Anda di halaman 1dari 10

TUGAS INDIVIDU

“PATWAY DAN APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA


BAKAR”

Mata Kuliah : Teori Keperawatan


DOSEN PENGAMPU: Dr.Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM., MNS

OLEH:

MUHAMMAD AFFAN
NIM. P1337420816002

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2017
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir

Biologis LUKA BAKAR Psikologis MK :


 GANGGUAN
PENGETAHUAN
Di ruang tertutup Kerusakan Kulit  ANSIETAS
Pola Wajah

Keracunan Gas CO Penguapan meningkat


Kerusakan Mukosa

Oedema laring CO mengikat HB Peningkatan


pembuluh darah
kapiler
Obstruksi jalan napas HB tidak mampu
mengikat
Peningkatan
Gagal Napas pembuluh daraj
Hipoksia Otak kapiler

MK: JALAN NAPAS


TIDAK EFEKTIF Extravasasi cairan
(H202, elektrolit,
protein)

Tekanan onkotik
menurun

Cairan intravaskular
menurun
MK :

Hipovolemia dan  KEKURANGAN VOLUME


hemokonsentrasi CAIRAN
 GANGGUAN PERFUSI
JARINGAN
Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan sirulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoksia Kebocoran kapiler Hipoksia Pelepasan Gangguan Daya


sel ginjal Ketokolamin neurologi tahan
Dilatasi Laju
Lambung tubuh metobolisme
Sel otak mati Penurunan menurun meningkat
Hipokxia Hambatan
curah jantung Fungsi pertumbuha
hepatik
Gagal fungsi ginjal ↓
Glukoge
sentral nolisis
Gagal
Gagal Hepar
ginjal Perubahan
Nutrisi

MULTI SISTIM ORGAN FAILURE

TEORI CHONIC SORROW


Denial Anger Bergaining Depresion Acceptance
(Penyangkalan) (Marah) (Tawar- (Depesi) (Penerimaan)
menawar)

 Menanyakan Membantu  Mendengarkan  Perawat selalu


tentang mengekspresi segala keluhan hadir didekat
kondisinya kan perasaan pasien pasien
 Pasien marah  Mendorong  Mendengarkan
mengekpresi pasien untuk apa yang
kan berbicara dikeluhkan
perasaanya pasien.

Pasien tidak
merasa
bersalah dan
Pasien merasa takut Pasien merasa
aman aman

Pasien dapat
mengekspresi Pasien merasa
kan perasaan- OUTPUT aman
perasaanya
LUKA BAKAR
A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas
atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau
mendinginkan.
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka
tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya
untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001 : 1911)
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994
dalam Potter & Perry, 2006;1853)

B. Penyebab / Faktor Predisposisi


Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh
melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001;1911). Berikut ini adalah
beberapa penyebab luka bakar, antara lain :
1) Panas (misal api, air panas, uap panas)
2) Radias
3) Listrik
4) Petir
5) Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
6) Ledakan kompor, udara panas
7) Ledakan ban, bom
8) Sinar matahari
9) Suhu yang sangat rendah (frost bite)

C. Klasifikasi drajat luka bakar


1) Luka Bakar Derajat I :
 Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial)
 Kulit kering, hiperemik berupa eritema
 Tidak dijumpai bula
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Moenadjat, 2001)

2) Luka Bakar Derajat II:


 Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bula
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal (Moenadjat, 2001)
 Pembentukan scar
 Nyeri (Schwarts et al, 1999)

Dibedakan atas 2 (dua) :


a. Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh. (Moenadjat, 2001)
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu dan mungkin terdiagnosa
sebagai derajat dua superfisial setelah 12 sampai 24 jam.
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna pink dan basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang
dari 3 minggu. (Schwarts et al, 1999)

b. Derajat II Dalam (Deep)


 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa
(Moenadjat, 2001).
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna
pink dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah ke
dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali; daerah yang berwarna pink mengindikasikan masih
ada beberapa aliran darah).
 Jika infeksi dicegah luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9 minggu.
(Schwarts et al, 1999)

3) Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn):


 Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Tidak dijumpai bula
 Apendises kuliit rusak
 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar.
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan / kematian.
 Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar
luka. (Moenadjat, 2001).

D. Manifestasi Klinis
Kedalaman dan Bagian Kulit
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka yang Gejala
Luka Kesembuhan
Bakar Terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), ketika ditekan waktu satu
matahari, rasa nyeri mereda minimal atau minggu, terjadi
terkena api jika didinginkan tanpa edema pengelupasan
dengan kulit
intensitas
rendah
Derajat Dua Epidermis Nyeri, hiperestesia, Melepuh, dasar Kesembuhan
(Partial- dan bagian sensitif terhadap luka berbintik- dalam waktu 2-
Thickness): dermis udara yang dingin bintik merah, 3 minggu,
tersiram air epidermis retak, pembentukan
mendidih, permukaan luka parut dan
terbakar oleh basah, terdapat depigmentasi,
nyala api edema infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat-
tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
(Full- keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar,
Thickness): dermis dan (adanya darah putih seperti diperlukan
terbakar nyala kadang- dalam urin) dan bahan kulit atau pencangkokan,
api, terkena kadang kemungkinan pula gosong, kulit pembentukan
cairan mendidih jaringan hemolisis retak dengan parut dan
dalam waktu subkutan (destruksi sel darah bagian lemak hilangnya
yang lama, merah), yang tampak, kontur serta
tersengat arus kemungkinan terdapat edema fungsi kulit,
listrik terdapat luka hilangnya jari
masuk dan keluar tangan atau
(pada luka bakar ekstrenitas dapat
listrik) terjadi
Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini membahas tentang
fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah yang timbul dari penyakit kronis
mencakup proses berduka, kehilangan, faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena
kespesifikan teori tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

A. Model Teori Chronic Sorrow


Dalam rentang kehidupan manusia, individu dihadapkan pada situasi kehilangan yang
dapat terjadi secara terus menerus ataupun suatu kejadian. Pengalaman kehilangan tersebut
akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Kejadian
tersebut dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/ mendalam yang
potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang dan permanen. Individu dengan
pengalaman kesedihan tersebut biasanya akan menggunakan metode manajemen dalam
mengatasinya.
Metode manajemen dapat berasal dari internal (koping personal) ataupun dari
eksternal (dukungan orang yang berharga maupun tim kesehatan). Jika metode manajemen
yang digunakan efektif maka individu akan meningkat perasaan kenyamanannya. Tetapi jika
tidak afektif akan terjadi hal sebaliknya.

B. Konsep Utama
1. Dukcita kronis atau chronic sorrow
Penderitaan atau dukacita kronis adalah suatu perbedaan yang berkelanjutan
sebagai hasil dari suatu kehilangan, dengan karakteristik dapat menyebar dan bisa juga
menetap. Gejala berduka berulang pada waktu tertentu dan gejala ini berpotensi
progresif.
2. Kehilangan
Kehilangan terjadi akibat dari perbedaan antara suatu “ideal” atau harapan dan
situasi nyata atau pengalaman. Kehilangan (Loss) adalah situasi aktual atau potensial
dimana seseorang atau objek yang dihargai tidak dapat dicapai atau diganti sehingga
dirasakan tidak berharga seperti semula.
3. Peristiwa Pencetus
Peristiwa pencetus adalah situasi, keadaan dan kondisi-kondisi berbeda atau
perasaan kehilangan yang berulang (kambuh)atau baru mulai yang memperburuk
perasaan berduka. NCRCS membandingkan dan membedakan pencetus pada individu
dengan kondisi kronik, family caregivers, pada orang yang kehilangan (Burke, Eakes, &
Hainsworh, 1999).
4. Metode Manajemen
Metode manajemen adalah suatu cara bagaimana individu menerima penderitaan
kronis. Bisa secara internal (strategi koping individu) atau eksternal (bantuan tenaga
kesehatan atau intervensi orang lain). Penderitaan kronis tidak akan membuat individu
melemah bila efektif dalam mengatur perasaan, bisa secara internal maupun ekternal.
Strategi manajemen perawatan diri diatur melalui strategi koping internal. NCRCS
ditunjuk lebih lanjut untuk mengatur strategi koping internal seperti tindakan, kognitif,
interpersonal dan emosional.
Mekanisme tindakan koping digunakan untuk semua subjek individu dengan
kondisi kronis dan pemberi perawatannya. (Eakes , 1993, 1995, Eakes at al., 1993, 1999;
Hainsworth et al., 1995; Lindgren, 1996). Kognitif koping contohnya berpikir positif,
membuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, tidak memaksakan diri bila tidak mampu
(Eakes, 1995; Hainsworth, 1994, 1995). Contoh koping interpersonal adalah pergi
memeriksakan diri ke psikiater, masuk dalam suatu kelompok atau group dan bicara atau
berkomunikasi dengan orang lain (Eakes, 1993; Hainsworth, 1994, 1995)
Strategi emosional contohnya menangis atau ekspresi emosi lainnya (Eakes, et al.,
1998; Hainsworth, 1995). Manajemen eksternal adalah intervensi yang diberikan oleh
tenaga kesehatan (Eakes et al., 1998). Pelayanan kesehatan yang diberikan secara
profesional dapat membantu memberikan rasa nyaman bagi mereka, caring dan tenaga
profesional yang kompeten lainnya.
5. Inefektif Manajemen
Strategi manajemen yang tidak efektif mengakibatkan meningkatnya
ketidaknyamanan individu atau menambah rasa duka yang mendalam.
6. Efektif manajemen
Strategi manajemen yang efektif berperan penting meningkatkan kenyamanan
perasaan individu secara efektif.

C. Strategi Manajemen
NCRCS (the Nursing Consortium for Research on Chronic Sorrow) menyakinkan
bahwa kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat melakukan menejemen
perasaan secara efektif. Manajemen strategi terdiri dari internal dan eksternal.
1. Strategi koping internal meliputi :
a. Action ( tindakan ), mekanisme koping individu baik yang bersangkutan maupun
yang memberikan perawatan. Contohnya metode distraksi yang umum digunakan
untuk menghadapi nyeri
b. Kognitif, mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya berpikir positif,
ikhlas menerima semua ini
c. Interpersonal, mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi
d. Ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung, melakukan curhat
e. Emosional, mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan
mengekspresikan emosi
Strategi menejemen ini semua dianggap efektif bila individu mengaku terbantu
untuk menurunkan perasaan berduka (re-grief).
2. Strategi koping eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh
professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman para subyek dengan
bersikap empati, memberi edukasi serta merawat dan melakukan tindakan professional
kompeten lainnya.
D. Asumsi Utama
1. Keperawatan
Diagnosis penderitaan kronik dan memberikan intervensi sesuai dengan lingkup praktik
keperawatan, perawat dapat memberikan antisipasi berduka pada individu yang beresiko.
Peran utama perawat meliputi menunjukan rasa empati, ahli / profesional, caring dan
pemberi asuhan keperawatan yang kompeten
2. Manusia
Manusia mempunyai persepsi yang idealis pada proses kehidupan dan kesehatan. Orang
membandingkan pengalamannya dengan kedua kenyataan tadi sepanjang kehidupannya.
Walaupun setiap orang pengalaman dengan kehilangan adalah unik dan umumnya
kehilangan dapat diramalkan atau diketahui sehingga dapat diantisipasi reaksi dari
kehilangan tersebut.
3. Kesehatan
Kesehatan adalah bila seseorang berfungsi normal, kesehatan seseorang tergantung atas
bagaimana seseorang beradaptasi terhadap kehilangan. Koping yang efektif akan
menghasilkan respon yang normal akibat dari kehilangan.
4. Lingkungan
Interaksi yang terjadi di dalam suatu masyarakat, yang mana meliputi lingkungan
keluarga, sosial, lingkungan kerja dan lingkungan perawatan kesehatan. Respon individu
di kaji berdasarkan hasil interaksi individu terhadap norma-norma sosial. (Eakes, Burke,
& Hainsworth, 1998).

E. Dampak Kehilangan
1. Masa kanak-kanak
a) Mengancam kemampuan anak untuk berkembang
b) Kadang – kadang regresi
c) Merasa takut ditinggalkan dibiarkan kesepian
2. Remaja dan dewasa muda
a) Disintegrasi dalam keluarga
b) Kematian pada orang tua “wajar“
3. Dewasa tua
a) Kematian pasangan
b) Masalah kesehatan meningkat

F. Berduka (Grieving)
Berduka adalah reaksi emosi terhadap kehilangan, biasanya akibat perpisahan
dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan pemikiran.

G. Reaksi Kehilangan & Berduka


1. KUBLER – ROSS’ MODEL
Kubler Ross (1969) mengemukakan 5 tahapan pada berduka :
a) Menolak (denial)
b) Marah (anger)
c) Tawar menawar (bargaining)
d) Depresi (depression)
e) Menerima (acceptance)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan dan berduka
a) Sumber personal dan stressor
Setiap orang melalui situasi kehilangan dengan kombinasi khusus pada sumber
personal dan stressor seperti :
1) Keterampilan koping
2) Pengalaman sebelumnya dengan kehilangan
3) Kestabilan emosi
4) Agama
5) Family developmental stage
6) Status sosial ekonomi
b) Sumber sosial kultural dan stressor
Sumber sosial kultural meliputi dukungan sosial yang didapatkan d

Anda mungkin juga menyukai