Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

PATOFISIOLOGI CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Dosen Pengampu

DR SUDIRMAN, MN

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 6

1 RAHMAD DOKO NIM : P1337420817004

2 SR HANDAYANI NIM : P1337420817026

3 AINUN KURNIATI NIM : P1337420817011

4 NUR ASSARAH ANISAPUTRI NIM : P1337420817017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

JURUSAN PASCA SARJANA TERAPAN KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahlimpahkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF) merupakan
tugas dari mata kuliah Patofiologi, semoga makalah ini dapat menjawab tugas yang
diberikan sesuai dengan harapan dari dosen Pengampu.
Terimakasih pada Rekan-rekan Magister Terapan Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Semarang yang bersedia membantu sehingga terselesaikannya makalah ini dengan baik
terutama pada rekan – rekan kelompok 6 atas kerjasamanya.
Dalam penulisan makalah ini tentu masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari
itu, kritik dan saran yang konstruktif bagi kelompok kami untuk kebaikan di masa yang
akan datang.
Akhirnya hanya kepada Allah segala sesuatu dikembalikan. Semoga penulisan
makalah ini menjadi hal yang bermanfaat khususnya bagi kelompok 6.

Semarang, Februari 2018

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 2
C. Tujuan ……………………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................ 4
A. Definisi…………………………………………………….. 4
B. Etiologi…………………………………………………….. 4
C. Manifestasi klinis………..................................................... 7
D. Klasifikasi …………………………………………………. 8
E. Patofisiologi………………………………………………… 9
F. Pemeriksaan Penunjang …………………………………… 13
G. Penatalaksanaan…………………………………………… 14
BAB III PENUTUP……………………................................................ 19
A. Kesimpulan........................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jantung adalah organ di dalam tubuh manusia yang mempunyai fungsi

untuk memompa dan mengedarkan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke

seluruh jaringan tubuh. Jantung adalah organ tubuh yang memegang peranan

penting dalam anatomi tubuh manusia. Tingkat kematian manusia yang

disebabkan oleh penyakit pada jantung adalah masalah yang sangat umum terjadi

di dunia. World Health Organization (WHO) pada tanggal 27 Oktober 2008

menyatakan bahwa penyakit jantung menjadi global killer di dunia dengan

tingkat 29% dari total kematian global setiap tahun. Perhitungan tersebut

dilakukan mulai pada tahun 2004 dan survei dilakukan pada 112 negara.

Penyakit jantung diperhitungkan memegang peranan penting dalam pembunuhan

global sejak tahun 1990, dimana pada saat itu United of Nations (PBB) melalui

WHO menggelar riset tingkat kematian jantung pertama kali secara global. Pada

skala nasional, Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia, Dr Dewi Endang

menyatakan, kasus penyakit jantung di Indonesia mencapai 26,8% dan semakin

mendekati penyebab kematian tertinggi (Jakarta, Surya Online, Kamis 15

September 2011). (1)

Kematian karena penyakit jantung juga menjadi masalah yang sulit diatasi

di Indonesia. Jumlah penderita penyakit jantung di Indonesia terus meningkat,

dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika dan Inggris yang mengalami

1
penurunan jumlah penderita penyakit sebesar 20% dikarenakan bahwa

masyarakat di negara maju telah paham tentang pendidikan prevensi dan

rehabilitasi kardiovaskuler (Surabaya Post Online,14 November 2011). Pada

mulanya, penderita penyakit jantung didominasi oleh masyarakat kalangan

menengah ke atas dalam segi kemampuan ekonomi, dikarenakan gaya dan cara

hidup yang mewah. Namun, saat ini penderita penyakit jantung juga banyak dari

masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam segi ekonomi. Hal tersebut

disebabkan karena rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pendidikan

tentang anatomi jantung dan pencegahan penyakit jantung(2).

Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di

Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,

sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan

sekitar 530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita

penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak

54.826 orang (0,19%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah

penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 144 orang (0,02%). Berdasarkan

diagnosis/ gejala, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak

terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang (0,3%), sedangkan

jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep. Bangka Belitung,

yaitu sebanyak 945 orang (0,1%)(3).

B. RUMUSAN MASALAH

2
1. Apa yang dimaksud dengan Congestive Heart Failure (CHF)

2. Apa etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

3. Bagaimana patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

4. Bagaimana manifestasi klinis Congestive Heart Failure (CHF)

5. Bagaimana penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF)

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan

keperawatan dengan gagal jantung.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan definisi Congestive Heart Failure (CHF)

b. Mendeskripsikan etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

c. Mendeskripsikan patofisiologi serta pathway Congestive Heart Failure

(CHF)

d. Mendeskripsikan manifestasi klinis dan gambaran EKG pada pasien

dengan Congestive Heart Failure (CHF)

e. Mendeskripsikan penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF)

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi

struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan

oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun

tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc

Murray et al., 2012). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif

yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015)(4).

B. Etiologi

Faktor presdiposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan

penurunan fungsi ventrikel seperti penyakit arteri koroner, hipertensi,

kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit kongenital dan keadaan

yang membatasi pengisian ventrikel seperti stenosis mitral, kardiomiopati atau

penyakit pericardial. Faktor pencetus gagal jantung antara lain meningkatnya

asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark

miocard akut esensial, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam,

emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.

Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung

4
kongestif, yaitu: kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik

atau pulmonal (peningkatan afterload) , peradangan dan penyakit miokardium

degeneratif, penyakit jantung lain, faktor sistemik.Gagal jantung adalah suatu

keadaan patolofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak

mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan

atau kemampuannya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara

abnormal(5).

Suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan tubuh (Purnawan Junadi, 1982).Kegagalan jantung kongestif adalah

suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan

metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan

jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang

mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai

organ(NiLuhGedeYasmin,1993).Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal

jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang

menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada

gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot

jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap

konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.

5
 Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot

jantung.

 Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi

pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung

dan kadar kalsium.

 Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan

untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh

tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka

curah jantung berkurang (Brunner and Suddarth 2002)(6).

1. Gagal Jantung Kiri

Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam

sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi

klinis yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung

cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan.

2. Gagal Jantung Kanan

Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol

adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan

jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga

6
tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari

sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas

bawah (edema dependen)yang biasanya merupakan pitting edema,

pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena

jugularis (vena leher), asites (penimbunan cairan di dalam rongga

peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,

beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang

terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan

penampilan jantung.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,

asites, hepatomegali, dan edema perifer.

3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk

sampai delirium(7).

Gagal Jantung Kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi

yaitu :

7
 Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami

ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea

(PND)

 Batuk

 Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat

jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan

sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang

digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress

pernafasan dan batuk.

 Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi

jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung

tidak berfungsi dengan baik

Gagal jantung Kanan :

 Kongestif jaringan perifer dan visceral

 Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,

penambahan BB.

 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi

akibat pembesaran vena hepar

 Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam

rongga abdomen

 Nokturia

8
 Kelemahan

D. Klasifikasi

Grade gagal jantung menurutNew York Heart Association, terbagi dalam 4

kelainan fungsional :

 Derajat I : Timbul sesak pada aktifitas fisik berat

 Derajat II : Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang

 Derajat III : Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan

 Derajat IV : Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi

vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung

pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada

manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi

yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan

penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet)

yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin

(cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita

dibagi menjadi empat kelas, yaitu :

 Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

 Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

9
 Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

 Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

E. Patofisiologi

Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah

arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi

neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan

meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan

kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera

diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih

menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak

terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator

untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload,

sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard (Kabo & Karsim,

2002)

Distensi Vena Jugularis

Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi

dilatasi venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik

dan terjadi peningkatan laju tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini

sebaliknya memantau aliran darah dari vena kava yang diketahui dengan

peningkatan vena jugularis, dengan kata lain apabila terjadi dekompensasi

10
venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki

dan distensi vena jugularis pada leher.

Edema

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih

dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan

gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan

interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi,

misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga

peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan

terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat

menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk

memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau

kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial (Syarifuddin, 2001).

Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam

mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi

semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai

pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas

tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah

sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus

melihat kedalaman edema dengan pitting edemaPitting edema adalah edema

yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru

11
jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari

berat badan normal selama mengalami edema (Brunner and Suddarth, 2002)

12
Referens:
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, edisi ketiga. FKUI : Jakarta
Price, Sylvia A. 2002. Patofisiologi (konsep klinis proses-proses penyakit), edisi keempat. EGC: Jakarta.

13
F. Pemeriksaan penunjang

Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan

untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:

1. Elektro kardiogram (EKG)

Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,

takikardi, fibrilasi atrial.

2. Scan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .

3. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.

4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal

jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.

5. Rontgen dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi

atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

6. Enzim hepar

Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.

7. Elektrolit

Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi

diuretic.

14
8. Oksimetri nadi

Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut

menjadi kronis.

9. Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau

hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

10. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN

dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

11. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai

pencetus gagal jantung.

G. Penatalaksanaan

1. TERAPI PERTAMA

Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai

keabnormalan yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF,

misalkan iskemia dapat dikontrol dengan terapi medis atau pembedahan,

hipertensi harus selalu terkontrol, dan kelainan pada katup jantung dapat

ditangani dengan perbaikan pada katup tersebut (National Clinical

Guideline Centre, 2010).

15
2. TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet

rendah garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga (National

Clinical Guideline Centre, 2010).

3. TERAPI FARMAKOLOGIS

I. Diuretik

II. Obat – obatan Vasodilator

 Nitrate (isosorbide)

 Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen digoxin

dan terapi diuretic)

 Ace inhibitors (captopril, enalapril) : obat ini bekerja dengan

menghambat conversi angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 melalui

angiotensin converting enzyme (ACE). ACE2 reseptor blocker

(losartan) : obat ini mengeblok reseptor A2, menyebabkan

vasodilatasi dan menghambat proliferasi dari sel otot. Obat ini

biasanya pada pasien yang intolerance terhadap ACEinhibitor,

akibat efek samping yangdapat ditimbulkan yaitu batuk.(National

Clinical Guideline Centre,2010).

III. Obat – obatan Inotropik

Digitalis glycosides (digoxin)

16
IV. Beta blockers

Obat ini memiliki fungsi untukmemperbaiki fungsi ventrikel kiri,

gejala,dan functional class, sertamemperpanjang survival dari

pasienCHF.beta blocker juga memiliki peranandalam memodifikasi

cytokine(interleukin-10, tumor necrosis alpha(TNF-alpha) dan soluble

TNFreseptor (sTNF-R-1 dan R2) pada pasien dengan kardiomiopati

(Shigeyama et al., 2005)

Indikasi pemakaian beta blocker:

a. Pasien yang tergolong dalam klas II dan III , klasifikasi NYHA.

b. Hindari terapi ini pada pasien dengan NYHA klas I atau IV.

c. Sebelum menambahkan beta blocker, pastikan bahwa pasien stabil

dan dalam terapi standard gagal jantung.

d. Mulai pemakaian terapi betablocker dengan memakai dosis rendah

(carvedilol 3.125 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 12.5 mg PO qd;

bisoprolol, 1.25 mg PO qd)

e. Tingkatkan dosis dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu

(carvedilol, 25-50 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 200 mg PO qd;

bisoprolol, 10 mg PO qd)

Kontraindikasi pemakaian beta blocker terapi pada CHF:

a. Peningkatan berat badan

b. Peningkatan dosis diuretic

c. Kebutuhan untuk diuretik intravenaataupun obat inotropic

17
d. Didapatkan keadaan yang kianmemburuk dari CHF

e. Bronchial asma atau emphysema

f. Bradycardi

g. Hipotensi

h. Blok jantung derajat pertama danketiga

V. Aldosterone antagonis contoh spironolactone sebaiknya

dipertimbangkan pada pasien dengan gagal jantung berat dan tidak ada

kecurigaan adanya renal insufficiency atau hiperkalemia.

VI. Antiarrhythmic Therapy

VII. Anticoagulant Therapy (untuk mengurangi resiko terjadinya emboli

pada pasien dengan atrial fibrilasi, tapi tidak diindikasikan pada pasien

yang aktif dan tidak punya riwayat emboli)

4. TERAPI INFASIF

a. Coronary Reperfusion, terutama pada akut gagal jantung berulang

dihubungkan dengan edema pulmonary.

b. Valvular Heart Disease.

c. Reduction ventriculoplasty meliputi eksisi pada bagian dari otot

ventrikel kiri yang diskinetik. Hal ini biasanya dilakukan pada gagal

jantung klas akhir.

d. Transmyocardial laser revascularization

e. Prosedur operasi perbaikan fungsi jantung

 Intra-aortic balloon pump

18
 Permanent implantable balloon pump

 Total artificial heart

f. Transplantasi Jantung (terapi paling efektif pada keadaan gagal jantung

berat).

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang banyak

dijumpai dan menjadi penyebab mortalitas utama baik di negara maju maupun di

negara sedang berkembang. Kejadian gagal jantung dalam individu yang menderita

kematian jantung mendadak sekitar 64 dan 90 %

Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan

kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole.

Akibat kekurangan penyediaan oksigen ke otak , menyebabkan korban kehilangan

kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba.

Terdapat tiga aspek penting dalam menanggulangi gagal jantung yaitu

pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor

pencetus . Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi

cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung.

Sekaligus pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu, kelembapan,

oksigen, pemberian cairan dan diet.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Juwana C. Visualisator mekanisme kerja jantung manusia: Widya Mandala


Catholic University Surabaya; 2012.
2. Borlaug BA, Paulus WJ. Heart failure with preserved ejection fraction:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. European Heart Journal. 2011;32(6):670-
9.
3. Triposkiadis F, Karayannis G, Giamouzis G, Skoularigis J, Louridas G, Butler
J. The Sympathetic Nervous System in Heart Failure: Physiology, Pathophysiology,
and Clinical Implications. Journal of the American College of Cardiology.
2009;54(19):1747-62.
4. Raka IMSK, Danes VR, Supit W. Gambaran Aktivitas Listrik Jantung Pasien
Rawat Inap Dengan Congestive Heart Failure (Chf) Di Irina F-Jantung Rsup Prof
Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik. 2015(Vol 3, No 3 (2015): Jurnal e-
Biomedik (eBM)).
5. Johnson FL. Pathophysiology and Etiology of Heart Failure. Cardiology
Clinics. 2014;32(1):9-19.
6. Pearse SG, Cowie MR. Heart failure: classification and pathophysiology.
Medicine. 2014;42(10):556-61.
7. Rumanta M, Hutasoit LR, Sukiniarti S, Wahyuningsih T, Ristasa R, Iryani K,
et al. Anatomi dan Fisiologi Manusia. 2009.
8. Piotr Ponikowski AAV, Stefan D. Anker, He´ctor Bueno, John G. F. Cleland,
Andrew J. S. Coats,Volkmar Falk, dkk. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure. European Journal of Heart Failure (2016)
doi:101002/ejhf592. 2016:891-975.
9. Arati A. Inamdar aACI. Heart Failure: Diagnosis, Management and
Utilization. J Clin Med 2016, 5, 62; doi:103390/jcm5070062. 2016.
10. Piotr Ponikowski SDA, Khalid F AlHabib, Martin R Cowie, Thomas L Force,
Shengshou Hu, Tiny Jaarsma dkk. Heart failure Preventing disease and death
worldwide European Society of Cardiology 2014. 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai