Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan suatu fase kehidupan yang sangat dinantikan
oleh setiap wanita untuk dapat menjadi seorang ibu serta meneruskan
keturunan. Kehamilan tersebut tentu saja diharapkan dapat diakhiri dengan
proses persalinan yang berlangsung secara normal.
Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa
atau persalinan normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir
dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu
serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu
kurang dari 24 jam.1
Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir.
Kontraksi miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan
bagi ibu. Sebelum timbulnya kontraksi yang menyakitkan ini, uterus harus
disiapkan untuk proses kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai
dengan usia kehamilan 36-38 minggu, dan setelah periode memanjang ini,
fase transisional diperlukan sampai serviks mengalami penipisan dan
perlunakan.2
Selama proses persalinan salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
kontraksi miometrium. Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan
dilatasi serviks dapat dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi
ini timbul dengan intensitas yang rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa
tidak nyaman yang terbatas di abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang
saat-saat akhir kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk
persalinan, kontraksi ini bertambah sering hal ini sering terjadi pada multipara
dan kadang disebut persalinan palsu. Namun, pada beberapa ibu kontraksi

1
kuat dari uterus yang menimbulkan dilatasi serviks, penurunan janin dan
pelahiran konseptus timbul secara mendadak tanpa peringatan.2
Pada dan selama persalinan ada tiga faktor penting yang berperan, yaitu
power (kekuatan kontraksi ibu (his), kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma pelvis atau kekuatan mengejan, ketegangan dan kontraksi ligament
rotumdum), passager (janin dan plasenta), passage (kondisi jalan lahir lunak
dan tulang). Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-
teori yang kompleks. Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara
lain faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi
uterus, pengaruh saraf, dan faktor nutrisi dimana faktor-faktor ini dapat
menyebabkan persalinan dimulai.2
Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai
persalinan normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan,
tahapan, mekanisme, pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan
memimpin persalinan sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemberian
informasi yang benar pada pasien, keluarganya maupun masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus
normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan
bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Kehamilan aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai 42
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Partus prematur adalah
kehamilan yang berusia 28 sampai 36 minggu, dimana hasil konsepsi dapat
hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan berat janin antara 1000-
2500 gram. Partus postmatur atau serotinus adalah kehamilan yang melebihi
usia 42 minggu atau terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang
diperkirakan. Partus immatur terjadi bila usia kehamilan kurang dari 28
minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-1000
gram, sedangkan abortus adalah penghentian janin sebelum viable dengan
berat janin di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20 minggu. 1,2,3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium
dari aktivitas jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi
dengan frekuensi yang lebih tinggi. Kondisi ini menghasilkan suatu keadaan
menipis dan membukanya serviks uterus. Pada persalinan normal terdapat
juga hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi jaringan ikat
serviks yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua
peristiwa tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput ketuban.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur dan
sirkulasi darah uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-
faktor yang mengakibatkan partus dimulai. Perkembangan ilmu biokimia dan
biofisika telah banyak mengungkapkan proses dimulai dan berlangsungnya
partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti

3
diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan
kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai.
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm
meningkat terlebih sewaktu partus. 1,3
Pengaruh hormon hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks
yang dapat membangkitkan his. Selanjutnya dengan berbagai tindakan,
persalinan dapat juga dimulai (induction of labor) misalnya : 1) merangsang
pleksus Frankenhauser dengan memasukkan gagang laminaria dalam kanalis
servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya
dengan jalan intravena), 4) pemakaian prostaglandin, dan sebagainya. Dalam
menginduksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang
(serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka minimal
satu jari.1,3

2.3 Tahapan Persalinan Normal


Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai
terjadi pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan kala pembukaan. Kala II
disebut kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan
ibu, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati apakah terjadi
perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3
2.3.1 Kala I
Secara klinis dinyatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir
ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada
disekitar kanalis servikalis yang pecah karena pergeseran-pergeseran ketika
serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi
dalam 2 fase.
Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari
kontraksi uterus adalah perlunakan serviks serta penipisan (efficement).

4
Kriteria minimal Friedman untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan
dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3
Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni:
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka
terlebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian
ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum
sudah sedikit terbuka, sehingga pembukaan ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang
bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir
lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri
telah lengkap.1
2.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira satu kali
setiap 2 sampai 3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, secara reflektoris timbul rasa ingin mengedan. Tekanan pada
rektum juga menimbulkan perasaan hendak buang air besar sehingga
perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin
tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian dengan his dan kekuatan
mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah
simfisis dan secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan dan ekstremitas bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata
1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit. 1,2,3
2.3.3 Kala III

5
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,3
2.3.4 Kala IV
Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2
jam untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada
saat ini juga dilakukan pemantauan tanda vital untuk mengetahui keadaan
umum ibu. 1,3

2.4 Mekanisme Persalinan Normal


Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan
pada presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri
depan, ± 23% di kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri
belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri
belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,3
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada
dalam uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan
karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula karena
bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas
yang lebih besar berada di atas, yaitu di ruangan yang lebih luas sedangkan
kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Hal ini dikenal
sebagai teori akomodasi.1,3
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah
kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan
mengedan, keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his
sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga
panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang
terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan
bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan
kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Kontraksi

6
yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus
uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-
90 detik dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus
uterus kurang dari 12 mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu
atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu
arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul.
Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala
membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
asinklitismus posterior menurut Litzman yaitu keadaan sebaliknya dari
asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan
daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena
ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan
pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi
panggul agak terbatas.1,3
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan
sumbu lebih mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan dibawah
terhadap kepala yang akan menurun, maka kepala akan mengadakan fleksi
di dalam rongga panggul menurut hokum Koppel. Dengan fleksi kepala
janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni
dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul
kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang
turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah
depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin
disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang
disebut juga putaran paksi dalam. Pada saat melakukan rotasi, ubun-ubun
kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar
panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput
sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin

7
tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus membuka dinding
rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-
turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir,
kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran
paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi,
untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu
akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu
depan terlebih dahulu, kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan
trokanter depan terlebih dahulu, kemudian trokanter belakang. Kemudian
bayi lahir seluruhnya.1,3
Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan sungguh-
sungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan
koreksi secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif
tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan nafas
dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm.
Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali
pusat diberi antiseptik. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan segera
menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan
mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan. 1,3
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III
atau kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab
kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab
pimpinan kala II kurang cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan,
segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitudo yang kira-kira sama
tingginya, hanya frekuensinya yang berkurang. Akibat his ini uterus akan
mengecil, sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas.
Lepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari tengah (sentral)
menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan, atau
kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze.

8
Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi
fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3

2.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO


Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu
persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :

Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam.

Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.

Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. 5
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu
penolong persalinan untuk :
 Mencatat kemajuan persalinan
 Mencatat kondisi ibu dan janinnya
 Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
 Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan
 Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik
yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan :
 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk
semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat
membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang
tidak disertai dengan penyulit.
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).

9
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta
membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka.

2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan


Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase
aktif yang diacu pada pembukaan serviks:
 fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
 fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
 denyut jantung janin: setiap ½ jam
 frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
 nadi: setiap ½ jam
 pembukaan serviks: setiap 4 jam
 penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
 tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
 produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam

2.5.2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf


Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan
observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan
kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
yaitu:
Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1. DJJ;
2. warna dan adanya air ketuban;

10
3. penyusupan (molase) kepala janin.

Kemajuan persalinan:
1. pembukaan serviks;
2. penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3. garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:
1. waktu mulainya fase aktif persalinan;
2. waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1. oksitosin;
2. obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:
1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
2. urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom
yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).

2.5.3. Mencatat Temuan pada Partograf


A. Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: ‘jam atau pukul’ pada
partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat
waktu pecahnya selaput ketuban.

B. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut
jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
1. Denyut jantung janin
- Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit
(lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin).
- Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30
menit.
- Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ

11
- Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka yang menunjukkan DJJ.
- Hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas
dan bersambung
- Penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah
120 atau diatas 160.
2. Warna dan adanya air ketuban
- Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
- Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur
DJJ.
- Gunakan lambang-lambang berikut ini:
 U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
 J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
 M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
 D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
 K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak
mengalir lagi (“kering”)

3. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin


- Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
(tulang) panggul ibu.
- Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang-tindih antar
tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi kepala-
panggul (CPD).
- Gunakan lambang-lambang berikut ini:
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan

12
C. Kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan
jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan,
catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘’ harus
dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan
serviks. Hubungkan tanda ‘’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak
terputus).
2. Penurunan bagian terbawah janin
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering
(jika ditemukan tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan
penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian
terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal,
kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah
janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan “Turunnya kepala” dan garis
tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan
serviks. Berikan tanda ‘O’ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisi pubis adalah 4/5
maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada
titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan
adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di
garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang,
serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dan lain-lain). Garis bertindak
tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika
pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis

13
bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk
menyelesaikan persalinan.
D. Kontraksi uterus
1. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten
dan setiap 30 menit selama fase aktif.
2. Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
3. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai:

 20 detik 20–40 detik  40 detik


4. Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian.

E. Obat-obatan dan cairan yang diberikan


Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk
mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.
1. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
2. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

F. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat
kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu
selama persalinan.
1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan
tekanan darah ibu.
 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda titik () pada kolom waktu
yang sesuai.
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan
(lebih sering jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf
pada kolom waktu yang sesuai: 

14
 Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan
mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh pada kotak yang sesuai.
2. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali
ibu berkemih). Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.

2.5.4. Pencatatan pada lembar belakang Partograf


Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
 Data atau Informasi Umum Data dasar terdiri dari tanggal, nama
bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan dan
alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk.
 Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang Partograf saat
melewati garis waspada, masalah-masalah lain yang timbul,
penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut.
 Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin,
distosia bahu, masalah lain, penatalaksanaan masalah dan hasilnya.
 Kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, rangsangan pada fundus,
kelengkapan plasenta saat dilahirkan, retensio plasenta yang > 30
menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain,
penatalaksanaan dan hasilnya.
 Bayi baru lahir Informasi yang perlu diperoleh dari bagian bayi baru
lahir adalah berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi
baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.
 Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi
fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan.
Pemantauan pada Kala IV ini sangat penting, terutama untuk menilai
deteksi dini risiko atau kesiapan penolong mengantisipasi
komplikasi perdarahan pascapersalinan. Pemantauan kala IV
dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah melahirkan,
dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya.

15
2.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai
dengan mekanisme persalinan normal: 1,3,4,5
2.6.1 Kala I
Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan adalah
mengawasi wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua
persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Pemberian obat atau tindakan
hanya apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang
primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul
pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru pada
kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk
sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, wanita
tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar
bersalin. Akan tetapi, pada umumnya wanita lebih suka berbaring karena
sakit yang dirasakan ketika muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat
punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan
putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas
panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila
ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali
pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban
sudah pecah, wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala
hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, disamping dapat
dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan
pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih
merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa
tiap pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya
infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan
sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang
diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau
tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya
penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis,

16
urethritis, sistitis, dan sebagainya), ketuban, presentasi kepala janin,
turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besar kepala terhadap
panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi
kurang baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan
presentasi kepala. Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi
eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari dalam)
bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis dan
menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian belakang yang pada
umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan serviks. Pada
pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil
bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai
sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis.
Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan
dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau
bila akan diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan
partus.
Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan.
Sebaiknya sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan
20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma atau
diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum akan
membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya. Skibala di rektum
juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik pada kala I.

2.6.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada
akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam
ruang panggul, ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah,
ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II ini,
wanita tersebut mau muntah disertai timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di
samping his, wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada waktu
ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus sering diawasi.
Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6

17
1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai
batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati
dadanya dan ia dapat melihat perutnya.
2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke
kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki
dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila
putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan
berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai
meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka.
Anus pada awalnya berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D.
Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus
ditahan dan bila tidak, dapat menyebabkan ruptura perineum, terutama pada
primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi
dengan kain steril.
Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum
telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina.
Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah
simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian
belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat.
Dengan demikian, ruptura perineum dapat dihindarkan. Untuk mengawasi
perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah
tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya
dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi,
antara lain episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah, episiotomi
mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani
yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana sering menimbulkan
perdarahan.

18
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan
banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam
dan hampir tidak berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat
menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani
eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis
harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul
inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang
dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan
menipis, tahan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke
arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan
kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan
ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin
dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali
pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan,
bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam
Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul
ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke
arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin.
Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada
samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke
arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang
terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada
muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat kearah
simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat
dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter
anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha
melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil.
Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas,
berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas
dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah

19
kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada
jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat
digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2
cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada
kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka
pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara
kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul.
Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini
harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan
dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut.
Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan
pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri.
Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan
mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan
perdarahan postpartum.

2.6.3 Kala III


Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan,
tidak kalah pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam
memimpin kala II dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala
uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap.
Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya
plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan
pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah
janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan
pengecilan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta. Hal ini
mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini
dapat dimulai dari tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut
Mathews-Duncan atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta. Cara
yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina,
tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam,
sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina

20
apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400
ml. Bila lebih, maka hal ini patologik. Apabila plasenta lahir, umumnya
otot-otot uterus segera berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan segera berhenti. 3
Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir
spontan dalam waktu ± 6 menit setelah anak lahir lengkap. 6 Untuk
mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai
beberapa perasat antara lain:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini
masuk kembali dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit
tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada
getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum
lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah
lepas dari dinding uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak
turun ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah
mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit.
Bila plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus
berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi
plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat
dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan mengedan yaitu dengan
menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras
jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan bila
terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan
perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau
tidak dapat dikerjakan.

21
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap
atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula
apakah pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain,
seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan
apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada
korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena
kontaksi uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin,
metergin, ermetrin, dan sebagainya, terutama pada partus lama, grande
multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah
berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit,
dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa,
menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan.
Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk
memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah
dibelakang plasenta yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini
merupakan tanda awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan
turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya
mendorong uterus keatas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa
plasenta telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir
dan biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong
harus memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta
untuk mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin
cukup untuk mendorong plasenta.

Manajemen aktif kala III.6

22
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif
kala III meliputi:
 Penatalaksanaan oksitosin dengan segera
 Pengendalian tarikan pada tali pusat
 Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut: 6
 Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
 Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis
pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan
gerkan dorso kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan
vulva
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi
kuat (2-3 menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang
terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke
uterus.
 PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia
merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas
dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi
langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
 Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau
klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke
bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat
memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam
untuk mengeluarkan selaput ketuban.
 Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pascapersalinan.
 Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada
serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.

23
2.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi
ibu dan bayi. Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan
postpartum. Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah
100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap
abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus
diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu
dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin,
pitogin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing
sendiri atau menggunakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baik

BAB III
LAPORAN KASUS

24
3.1. Identitas Pasien
Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tegal Binangun Lrg. Karang Anyar RT.33 RW.007
Suku : Indonesia
No. RM : 58-11.73
MRS : 19 April 2018

Suami Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku : Indonesia

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 19 April 2018

A. Keluhan Utama
Mules mau melahirkan sejak 2 hari disertai lendir dan darah.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan mules mau melahirkan sejak 2 hari disertai
lendir dan darah sebelum masuk rumah sakit, sakit perut dirasakan makin lama

25
makin sering dan makin keras, tidak hilang dengan istirahat serta timbul dari
pinggang menjalar ke perut atas kemudian ke perut bawah.
Keluar lendir campur darah sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Tidak
ada keluhan keluar air per vaginam. Gerak anak dirasakan baik, dominan
dirasakan di sisi kanan.

