Anda di halaman 1dari 68

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS 1

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT KATUP JANTUNG

Disusun Oleh:
Triska Fajar Suryani
2011 – 83 – 014

Pembimbing:
dr. Merlin Maelissa Sp. OG, M. kes.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
2018
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nomor rekam medik : 12. 43. 10
Nama : Ny. PA
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 23 Agustus 2000
Umur : 17 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan terakhir : SMP
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Kudamati/Piru
Ruang rawat : Ruang Obstetri
Jaminan kesehatan : BPJS
Tanggal masuk : 09 Desember 2017
Lama perawatan : 2 hari

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 10 Desember 2017)


Keluhan utama : nyeri perut hilang timbul
Riwayat penyakit : Pasien dengan G1P0A0 datang dengan keluhan nyeri perut

hilang timbul sejak pukul 00.00 WIT (09 desember 2017). Nyeri perut dirasakan

seperti mulas dari pinggang ke perut bagian ke belakang, makin lama makin

memberat dan durasinya semakin lama yang dirasakan tidak berkurang saat

istirahat maupun tidur. Pasien mengatakan ada keluar darah sedikit dari

2
kemaluannya berupa bercak dan juga lendir, belum ada keluar air-air dari jalan

lahir. Gerakan janin dirasakan normal seperti biasa.

Pasien juga mengeluhkan rasa sesak dan berdebar yang muncul saat nyeri

perutnya timbul dan berkurang saat sakit perutnya hilang. Rasa sesak dirasakan

seperti rasa berat di dada dan terasa bertambah saat pasien berjalan dan

berkurang saat pasien istirahat. Pasien mengaku sesak dirasakan sejak hamil 9

bulan. Awalnya pasien mengalami keluhan sering sesak nafas dan sempat nyeri

di dada saat melakukan aktifitas fisik yang berlebihan saat hamil. Jantungnya

juga kadang berdebar kencang namun tidak menentu waktunya dan tidak lebih

dari 3 kali. Pasien pada tanggal 8 desember kontrol ke poli kandungan dan

dikonsulkan ke dokter spesialis jantung kemudian pasien mendapat terapi untuk

penyakit jantungnya dan pasien diperbolehkan melahirkan bayinya secara

pervaginam dengan rendahnya nyeri yang dirasakan saat proses persalinan

namun pasien akhirnya disarankan untuk melahirkan bayinya melalui proses

operasi. Pasien mengatakan pernah mengalami batuk dan demam tinggi waktu

kecil yang berulang beberapa kali. Dan juga sering mengalami gatal-gatal pada

lipatan kaki dan tangannya.

Riwayat pengobatan: pasien pernah datang ke poli dan dikonsulkan ke dokter


spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis jantung dan mendapat obat vip
albumin dan digoksin.

3
Riwayat penyakit dahulu: Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), pasien
mengaku baru mengetahui memiliki kelainan jantung saat hamil.

Riwayat penyakit keluarga: Hipertensi (-), DM (-), Alergi (-), tidak ada keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Menstruasi: Menarche pada usia 14 tahun. Menstruasi teratur sebulan sekali,
lamanya 7-9 hari, ganti pembalut sebanyak 2 kali sehari, nyeri haid (-).

Riwayat Pernikahan: Pasien belum menikah.

Riwayat Kontrasepsi: Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya/


dalam 3 bulan terakhir.
Riwayat antenatal: ANC di dr. Dira Sp.OG 1 kali, kontrol ke puskesmas 4 kali (suntik
TT 2 kali), dan pasien datang poli kandungan 1 kali (8 desember 2017)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis E4V5M6

TANDA VITAL
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 110x/menit
- Pernapasan : 28x/menit
- Suhu aksilla : 36,7ºC
a. Kepala : Normocephal
b. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
c. Telinga : Otorea -/-
d. Hidung : Rhinorea -/-
e. Mulut : Dalam batas normal

4
f. Leher : pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
g. Dada : Normochest
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki + /+, Wheezing - / -
Jantung : BJ I/II murni, reguler, murmur (+) di proyeksi katup aorta,
gallop (-)
h. Abdomen : Cembung, bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), nyeri

tekan (-)

i. Hati : Tidak teraba


j. Ginjal : Tidak teraba
k. Limpa : Tidak teraba
l. Alat genital : Pemeriksaan Obstetri-Ginekologi
m. Ekstremitas : CRT < 2 detik, edema +/+, akral hangat -/-.
Refleks : Fisiologis +/+, Patologis -/-,
n. Kulit : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN OBSTETRI-GINEKOLOGI
- L1 : bulat, tidak melenting/ bokong, lembut
- L2 : punggung sebelah kiri, bagian-bagian kecil janin sebelah kanan
- L3 : bulat, melenting/ presentasi kepala
- L4 : 2/5 (kepala sudah masuk panggul)
- teraba janin tunggal, IU
- TFU : 25 cm
- TBJ : 2015 gram
- HIS : (+) 2 kali dalam 10 menit, durasi 30-35 detik
- DJJ : 149 dpm
- Inspekulo : tidak dilakukan
- VT : Pembukaan Ø (10 cm), letak kepala, ketuban (+), tidak teraba bagian

kecil atau tali pusat, portio menipis dan lunak.

5
D. RESUME MEDIS

Pasien wanita berumur 17 tahun dengan G1P0A0 datang dengan keluhan

nyeri perut hilang timbul yang menjalar dari perut ke pinggang belakang disertai

sesak seperti rasa berat di dada, nyeri dada dan jantung berdebar pada saat dalam

kondisi hamil. Sesak dikatakan timbul apabila aktifitas fisik dan berkurang dengan

istirahat. Pasien baru mengetahui memiliki penyakit jantung saat hamil 9 bulan.

Pasien mengatakan pernah mengalami demam tinggi dan batuk waktu kecil yang

berulang beberapa kali. Dari pemeriksaan fisik dada didapatkan adanya adanya

pembesaran jantung ke arah kiri, suara denyut jantung pada auskultasi (terdapat

murmur di proyeksi katup aorta). Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya

graviditas berupa perut membesar, terdapat striae gravida, auskultasi adanya denyut

jantung bayi yang normal, dengan his yang adekuat. Pemeriksaan vagina menunjukan

adanya pembukaan porsio 10 cm dengan penipisan, ketuban utuh, teraba kepala,

penurunan hodge III, dan tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.

E. DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0 Gravid 38-39 minggu + PJR

F. DIAGNOSIS BANDING

 Penyakit jantung bawaan

6
G. TATALAKSANA

a. Rencana Diagnostik:

 Pemeriksaan EKG, Pemeriksaan Darah Rutin, Pemeriksaan USG

 Observasi keadaan ibu (TTV) dan janin (DJJ).

 Observasi keluhan (keluhan obstetrik dan penyakit jantung).

b. Rencana Terapeutik:

 IVFD RL 20 tts per menit

 02 4 lpm.

c. Rencana Edukasi:

 Penjelasan kepada Ibu dan keluarga keadaan pasien dan janin

 Menyarankan ibu tidur miring kiri, tetap tenang, dan tidak stres

d. Rencana Nutrisi

 Ibu disarankan memakan makanan yang bergizi

7
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Elektrokardiografi (06 desember 2017)

Kesan: left ventrikel hipertrofi

b. Pemeriksaan Darah Lengkap. Pada tanggal 5 desember 2017.


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 11,9 g/dL 12,0-16,0 Menurun
Leukosit 11,3 x10³/uL 3,8-10,60 Normal
Eritrosit 3.52 x106/mm3 3.80-6.50 Menurun
Trombosit 388 x10³/uL 150-440 Normal
Hematokrit 34,3 % 35,0-47,0 Menurun
MCV 97 µm3 80-100 Normal
MCH 33.8 pg 27-32 Normal
MCHC 34,7 g/dl 32-36 Normal
Masa perdarahan - menit 1-3
Masa pembekuan - menit 5-11
Golongan darah ABO O
Glukosa Sewaktu 133 mg/dL <140 Normal
Ureum 20 mg/dL 10-50 Normal
SGOT 16 μ/L <33 Normal
SGPT 10 μ/L <50 Normal
Albumin 2,7 mg/dL 3,5-5,0 Menurun

8
c. Pemeriksaan Echocardiografi:

Kesan: RHD mitral regurgitasi sedang, aorta regurgitasi sedang, trikuspid

regurgitasi ringan

I. DIAGNOSIS KERJA
G4P3A0 Gravid 38-39 minggu + RHD MR sedang AR sedang TR ringan

J. TATALAKSANA
a. Umum
- Observasi keadaan ibu (TTV) dan janin (DJJ).
- Observasi keluhan (perdarahan per vaginam).
b. Konservatif
- IVFD RL 20 tts per menit
- 02 2 lpm.
- Digoxin 1 x ½ tab/24 jam
- Albumin 3 x 2 caps/24 jam

c. Operatif
- Pasien direncanakan operasi tanggal 13 desember 2017 namun pasien
masuk RS tanggal 09 desember 2017 dan melahirkan pervaginam.

K. PROGNOSIS
- Quo Ad vitam : dubia ad bonam
- Quo Ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

9
FOLLOW-UP
Hari S O A P

Minggu - Sesak (-), dada - KU: Baik P1A0 post - IVFD RL 20 tts per
10/12/17 berdebar(-), - Tanda vital: PN H-1 + menit  aff
H-1 nyeri dada (-), TD:110/70 mmHg RHD - 02 2 lpm  aff
ASI (+), BAB N: 100x/mnt - Digoxin 1 x ½ tab/24
(+), perdarahan S: 36,6⁰C jam
pervaginam (+) RR: 22x/mnt - Albumin 3 x 2
sedikit. Status generalis: caps/24 jam
- Mata : CA -/-, SI -/-
- Thorax: vesikuler +/+,
ronki +/+
- Jantung: murmur di
proyeksi katub aorta
- Abdomen: supel, BU
(+)
- Ekstremitas: akral
hangat, edema +/+
Status obstetri:
TFU: 3 jari di bawah
pusar
Iv/u: tenang,
perdarahan aktif (-),
Lochia (+)

Senin - Sesak (-),dada - KU: Baik P1A0 post - Digoxin 1 x ½ tab/24


11/12/17 berdebar(-), - Tanda vital: PN H-2 + jam
H-2 nyeri dada (-), TD:110/70 mmHg RHD - Albumin 3 x 2
ASI (+), BAB N: 94x/mnt caps/24 jam
(+), perdarahan S: 36,8⁰C - BLPL
pervaginam (+) RR: 20x/mnt
sedikit. Status generalis:
- Mata : CA -/-, SI -/-
- Thorax: vesikuler
+/+, ronki +/+
- Jantung: murmur di
proyeksi katub aorta
- Abdomen: supel, BU
(+)
- Ekstremitas: akral
hangat, edema +/+
Status obstetri:
TFU: 2 jari di bawah
pusar
Iv/u: tenang,
perdarahan aktif (-),
Lochia (+)

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perubahan Fisiologi Dalam Kehamilan

Adaptasi fisiologis kehamilan dapat menyebabkan perubahan signifikan

dalam sistem kardiovaskular yang memungkinkan wanita untuk meningkatkan

kebutuhan metabolik akibat pertumbuhan janin. Wanita dengan fungsi struktur

jantung normal dapat beradaptasi dengan baik sedangkan wanita dengan penyakit

jantung akan mengalami dekompensasi yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam

kehamilan bahkan menyebabkan kematian janin dan ibu. Perubahan sistem

kardiovaskular yang terjadi pada awal trimester pertama kehamilan yang tidak

terdiagnosis sebelumnya akan mengakibatkan cadangan jantung berkurang.

Peningkatan kerja jantung disebabkan oleh karena:

a. Peningkatan konsumsi oksigen karena pertumbuhan janin

b. Pembesaran rahim dan payudara yang membutuhkan oksigen yang lebih

besar

c. Peningkatan berat badan ibu hamil berkisar 10-14 kg

d. Lapisan plasenta bekerja seperti fistula arterio-vena

11
Perubahan fisiologi pada antenatal

Perubahan fisiologi sebelumnya dapat mempengaruhi pre-load jantung, pada

saat kontraksi jantung berlangsung dan pada saat after-load.

Volume sirkulasi darah

Pengisian jantung adalah peningkatan volume sirkulasi yang terjadi mulai dari

usia kehamilan 6 minggu sampai akhir kehamilan trimester kedua pada level 50-70%

lebih tinggi dibandingkan pada wanita tidak hamil. Massa sel darah merah biasanya

meningkat tetapi hanya sekitar 40% yang menyebabkan peningkatan proporsional

volume sel darah merah yang mengarah ke hemodilusi relatif disebut “anemia

fisiologi kehamilan”.

Hasil dari peningkatan volume darah pada akhir diastolik ventrikel kiri

(LVED) akan terjadi peningkatan volume yang dapat dilihat pada ekokardiografi dari

10 minggu usia kehamilan. Ada juga peningkatan yang sesuai dalam atrium dan

ventrikel kanan.

Peningkatan darah menimbulkan masalah tertentu bagi wanita dengan

kardiomiopati dilatasi dan lesi obstruktif seperti stenosis mitral atau hipertensi paru.

Resistensi pembuluh darah sistemik dan pulmonal

Resistensi pembuluh darah sistemik adalah resistensi terhadap semua

pembuluh darah perifer dalam sirkulasi sistemik, dan tidak berhubungan dengan

pembuluh darah pulmonal, karena pembuluh darah pulmonal hanya bersirkulasi

12
dalam pembuluh darah paru-paru. Resistensi vaskular sistemik diukur dengan melihat

perubahan tekanan disirkulasi sistemik dari awal sampai akhir dibagi dengan curah

jantung.

(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑡𝑒𝑟𝑖) − (𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑣𝑒𝑛𝑎)


𝑆𝑉𝑅 =
𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔

Setelah pengisian kekuatan dekompensasi otot jantung berkontraksi dan

berkurang pada kehamilan karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik.

Penurunan ini terjadi dari minggu kelima kehamilan dan biasanya mencapai titik

akhir antara 20 dan 32 minggu kehamilan. Setelah 32 minggu resistensi pembuluh

darah sistemik meningkat lagi sampai melewati masa kehamilan.

Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik karena kombinasi dari

peningkatan vasodilator yaitu prostasiklin (PGl2) dan pengalihan darah kedalam

sirkulasi uteroplasenta impedansi rendah.

Peningkatan aliran darah pada awal kehamilan namun mengalami penurunan

resistensi pembuluh darah pulmonal sehingga tidak ada perubahan dalam tekanan

arteri pulmonal.

Aliran darah

Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dalam setiap tubuh berbeda

dan mengakibatkan perubahan fisiologis. Peningkatan aliran darah ginjal 60-80%

sebelum hamil dan puncak pada trimester ketiga. Perubahan ini bersamaan dengan

13
peningkatan filtrasi glomerulus (GFR) sebesar 50%, yang menyebabkan kreatinin

menurun. Wanita yang memiliki eritematous pada ekstremitas perifer akan

menyebabkan aliran darah ke tangan dan kaki meningkat.

Aliran darah pada mukosa hidung meningkat menyebabkan wanita sering

mengeluh hidung tersumbat. Perdarahan hidung juga lebih sering terjadi pada

kehamilan. Pembengkakan payudara terjadi karena aliran darah ke payudara

meningkat.

Isi sekuncup dan curah jantung

Isi sekuncupialah volume darah yang berasal dari ventrikel dalam setiap

denyut dan ini mencapai 70mls pada pria dewasa yang sehat. Ini merupakan

determinan utama dari curah jantung (cardiac output/CO) sebagai produk dari isi

sekuncup dan denyut jantung (heart rate/HR), yang keduanya meningkat selama

kehamilan.

Pada akhir trimester kedua, curah jantung meningkat sekitar 30-50%.

Sebagian besar peningkatan curah jantung mengakibatkan terjadinya peningkatan isi

sekuncupdan denyut jantung terus meningkatpada akhir kehamilan.

Perempuan hamil yang tidak mampu meningkatkan curah jantung atau

membutuhkan tekanan untuk melakukannya, maka akan terjadi gagal jantung selama

kehamilan. Wanita dengan curah jantung tetap dengan lesi katup stenosis akan

berisiko pada ibu dan janin.

14
Denyut jantung

Peningkatan denyut jantung pada akhir trimester ketiga, kedua atau awal

kehamilan biasanya meningkatkan 10 kali atau 20 kali diatas denyut jantung

dibandingkan dengan sebelum masa kehamilan. Tidak jarang didapatkan perempuan

pada akhir kehamilan dengan peningkatkan denyut jantung yang teratur dan

berlangsung normal.

Konsumsi oksigen

Konsumsi oksigen meningkat 20-30% sebagai akibat dari peningkatan kerja

jantung, peningkatan konsumsi oksigen pada miokard dapat memicu iskemia pada

wanita dengan penyakit jantung koroner.

Tabel. Penurunan hemodinamika selama kehamilan dan masa nifas


Kehamilan Akhir kehamilan Setelah kehamilan
Volume darah ↑ ↑ ↓
Resistensi pembuluh darah sistemik ↓ ↑ ↑
Isi sekuncup ↑ ↑ ↓
Curah jantung ↑ ↑ ↓
Denyut jantung ↑ ↑ ↓
Tekanan darah ↓ ↑ ↑

Metabolik

Wanita hamil normal akan mengalami kenaikan berat badan berkisar 10-14 kg

selama masa kehamilan dan harus diperhatikan kenaikannya setiap hari untuk

menghindari gagal jantung.

15
Berat badan pada wanita hamil akan mengalami kenaikan berat badan 2 kg

pada trimester pertama (meskipun pada wanita hamil dengan mual muntah pada pagi

hari penurunan berat badan tidak akan terjadi).

