1.2 Mekanisme nyeri
Trauma akan menyebabkan sel-sel rusak dengan konsekuensi
mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul disekitarnya.
Rangsangan zat-zat algesik tersebut pada reseptor nyeri akan menimbulkan
nyeri.3,5 Reseptor-reseptor nyeri banyak dijumpai pada lapisan superfisial kulit
dan beberapa jaringan di dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi,
otot rangka, dan pulpa gigi.3
Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung bebas serat saraf aferen A delta
dan C. Serat saraf aferen A delta merupakan serat aferen bermielin yang sangat
halus dengan kecepatan transmisi relatif sangat cepat (12-30 m/dt), dan
3
4
1. Nyeri Somatis
a. Nyeri somatis superfisial adalah nyeri karena rangsangan nosisepsi
berasal dari kulit, jaringan subkutan, dan membran mukosa. Nyeri
ini dapat dilokalisir, tajam atau terasa terbakar.
b. Nyeri somatis dalam berasal dari otot, tendon, dan sendi tulang.
Nyeri ini terasa tumpul dan sulit dilokalisir.
2. Nyeri Viseral
Nyeri viseral adalah nyeri karena penyakit atau disfungsi organ internal,
misalnya pleura parietal, perikardium, atau peritoneum. Nyeri ini dapat
dibagi menjadi empat tipe yaitu nyeri viseral terlokalisir, nyeri parietal
terlokalisir, nyeri viseral menjalar, dan nyeri parietal menjalar.
7
3. Jika nyeri belum reda atau menetap, gunakan opioid keras yaitu
morfin
Pasien dengan nyeri kronik dapat mengikuti langkah tangga 1-2-3 dan
nyeri akut mengikuti langkah tangga 3-2-1. Apabila dianggap perlu, pada setiap
langkahnya dapat ditambahkan adjuvan atau obat pembantu. Obat-obat
pembantu (adjuvan) tersebut dapat lebih meningkatkan efektivitas analgesik,
memberantas gejala-gejala yang menyertai, atau kemampuan untuk bertindak
sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.3,4
dipengaruhi oleh aliran darah balik ke jantung dan kontraktilitas otot jantung.
Kontraktilitas otot jantung dipengaruhi oleh:7
a. Aktivitas saraf simpatis, dimana jika aktivitasnya meningkat atau
peningkatan kadar katekolamin akan meningkatkan kontraktilitas.
b. Obat-obat inotropik positif seperti golongan simpatomimetik akan
meningkatkan kontraktilitas.
c. Obat-obat inotropik negatif seperti quinidine, lignokain, tiopenton,
halotan akan menurunkan kontraktilitas.
d. Hipoksia, hiperkapnia, asidemia akan menurunkan kontraktilitas.
e. Integritas ventrikel pada keadaan iskemia atau miopati akan menurunkan
kontraktilitas.
Tahanan pembuluh darah sistemik dipengaruhi oleh diameter internal
pembuluh darah. Diameter internal lumen pembuluh darah dipengaruhi oleh:7
a. Aktivitas saraf simpatis, dimana stimulasi simpatis menyebabkan
vasokonstriksi sedangkan hambatan simpatis menyebabkan vasodilatasi.
b. Elastisitas dinding pembuluh darah.
c. Keadaan endotil pembuluh darah, misalnya edema pada endotil akan
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah sempit.
Aliran darah per unit jaringan, baik dalam keadaan basal atau pada aliran
maksimum bervariasi antar organ. Kecepatan aliran ditentukan oleh tekanan
pendorong, yaitu perbedaan antara tekanan arteri rata-rata atau mean arterial
pressure (MAP), tekanan vena rata-rata atau mean venous pressure (MVP), dan
tahanan terhadap aliran tersebut.5
Aliran = MAP – MVP
Tahanan
MAP = Mean Arterial Pressure
MVP = Mean Venous Pressure
Hipovolemia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara volume dan
kapasitas sirkulasi yang nantinya menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Hal ini
dapat disebabkan karena perdarahan yang banyak, dehidrasi, atau anestesia spinal
tinggi. Hipovolemia dapat menurunkan tekanan pengisian atrium dan menurunkan
curah jantung. Hipotensi akan direspon oleh baroreseptor dengan meningkatkan
10
denyut jantung serta membuat vasokonstriksi. Aliran darah ke otak dan jantung
dipertahankan dengan mengurangi aliran darah ke kulit, otot, dan visera dalam
tubuh. Penurunan perfusi yang lama dan berat akan menyebabkan gagal organ
misalnya gagal ginjal.5
2. Tekanan vena adalah tekanan darah pada dinding pembuluh darah vena yang
dipengaruhi oleh tonus dinding vena dan volume darah yang beredar.7
3. Sirkulasi koroner, dimana aliran darah koroner normal kira-kira 250 ml/menit
atau 5% dari curah jantung. Jumlah oksigen yang dikonsumsi otot jantung pada
waktu istirahat adalah 40 ml/menit atau 15% dari konsumsi oksigen seluruh
tubuh.7
4. Hantaran oksigen adalah laju aliran oksigen ke seluruh jaringan tubuh yang
dipengaruhi oleh kandungan oksigen darah arteri dan curah jantung.7
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Edisi kelima. United States: Mc Graw Hill Education. 2013.
h.1023-39.
2. Goldberg D, McGee S. Pain as a global public health priority. BMC Public Health.
2011;11(1).
3. Mangku G dan Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Dalam:
Wiryana IM, dkk, editor. Jakarta: PT. Indeks. 2010. h.217-26.
4. Ministry of Health Republic of Rwanda. Pain Management Guidelines. 2012.
5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokeran Universitas
Indonesia. 2007.
6. Saccò M, Meschi M, Regolisti G, Detrenis S, Bianchi L, Bertorelli M et al. The
Relationship Between Blood Pressure and Pain. The Journal of Clinical
Hypertension. 2013;15(8):600-605.
7. Mangku G. Diktat Kumpulan Kuliah, Buku I. Denpasar: Universitas Udayana
Fakultas Kedokteran Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi. 2002.
8. Setiyohadi B, Sumariyono, Kasjmir YI, Isbagio H, Kalim H. Nyeri. Dalam: Setiati,
S., dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam. Jakarta Pusat:
Interna Publishing. 2014. h.3115-25.
9. Burton A, Birznieks I, Bolton P, Henderson L, Macefield V. Effects of deep and
superficial experimentally induced acute pain on muscle sympathetic nerve activity
in human subjects. The Journal of Physiology. 2009;587(1):183-193.
10. Berry PH, dkk. Pain: Current Understanding of Assessment, Management, and
Treatments. National Pharmaceutical Council dan Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organizations. 2001.
11. Breivik H. Patients’ subjective acute pain rating scales (VAS, NRS) are fine; more
elaborate evaluations needed for chronic pain, especially in the elderly and
demented patients. Scandinavian Journal of Pain. 2017;15:73-74.
16
12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta: EGC.
2011.
13. Miller R, Pardo M. Basics of Anesthesia. Edisi ke-6. California: Elsevier. 2011.
h.650-3.
14. Aitkenhead AR, Moppett IK, Thompson JP. Textbook of Anaesthesia. Edisi
keenam. China: Churcill Livingstone Elsevier. 2013. h.932-5.
15. Lamont LA, Tranquilli WJ, Grimm KA. Physiology of pain. Management of pain.
2000; 30(4).
17