I. Identitas Pasien
Nama : nn. D
Usia : 17 tahun
Alamat : guyung, gerih, ngawi
Tgl MRS : 18 Agustus 2017
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan alloanamnesis dengan orang tua pasien tanggal
18 Agustus 2017
Keluhan utama :
Penurunan Kesadaran 2 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Kejang kelojotan dari tangan kemudian dalam waktu singkat ke seluruh
tubuh, mata OS mendelik ke atas, 11x selama ± 15 menit di rumah,
kejang di puskesmas 2x dan di RS 1x kejang. Sebelum kejang pasien
melakukan kegiatan seperti biasa ( nonton tv). Saat kejang pasien tidak
sadar, mata mendelik ke atas,. Setelah kejang, pasien merasa lemas,
tampak bingung dan akhirnya tertidur. Kejang terjadi bisa kapan saja,
tanpa alasan yang jelas. Riwayat kejang tanpa demam 3 tahun yang lalu
dan berobat ke dokter. OS memang sering kejang dengan frekuensi 1-
2x/tahun, jarang minum obat, Os. Sudah tidak rutin kontrol dan minum
obat selama 6 bulan ini.
Riwayat penyakit Dahulu:
Riwayat infeksi telinga (-), Trauma (-), kejang demam (-). Riwayat
Epilepsi sejak usia 14 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Epilepsi (-)
Riwayat Pengobatan :
Os. Sudah tidak rutin kotrol dan minum obat selama 6 bulan, tetapi
keluarga pasien lupa nama obatnya.
1
III. Pemeriksaan Fisik
GCS : 5 (E1 V2 M2)
Tanda-tanda Vital : :
TD : 100/70 mmHg
Pulse : 100 kali/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)
RR : 20 kali/ menit (reguler)
S : 36,0 ⁰ C
Antropometri:
BB: 45 kg
TB: 163 cm
IMT: 16.98
Kesan Gizi : underweight
Status Generalis :
Kepala dan leher
Kepala : Normochepal
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),
pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : Mukosa bibir basah (+),bibir simetris,
sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), luka di lidah
(+) faring hiperemis (-)
2
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : BU (+), 8x/menit
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-),
hepar, lien,tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
Status Neurologis
Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
I (olfaktorius) Daya pembau Normosmia Normosmia
II (ophtalmikus) Penglihatan Emetrop Emetrop
Lapang pandang Baik Baik
Reflek Cahaya + +
III (Occulomotor) Ptosis - -
IV (trochlear) Gerak bola mata Baik Baik
VI (abdusens) Pupil Isokor, Isokor, ukuran
Diplopia ukuran 3mm 3mm
- -
V (Trigeminal) Kekuatan Baik Baik
menggigit Baik Baik
Membuka rahang - -
Chvostek sign Baik Baik
3
Sensibilitas
VII (fascial) M.frontalis Baik Baik
M. Orbikulari Baik Baik
okuli Baik Baik
M. Buccinator Baik Baik
M. Orbikularis Baik Baik
oris
M. Platisma
VIII (akustikus) Tes Rinne Tidak dinilai Tidak dinilai
Tes Weber Tidak dinilai Tidak dinilai
Tes Schwabach Tidak dinilai Tidak dinilai
Nervus IX Uvula Simetris
(Glossopharingeus), X Daya kecap Tidak dinilai
(vagus) Refleks muntah Tidak dinilai
Menggembungkan +
pipi
Refleks menelan Tidak dinilai
XI (aksesorius) M.Sterno baik Baik
kleidomastoideus
M.Trapezius baik Baik
XII (hipoglossus) Atrofi lidah - -
Lidah mencong - -
Motorik
555 555
555 555
Sensori
+ +
+ +
4
Reflek Fisiologi
Refleks fisiologis Dextra Sinistra
Triseps + +
Biseps + +
Patella + +
Achilles + +
Reflek Patologis
Refleks patologis Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Kaku kuduk - -
Kernig sign - -
Refleks meninges
Brudzinsky I -
Brudzinsky II -
Lasegue sign -
5
Leukosit 4.00-10.00 ribu/UI 11.00
Trombosit 100-300 ribu/UI 234
Eritrosit 3.50-5.00juta/UI 4.49
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT L:1-37 u/l 28
P: 1-31 u/l
SGPT L: 1-42u/l 22
P: 1-32u/l
Fungsi Ginjal
Ureum darah 10-50 mg/dl 12
Creatinin darah L:0.6-1.0 mg/dl 0.61
P: 0.5 – 0.9 mg/dl
GDS 60-110 mg/dl 110
Elektrolit
Natrium 135-148 mmol/l 106.0
Kalium 3,50-5,30 mmol/l 2.27
Klorida 98-107 mmol/l 169.1
Calcium 1.1-1.4 0.46
V. Diagnosis
Diagnosis kerja: Status epileptikus et causa metabolic
Diagnosis banding: susp.encephalitis
VI. Penatalaksanaan
Edukasi : Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang
dialaminya dan memberikan anjuran meminum obat secara teratur serta
memeriksakan anjuran pemeriksaan yang sudah ditentukan, dalam hal ini EEG
dan CT scan kepala.
Medikamentosa :
O2 nasal 3lpm
Inj. Diazepam 1 amp (5mg/ml) bolus iv
Inj. Fenitoin 2x1 amp (50 mg) drip dalam IVFD NaCl 0,9% 500ml 20 tpm
6
Asam folat 2x1 tab (400 mcg)
VII. Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanactionam : dubia ad malam
IX.FOLLOW UP
Nama : nn. D
Diagnosis : Status epileptikus
NO Tanggal S O A P
7
3 21/8/2017 Kejang (-) Ku: lemah Status IVFD Nacl 16 tpm
Panas (+) GCS E4V5M6 epileptikus Inj phenytoin 2x1
Tanda vital: amp
Tekanan Inj. Ceftriaxon 2x1
darah : 120/80 gr
mmhg Inj. Antrain 2x1 amp
Nadi:89x/menit
Suhu:36,5
RR: 20x/menit
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi
II.2 Klasifikasi
9
II.3 Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka
kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik
umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.3 Pada sepertiga kasus,
status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami
epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi,
biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. Mortalitas
yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang
berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira 10
persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan
puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.
Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal (tabel 1). Secara klinis
dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama
terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac
output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,
peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang
diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30
menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang
dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf
irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah
pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan
10
peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat,
ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi.
Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap
kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi
maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks
serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus
mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan
syaraf maksimal dalam zona Summer. Komplikasi terjadinya status epileptikus
dapat dilihat dari tabel 2.
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks
dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan
meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan
masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
Tabel 1. Etiologi status epileptikus
Alkohol
Anoksia
Antikonvulsan-withdrawal
Penyakit cerebrovaskular
Epilepsi kronik
Infeksi SSP
Toksisitas obat-obatan
Metabolik
Trauma
Tumor
Tabel 2. Komplikasi status epileptikus
Otak
Peningkatan Tekanan Intra Kranial
11
Oedema serebri
Trombosis arteri dan vena otak
Disfungsi kognitif
Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis
Gagal Nafas
Apnoe
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Gagal nafas
Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
Glikosuria, dilatasi pupil
Hipersekresi, hiperpireksia
Jantung
Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
Metabolik dan Sistemik
Dehidrasi
Asidosis
Hiper/hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
Idiopatik
Fraktur, tromboplebitis, DIC
12
dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan
potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-
klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik
umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang
tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan
peningkatan frekuensi.
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.
Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak
tertangani.
13
kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat
dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas,
metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
14
pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan
adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian
march.
II.6 Penatalaksanaan
15
menghentikan kejang sebanyak 65 persen.
1. Lorazepam 0,1 65 %
2. Phenobarbitone 15 59 %
3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %
4. Fenitoin 18 44 %
16
menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain
akan memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam,
Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada
kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan
dosis awal.
Pratokol penanganan SE
penanganan status epileptikus konvulsivis
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I (0– Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
10 menit) Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II Pemeriksaan status neurologik
(1– 60 menit) Pengukuran tekanan darah, nadi, suhu
EKG
Memasang infus pada pembuluh darah besar
Mengambil 50 – 100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: diazepam 10 – 20 mg iv (kecepatan
pemberian ≤ 2-5mg/menit atau rectal dapat diulang 15 mnt
kemudian)
Memasukan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa thiamin 250 mg
intravena dan menangani asidosis
Stadium III Menentukan etiologi
(0 – 60/90 Bila kejang berlangsung terus selama 30 mntsetelah pemberian
mnt) diazepam pertama, beri phenytoin iv 15 -18 mg/kg dengan kecepatan
50 mg/mnt
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Stadium IV Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30 – 60 menit, transfer pasien
(30 – 90 mnt) ke ICU, beri propofol ( 2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
thiopentone (100 - 250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2 - 3 menit), dilanjutkan
17
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir lalu dilakulkan taperring off
Memantau bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan.
18
DAFTAR PUSTAKA
BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Edisi III. Hal 64,
Surabaya : Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006.
Priguna Sidharta, M.D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Hal 320 -
321, Jakarta : PT Dian Rakyat, 2008.
Dr. Harsono, DSS. Kapita Selekta Neurologi, Edisi II. Hal 132, Yogyakarta :
Gajah Mada University Press, 2009.
19