Anda di halaman 1dari 39

PROFESI KEPENDIDIKAN

BIMBINGAN KONSELING DAN PERAN GURU


DISUSUN
Oleh:

ADE LUTHFIYA (4151121001)

AGHITA REH ULINA.S (4151121003)

AGUSTINA BR. TOHANG (4153121004)

ANISA PASARIBU (4152121003)

ANNISA (4152121002)

KELOMPOK : VI

Fisika Dik A 2015

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ BIMBINGAN KONSELING DAN PERAN GURU “ dengan tepat
waktu. Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas wajib dari mata kuliah
PROFESI KEPENDIDIKAN.
Kami juga mengucapkan terima kasih terutama kepada kedua orang tua
kami yang telah memberikan dukungan moral maupun moril dalam penyelesaian
tugas ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah ini yang telah membantu dan membimbing kami dalam penyusunan tugas
ini. Dan juga kepada teman-teman yang telah membantu kami, sehingga tugas ini
dapat selesai dengan tepat waktu.
Dalam penyelesaian tugas ini, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan tegur sapa, kritik dan
saran yang bersifat membangun dari dosen dan seluruh pembaca, agar dapat
dijadikan pedoman perbaikan untuk penyusunan makalah selanjutnya.

Medan, 16 April 2018

Peyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2

C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

BIMBINGAN KONSELING (Pengertian, Tujuan, Manfaat, Fungsi) ................ 3

A. LANDASAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING ........................... 9

B. ORIENTASI LAYANAN KONSELING .................................................. 15

C. PRINSIP POKOK KONSELING 1. Prinsip- prinsip Umun : .................. 17

D. AZAS- AZAS POKOK KONSELING ...................................................... 19

E. PENGEMBANGAN PROGRAM BK DI SEKOLAH .............................. 22

F. KEBUTUHAN KONSELING KHUSUS DI MASA DEPAN .................. 29

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 35

A. Kesimpulan ................................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan
dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan
dari sebuah sistem pendidikan. Sebagai sebuah sistem, kehadirannya diperlukan
dalam upaya pembimbingan sikap perilaku siswa terutama dalam menghadapi
perubahan-perubahan dirinya menuju jenjang usia yang lebih lanjut.
Permasalahan yang dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak
dapat dihindari meski dengan proses belajar dan pembelajaran yang sangat baik.
Hal tersebut disebabkan oleh karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak
yang disebabkan oleh hal-hal di luar sekolah. Dalam hal ini permasalahan siswa
tidak boleh dibiarkan begitu saja, termasuk perilaku siswa yang tidak dapat
mengatur waktu untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran sesuai apa yang
dibutuhkan, diatur, atau diharapkan. Apabila para siswa tersebut belajar sesuai
dengan kehendak sendiri dalam arti tanpa aturan yang jelas, maka upaya belajar
siswa tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif. Apalagi tantangan kehidupan
sosial dewasa ini semakin kompleks, termasuk tantangan dalam mengelola waktu.
Dalam hal ini jika pengelolaan waktu berdasarkan kesadaran sendiri maupun
arahan pihak lain tidak dilakukan dengan disiplin maka semuanya akan menjadi
kacau. Demikian pula dengan kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses belajar
dan pembelajaran yang dipadukan dengan aktifitas lain dalam kehidupan sehari-
hari. Disinilah kehadiran bimbingan dan konseling diperlukan untuk
mendampingi mereka.
Tanggung jawab guru adalah membantu peserta didik (siswa) agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi pesrta didik
yang harus dikembangkan bukan hanya menyangkut masalah kecerdasan dan
keterampilan, melainkan menyangkut seluruh aspek kepribadian. Sehubungan
dengan hal tersebut, guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pemahaman atau
kemampuan dalam bidang belajar dan pembelajaran tetapi juga dalam bidang
bimbingan dan konseling. Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang

1
dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing
yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbingnya. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling, guru
diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembangan peserta didik, baik
yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun mental spiritual.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa layanan
bimbingan dan konseling di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab guru
bimbingan dan konseling. Kehadiran dan peran guru kelas maupun guru mata
pelajaran dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan
agar layanan bimbingan dan konseling itu dapat berlangsung dengan baik dan
dapat membuahkan hasil maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Pembahasan
berikut akan mengurai tentang peran guru dalam penyelenggaraan bimgingan dan
konseling di sekolah, peran kepembibingan guru dalam proses pembelajaran, dan
teknik membantu siswa bermasalah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal-hal yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu:
1. Apa sajakah peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling
2. Dan bagaimanakah peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui apa saja peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan
Konseling.
2. Mengetahui bagaimana peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan
Konseling.

2
BAB II
PEMBAHASAN
BIMBINGAN KONSELING (Pengertian, Tujuan, Manfaat, Fungsi)
1. Bimbingan

Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki
mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,
memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa
depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman
Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-
anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan
adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar
individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam
McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa
bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih
mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendir

2. Konseling

3
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka
antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar.
Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang,
dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi
maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan
masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
(Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu
hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien.
Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun
kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu
klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya,
sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.

3. Tujuan
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli
adalah:
 Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah,
tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
 Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
 Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif
antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan
(musibah), sertadan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan
ajaran agama yang dianut.
 Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan
konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan;
baik fisik maupun psikis.
 Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

4
 Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
 Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai
orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa
tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap
tugas atau kewajibannya.
 Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang
diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau
silaturahim dengan sesama manusia.
 Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik
bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
 Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

A. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
adalah :
 Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami
berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang
dialaminya.
 Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca
buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran,
dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
 Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
 Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan
mempersiapkan diri menghadapi ujian.
 Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,
seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri
dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi
tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
 Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

B. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :

5
 Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait
dengan pekerjaan.
 Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang
menunjang kematangan kompetensi karir.
 Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam
bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi
dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
 Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)
dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang
menjadi cita-cita karirnya masa depan.
 Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut,
lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
 Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang
kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan
minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
 Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila
seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus
mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir
keguruan tersebut.
 Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau
kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat
yang dimiliki.

4. Fungsi
a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli
agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
b. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya

6
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini,
konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri
dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
c. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya
lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan
konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi
sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan
melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam
upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik
bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial,
diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming),home room, dan
karyawisata.
d. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat
kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli
yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial
teaching.
e. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan
memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat,
keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini,
konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar
lembaga pendidikan.
f. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan
kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai
konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan
konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun
bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.

7
g. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif.
h. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan
bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan)
terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki
perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau
kehendak yang produktif dan normatif.
i. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang
seluruh aspek dalam diri konseli.
j. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari
kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri.
Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.

5. Manfaat
a. Bimbingan konseling akan membuat diri kita merasa lebih baik, merasa lebih
bahagia, tenang dan nyaman karena bimbingan konseling tersebut membantu kita
untuk menerima setiap sisi yang ada di dalam diri kita.
b. Bimbingan konseling juga membantu menurunkan bahkan menghilangkan
tingkat tingkat stress dan depresi yang kita alami karena kita dibantu untuk
mencari sumber stress tersebut serta dibantu pula mencari cara penyelesaian
terbaik dari permasalahan yang belum terselesaikan itu.
c. Bimbingan konseling membantu kita untuk dapat memahami dan menerima
diri sendiri dan orang lain sehingga akan meningkatkan hubungan yang efektif
dengan orang lain serta dapat berdamai dengan diri sendiri.
d. Perkembangan personal akan meningkat secara positif karena adanya bimbinga
konseling.

8
A. LANDASAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan


faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan
konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu
membutuhkan pondasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak
memiliki pondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan
ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak
didasari oleh pondasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (konseli).

Landasan bimbingan dan konseling meliputi beberapa landasan antara lain


yaitu landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial
budaya, landasan ilmiah dan teknologis, dan pedagogis.

c. Landasan filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa yunani : philos berarti cinta
dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Lebih luas kamus Webster New Universal memberikan pengertian
bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses
berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hokum-hukum
dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan
kenyataan termasuk kedalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika
dan lain sebagainya. Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat
memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam
melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.

1. Hakikat Manusia
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor Frankl,
Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno dan Erman
Amti, 2004:140) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan
ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila
dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

9
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup
berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-
tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji
secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya
sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana
apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

2. Landasan Religius
Dalam landasan religius Bimbingan dan Konseling diperlukan penekanan
pada 3 hal pokok, yaitu; (1) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah
mahluk tuhan, (2) Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan
manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan (3) Upaya
yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana
dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah
agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-
sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal
negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan
tersebut pada hal-hal positif.
2. Sikap Keberagamaan
Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat
menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama
difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman
penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua,

10
menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan
dunia dan akhirat.
3. Peranan Agama
Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak
dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak
mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam
konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi
memelihara fitrah, memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan.

3. Landasan Psikologis
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman
tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat
penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien
yang perlu di ubah atau dikembangkan apabila hendak mengatasi masalah-
masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang
dikehendakinya.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, sejumlah aspek
psikologi yang perlu dikuasai oleh para pembimbing (konselor) meliputi:
1. Motif dan motifasi
2. Pembawaan dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar, balikan dan penguatan
5. Kepribadian

4. Landasan Pedagogis
Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan artinya ketika
seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia
sedang mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan
(mendidik) berarti ia sedang memberikan bimbingan.

Landasan pedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya


berkaitan dengan : (1) pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan
bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) pendidikan
sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan (3) pendidikan lebih lanjut
sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.

11
5. Landasan Sosial Budaya
Kebudayaan akan bimbingan timbul karena terdapat faktor yang
menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup. Faktor-faktor
tersebut seperti perubahan kontelasi keuangan, perkembagan pendidikan, dunia-
dunia kerja, perkembangan komunikasi dll (Jonh), Pietrofesa dkk, 1980; M. Surya
& Rochman N, 1986; dan Rocman N, 1987).

1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya


MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak
hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup,
tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya
sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan,
kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh
memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup
warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya
lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh
individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis
pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-kelompok yang
dimasukinya.

2. Bimbingan dan Konseling Antara Budaya


Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin
timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya yaitu sumber-sumber
berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip,
kecenderungan menilai, dan kecemasan. Perbedaan dalam latar belakang ras atau
etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam
hubungan konseling. Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk, 1976
(dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004;175) tentang berbagai aspek konseling
budaya antara lain:

a. Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada
diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
b. Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi
terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
c. Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil
konseling tersebut

12
d. Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar
budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
e. Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor
terhadap proses komunikasi
f. Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta
pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
g. Makin klien (antarbudaya) kurang memahami proses konseling, makin perlu
konselor atau program konseling antarabudaya memberikan
pengarahan/pengganjaran/latihan kepada klien (antarbudaya) itu tentang
ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer
(mempergunakan keterampilan tertentu pada situasi-situasi yang berbeda).

6. Landasan Ilmiah dan Teknologis


Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan
dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional
yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sehingga bimbingan dan konseling diharapkan semakin kokoh. Dan
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.yang berkembang pesat. Disamping
itu penelitian dalam bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan
yang yang segar dalam perkembangan bimbingan dan konseling yang
berkelanjutan.

1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling


Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai
layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai obyek
kajiannya sendiri, metode pengalihan pengetahuan yang menjadi ruang
lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Obyek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang
diberikan kepada individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi
pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan/ pengembangan. Dalam
menjabarkan tentang bimbingan dan konseling dapat digunakan berbagai cara/
metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis document (Riwayat hidup,
laporan perkembangan), prosedur teks penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya mengenai obyek kajian bimbingan dan konseling merupakan
wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.

13
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat multireferensial,
artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Misalnya ilmu statistik dan
evaluasi memberikan pemahaman dan tehnik-tehnik. Pengukuran dan evaluasi
karakteristik individu; biologi memberikan pemahaman tentang kehidupan
kejasmanian individu. Hal itu sangat penting bagi teori dan praktek bimbingan
dan konseling.
3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi
dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun
pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila
pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian
dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling
menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan
bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan
penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan
dengan Bimbingan dan Konseling.

7. Landasan Yuridis-Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan
perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan
konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman
lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Indonesia.
1. Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu :
a. Layanan Manajemen dan supervise
b. Layanan pembelajaran
c. Layanan bimbingan dan penyuluhan
2. UU No. 2 tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan
atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
3. PP No. 28 dan 29 tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan adalah
bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh Guru Pembimbing.
4. Keputusan Men PAN No. 84 tahun 1993. Tentang jabatan fungsional guru dan
angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program
bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan
program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut

14
pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung
jawabnya.
5. UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dnegan
kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
6. PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan tentang
standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.
7. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam
struktur KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga
kependidikan.
8. Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan BK
dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur
pendidikan formal.
9. Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15. Salah
satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk
memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan…
melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor.
10. Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1 ayat 1. Tentang standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor. Untuk dapat diangkat sebagai konselor
seseornag wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
yang berlaku secara nasional.

B. ORIENTASI LAYANAN KONSELING


Yang dimaksud dengan orientasi disini ialah pusat perhatian atau titik
berat pandangan. Menurut Prayitno, 2004 ada tiga orientasi yaitu :
1. Orientasi perorangan
Orientasi perorangan maksudnya adalah guru pembimbing dalam kegiatan
bimbingan dan konseling selalu menitikberatkan pandangannya pada siswa secara
individual. Satu persatu siswa yang menjadi tanggung jawab guru pembimbing
perlu mendapat perhatian, dikenali secara perorangan dan didekati serta dilayani
secara perorangan. Guru pembimbinglah orang atau pendidik disekolah yang
paling mengetahui siapa, bagaimana, mengapa siswa asuhnya secara perorangan
guru pembimbinglah yang paling dekat dan paling peduli kepada siswa asuhnya.
Sehubungan dengan orientasi dalam pimbingan dan konseling ada
beberapa kaidah atau ketentuan yang perlu diketahui, prayitno (1994)
mengemukakan sebagai berikut :

15
a. semua kegiatan yang di selenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan
konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu
yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan
individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya dan
kemampuan-kemampuan potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk
membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya
itu kearah pengembangannya yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara
individu.
d. Merupakan tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan
perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan
kebutuhan klien secepat mungkin.

2. Orientasi perkembangan
perkembangan individu merupakan konsep inti serta menjadi tujuan dari
segenap layanan bimbingan dan konseling. Ivey dan Rigazio-digilio (dalam
prayitno 1994 : 240)menekankan bahwa orientasi perkembangan merupakan ciri
khas yang menjadi inti gerakan bimbingan.
Merupakan suatu kewajiban bagi guru pembimbing di sekolah untuk
mendorong, meransang dan meningkatkan perkembangan siswa, meransang dan
hendaknya peduli terhadap perkembangan siswa yang optimal secara
peroranganlah yang menjadi tujuan upaya guru pembimbing untuk semua siswa
asuhnya.

3. Orientasi permaslahan
Diketahui dan diyakini bahwa perjalanan hidup manusia dan proses
perkembangannya ternyata tidak mulus, banyak mengalami hambatan dan
rintangan. Padahal tujuan umum bimbingan dan konseling sejalan dengan tujuan
hidup dan perkembangan itu sendiri yaitu kebahagian. Hambatan dan rintngan

16
dalam perjalan hidup pastilah akan menganggu tercapainya kebahagian itu. Oleh
sebab itu kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan perlu diwaspadai.
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengentasan. Sehubungan dengan kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah maka guru pembimbing sebagai orang yang bertanggung
jawab dalam perkembangan siswa memperhatikan permasalahan siswa asuhnya
secara perorangan terutama yang sedang dialami siswa. Jika siswa bermasalah,
guru pembimbing bertanggung jawab membantu pengentasannya. Jika ia tidak
bermasalah, guru pembimbing tetap waspada melakukan berbagai upaya
pencegahan agar siswa tersebut tidak mengalami masalah. Guru pembimbing
teramat peduli terhadap permasahan seluruh siswa asuhnya secara perorangan.
Semua masalah yang di alami oleh siswa secara peroramgan tertangani secara
baik oleh guru pembimbing. Guru pembimbingan adalah “sang pembebas” bagi
setiap siswa asuhnya : orang yang paling terpercaya dan yang paling diharapkan
untuk memberikan “pencerahan” manakala siswa mengalami keadaan suram.
Gurupembimbing adalah tumpuan harapan, mana kala siswa menalami kebuntuan,
kegoncangan atauppun keputusasaan.

C. PRINSIP POKOK KONSELING


1. Prinsip- prinsip Umun :
 Karena bimbingan ini berhubungan dengan sikap dan tingkah laku
individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk
dari segala aspek keperibadian yang unik dan ruwet karena dipengaruhi
oleh pengalaman-pengalaman.
 Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-
individu yang dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan
 Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
 Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan pada
individu atau lembaga yang mampu dan berwenang ,melakukannya.

17
 Bimbingan harus dimulai dengan indentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang
dirasakan oleh individu yang dibimbing.
 Bimbingan harus flexibel sesuai dengan program pendidikan di sekolah
yang bersangkutan.
 Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas
yang memliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup
bekerjasamadengan pembantunya serta dapat dan bersedia menggunakan
sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.
 Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian yang
teratur untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang di
peroleh serta penyesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang
dirumuskan terdahulu.
3. Prisip-Prisip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan.
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik
secara perorangan maupun kelompok. Individu itu sangat bervariasi misalnya
dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga,
kedudukan, pangkat dan jabatannya, ketertarikannya terhadap suatu lembaga
tertentu, dan variasi-variasi lainya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu
yang satu berbeda dengan yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik.
Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya
adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata
dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung
terdahulu, sikap dan tingkah laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek
kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan
keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta dalam
perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip
bimbingan dan konselinng sebagai berikut :

1) bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang


umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu
yang terbentuk dari berbgai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh

18
karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan
kekompleksan pribadi individu.
3) Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan
kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami, keunikan setiap
individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
4) Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung
faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan dan pola-pola
tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan
konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap
segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek
perkembangan individu.
5) Meskipun individu yang satu dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai
hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka
upaya yang bertujuan memberikan bantuan/ bimbingan kepada individu-individu
tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, ataupundewasa.

D. AZAS- AZAS POKOK KONSELING


1. Asas kerahasiaan
Pelayanan bimbingan dan konseling ada kalanya berhubungan dengan
klien yang mengalami masalah. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam
kegiatan bimbingan konseling kadang-kadang klient harus menyampaikan hal-hal
yuang sangat pribadi/ rahasia, kepada konselor, oleh karena itu konselor harus
menjaga kerahasiaan data yang diperolehnya dari klientnya. Bagi klien yang
bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan
bantuan dari orang yang dapat memnyimpan kerahasian masalah yang
dihadapinya. Oleh karena itu segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada
konselor tidak boleh disebarluaskan kepada pihak lain. Jika asas ini benar-benar
dilaksanakan oleh konselor, maka konselor akan mendapat kepercayaan dari
semua pihak dan mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling
dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya ,jika konselor tidak dapat memegang asas
kerahasiaan ini dengan baik,maka hilanglah kepercayaan klien terhadap

19
konselor,sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat atau
diterima di hati klien dan para calon klien.

2. Asas kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar
kesukarelaan,baik dari pihak konselor maupun klien.Dengan ini keberhasilan
pelayanan bimbingan dan konseling akan tercapai.kesukarelaan itu ada pada
konselor maupun pada klien. Artinya klien secara sukarela tanpa cara terpaksa
mau menyampaikan masalah yang ditanganinya dengan mengungkapkan secara
terbuka hal-hal yang dialaminya,serta mengungkapkan segenap fakta,data dan
seluk beluk yang berkenaan dengan masalah yang dialaminya. Sementara
konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dnegan tidak terpaksa,atau
dengan kata lain konselor memberikan bantuan dnegan ikhlas.

3. Asas keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana
keterbukaan,baik dari pihak konselor maupun klien. Keterbukaan ini bukan hanya
sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari
itu,diharapkan masing pihak yang bersangkutan bersedia buka diri untuk
kepentingan masalah.individu yang membutuhkan bimbngan diharapakan dapat
berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga
dengan keterbukaan ini penelahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan
kelemahan klien dapat dilaksanakan.
Keterusterangan si klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan
asas kerahasiaan dan kesukarelaan maksudnya klien betul- betul mempercyai
konselor dan benar – benar mengharapakan bantuan dari konselornya.
Keterbukaan disisni ditinjau dari 2 arah .dari pihak klien diharapakan pertama-
tama membuka diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh
orang lain(dalam hal ini orang konselor)dan yang kedua mau membuka diri
dalam arti mau menerima saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak
konselor keterbukaan terwujud dengan kesedian konselor menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari klien dan mengunkapkan diri konselor sendiri jika hal itu

20
memang di kehendaki oleh klien.dalam hubungan suasana seperti itu masing-
masing pihak bersifat transparan(terbuka)terhadap pihak lainya.dengan
keterbukaan ini penelahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan
kelemahan klien semakin muda dipahami.

4. Asas kekinian
Masalah klien yang ditangani melalui kegiatan dan bimbingan dan
konseling adalah masalah – masalah yang sedang dirasakan,bukan masalah yang
pernah dialami pada masa lampau,dan juga bukan masalah yang mungkin dialami
di masa yang akan datang .apabila ada hal tertentu yang menyangkut masa lampu
dan atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan
yang sedang di selenggrakan itu,pembahasan tersebut hanyalah merupakn latar
belakang dan atau latar depan dari maslah yang dihadapi sekarang,sehingga
masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan.dalam usaha bersifat
pencegahan,pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu
dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang tidak baik dapat di hindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-
jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor
hendaklah segera memberi bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda
memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus mendahulukan
kepentingan klien dari pada yang lainnya. Jika konselor benar-benar memiliki
alasan yang kuat untuk tidak memberi bantuannya maka harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk
kepentingan klien.

5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat
berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain atau konselor. Ciri-ciri pokok
dari individu yang setelah dibimbing dan dapat mandiri adalah sebagai berikut:
1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagai mana adanya
2. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis

21
3. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri
4. Mengarahkan diri sendiri sendiri sesuai keputusan itu
5. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi,minat,dan kemampuan
yang dimilikinya
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah di sesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari.
Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses
konseling,dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien. Dengan
demikian,maka para konselor hendaknya senantiasa berusaha menghidupkan
kemandirian pada diri klien,bukan justru menghidupkan ketergantungan klien
pada konselor.

E. PENGEMBANGAN PROGRAM BK DI SEKOLAH

1. Pengembangan Program BK
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terencana
berdasarkan pengukuran kebutuhan (need asessment) yang diwujudkan dalam
bentuk program bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling di
sekolah dapat disusun secara makro untuk 3 (tiga) tahun, meso 1 (satu) tahun dan
mikro sebagai kegiatan operasional dan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan
khusus. Program menjadi landasan yang jelas terukur layanan profesional yang
diberikan oleh konselor di sekolah. Program bimbingan dan konseling disusun
berdasarkan struktur program dan bimbingan dan konseling perkembangan.

2. Komponen (Struktur) Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis
layanan, yaitu : (a) layanan dasar bimbingan; (b) layanan responsif, (c) la- yanan
perencanaan individual, dan (d) layanan dukungan sistem. Keterkaitan keempat
komponen program bimbingan dan konseling ini dapat digambarkan pada gambar

22
Gambar 1. Komponen Program BK

a. Layanan Dasar Bimbingan


1) Pengertian
Layanan dasar bimbingan diartikan sebagai “proses pemberian bantuan
kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu
perkembangan dirinya secara optimal”.
2) Tujuan
Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka
dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan
dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar : (1) memiliki kesadaran
(pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial
budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk
mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi
penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi
kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam
rangka mencapai tujuan hidupnya.

23
3) Materi
Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada siswa disajikan materi layanan
yang menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini
berkaitan erat dengan upaya membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Materi layanan dasar bimbingan dapat diambil dari berbagai
sumber, seperti majalah, buku, dan koran. Materi yang diberikan, disamping
masalah yang menyangkut pengembangan sosial-pribadi, dan belajar, juga materi
yang dipandang utama bagi siswa SLTP/SLTA, yaitu yang menyangkut karir.
Materi-materi tersebut, di antaranya : (a) fungsi agama bagi kehidupan, (b)
pemantapan pilihan program studi, (c) keterampilan kerja profesional, (d)
kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan,
(e) perkembangan dunia kerja, (f) iklim kehidupan dunia kerja, (g) cara melamar
pekerjaan, (h) kasus-kasus kriminalitas, (i) bahayanya perkelahian masal
(tawuran), dan (j) dampak pergaulan bebas. Materi lainnya yang dapat diberikan
kepada para siswa adalah sebagai berikut:
 Pengembangan self-esteem.
 Pengembangan motif berprestasi.
 Keterampilan pengambilan keputusan.
 Keterampilan pemecahan masalah.
 Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi.
 Memahami keragaman lintas budaya.
 Perilaku yang bertanggung jawab.

b. Layanan Responsif
1) Pengertian
Layanan responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang
memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”.
2) Tujuan
Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi
kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa
yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya.

24
Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk
mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul
segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan
atau masalah pengembangan pendidikan.
3) Materi
Materi layanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan
siswa. Masalah dan kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk
memahami tentang suatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan
dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan untuk memperoleh informasi
tentang bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas dan
sebagainya.
Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang
dialami atau dirasakan mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat
perkembangan dirinya yang positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau
gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Masalah siswa pada
umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui
gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala masalah) yang mungkin dialami siswa di antaranya : (a)
merasa cemas tentang masa depan, (b) merasa rendah hati, (c) berperilaku
impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya
secara matang), (d) membolos dari sekolah, (e) malas belajar, (f) kurang memiliki
kebiasaan belajar yang positif, (g) kurang bisa bergaul, (h) prestasi belajar rendah,
(i) malas beribadah, (j) masalah pergaulan bebas (free sex), (k) masalah tawuran,
(l) manajemen stress, dan (m) masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan
cara menganalisis data siswa, baik yang bersumber dari inventori tugas-tugas
perkembangan (ITP), angket siswa, wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir
siswa, leger, psikotes dan daftar masalah siswa atau alat ungkap masalah (AUM).

25
c. Layanan Perencanaan Individual
1) Pengertian
Layanan ini diartikan “proses bantuan kepada siswa agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa
depannya berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya”.
2) Tujuan
Layanan perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1)
memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan
tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan
kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya
memfasilitasi siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana
pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau
materi perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk
memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan
demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh
siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas
perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa.
Melalui layanan perencanaan individual, siswa dapat:
 Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan
karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan
atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan
masyarakatnya.
 Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian
tujuannya.
 Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
 Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
3) Materi
Materi layanan perencanaan individual berkaitan erat dengan
pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Materi pengembangan

26
aspek (a) akademik meliputi : memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran
tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (b) karir
meliputi : mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan
pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (c)
sosial-pribadi meliputi : pengembangan konsep diri yang positif, dan
pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

d. Layanan Dukungan Sistem


Ketiga komponen program, merupakan pemberian layanan BK kepada
siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen
layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung memberikan bantuan
kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Dukungan
sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui
pengembangan profesinal; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru,
staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian
dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990).
Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam
memperlancar penyelenggaraan layanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik
lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di
sekolah. Dukungan sistem ini meliputi dua aspek, yaitu : (1) pemberian layanan,
dan (2) kegiatan manajemen.
1) Pemberian Layanan Konsultasi/Kolaborasi
Pemberian layanan menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor)
yang meliputi (a) konsultasi dengan guru-guru, (b) menyelenggarakan program
kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (c) berpartisipasi dalam
merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (d) bekerjasama dengan personel
sekolah lainnya dalam rangka mencisekolahakan lingkungan sekolah yang
kondusif bagi perkembangan siswa, (e) melakukan penelitian tentang masalah-
masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling.
2) Kegiatan Manajemen

27
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui
kegiatan-kegiatan (a) pengembangan program, (b) pengembangan staf, (c)
pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
Secara operasional program disusun secara sistematis sebagai berikut :
 Rasional berisi latar belakang penyusunan pogram bimbingan didasarkan
atas landasan konseptual, hukum maupun empirik
 Visi da misi, berisi harapan yang diinginkan dari layanan Bk yang
mendukung visi , misi dan tujuan sekolah
 Kebutuhan layanan bimbingan, berisi data kebutuhan siswa, pendidik dan
isntitusi terhadap layanan bimbingan. Data diperoleh dengan
mempergunakan instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan
 Tujuan, berdasarkan kebutuhan ditetapkan kompetensi yang dicapai siswa
berdasarkan perkembangan
 Komponen program: (1) layanan dasar, program yang secara umum
dibutuhkan oleh seluruh siswa pertingkatan kelas; (2) layanan responsif,
program yang secara khusus dibutuhakn untuk membatu para siswa yang
memerlukan layanan bantuan khusus; (3) layanan perencanaan individual,
program yang mefasilitasi seluruh siswa memiliki kemampuan mengelola
diri dan merancang masa depan; dan (4) dukungan sistem, kebijakan yang
mendukung keterlaksanaan program, program jejaring baik internal
sekolah maupun eksternal
 Rencana operasional kegiatan
 Pengembagan tema atau topik (silabus layanan)
 Pengembangan satuan layanan bimbingan
 Evaluasi
 Anggaran
Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan konseling dengan
memperhatikan kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik untuk
memfasilitasi pelayanan perkembangan siswa secara optimal dalam pembelajaran
dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi sekolah. Program yang telah

28
disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat dinas agar
terkembang jejaring layanan yang optimal.
Terkait dengan peran pengawas sekolah, pengawas dapat melakukan
pembinaan dan pengawasan “apakah sekolah memiliki program bimbingan dan
konseling?”. Pimpinan sekolah dan personil bimbingan (guru
pembimbing/konselor) harus didorong untuk menyusun program bimbingan. Jika
program sudah ada personil bimbingan dan pimpinan sekolah didorong untuk
melakukan kajian apakah program sudah memfasilitasi kebutuhan peserta didik
dan mendukung ketercapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Pengawas juga
mendorong pimpinan sekolah dan konselor untuk menyampaikan program pada
rapat dinas sekolah sehingga semua pendidik di lingkungan sekolah mengetahui,
memahami dan dapat mengembangkan jejaring dalam peran fungsinya masing-
masing.

F. KEBUTUHAN KONSELING KHUSUS DI MASA DEPAN


Dengan dicantumkannya konselor sebagai salah satu tenaga pendidik pada
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) Pasal 1 ayat 13, merupakan salah satu indikator bahwa konselor
sebagai salah satu profesi kiprahnya mulai diterima masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, tonggak yang bersejarah ini harus dimanfaatkan dan dijadikan
landasan kuat dalam melakukan evaluasi diri sebagai bagian dari upaya
membangun profesi yang profesional.
Orientasi kinerja profesional tidak bisa lepas dari perkembangan
kehidupan profesi masa lalu, sekarang dan tantangannya di masa depan. Karena
itu sudah sepantasnya apabila telaahan bukan hanya difokuskan kepada hal-hal
yang bersifat praktis dan dukungan sistem kehidupan saat ini, melainkan sampai
kepada aspek-aspek yang membungkus profesi konselor untuk tetap eksis dan
lebih maju daripada masa lalu bahkan daripada profesi yang lainnya.

Dalam kaitannya dengan tataran evaluasi dan pengembangan profesi konselor


itulah, makalah ini berusaha mengkaji berbagai aspek yang memiliki keterkaitan
dengan:
1) Peluang dan Tantangan Abad Komunikasi dan Teknologi Informasi;

29
2) Pemaknaan Life Skill dan Belajar Sepanjang Hayat;
3) Diversifikasi Kebutuhan Layanaan Konseling;
4) Profesionalisasi dan Deprofesionalisasi Konseling.
Kajian mengenai aspek-aspek tersebut di atas, diakhiri dengan implikasi
kompetensi dan aspek etis yang perlu dimiliki seorang konselor dengan harapan
mampu memberikan wawasan dan warna yang lebih jelas bagi anggota profesi
konselor dalam menekuni kinerja profesionalnya.

A. Peluang dan Tantangan Abad Komunikasi dan Teknologi Informasi


Abad 21 sering dikatakan sebagai era globalisasi. Dekade ini memberikan
nilai-nilai dan dampak baru bagi tatanan kehidupan manusia pada umunnya.
Demikian pula dalam kehidupan kebudayaan terjadi perubahan citra dengan
adanya kebudayaan global yang mendesak dan menggoyang sendi-sendi budaya
lokal. Ditopang dengan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin
canggih, umat manusia benar-benar menjadi satu. Nampaknya tidak ada lagi
sudut-sudut wilayah bumi yang tersekat dan terisolasi berkat kemajuan teknologi
informasi dan kemunikasi itu. Kini umat manusia bukan lagi berbicara jarak
antara suatu negara dengan negara lainnya yang dihitung dalam satuan hari atau
jam melainkan dalam hitungan detik karena cybernet dan cybernation (Sunaryo
Kartadinata, 2002).
Dengan keadaan dunia tanpa batas, perdagangan bebas, dan dunia yang
terbuka mendorong manusia untuk lebih saling mengenal satu sama lain, lebih
saling mengenal kemampuan suatu bangsa, mengetahui kekayaan dan kebudayaan
bangsa lain, maka dengan sendirinya manusia semakin memperoleh pengetahuan
yang lebih banyak dan luas.
Berdasarkan peluang dan tantangan tersebut di atas, globalisasi membawa
nilai-nilai baru yang perlu diterjemahkan oleh semua pihak, termasuk konselor
agar nilai-nilai itu dapat mendorong terwujudnya dan tercapainya kehidupan
manusia yang lebih berkualitas dan bermakna. Sebab bila kita hanya bangga
dengan keterbukaan yang membawa kemajuan bidang komunikasi, teknologi
informasi, sumber energi dan alternatif bahan barunya, tetapi tidak merasa
tersentak dan “berpikir panjang” dengan keadaan yang mendorong munculnya

30
kesukuan, terorisme, kesenjangan Barat dan Timur, eksploitasi sumber daya alam
yang berlebihan, kerusakan lingkungan dan kebebasan yang kebablasan, maka
tidak menutup kemungkinan manusia hanya akan menjadi korban kemajuan serta
tidak pernah memahaminya bahkan menikmati kemajuan itu. Oleh sebab itu
wajar bila Moch. Djawad Dahlan (2002), mengingatkan bahwa pengembangan
sumber daya manusia pada hakikatnya bertumpu pada keunggulan akhlak dan
moral bangsa. Jika pada bidang akhlak ini cukup berhasil, kita akan mudah
mengembangkan keunggulan di bidang lainnya. Senada dengan hal itu H.A.R.
Tilaar (1999) mengemukakan bahwa untuk menyikapi keadaan ini diperlukan
munculnya manusia yang memiliki sifat keunggulan. Baik keunggulan secara
individualistik maupun keunggulan partisipatoris. Keunggulan partisipatoris
adalah keunggulan manusia yang mampu menggali dan mengembangkan
potensinya untuk mencari jalan terbaik dan mampu survive dalam kemajuan dan
persaingan yang semakin tajam. Bukan berarti bahwa mereka memiliki kebebasan
untuk membunuh potensi manusia yang lainnya tetapi tetap harus tumbuh
bersama dalam keadaan sejahtera. Lebih jauh dikemukakan bahwa “ Kehidupan
manusia abad 21 seseorang diarahkan kepada terciptanya suatu masyarakat
madani (civil society) yaitu suatu masyarakat yang mengenal akan hak dan
kewajiban masing-masing anggota dan secara bersama-sama bertanggungjawab
terhadap umat manusia, seluruh umat manusia membangun masyarakat madani di
mana perdamaian dan keadilan menjadi nilai-nilai tertinggi” (Dedi Supriadi,
2002).

B. Pemaknaan Life Skill dan Belajar Sepanjang Hayat


Kemajuan zaman yang memberikan peluang dan tantangan sama besarnya
memunculkan kultur kehidupan manusia yang bukan hanya berorientasi pada
aspek keunggulan dan kecepatan waktu tetapi secara terbuka menuntut proses
pembelajaran sebagai wahana dan fasilitas yang terorganisir untuk menjadikan
manusia yang memiliki pemenuhan kebutuhan belajarnya. Kebutuhan belajar
individu sebagai pribadi dan sosial mengimplikasikan bahwa proses pembelajaran
tidak hanya terbatas kepada sekat persekolahan dan guru tidak dijadikan sebagai
satu-satunya sumber belajar tetapi lebih terbuka kepada pemanfaatan teknologi

31
informasi dan komunikasi dengan proses pembelajaran E–learning (Sayling Wen,
2003). Implikasi pemenuhan kebutuhan belajar individu (learning needs) sebagai
pribadi dan sosial mengisyaratkan pembelajaran tidak hanya terfokus kepada
empat hal, yaitu learning to know, learning to do, learning to live with
together/others dan learning to be, sebagaimana pilar pendidikan yang dikemas
UNESCO (1996), tetapi individu pun dituntut untuk belajar bagaimana belajar
dilakukan (learning to learn). Dalam konteks yang terakhir itu (learning to learn),
nilai-nilai etis dan moral sebagai landasan kehidupan diharapkan memberikan
warna positif bagi perilaku belajar dan kehidupan pada umumnya.

C. Diversifikasi Kebutuhan Layanaan Konseling


Munculnya kultur kehidupan manusia yang berorientasi keunggulan dan
kecepatan memberikan warna keluasan dan kebebasan manusia dalam mencari
jalan kehidupannya. Dalam situasi seperti ini, bukan saja peluang yang sangat
terbuka bagi seseorang untuk memasuki bidang lain tetapi konsekuensi
produktivitas dan efisiensi kerja semakin tinggi sehingga memunculkan
rasionalisasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana. Dengan kata
lain, situasi ini bukan saja memunculkan kesempatan untuk memperoleh formasi
dan peluang karir yang semakin luas tetapi memunculkan pula penyakit-penyakit
secara fisik dan psikhis bahkan penyakit sosial yang makin merajalela.
Memaknai dan menterjemahkan kenyataan ini, menuntut reorientasi
layanan konseling yang tidak lagi dipandang dan hanya diperuntukan sebagai
kegiatan dalam setting persekolahan tetapi harus dilakukan sebagai warna dan
alternatif baru yang mampu memberikan bantuan bagi seluruh lapisan
masyarakat dalam menemukan makna kehidupan bagi manusia pada umumnya
(Sunaryo Kartadinata, 2002). Ini berarti bahwa kemajuan zaman yang ditandai
dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih dan
menyebabkan kompleksitas kehidupan manusia yang semakin rumit memberikan
peluang bagi pengembangan profesi konselor untuk menempati ruang dan
koridor-koridor khusus seperti, konselor dalam setting karir, perusahaan, lintas
budaya, masyarakat dan keluarga, pasca traumatis dan penyakit sosial lainnya
(kesehatan mental)

32
D. Profesionalisasi dan Deprofesionalisasi Konseling
Kekuatan eksistensi suatu profesi bergantung kepada pengakuan dan
kepercayaan masyarakat atau public trust (Biggs & Blocher,1986). Masyarakat
percaya bahwa layanan yang diperlukannya itu hanya dapat diperoleh dari
konselor. Public trust akan menentukan definisi profesi dan memungkinkan
anggota profesi berfungsi dalam cara-cara profesional. Lebih jauh Biggs &
Blocher (1986), mengemukakan public trust akan melanggengkan profesi karena
dalam public trust terkandung keyakinan bahwa profesi dan anggotanya itu : (1)
memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan
khusus, (2) ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku profesional dan
melindungi kesejahteraan publik, (3) para anggota profesi akan bekerja dan
memberikan layanan dengan berpegang teguh kepada standar profesi.

E. Implikasi Pengembangan Profesi Konselor Masa Depan


Dengan dicantumkannya konselor sebagai salah satu tenaga pendidik pada
Rancangan Undang-Undang tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) Pasal 1 ayat 13, merupakan salah satu indikator bahwa konselor
sebagai salah satu profesi kiprahnya mulai diterima masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, tonggak yang bersejarah ini harus dimanfaatkan dan dijadikan
landasan kuat dalam melakukan evaluasi diri sebagai bagian dari upaya
membangun profesi yang profesional.
Orientasi kinerja profesional tidak bisa lepas dari perkembangan
kehidupan profesi masa lalu, sekarang dan tantangannya di masa depan. Karena
itu sudah sepantasnya apabila telaahan bukan hanya difokuskan kepada hal-hal
yang bersifat praktis dan dukungan sistem kehidupan saat ini, melainkan sampai
kepada aspek-aspek yang membungkus profesi konselor untuk tetap eksis dan
lebih maju daripada masa lalu bahkan daripada profesi yang lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, kemajuan teknologi yang
tiada henti, dan pengembangan seni serta aspirasi budaya yang senantiasa
menggejolak, semuanya memberikan peluang bagi profesi konselor untuk secara
berkelanjutan berkembang dan memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Peluang
lain adalah kesegaran pemikiran reformasi di segala bidang dewasa ini, termasuk
paradigma baru visi dan misi konseling yang ditunjang dengan keajegan pilar

33
organisasi profesi dan perundang-undangan yang semakin jelas sangat membuka
peluang bagi profesi konselor untuk selalu meningkatkan kualitasnya secara
berkelanjutan dan berkembang selaras dengan kemampuan profesi, dan
kebutuhan, tuntutan serta harapan-harapan lingkungan.

34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam
pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah - sekolah sangat penting sekali.
Guru mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan Bimbingan dan konseling
yaitu :
1. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa
aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya
mendapat penghargaan dan perhatian.
2. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-
kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
3. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
4. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
5. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan
dan minatnya.

35
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti, 1999, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, Hal. 137

Riana, Vita. 2009. Landasan – Landasan Bimbingan dan


Konseling. Tersedia dalam http://www.scribd.com/doc/24800435/Landasan-
BK diunduh 24 September 2012.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Tersedia


dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-
dan-konseling/ diunduh 24 September 2012.

Sugiarto, Icha. 2012. Makalah Landasan Bimbingan dan Konseling.


Tersedia dalam http://ichasugiarto.blogspot.com/2012/02/makalah-landasan-
bimbingan-dan.html diunduh 24 September 2012.

36

Anda mungkin juga menyukai