C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 15 tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid : 7 hari, 2-3 kali ganti pembalut/hari
HPHT : 21 Juli 2017
TP : 28 April 2018

D. Riwayat Perkawinan
Lama Menikah : 1 tahun
Usia Menikah : 20 tahun

E. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada

F. Riwayat ANC
Selama kehamilan Os melakukan ANC tiap bulan di bidan.

G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Kehamilan sekarang

H. Riwayat Abortus-Kuretase
Penderita tidak ada riwayat abortus.

I. Riwayat Penyakit Dahulu


Os menyangkal mempunyai riwayat menderita penyakit asma, jantung,
kencing manis, penyakit paru, alergi obat dan makanan, kejang-kejang saat hamil.

K. Riwayat Penyakit Keluarga

26
Tidak ada riwayat penyakit keluarga, kencing manis, penyakit jantung,
kejang-kejang, asma dan alergi obat dan makanan. Namun ayah Os memiliki
riwayat hipertensi.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 19 April

A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 65 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler,isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36,5C

Keadaan Spesifik
a. Kulit
Warno sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar (-), striae gravidarum (+), keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat
pada telapak tangan dan kaki (-)
b. Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada leher, axilla, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan
c. Mata
Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbital (-/-)
d. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
e. THT
Mukosa bibir kering (-), mukosa bibir sianosis (-), pembesaran tonsil (-),
faring hiperemis (-)
f. Thorax :
Simetris, retraksi dinding dada (-), barrel chest (-)

27
Mammae : simetris, membesar, puting menonjol, hiperpigmentasi (-/-)
 Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung jelas dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal, regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi : stem fremitus simetris kanan=kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-), ronchi (-)
g. Abdomen
Inspeksi : datar, striae gravidarum (+), linea alba (-), skar operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : hepar dan lien dalam batas normal, nyeri tekan (-),
i. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-)

Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Hiperpigmentasi aerola mammae, retraksi puting susu (-)
Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum (striae livide).

Palpasi
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus. Teraba
bagian bulat, lunak dan tidak melenting. Kesan bokong.

28
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil
di kanan.
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
IV. Kesan divergen, bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul.
 Tinggi Fundus Uteri 28 cm
 Penurunan kepala 4/5
 His (+) 4 kali/45” dalam 10 menit
 Gerak janin (+)

Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah umbilikus
dengan frekuensi (140x per menit) reguler.

Pemeriksaan Dalam Vagina


Inspeksi: Blood slym (+)
VT (11.30WIB) : Pembukaan servik 8 cm, effacement 50%, ketuban (+)
Teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri melintang, penurunan
Hodge I
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.

Lahir (19 April 2018 pukul 13.00 WIB)


Bayi perempuan, BB 2580 gram, PB 48 cm
Plasenta lahir pukul 13.08 WIB lengkap

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 April 2018
 Pemeriksaan darah rutin

29
Hemoglobin: 11 g/dl (nilai normal: 12-14 g/dl)
Leukosit: 12.000 /ul (nilai normal: 5000-10000 /ul)
Trombosit: 255.000 /ul (nilai normal: 150.000-400.000 /ul)
Hematokrit: 38 % (nilai normal: (37-43%)
Diff count: 0/0/0/89/6/5 (shift to the left)
Golongan Darah: A
Rhesus Factor: +
Clotting Time: 8’ (nilai normal: 10’-15’)
Bleeding Time: 2’ (nilai normal: 1’-6’)

3.5. Diagnosis Kerja


G1P0A0 hamil aterm kala I fase laktif janin tunggal hidup presentasi kepala

3.6. Penatalaksanaan
 Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital ibu, DJJ dan His
 Cek laboratorium: darah lengkap dan urin rutin
 Observasi kemajuan persalinan menggunakan patograf WHO
 Rencana partus spontan

Perjalanan Persalinan Pasien


Pukul12.42 WIB
S : Pasien ingin mengedan, ketuban pecah spontan, jernih.
O : His (+) 4x/10’~50 “
DJJ 12.12.12 (144x/menit, reguler)
Vulva membuka dan perineum menonjol
VT p Ø lengkap, ketuban (-), jernih
teraba kepala, ubun-ubun kecil kiri depan , ↓ Hodge III+
tidak teraba bagian kecil/tali pusat
Ass : G1P0A0, 40-41 minggu, Tunggal/Hidup, Persalinan Kala II (PBB : 3410
gram)

30
P:
 Pimpin persalinan
 Observasi denyut jantung janin dan his
 KIE : Cara meneran yang benar

3.8. Laporan Persalinan


Pukul 12.54 WIB
Pasien dalam posisi setengah duduk, berbaring merangkul kedua pahanya sampai
batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia
dapat melihat perutnya. Pada saat puncak His pasien dipimpin meneran. Pada saat
kepala crowning dilakukan episiotomi mediolateral. Kemudian dilakukan perasat
Ritgen dengan tangan kanan menahan perineum dan tangan kiri mengatur defleksi
kepala, dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomokleon, berturut –
turut lahir ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung mulut, dagu.
Setelah seluruh bagian kepala lahir, usap muka bayi dengan gaas steril dan
digunakan DeLee suction untuk membersihkan jalan nafas. Tunggu putar paksi
luar sambil memeriksa belitan tali pusat. Pada pasien ini tidak ditemukan belitan
tali pusat. Dengan posisi tangan biparietal, lakukan tarikkan ke bawah untuk
melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
Lakukan sangga susur, tangan kanan menyangga leher dan tangan kiri menyusuri
punggung sehingga melahirkan badan dan bagian kecil bayi. Kemudian letakkan
bayi di kain dan badan bayi dikeringkan.

Pkl. 13.00 WIB


Lahir spontan belakang kepala bayi perempuan, segera menangis, BB 2580 gram,
PB 48 cm. Anus (+), kelainan kongenital (-). Inisiasi menyusui dini.

Manajemen Aktif Kala III


1. Injeksi Oksitosin 1 amp intramuskular 10 IU
2. Lakukan Penegangan Tali Pusat Terkendali (PTT)
3. Masase Fundus Uteri

31
Pkl. 13.08 WIB
Lahir plasenta spontan, kesan lengkap, kalsifikasi (-), pendarahan minimal ±
150cc. Injeksi Methergin 1 amp (IM).
Evaluasi
 Kontraksi uterus (+) baik
 Luka episiotomi (+)  jahit perineum
 Pendarahan aktif (-)
Ass : P1A0 post partus spontan
P :-
 Observasi 2 jam Post Partus Spontan
 Edukasi: Mobilisasi dini
ASI eksklusif

Tabel observasi 2 jam postpartum


Kontraksi Perdarahan Kandung Tinggi
Waktu TD N Suhu
uterus aktif kemih f. uteri
13.23 120/80 90 36,5 + - kosong 1jr bpst
13.38 120/80 90 - + - kosong 1 jr bpst
13.53 120/70 88 - + - kosong 1 jr bpst
14.08 120/70 84 - + - kosong 1 jr bpst
14.38 110/80 80 36,5 + - kosong 1 jr bpst
14.53 110/80 80 - + - kosong 1 jr bpst
Pasien dipindahkan ke ruangan pukul : 17.00 WIB

3.8. Follow Up
HHari/Tanggal Follow Up
Jumat, 20 April 2018 S: Nyeri bekas jahitan perineum

32
Pk. 07.10 WIB O: KU : Baik
Vital Sign :
- TD : 110/70 mmHg
- RR : 20x/menit
- T : 36,4oC
- Nadi : 78x/menit
Pendarahan (+) aktif
TFU 1 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus baik
A: P1A0 post partum spontan hari pertama

P:  Observasi keadaan umum ibu, tanda vital


dan perdarahan
 ASI ondemand
 Diet TKTP
 Ciprofloxacin 3 x 500mg
 Asam Mefenamat 3x500mg
 Metronidazol 3x500mg

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas pada laporan kasus ini adalah persalinan normal.
Diagnosis berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada kasus ini pasien
dengan inisial Ny.E umur 21 tahun datang dengan keluhan mules seperti mau
melahirkan sejak 2hari, sakit perut dirasakan dari pinggang menjalar ke perut atas
kemudian ke perut bawah, makin lama makin sering dan dirasakan makin keras.
Keluhan sakit perut tersebut disertai dengan keluar lendir bercampur darah pada 6
jam SMRS. Riwayat keluar air dari vagina disangkal. Gerak anak dirasakan baik,
dominan di sisi kanan. Diagnosis kehamilan tunggal hidup di dukung dengan
pemeriksaan fisik dimana denyut jantung janin positif dengan satu punctum
maksimum. Dilakukan pemeriksaaan dalam (VT) didapatkan adanya pembukaan
serviks sebesar 8 cm dengan penipisan 50%. Pengelolaan pada pasien ini adalah
sesuai partograf WHO dimana observasi denyut jantung janin dan his dilakukan
setiap 30 menit didapatkan his yang adekuat dengan denyut jantung yang stabil.
Kondisi ini menyebabkan menipis dan membukanya serviks uterus. Hal ini sesuai

34
dengan kepustakaan dimana kontraksi uterus pada saat akan melahirkan
menyebabkan pembukaan dan penipisan dari servik uterus.
Pada kala I penderita diberitahu agar jangan mengedan dan sesering
mungkin kencing untuk mengosongkan kandung kemih. Penderita juga diajarkan
cara manajemen nyeri perut yang muncul yakni dengan menarik napas panjang
melalui hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Posisi berbaring ibu
dianjurkan miring ke kiri untuk mencegah tertekannya aorta abdominalis dan vena
kava inferior sehingga mencegah hipoksia intrauterine dan edema tungkai bawah.
Pada pukul 12.45 WIB, penderita mengeluh ingin meneran seperti buang
besar dan keluar air pervaginam. Salah satu tanda masuknya persalinan kala II
adalah keinginan ibu untuk meneran serta pecah ketuban spontan. Pada kasus ini
dibuktikan dengan pemeriksaan dalam (VT) dimana didapatkan pembukaan
serviks telah lengkap, kepala bayi sudah terlihat serta selaput ketuban negatif. Ini
menunjukkan bahwa kala I telah berakhir dan partus memasuki kala II.
Kemudian diambil sikap untuk memimpin persalinan. Penderita dipimpin
meneran pada waktu ada his dengan di selingi bernafas. Posisi penderita berbaring
merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga
dagunya mendekati dada dan pasien dapat melihat perutnya. Karena pada posisi
ini sumbu panggul akan menjadi lebih horizontal dan memudahkan penurunan
kepala. Saat kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang.
Perineum mulai lebih tinggi sedangkan anus mulai membuka. Pada penderita ini
perinieum nampak kaku sehingga dilakukan episiotomi mediolateral. Tahan luka
episiotomi dengan tangan kanan (dengan kain kasa steril) agar luka tidak melebar
(perasat Ritgen). Setelah kepala lahir, bersihkan mulut dan hidung dengan kasa
steril dan hisap lendir di mulut-hidung bayi dengan pengisap lendir kemudian bayi
akan mengadakan putar paksi luar mengikuti punggung janin dimana pada kasus
ini putar paksi luar adalah ke kiri. Lalu selidiki apakah ada belitan tali pusar pada
leher. Lanjutkan melahirkan kedua bahu janin, badan dan trokanter posterior.
Pukul 13.00 WIB, lahir bayi perempuan, persalinan spontan belakang
kepala, segera menangis. Jalan nafas dibersihkan, tali pusat di klem lalu di gunting

35
dan dilakukan inisiasi menyusui dini selama 1 jam, kemudian bayi diserahkan ke
perinatologi. Pasien disuntikkan oksitosis 10 IU intramuskular untuk
meningkatkan kontraksi ritmik uterus dalam mengeluarkan plasenta dan
mengurangi pendarahan.
Persalinan kala III penderita berlangsung selama 8 menit. Kala III dimulai
sejak bayi lahir lengkap (13.00WIB) sampai plasenta lahir lengkap (13.08WIB).
Penengangan tali pusat terkendali dilakukan dengan perasat Kustner untuk
mengetahui lepasnya plasenta. Plasenta lahir, kemudian diperiksa apakah
kotiledon-kotiledonnya lengkap atau ada sebagian yang tertinggal dalam kavum
uteri karena sisa plasenta ini mengakibatkan pendarahan postpartum. Diberikan
pula methergin 0,2 mg intramuskular serta diperhatikan kontraksi korpus uteri.
Massase ringan dilakukan untuk memperbaiki kontraksi uterus. Pada penderita ini
kontraksi uterus baik. Kemudian perdarahan dievaluasi. Pada luka episiotomi
dilakukan hecting serta perdarahan dievaluasi kembali.
Setelah melewati kala III, penderita diobservasi selama 2 jam. Pada saat
ini pasien memasuki kala IV. Yang diperhatikan adalah kontraksi uterus sudah
baik, tidak ada pendarahan aktif dari vagina. Plasenta dan selaput ketuban harus
lahir lengkap, kandung kemih kosong serta bayi dan ibu dalam keadaan baik. Nadi
dan tekanan darah ibu normal, tidak ada keluhan dari ibu. Ini sesuai dengan
observasi kala IV partus normal. Pasien kemudian dipindahkan ke ruangan dan di
follow up keluhan, tanda-tanda vital. Pasien juga di beri edukasi untuk mobilisasi
dini, pemberian ASI eksklusif kepada bayinya, cara menjaga kebersihan diri dan
pemakaian KB post partum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kasus ini adalah
persalinan normal sesuai dengan definisi partus normal yaitu bila lahir dengan
presentasi belakang kepala kepala tanpa memakai alat-alat serta tidak ada
komplikasi pada ibu dan bayi serta berlangsung kurang dari 24 jam.

36
BAB V
KESIMPULAN

1. Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang


dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Partus normal adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat bantu, tidak terdapat komplikasi
pada ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung kurang dari 24
jam.
2. Pada dan selama pesalinan ada 3 faktor penting yang berperan
yaitu kekuatan kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan,
kondisi jalan lahir dan janin itu sendiri.
3. Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka
sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan pula kala
pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran oleh karena
dengan kekuatan his dan kekuatan mengedan janin di dorong
keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta

37
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai
dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam, dalam kala ini
diamati apakah terjadi pendarahan postpartum atau tidak.
4. Pada laporan ini, pasien dengan persalinan normal yang sesuai
dengan definisi. Pemimpin persalinan melakukan tindakan dan
penanganan sesuai standar WHO.
5. Ibu dan bayi dalam keadaan baik dan dapat dipulangkan 1-2
hari kemudian dengan KIE ASI eksklusif, cara menjaga
kebersihan diri dan pemakaian KB postpartum serta anjuran
kontrol kembali 1 minggu ke poli klinik setelah pulang rumah
sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. (2008), Ilmu


Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

2. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and
Problem Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.

3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C,
(2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.

4. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999), Kehamilan dan


Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD
dr. Pirngadi RSUP dr. Adam Malik, Medan.

5. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro,G.H., dkk. (2008), Asuhan


Persalinan Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta.

38
6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
(2002). Jakarta.

7. Llewellyn,Derek-Jones. (2002), Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi, ed.6,


Hipokrates, Jakarta.

8. Norwitz, Erol., John Schorge. (2006), At a Glance Obstetri & Ginekologi,


ed.2, Erlangga, Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai