Anda di halaman 1dari 7

PR dr.

Sutarmawan

1. Batas – batas pada foto thorax

2. Perbedaan stable angina dengan unstable angina


3. Pembentuk sudut pada posisi head up 30 – 45 derajat (semifowler)
4. Penyakit dengan edema paru dan jantung membesar

Edema paru Kardiogenik ec Peningkatan tekanan vena pulmonalis

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi
tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan
nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas
aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1)
tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3)
peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru
(sehingga disebut edema paru overperfusi).

5. Klasifikasi heart failure


PR dr. Dewa

1. Reaksi biokimia darah menjadi melena


Terdapat reaksi antara hemoglobin dengan HCL dan Pepsin
2. Batas antara saluran cerna atas dan bawah
Saluran pencernaan dibagi mjd 2 bagian, pembagian ini didasarkan atas letak organ thd lig.
Treitz (m. suspensorium duodeni) yg terletak pd flexura duodenojejunales yg merupakan
batas antara duodenum dan jejunum.
Saluran cerna atas:
- Cavum Oris
- Pharynx :
o Oropharynx
o Laringopharynx
- Oesophagus
- Gaster
- Intestinum tenue :
o Duodenum
saluran cerna bawah
o Jejunum
o Ileum
- Intestinum crassum :
o Caecum
o Appendix vermiformis
o Colon ascendens
o Colon transversum
o Colon descendens
o Colon sigmoid
o Rectum
o Canalis analis (anus)
3. Patogenesis sirosis hepatis
4. Pengobatan sirosis dan fungsinya, berkaitan dengan patogenesis dan manifestasi klinis
Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, antara lain alkohol dan bahan-
bahan lain yang toksik dihentikan penggunaannya. Jika penyakit hepatitis B diketahui
sebagai etiologi maka dua golongan obat, yaitu interferon (IFN) alfa dan analog
nukleosida merupakan terapi utama. Golongan analog nukleosida, meliputi lamivudin,
adefovir, entecavir, telbivudin, tenofovir dan emtricitabin.5 Apabila etiologi sirosis
hepatis diketahui oleh karena hepatitis C kronik, maka kombinasi interferon dengan
ribavirin merupakan terapi standar.
Pada pengobatan fibrosis hati maka pengobatan antifibrosis pada saat ini lebih
mengarah kepada inflamasi dan tidak terhadap fibrosis. Interferon memiliki aktivitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Metotreksat
dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.2
Upaya konservatif untuk meredakan gejala yang dialami pasien serta pengaturan pola
makan dan pengobatan yang dapat diberikan.
Pada gejala asites maka tirah baring serta diet rendah garam yakni dengan konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari dapat diberikan di awal. Diet rendah garam
dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik dimana awalnya dapat diberikan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari. Apabila pemberian spironolakton tidak
adekuat maka dapat dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Namun apabila asites sangat besar maka dapat dilakukan tindakan parasentesis.
Pengeluaran asites dapat dilakukan hingga 4-6 liter dan untuk mencegah hipovolemik dengan
pemberian albumin.17
Jika terdapat komplikasi berupa ensefalopati hepatik (EH), maka laktulosa merupakan
lini pertama. Pemberian pemberian antibiotik ditujukan untuk menurunkan produksi amonia
dengan menekan pertumbuhan bakteri yang bertanggung jawab menghasilkan amonia.
Antibiotik yang diberikan saat ini adalah rifaximin. Untuk diet protein dapat dikurangi hingga
0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.17
Penanganan varises esofagus sebelum terjadi perdarahan maupun sesudah perdarahan
dapat diberikan obat β-blocker. Waktu perdarahan akut dapat diberikan preparat somatostatin
atau oktreotid kemudian diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.17
Pada komplikasi peritonitis bakterial spontan (PBS) dapat diberikan antibiotik, seperti
sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida. Pengobatan PBS biasanya
menggunakan antibiotik golongan sefalosporin generasi III, seperti sefotaksim secara
parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima hari. Pengobatan selanjutnya berdasarkan pada hasil
kultur dan tes sensitivitas antibiotik terhadap cairan asites.17

Anda mungkin juga menyukai