Kenaikan berat badan berlebihan pada akhir kehamilan menandakan retensi

cairan praeklampsia.

Gambar 1. Perubahan curah jantung selama kehamilan dan persalinan.

Perubahan fisiologi pada masa akhir kehamilan

Pada tahap pertama persalinan mengakibatkan kontraksi rahim berkontribusi

terhadap perubahan hemodinamika dalam 2 cara:

a. Kontraksi uterus dapat “memeras” darah ke dalam volume sirkulasi dan

meningkatkannya sebanyak 500 mL, yang dikenal dengan fenomena

“autotransfusi”.

16
b. Rasa takut pada ibu karena kontraksi uterus menyebabkan peningkatan sirkulasi

katekolamin yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan

curah jantung.

Curah jantung meningkat sekitar 10% setelah melahirkan, total curah jantung

meningkat sebesar 80% pada wanita sebelum hamil karena kombinasi autotransfusi

dan kompresi vena kava yang rendah (Lihat Gambar 1.1). Curah jantung kembali

normal setelah sekitar 60 menit setelah melahirkan. Perubahan hemodinamika dapat

dipengaruhi oleh pereda nyeri dan anastesis selama kehamilan

Perubahan fisiologi pada periode pasca melahirkan

Perubahan hemodinamika akan kembali setelah 3 bulan pasca melahirkan

seperti sebelum hamil, namun pada beberapa wanita bisa sampai 6 bulan pasca

melahirkan.

 Volume darah: menurun 10% setelah 3 hari pasca melahirkan.

 Tingkat Hb: meningkat selama 2 minggu pertama setelah melahirkan,

sebelumnya stabil.

 Tekanan darah: awalnya menurun kemudian meningkat pada hari ke 3-7

setelah melahirkan dan kembali normal 6 minggu setelah melahirkan.

 Resistensi pembuluh darah sistemik: meningkat selama 2 minggu pertama

selama melahirkan sampai 30%.

 Denyut jantung: selama 2 minggu pertama setelah melahirkan denyut jantung

kembali ke awal.

17
 Curah jantung: terjadi peningkatan 80% pada jam pertama setelah melahirkan

kemudian terus menurun selama 24 minggu setelah melahirkan

Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut jantung.

Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan bertambahnya usia

kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun dan curah jantung sangat

tergantung pada denyut jantung. Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama

dan awal trimester kedua. Denyut jantung, tekanan darah dan curah jantung akan

meningkat pada saat ada kontraksi uterus. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama

yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan

denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1, 2

Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi sentral.

Pada kehamilan normal, mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek

hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post partum, namun bila ada kelainan

jantung maka sentralisasi darah yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner

dan terjadi kongesti paru. Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi

cairan ekstra vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan

kardiomiopati sering terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post

partum. Curah jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post

partum.1,2

Takikardia akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi

pembuluh darah koroner pada saat diastol dan secara simultan kemudian

meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium. Ketidakseimbangan antara

18
suplai dan kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Tiga

perubahan hemodinamik yang berhubungan dengan penanganan penyakit jantung

adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung dan penurunan

resistensi vaskuler.1, 2

Pada awal kehamilan terjadi ekspansi aliran darah ginjal dan peningkatan laju

filtrasi glomerulus. Natrium yang difiltrasi meningkat hampir 50%. Meskipun

perubahan-perubahan fisiologis ini akan meningkatkan pengeluaran natrium dan air

terjadi pula peningkatan volume darah sebesar 40-50%. Sistem renin angiotensin

akan diaktifkan dan konsentrasi aldosteron dalam plasma akan meningkat.1, 2

Penambahan volume plasma akan menyebabkan penurunan hematokrit dan

merangsang hematopoesis. Massa sel-sel darah merah akan bertambah dari 18 %

menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap individu. Keadaan “anemia

fisiologis” ini biasanya tidak menyebabkan komplikasi pada jantung ibu, namun

anemia yang lebih berat akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan

terjadinya takikardia. Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk perfusi

pada sistem mikrosirkulasi penderita polisitemia yang berhubungan dengan penyakit

jantung sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik sedikit yang dirubah.

Keadaan ini membutuhkan suplai besi dan asam folat.1, 5

Kadar albumin serum akan menurun 22 % meskipun massa albumin

intravaskuler bertambah 20% akibatnya terjadi penurunan tekanan onkotik serum

dari 20 mmHg menjadi 19 mmHg. Pada kehamilan normal balans cairan

intravaskuler dipertahankan oleh penurunan tekanan onkotik intertitial, namun bila

19
terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri atau bila terjadi gangguan pada

pembuluh darah paru maka akan terjadi edem paru yang dini. Adanya perubahan

hemodinamik dan system kardiovaskular tersebut bila terjadi pada orang sehat akan

ditoleransi dengan baik, namun pada kehamilan yang disertai dengan penyakit

jantung biasanya akan menimbulkan permasalahan yang dapat berakibat fatal pada

ibu dan janinnya.1

Pada kehamilan dengan penyakit jantung kita harus berhati-hati terhadap saat

kritis yang dapat membahayakan keadaan ibu maupun janin yang dikandung. Berikut

merupakan saat kritis yang harus diwaspadai5 :

1) Hiperemesis Gravidarum :

Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi, sedangkan

metabolisme dan konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,

menyebabkan beban jantung menmgkat.

2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :

Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung meningkat.

3) Partus Kala II

Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung tiba-tiba

meningkat.

4) Puerperium :

a. Dini (3-5hari) :

20
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah yang kembali ke jantung

mendadak meningkat.

b. Lanjut :

Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut menyebar

secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial endokarditis (SBE).

2. Skrining Kehamilan dengan Penyakit Jantung

Penyakit jantung dalam kehamilan perlu diwaspadai. Penyebab tersering wanita

hamil dapat mengalami hal tersebut di negara berkembang berkaitan dengan penyakit

jantung katup yang disebabkan oleh penyakit demam rematik (Penyakit Jantung

Rematik). Secara umum gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas,

dan nyeri dada. Berhubung gejala ini juga berkaitan dengan kehamilan normal maka

dibutuhkan anamnesis yang cermat untuk memastikan apakah gejala ini sudah tidak

berhubungan dengan kehamilan normal. Bising sistolik dapat ditemukan pada 80%

wanita hamil, umumnya berhubungan dengan peningkatan volume aorta dan arteri

pulmonalis. Tipe bising ini adalah derajat 1 atau 2, midsistolik, paling keras pada

basal jantung, tidak berhubungan dengan kelainan fisik yang lain. Pada pasien dengan

bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi jantung dua yang keras. Setiap bising

diastolik dan bising sistolik yang lebih keras dari derajat 3/6 atau menjalar ke daerah

karotis harus dianggap sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami

21
kelainan jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap denyut vena

jugularis, sianosis pada daerah perifer, clubbing dan ronki paru.1,6

Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang

mempunyai : riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal,

bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau desaturasi oksigen

arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai wanita hamil

dengan dugaan kelainan jantung adalah ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan

radiografi paru hanya bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan jantung.

Pemeriksaan elektokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala

aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam.

Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit jantung

kongenital atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini bermanfaat bila ada

gejala penyakit jantung koroner akut selama kehamilan sebab mempunyai paparan

radiasi yang kecil sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan dapat dilakukan

revaskularisasi untuk mencegah infark miokard.1,7

Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang

ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut :2

Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.

Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat istirahat.

Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri,

palpitasi pada aktifitas yang ringan.

22
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala gagal

jantung.

Tabel 1. Beberapa indikator klinik dari kehamillan dengan penyakit jantung

(dikutip dari kepustakaan 2)

Gejala
 Dyspnea yang progresif atau orthopnea
 Batuk pada malam hari
 Hemoptisis
 Sinkop
 Nyeri dada
Tanda-tanda klinik
 Sianosis
 Clubbing pada jari-jari
 Distensi vena di daerah leher yang menetap
 Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
 Bising diastolik
 Kardiomegali
 Aritmia persisten
 Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
 Adanya kriteria hipertensi pulmonal

Manifestasi klinis di atas merupakan gambaran tanda dan gejala yang

ditimbulkan oleh penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung katup seperti pada

penyakit jantung rematik tentunya memiliki tanda dan gejala khas yang dapat

23
diamati, hal ini bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis. Penyakit jantung

rematik akan dibahas pada sub bab berikutnya.

3. Penyakit Jantung Rematik

Definisi

Penyakit jantung rematik, salah satu penyakit inflamasi kronik yang sering

ditemukan, dengan gejala yang timbul seperti panas, nyeri, nyeri tekan, kemerahan,

dan pembengkakan pada sendi disertai tanda-tanda kelainan pada jantung seperti

insufisiensi mitral dan aorta. Penyakit jantung rematik adalah merupakan gejala sisa

akibat karditis dari demam rematik sebelumnya. Demam rematik dapat menyebabkan

terjadinya inflamasi pada jantung dan kerusakan pada katup jantung (endokarditis).

Serangan pertama sering terjadi pada umur 7-14 tahun, serangan berulang muncul

saat menginjak dewasa. Kematian akibat serangan akut rendah, dan hampir sebagian

besar kasus sembuh secara spontan. Inflamasi pada jantung yang berlangsung lama

akan menimbulkan jaringan parut dan deformitas yang pada akhirnya akan terjadi

malfungsi katup jantung. Akibat terjadinya kerusakan pada otot-otot jantung maka

akan timbul penyakit jantung rematik, yang akan menyebabkan kematian pada usia

pertengahan dan usia tua.8-10

Penyakit jantung rematik dapatan awalnya disebabkan oleh demam rematik

yang sering ditemukan pada anak dan dewasa muda. Insidennya tinggi terutama di

negara-negara berkembang. Demam rematik akut biasanya terjadi setelah adanya

24
episode infeksi tenggorokan (faringitis) akibat streptokokus β hemolitikus grup A.

Infeksi streptokokus di tempat lain misalnya di kulit tidak dapat menyebabkan

timbulnya demam rematik. Penyakit ini tersering menyerang anak usia 6 sampai 15

tahun (insiden tertinggi pada usia 8 tahun).8-10

Penyakit jantung rematik biasanya terjadi akibat adanya mekanisme respon autoimun.

Manifestasinya dapat berupa carditis yang sering disertai dengan insufisiensi mitral

atau aorta, atau bahkan sampai terjadi gagal jantung kongestif. Selain menyerang

jantung, streptokokus juga menyerang sendi, otak dan kulit. Gejala-gejala lain yang

terjadi pada demam rematik akut selain carditis adalah artrhritis, chorea sydenham,

eritema marginatum, atau nodul subkutan. Penyakit jantung rematik akut merupakan

penyebab utama kematian 100 tahun lalu di Amerika serikat pada anak berusia 5-20

tahun. Insidennya kemudian menurun di negara-negara maju dan angka kematiannya

merosot drastis menjadi 0 % sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia penyakit jantung

rematik menjadi masalah kesehatan yang utama. Penyakit jantung rematik yang

kronis diperkirakan terdapat pada 5-30 juta anak dan dewasa muda. Mortality rate

untuk kasus ini berkisar antara 1-10 %.8-10

Epidemiologi

Berdasarkan statistik, diseluruh dunia terdapat 15,6 juta kasus penyakit

demam rematik, sekitar 470.000 kasus demam rematik yang baru, serta sekitar

233.000 kasus demam rematik dan penyakit jantung rematik berakhir dengan

kematian tiap tahunnya. Di daerah tertentu seperti pegunungan Rocky, terjadi

25
peningkatan jumlah kematian akibat penyakit jantung rematik dimana daerah

tersebut memiliki resiko tinggi terjadinya penyakit jantung rematik dibandingkan

daerah iklim kering dan daerah dengan ketinggian tertentu lainnya. Dari hasil

penelitian tahun 1959-1961 di Colorado didapatkan bahwa lembah San Luis

merupakan daerah dengan jumlah kasus terbanyak untuk penyakit jantung rematik,

dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Pada tahun 2002, penyakit jantung

rematik telah digolongkan sebagai penyakit kardiovaskular dengan tingkat morbiditas

dan mortalitas yang tinggi diseluruh dunia, dimana tingkat kematian secara global

akibat penyakit jantung rematik adalah sekitar 16,7 juta populasi. Sub-Sahara Afrika

merupakan daerah dengan tingkat kematian tertinggi akibat penyakit jantung rematik

sekitar 1,08 juta kasus pada rentang waktu 2002-2003, diikuti Asia Tengah dan

Selatan dengan angka kematian sekitar 7,34,786 kasus, Cina dengan 1,76,576 kasus,

Afrika Utara dan Mediterania dengan 1,53,679 populasi, Amerika Latin dengan

1,36,971 kasus, Asia Tenggara dan bagian lain dari benua asia dengan 1,01,822

kasus, Eropa Selatan dengan 40,366 kasus, daerah Pasifik 7,744 kasus, negara-negara

berkembang lainnya sekitar 33,330 kasus. Dari 12 juta orang yang terjangkit demam

rematik dan penyakit jantung rematik, 2/3 adalah anak-anak dengan rentang umur 5-

15 tahun. Jumlah kematian akibat penyakit jantung rematik sekitar 3 orang per tahun,

dimana sekitar 2 juta populasi memerlukan perawatan berulang ke rumah sakit, dan

sekitar 1 juta pasien dengan penyakit jantung rematik memerlukan operasi satelah

umur 5-20 tahun. Penyakit jantung juga dapat terjadi pada 1 – 4 % dari kehamilan

pada perempun-perempuan yang tidak memiliki gejala kelainan jantung sebelumnya.

26
Penyakit jantung rematik yang dilaporkan terjadi pada kehamilan memiliki angka

kejadian yang bervariasi di beberapa negara Asia yaitu 0,4 - 4 % dari seluruh

kehamilan yang dilaporkan. Oleh karena itu, penyakit jantung rematik menjadi salah

satu masalah kesehatan yang sering akan dihadapi dewasa ini, karena penyakit ini

tidak hanya akan menjadi masalah bagi para klinisi, namun juga dapat digunakan

sebagai pertanda keadaan suatu bangsa dari segi ekonomi dan sosial serta standar

hidup yang dianut masing-masing negara.3,8

Etiologi dan faktor predisposisi

Penyebab timbulnya penyakit jantung rematik adalah akibat infeksi kuman

streptokokus beta hemolitikus grup A dimana akan terjadi kerusakan patologis

jaringan yang pada dasarnya terjadi akibat reaksi inflamasi yang menahun baik

berupa proses eksudasi, proliferasi, dan pembentukan jaringan parut pada otot-otot

jantung dan katup jantung itu sendiri sehingga akan terjadi malfungsi jantung yang

pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya insufisiensi katup mitral dan katup aorta.

Faktor predisposisi yang sering dihubungkan dengan terjadinya penyakit jantung

rematik adalah:

Faktor pada Individu : 9,10

1. Faktor genetik

Banyak demam rematik atau penyakit jantung rematik terjadi pada satu

keluarga ataupun pada anak kembar. Hal ini diduga karena terdapat adanya

27
suseptibilitas genetik yang diwariskan yang menyebabkan peningkatan sensitifitas

terhadap infeksi streptokokus β hemolitikus grup A. 2-3 % dari individu yang pernah

menderita faringitis streptokokus menjadi menderita demam rematik. Sebaliknya 50

% dari penderita demam rematik sebelumnya pernah menderita faringitis

streptokokus. Fakta ini menunjukkan bahwa adanya keterlibatan faktor genetik dalam

timbulnya penyakit ini. Suseptibilitas genetik terhadap timbulnya demam rematik

dimediasi oleh sebuah gen resesif. Pada suatu studi, ditemukan terdapat spesific B-

cell alloantigen pada 99 % pasien dengan demam rematik dan hanya 14 % pada

control. Suseptibilitas genetik ini juga didukung oleh suatu studi yang membuktikan

hubungan antara HLA antigen dengan penyakit ini. Studi tersebut menunjukkan

terdapat kadar HLA antigen class II yang tinggi pada pasien dengan demam rematik

dan sering dihubungkan dengan timbulnya penyakit jantung rematik. Selain itu

Dudding dan Ayoub menemukan adanya peningkatan respon terhadap karbohidrat

dari streptokokus β hemolitikus grup A. Peningkatan respon imun ini berhubungan

dengan pewarisan HLA-DR2 atau HLA-DR4. Dari beberapa penelitian yang

dikembangkan di Amerika Serikat, ternyata frekuensi HLA-DR banyak terdapat pada

penderita penyakit jantung rematik. Terdapat beberapa subkelas HL-DR yang

dihubungkan dengan etnik dan ras. HL-DR 1 sering ditemukan pada penderita

penyakit jantung rematik dari ras negroid, HL-DR 3 banyak ditemukan pada pasien

jantung rematik di India bagian timur, HL-DR 4 ditemukan pada ras kulit putih yang

menderita penyakit jantung rematik. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa

28
suseptibilitas genetik terhadap streptokokus β hemolitikus grup A berhubungan

dengan keadaan hiperreaktivitas imun terhadap antigen organisme ini.

2. Jenis kelamin

Dahulu sering disebutkan bahwa demam rematik lebih sering terjadi pada

anak wanita. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan tidak adanya perbedaan jenis

kelamin, meskipun manifestasi tertentu lebih sering ditemukan pada salah satu jenis

kelamin. Misalnya chorea lebih sering ditemukan pada wanita. Kelainan katup

sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis

kelamin. Dari hasil penelitian Asosiasi Penyakit Jantung Amerika, ternyata penderita

penyakit jantung rematik yang mengalami stenosis mitral lebih banyak diderita oleh

wanita dibandingkan laki-laki.

3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun

serangan ulang lebih sering terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan orang kulit

putih. Tapi data ini harus dinilai dengan lebih hati-hati karena berbagai faktor

lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan bahkan

merupakan penyebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas adalah adanya

stenosis mitral. Di negara-negara barat stenosis mitral umumnya terjadi bertahun-

tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi data di India

menunjukkan bahwa stenosis mitral organik terjadi hanya dalam waktu yang relatif

singkat, hanya 6 bulan – 3 tahun setelah serangan pertama.

29
4. Umur

Umur agaknya menjadi faktor predisposisi terpenting pada timbulnya

penyakit jantung reumatik dan penyakit demam rematik. Penyakit ini paling sering

menyerang anak usia 6-15 tahun, dengan puncak pada umur 8 tahun. Tidak biasa

ditemukan pada anak usia 3-5 tahun, dan sangat jarang terjadi pada anak berumur

dibawah 3 tahun atau diatas 20 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi seseorang serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat

ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik

yang jika tidak dideteksi dan ditangani sejak dini akan menimbulkan penyakit jantung

rematik.

Faktor lingkungan : 9,10

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan terpenting sebagai predisposisi

untuk terjadinya demam rematik menahun yang pada akhirnya akan menimbulkan

penyakit jantung rematik. Insiden demam reumatik di negara-negara yang sudah maju

jelas menurun sebelum era antibiotika sehingga secara tidak langsung insiden

penyakit demam rematik di negara-negara maju sangat rendah . Termasuk kedalam

sosial ekonomi yang buruk adalah keadaan sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-

30
rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk

mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang.

2. Iklim dan geografi

Penyakit demam reumatik ini paling banyak ditemukan di negara beriklim

tropis sehingga insiden penyakit jantung rematik banyak ditemukan pada daerah-

daerah beriklim tropis seperti India, Bangladesh, dan Indonesia. Di daerah yang

letaknya tinggi, insiden demam reumatik atau penyakit jantung rematik lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah yang lebih rendah.

3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi

saluran napas bagian atas meningkat, sehingga insiden demam reumatik atau penyakit

jantung rematik juga meningkat.

Morfologi kuman

Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat atau bulat telur yang

tersusun seperti rantai. Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu

panjang rantai. Anggota-anggota rantai sering tampak sebagai diplokokus dan

bentuknya kadang-kadang menyerupai batang. Dinding sel streptokokus mengandung

protein (antigen M,T,R), karbohidrat, dan peptidoglikan. Pada streptokokus golongan

A terdapat pili yang menonjol keluar menembus simpai, pili tersebut terdiri dari

protein M yang tertutup asam lipoteikoat. Asam lipoteikoat sangat penting untuk

perlekatan streptokokus pada sel epitel.9

31
Kebanyakan streptokokus tumbuh pada perbenihan padat sebagai koloni

diskoiddengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering

membentuk koloni mukoid. Energi utama streptokokus untuk tumbuh diperoleh

terutama dari penggunaan gula. Pertumbuhan streptokokus cenderung kurang subur

pada perbenihan padat atau di dalam kaldu.9

Streptokokus grup A yang merupakan spesies pyogenes merupakan 1 dari 20

serogrup dari Streptokokus β hemolitikus yang diklasifikasikan oleh Lancefield.

Organisme ini teridentifikasi dari morfologi koloninya dan kemampuannya untuk

menyebabkan hemolisis saat ditumbuhkan di agar darah. Selnya tersusun atas 3

komponen penting yaitu :10

1. Sitoplasma

Sitoplasma dikelilingi oleh membran yang tersusun terutama oleh lipoprotein.

2. Dinding sel

Dinding sel pada Streptokokus β hemolitikus terdiri dari 3 komponen yaitu :

(1) komponen paling dasar adalah peptidoglikan. Komponen ini memberi

rigiditas pada dinding sel, selain itu bersama dengan polisakarida

menyebabkan arthritis dan reaksi nodular. (2) Polisakarida (karbohidrat),

dimana struktur ini dipakai sebagai dasar untuk membedakan serogroup.

Susunan antigen pada karbohidrat organisme ini mirip dengan glikoprotein

yang terdapat pada katup mitral. (3) Komponen terakhir adalah protein yaitu

32
protein M, R, T. Yang terpenting adalah protein M yang merupakan antigen

spesifik dari Streptokokus β hemolitikus grup A. Adanya protein M ini dapat

menghambat proses fagositosis. Efek inhibitor ini dinetralisir oleh antibodi

terhadap protein M.

3. Kapsul

Merupakan struktur terluar dari streptokokus, dimana komponen utamanya

adalah hyaluronat. Adanya hyaluronat ini menyebabkan penampakan mukoid

pada isolat.

Lebih dari 20 enzim ekstraselular yang dihasilkan oleh Streptokokus grup A,

diantaranya yang terpenting adalah :9,11

1. Streptokinase

Disebut juga fibrinolisin. Zat ini mengubah plasminogen dalam plasma

manusia menjadi plasmin, suatu enzim proteolitik aktif yang menghancurkan

fibrin dan protein-protein lain. Proses penghancuran ini dapat dihambat oleh

antibodi spesifik yaitu antistreptokinase.

2. Deoksiribonuklease streptokokus (streptodornase)

Menyebabkan depolimerisasi DNA.

3. Hyaluronidase

Memecah asam hyaluronat yang merupakan komponen penting bahan dasar

jaringan ikat. Jadi hyaluronidase membantu menyebarkan organisme

33
penyebab infeksi. Setelah infeksi, ditemukan antibodi spesifik terhadap

hyaluronidase.

4. Hemolisin (Streptolisin)

Menyebabkan hemolisis sel darah merah. Perusakan total eritrosit disertai

pelepasan hemoglobin disebut β-hemolisis, sedangkan lisis eritrosit yang tidak

sempurna dengan pembentukan pigmen hijau disebut α-hemolisis. Terdapat 2

jenis streptolisin, yaitu :

 Streptolisin O ( O2 labil- streptolisin O)

Suatu protein yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi, dan

cepat tidak aktif bila ada oksigen. Terdapat antibodi spesifik yang muncul

terhadap streptolisin O yaitu antistreptolisin O, dimana peningkatan titer

antibosi ini dalam serum menunjukkan adanya infeksi Streptokokus β

hemolitikus grup A. Titer serum Anti streptolisin O ( ASTO) yang lebih

dari 160-200 unit menunjukkan adanya infeksi streptokokus β hemolitikus

grup A.

 Streptolisin S (O2 stabil streptolisin S)

Zat penyebab timbulnya zona hemolitik disekitar koloni streptokokus yng

tumbuh pada agar darah. Tidak menimbulkan antibodi spesifik.

34
Patogenesis

Streptokokus β hemolitikus grup A adalah kokus gram positif yang sering

berkoloni di kulit dan orofaring. Organisme ini dapat menyebabkan lesi supuratif

seperti faringitis, impetigo, myositis, pneumonia, dan sepsis puerperalis. Ia juga dapat

menyebabkan lesi nonsupuratif seperti demam rematik dan glomerulonefritis akut

poststreptokokus. Organisme ini memiliki toksin hemolitik yaitu streptolysin S dan

O. Hanya streptolysin O yang dapat menimbulkan respon antibodi yang persisten

sebagai salah satu marker dari adanya infeksi streptokokus β hemolitikus grup A.

Organisme ini juga dilindungi oleh surface protein pada dinding selnya yaitu M

protein. Protein ini merupakan faktor virulen yang utama bagi streptokokus jenis

ini.10,12

Demam rematik terjadi pada anak dan dewasa muda biasanya setelah

menderita faringitis akibat streptokokus β hemolitikus grup A. Organisme ini melekat

dengan dinding sel epitel mukosa traktus respiratorius bagian atas dengan

memproduksi enzim yang menyebabkan kerusakan dinding sel epitel sehingga ia

dapat mengadakan invasi. Setelah fase inkubasi selama 2-4 hari, organisme yang

telah menginvasi tersebut menyebabkan timbulnya respon inflamasi akut selama 3-5

hari yang ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala dan

peningkatan jumlah leukosit.10,12

35
Pada penderita demam rematik terjadi kegagalan dalam mengisolasi

organisme ini dari organ yang terinfeksi dalam bentuk apapun. Hal ini menunjukkan

bahwa kerusakan sel pada demam rematik bukan disebabkan secara langsung oleh

mikroorganismenya melainkan oleh reaksi autoimunitas. Kaplan mengemukakan

hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokus dengan otot

jantung, dimana susunan antigen pada streptokokus β hemolitikus grup A mirip

dengan susunan antigen otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun

dan pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada organ jantung secara

keseluruhan.10,12

Penatalaksanaan Umum Kehamilan dengan Penyakit Jantung

Sebaiknya dilakukan kerjasama dengan ahli jantung. Secara garis besar

pentalaksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring,

menurunkan preload dengan diuretik, meningkatkan kontraktilitas otot jantung

dengan digitalis dan menurunkan afterload dengan vasodilator. Berikut merupakan

penatalaksanaan umum kehamilan dengan penyakit jantung :5

a. Waktu ANC

1. Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung fungsional klas I & II. Bila

klas III & IV dipertimbangkan abortus provocatus medicinalis

2. Perawatan bersama Penyakit dalam

36
3. Pencegahan terhadap :

a) Anemia defisiensi besi

b) Infeksi

c) Toksemia gravidarum

d) Obesitas

e) Pekerjaan fisik, cemas, aritmia

b. Waktu Inpartu

Kala I :

a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik (bukan karena DC)

b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda akut DC seperti :

 Nadi lebih dari110 kali permenit

 Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit

 Ronki basal paru-paru

 Suara jantung (S 1 ) mengeras

 Gallop rhythm

 Paroksismal atrial tachycardia

Kala II :

a. Dipercepat dengan forsep ekstraksi

b. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri

c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi

d. Didampingi dokter penyakit dalam

37
Kala III :

Cegah akut refluk darah ke jantung dengan cara Fowler (gravitasi) dan

pemasangan torniquet pada kedua tungkai.

Pada kala II persalinan anak dapat dilahirkan spontan bila tidak ada gagal

jantung dan ibu sedapatnya dilarang meneran. Bila telah berlangsung 20 menit

dan ibu tidak dapat dilarang meneran maka dilakukan forcep ekstraksi.

c. Waktu Puerperium

1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE

2) Kalau perlu berikan sedatif

3) Cegah konstipasi

4) Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :

a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,

berlanjut menjadi mastitis, mengakibatkan SBE

b. Menyusui, mengakibatkan keseimbangan cairan berubah,

menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)

d. Keluarga Berencana

1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)

2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD

3) Sebaiknya anak tidak lebih dari dua

38
4. Penyakit Jantung Katup

Abnormalitas katup dapat kongenital ataupun didapat. Sebagian besar adalah


sekunder akibat demam rematik yaitu 90% dari keseluruhan kelainan jantung dalam
kehamilan. Derajat risiko berkembangnya komplikasi tergantung pada lesi katup
spesifik, jumlah katup yang terlibat, dan derajat obstruksi dari katup khususnya katup
mitral dan aorta.

a. Stenosis katup mitral/ Mitral stenosis (MS)

Stenosis mitralis terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral

pada waktu fase penyembuhan demam rematik. Perubahan ini mengakibatkan

penyempitan lubang katup dan mengurangi pergerakan daun katup sehingga

menghambat majunya aliran darah dari atrium kiri ke vantrikel kiri selama fase

diastolik ventrikel.12

Untuk mengisi ventrikel dengan dan mempertahankan curah jantung, atrium

kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui

katup yang menyempit. Oleh karena itu, terjadi peningkatan perbedaan tekanan

(pressure gradient) yang semakin besar antara kedua ruang tersebut. Otot atrium kiri

mengalami hipertropi untuk meningkatkan kekuatan pemompaan darah, selain itu

terjadi dilatasi atrium karena volume atium kiri meningkat akibat ketidakmampuan

atrium mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium

kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru (meningkatkan tekanan

vena dan kapiler pulmonalis). Akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari

39
kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai

cairan ke dalam alveoli.

Ventrikel kanan yang merupakan pompa utama dalam mengalirkan darah

melalui katup mitral yang mengalami stenosis akan mengalami kelebihan beban

(pressure overload). Pada stenosis mitralis yang berat, hipertensi pulmonal dapat

memicu gagal jantung kanan. Kegagalan ventrikel kanan dipantulkan ke belakang ke

dalam sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema

perifer.12

Kelainan penyempitan katup mitral ini merupakan penyakit jantung katup

rematik yang paling sering ditemuakan pada perempuan usia reproduktif. Induksi

perubahan hemodinamik dalam kehamilan sangat buruk ditoleransi oleh mitral

stenosis karena dengan peningkatan curah jantung dan takikardi akan memperpendek

waktu diastolic, sehingga meningkatkan mean mitral gradient / perbedaan tekanan

lintas katup mitral.12

Kelainan Mitral Stenosis mungkin baru ditegakkan pertama kali ketidak

timbul keluhan dan gejala sewaktu hamil pada pasien-pasien tanpa keluhan

sebelumnya. Toleransi hemodinamik biasanya baik pada trimester pertama karena

takikardi dan peningkatan curah jantung masih moderat. Mitral Stenosis ringan pada

umumnya dapat ditatalaksanan dengan hati-hati selama kehamilan, sedang pasien

dengan Mitral stenosis moderat dan berat kerap mengalami perburukan hemodinamik

40
pada trimester ketiga dan ketika persalinan. Perubahan fisiologik terjadinya

peningkatan volume darah dan peningkatan frekuensi denyut jantung menyebabkan

peningkatan takanan serambi kiri jantung yang mengakibatkan edema paru. Kerap

edema paru merupakan gejala pertama dari Mitral Stenosis, terutama terjadi pada

pasien yang telah mengalami atrial fibrilasi. Bagaimanapun peningkatan keluhan

nafas pendek yang progesif adalah yang tersering. Penambahan volume darah

kedalam sirkulasi sistemik/autotransfusi sewaktu his uterus menyebabkan pasien

dalam kondisi berbahaya saat melahirkan. Pasien-pasien tersebut dapat memerlukan

koreksi dengan cara operasi katup atau percutaneous mitral ballon valvotomy (BMV)

sebelum atau sewaktu hamil.12

Secara teori diagnosis Mitral Stenosis lebih mudah ditegakkan selama

kehamilan, karena intensistas murmur yang cenderung meningkat akibat adanya

peningkatan curah jantung. Namun takikardi menyebabkan persepsi murmur kerap

sulit. Stenosis mitral sedang atau berat memiliki toleransi buruk terhadap kehamilan.

Gambar 2. Patofisiologi stenosis mitral

41
Risiko dekompensasi tergantung tingkat keparahan MS. Gagal jantung sering

terjadi pada wanita hamil dengan MS sedang atau berat, terutama selama trimester

kedua dan ketiga. Gagal jantung biasanya progresif. Edema pulmonal dapat terjadi,

terutama ketika MS tidak diketahui atau jika terjadi Atrial fibrilasi (AF).

Penentuan derajat stenosis

 Tentukan beratnya stenosis dan ukuran atrium kiri dengan ekokardiogram.

- Biasanya tanpa gejala hingga area katup <2 cm2

- Stenosis mitral sedang : area katup 1 hingga 1,5 cm2

- Stenosis mitral berat : area katup <1 cm2

 Lakukan pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan adanya AF akibat pembesaran

atrium kiri. Dapat menunjukkan suatu pembesaran atrium kiri, hipertrofi

ventrikel kanan, dan pembesaran atrium kanan pada kasus dengan hipertensi

pulmonal.

 Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan suara jantung pertama yang keras,

adanya opening snap, dan rumbling diastolic murmur.

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada penyakit yang ringan, pasien dapat tidak mengeluh sama sekali (asimtomatik).

Gejala-gejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai

sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal 4-5 cm2 menjadi kurang dari 2,5 cm2. Rasa

42
lemah dan lelah dapat merupakan gejala awal yang sering ditemukan akibat curah

jantung yang menetap jumlahnya dan akhirnya berkurang. Pada stenosis mitralis yang

berat gejala-gejala pernafasan seperti sesak saat beraktifitas (dyspnea on exertion),

orthopnoe, dan paroxysmal nocturnal dyspnea akan semakin menonjol. Hal ini akan

dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral atau

menurunnya waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi,

demam, aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel

cepat.13

Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang menurut Wood

dapat terjadi karena: (1) apopleksi pulmonal akibat rupturnya vana bronkial yang

melebar, (2) sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nokturnal

dispnea, (3) sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, (4)

infark paru, (5) bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Pembesaran

atrium kiri dapat menekan saraf laringeal rekuren kiri sehingga suara menjadi serak

(Orter’s syndrome). Pada beberapa pasien, fibrilasi atrium dapat menjadi petunjuk

adanya stenosis mitral.13

Pemeriksaan fisik sangat besar peranannya dalam menegakkan diagnosis

stenosis mitralis. Pada fase lanjut penyakit ini, kekuatan denyut nadi di arteri dapat

melemah. Hal ini mengindikasikan berkurangnya volume sekuncup. Pada stenosis

mitral yang berat dapat memberikan gambaran wajah mitral dengan karakteristik pipi

yang berwarna merah muda keunguan. Temuan klasik pada stenosis mitral adalah

43
opening snap dan bising/murmur diastol kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral.

Opening snap dari katup mitral muncul akibat adanya tekanan yang mendadak pada

daun katup setelah daun katup tebuka. Suara ini paling jelas terdengar pada apeks

jantung dengan diafragma stetoskop.13

Murmur diastolik kasar pada stenosis mitral terdengar jelas di apeks jantung

dengan bell stetoskop. Suara murmur yang keras dapat menjalar ke axila atau daerah

sternal kiri bagian bawah. Walaupun intesitas dari diastolik murmur tidak berkaitan

erat dengan tingkat keparahan stenosis namun waktu atau lamanya bising dapat

menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis ringan bising halus dan singkat,

sedangkan pada yang berat holodiastol dan aksentuasi presistolik.13

Pada kasus-kasus ringan harus dicurigai stenosis mitral bila teraba dan

terdengar S1 yang keras. S1 mengeras oleh karena pengisisan yang lama membuat

tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke

posisinya. S1 yang keras bisa tidak terdengar jika daun katup sudah menjadi kaku dan

tebal akibat kalsifikasi karena daun katup sulit untuk terbuka.13

Murmur diastol pada stenosis mitral dapat menjadi lebih halus pada pasien

dengan obesitas, emfisema paru (PPOK), atau status curah jantung rendah dengan

aliran yang lambat saat melewati katup mitral. Sejumlah keadaan yang dapat

memberikan temuan auskultasi seperti pada stenosis mitral diantaranya pada ASD

44
saat aliran besar melalui trikuspid, atau aliran besar melalui mitral seperti pada VSD,

atau regurgitasi mitral.14

Pemeriksaan penunjang13

EKG: tampak pembesaran atrium kiri (gelombang P melebar dan beratakik (paling

jelas pada sadapan II dikenal sebagai ”P mitral”), bila iramanya sinus normal;

hipertrofi ventrikel kanan; fibrilasi atrium lazim terjadi tetapi tidak spesifik untuk

stenosis mitral.

Foto toraks: pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan; kongesti vena

pulmonalis; edema paru interstitialis; redistribusi pembuluh darah paru ke lobus

bagian atas; kalsifikasi katup mitral.

Ekokardiografi Doppler : alat diagnostik noninvasif utama yang digunakan

untuk menilai keparahan stenosis mitral. Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur

dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri

(’mitral valve area’), struktur dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi

ventrikel. Berdasarkan eko Doppler juga dapat diketahui gradien transmitral dan

besarnya tekanan pulmonal untuk menentukan derajat Mitral Stenosis, pengukuran

area katub mitral (mitral valve area / MVA), fungsi pompa ventrikel kiri, trombus,

dan derajat hipertensi pumonal dengan mengukur takanan arteri pulmonal. MVA

merupakan determinan kuat untuk terjadinya edema paru akut. Pada umumnya MVA

1,5 atau 1 cm2/luas permikaan tubuh m2 merupakan batasan Mitral Stenosis berat.

45
Namun, peningkatan gardien takanan antara serambi kiri dan bilik kiri yang juga

ditentukan oleh compliance serambi kiri merupakan masker dari toleransi Mitral

Stenosis, bukan derajat mitral stenosis atau luas MVA. Pengukuran takanan arteri

pulmonal dan pemeriksaan regurgitas tricuspid dengan ekokardiogarfi Doppler

merupakan masker ekokediografi untuk penentuan toleransi dari Mitral Stenosis.

Tindak lanjut

Tindak lanjut klinis dan ekokardiografi diindikasikan dilakukan setiap bulan

atau dua bulan tergantung toleransi hemodinamik.

Tatalaksana

Tujuan dari terapi adalah :

1. Mencegah takikardia: manajemen nyeri, pemberian β-blocker. Target denyut

jantung <100 x/m

2. Menjaga pengisian ventrikel kiri (preload). Preload yang inadekuat dapat

menyebabkan pengisian ventrikel kiri yang inadekuat dan penurunan cardiac

output.

Apabila muncul gejala-gejala atau terjadi hipertensi pulmonal (secara

ekokardiografi diperkirakan PAP sistolik >50 mmHg), aktivitas harus dibatasi dan

diberikan terapi β1-selective blocker. Diuretik dapat digunakan jika gejala-gejala

menetap, hindari penggunaan diuretik dosis tinggi.

46
Atrial fibrilasis pada pasien Mitral Stenosis dapat mengakibatkan gagal

jantung. Pemberian digitalis dan penyekat beta dapat menurunkan frekuansi denyut

jantung dan diuretic dapat digunakan untuk mengurangi volume darah dan

menurunkan tekanan ruang serambi kiri. Kardioversi elektrik dapat dilakukan dengan

aman dan segera bila gangguan atrial febrilasi menimbulkan perburukan

hemodinamik. Pasien dengan permanen atau paroksismal atrial fibrilasi

meningkatkan resiko terjadinya stroke sehingga memerlukan pemberian anti

koagulasi. Persalinan pervaginam dapat berjalan dengan aman pada Mitral Stenosis

yang dapat menoleransi kehamilan dengan baik pada NYHA klas 1 dan 2 dan bila

tekanan arteri pomonal kurang dari 50 mmHg. Namun, pasien dengan gagal jantung

kongestif atau Mitral Stenosis barat dan moderat dan tekanan areri pumonal 50

mmHg, harus dilakukan monitor hemodinamk sentra dengan kateter arteri pulmonal

atau Swan Ganz selama persalinan. Pertahankan tekanan baji (wedge arterial

pressure) = 14-20 mmHg. Terjadi peningkatan 8-10 mmHg tekanan atrium kiri dan

tekanan baji pada saat persalinan. Anestesi epidural dapat dilaksanakan selama

persalinan. Atibiotik profilaksis direkomendasikan diberikan saat persalinan.

Fluktuasi hemodinamik saat persalinan akibat rasa nyeri dan autotransfusi perlu

diawasi dan dihindari.3

47
Persalinan

Persalinan pervaginam diperbolehkan pada pasien dengan MS ringan serta

MS sedang dan MS berat yang termasuk NYHA kelas I/II tanpa adanya hipertensi

pulmonal.

Operasi sesar dipertimbangkan pada pasien dengan MS sedang atau berat

yang termasuk NYHA kelas III/IV atau pasien dengan hipertensi pulmonal meski

telah dilakukan terapi medis, diantaranya komisurotomi mitral perkutaneus yang

tidak bisa dilakukan atau gagal. Hindari penggunaan agen tokolitik yang dapat

menyebabkan takikardia (con. Terbutalin).

Hal yang harus dihindari

- Hindari takikardia (dapat menurunkan diastolic ventricular filling time)

- Hindari kelebihan cairan (dapat menyebabkan AF, edema pulmonal, dan

kegagalan ventrikel kanan)

- Hindari penurunan resistensi vaskuler sistemik/ hipotensi (penurunan cardiac

output)

- Hindari peningkatan resistensi vaskuler pulmonal (hipoksia)

Komplikasi yang dapat terjadi

- Edema pulmonalis, atrial fibrilasi, dan takikardia supraventrikuler adalah

yang paling sering terjadi.

48
- 60% berkembang menjadi edema pulmonal antepartum, dengan rata-rata usia

kehamilan 30 minggu.

- Tromboembolisme dapat terjadi sebagai akibat dari dilatasi atrium kiri.

Rekomendasi

 Pada pasien dengan gejala-gejala atau hipertensi pulmonal, pembatasan aktivitas


dan β1-selective blocker direkomendasikan. (Rekomendasi I-B)
 Diuretik direkomendasikan ketika gejala-gejala kongestif menetap meski dengan
β -blocker. (Rekomendasi I-B)
 Pasien dengan MS berat menjalani intervensi sebelum kehamilan. (Rekomendasi
I-C)
 Terapi antikoagulan direkomendasikan pada kasus dengan riwayat atrial fibrilasi,
trombosis atrium kiri, atau emboli sebelumnya. (Rekomendasi I-C)
 Komisurotomi mitral perkutaneus harus dipertimbangkan pada pasien hamil
dengan gejala-gejala berat atau tekanan arteri pulmonal sistolik >50 mmHg
meskipun telah diterapi medis. (Rekomendasi IIa-C)

b. Stenosis katup aorta /Valvular Aortic Stenosis (AS)

AS kongenital paling sering disebabkan oleh katup aorta bikuspidal. Katup

aorta bikuspidal berhubungan dengan dilatasi aorta dan diseksi aorta, oleh karena itu

dimensi aorta harus diukur sebelum hamil dan selama hamil. Risiko diseksi

meningkat selama kehamilan. Semua wanita dengan katup aorta bikuspid perlu

menjalani pencitraan aorta ascenden sebelum hamil dan pembedahan perlu

dipertimbangkan jika diameter aorta >50 mm.

Aorta stenosis berat karena penyakit jantung rematik jarang ditemukan pada

pasien usia muda, yang tersering disebabkan oleh kelainan bawaan yaitu katup

bicuspid. Aorta stenosis ringan dan moderat dengan fungsi ventrikel kiri yang masih

49
baik biasanya dapat menoleransi kehamilan dengan baik. Sebaliknya, pasien dengan

aorta stenosis berat, (aortic valve area/area katup aorta: <0,7 cm dan gradient

tekanan>50 mmHg) dan yang dengan gejala merupakan resiko tinggi bagi perempuan

hamil juga janinnya. Gejala yang timbul dapat sesak napas, sinkop, yang timbul pada

trimester 2 akhir atau trimester 3 akhir. Resiko kelahiran premature, pertumbuhan

janin terhambat, dan berat badan lahir rendah semakin meningkat seiring dengan

adanya penyakit katup congenital pada wanita hamil.3

Gambar 3. Patofisiologi stenosis aorta

Penentuan derajat stenosis aorta

 Evaluasi ukuran pembukaan katup aorta, gradien aliran dari katup dan fraksi

ejeksi

 Stenosis berat (area katup <1 cm2, gradien puncak >75 mmHg atau fraksi ejeksi

<55%) memiliki risiko yang signifikan, dibutuhkan koreksi prekonsepsi

50
 Pemeriksaan EKG dapat menunjukkan suatu hipertrofi ventrikel berat (dinding

posterior >15 mm) dan pembesaran atrium kiri.

Follow up

Pada AS berat, evaluasi jantung dilakukan setiap satu bulan atau dua bulan,

termasuk ekokardiografi yang digunakan untuk menentukan status gejala, progresi

AS, atau komplikasi lain. Terapi medis diuretik dapat diberikan jika terdapat gejala

kongestif. Kehamilan tidak perlu dicegah pada pasien yang tidak menunjukkan

adanya gejala, bahkan pada AS berat dengan ukuran dan fungsi LV yang normal serta

tidak ditemukannya hipertrofi ventrikel kiri yang berat. Berdasarkan gejala yang

tampak, pembedahan sebelum hamil harus dipertimbangkan pada pasien dengan aorta

asenden >50 mm (27,5 mm/m2).

Intervensi selama kehamilan

Selama hamil pada pasien dengan gejala yang berat dan tidak berespon

terhadap terapi medis, valvuloplasti perkutaneus dapat dilaksanakan pada katup non-

kalsifikasi dengan regurgitasi minimal.

Penatalaksanaan

Idealnya harus dilakukan koreksi katup sebelum pasien hamil. Pasien dengan

keluhan klinis atau gradient/perbedaan tekanan lintas katup aorta>50 mmHg

dianjurkan untuk menunda konsepsi sampai dilakukan koreksi bedah. Bila aorta

stenosis berat ditemukan sewaktu hamil, valvuloplasti balon aorta harus dilakukan

51
sebelum persalinan. Anestesi spinal dan epidural kurang dianjurkan karena efek

vasodilatasinya. Seperti mitral stenosis, monitoring hemodinamik dengan kateter

Swan Ganz dan profilaksis antibiotic direkomendasikan selam persalinan

pervaginam. Pemeriksaan ekokardiografi penting dalam mencari kelainan katup yang

lain, dimensi ruang-ruang jantung, tekanan arteri pulmonalis untuk menentukan

derajat hipertensi pulmonal, deteksi adanya thrombus, dan fungsi pompa ventrikel

kiri.3

Persalinan

Pada AS berat, terutama dengan gejala-gejala selama paruh kedua kehamilan,

dilakukan persalinan sesar dengan intubasi endotrakheal dan anestesia umum. Pada

AS yang tidak berat, persalinan pervaginam lebih dipilih. Hindari penurunan tahanan

vaskular perifer selama anestesi regional dan analgesia.

Komplikasi yang dapat terjadi

Komplikasi dapat terjadi akibat perfusi yang rendah atau justru berlebihan.

Perfusi yang rendah dapat mengancam nyawa. Target pulmonary artery wedge

pressure adalah 15-17 mmHg. Hati-hati dalam penggunaan diuretik.

Jika obstruksi tidak tertangani dan cardiac output tidak dapat dijaga :

- Angina : akibat perfusi koroner yang menurun

- Sinkop : akibat perfusi otak yang buruk

- Sudden death : akibat aritmia

- Hipervolemia dapat menyebabkan edema pulmonum.

52
Rekomendasi

 Pasien dengan AS berat perlu menjalani intervensi sebelum hamil jika:


- simptomatik (Rekomendasi I-B)
- disfungsi LV ( LVEF <50%) (Rekomendasi I-C)
 Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu menjalani intervensi sebelum hamil
ketika mengalami gejala-gejala selama tes latihan. (Rekomendasi I-C)
 Pasien asimptomatik dengan AS berat perlu dipertimbangkan untuk intervensi
sebelum hamil ketika tekanan darah turun di bawah garis dasar selama tes latihan
terjadi. (Rekomendasi IIa-C)

c. Regurgitasi mitral

Demam rematik masih menjadi penyebab terbanyak regurgitasi mitral.

Biasanya disertai juga stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari komisura. Lesi

rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada aparatus valvuler, yang mengakibatkan

koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara sempurna. Koaptasi yang tidak

sempurna akan membentuk pintu/celah terbuka saat fase sistolik sehingga

memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Volume darah

yang berbalik ke atrium disebut “volume regurgitant”, dan presentase regurgitant

volume dibanding dengan total ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi

regurgitan.13,14

Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah ke dalam aorta

dan kembali ke dalam atrium kiri. Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam

53
jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal. Beban volume tambahan

yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera

mengakibatkan dilatasi ventrikel. Akhirnya dinding ventrikel mengalami hipertrofi

untuk meningkatkan kontraksi miokardium. Regurgitasi menimbulkan beban volume

tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi

untuik meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Sehingga untuk sementara atrium

kiri dapat mengimbangi pengaruh volume regurgitasi, melindungi pembuluh paru-

paru, dan membatasi gejala-gajala paru-paru yang timbul.13,14

Bila lesi makin parah, atrium kiri menjadi tidak mampu lagi untuk meregang

dan melindungi paru-paru. Kegagalan ventrikel kiri biasanya merupakan tahap awal

untuk mempercepat dekompensasi jantung. Ventrikel kiri mendapat beban yang

terlalu berat, dan aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan secara bersamaan

terjadi kongesti ke belakang. Regurgitasi mitral juga dapat menyebabkan gagal

jantung kanan walaupun lebih jarang daripada stenosis mitral.13,14

Pada umunya regurgitasi katup dapat menoleransi kehamilan dengan baik.

Karena kondisi penyakit kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri dan fungsi ventrikel kiri

yang terkompensasi mitral regurgitasi pada perempuan usia muda lebih sering

disebabkan oleh prolap katup mitral dan biasanya bertoleransi baik selama kehamilan.

Bila regurgitasi terjadinya akut, maka kompesasi jantung lebih buruk. Disfungsi

venterikel kiri dan gagal jantung kiri jarang terjadi pada arotik regurgitasi dan juga

mitral regurgitasi. Presentasi derajat beratnya penyakit katup regurgitasi dalam

54
kehamilan sulit dinilai, karena adanya peningkatan curah jantung selama kehamilan

normal tanpa penyakit jantung. Penentuan dimensi dan fungsi ventrikel kiri dengan

pemeriksaan ekokardiografi perlu diperhatikan karena perubahan dapat juga terjadi

pada hamil normal.13,14

Gambar 4. Patofisiologi insufiensi mitral

Penentuan derajat regurgitasi

Lakukan EKG untuk menilai beratnya regurgitasi dan mengevaluasi

pembesaran atrium kiri dan fungsi ventrikel. Selain itu untuk menyingkirkan adanya

AF dari pembesaran atrium kiri. Pasien dengan gejala regurgitasi berat atau gangguan

fungsi ventrikel kiri yang terkompensasi atau dilatasi ventrikel kiri perlu diarahkan

untuk pembedahan sebelum hamil untutk memperbaiki katup. Persalinan pervaginam

55
lebih dipilih. Pada pasien simptomatik, anesthesia epidural dan disarankan

pemendekan kala dua.

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu lama tanpa keluhan pada

jantung, baik pada saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak nafas dan lekas lelah

merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur menjadi ortopnea, dispnea

nokturnal paroksismal, dan edema perifer. Gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu

oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi, atau

ruptur korda atau penurunnya performa ventrikel kiri.13,14

Pada pemerikasaan fisik, fasies mitral lebih jarang terjadi dibandingkan

dengan stenosis mitral. Pada palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai

dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat.

Juga bisa terdapat right ventricular heaving yang menandakan pembesaran ventrikel

kanan.13,14

Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di

apeks, menjalar ke aksila dan area infraskapular kiri. Bunyi jantung pertama biasanya

bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada

regurgitasi mitral karena penyakit jantung rematik. Terdengar bunyi jantung ketiga

56
akibat pengisisan cepat ke ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow

murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.13,14

Murmur pansistolik pada regurgitasi mitral dapat menyerupai murmur yang

dihasilkan oleh defek septum ventrikel dan regurgitasi trikuspid. Hanya saja pada

defek septum ventrikel, murmur akan terdengar lebih keras di tepi sternum daripada

di apeks dan disertai thrill parasternal. Sedangkan pada regurgitasi trikuspid, murmur

paling keras terdengar di tepi kiri sternum dan meningkat intensitasnya saat

inspirasi.13,14

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan EKG paling penting pada pasien dengan regurgitasi mitral, temuan dari

pemeriksaan ini biasanya didapatkan kesimpulan berupa pembesaran atrium kiri dan

fibrilasi atrium.13,14

Foto toraks : kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar

jantung biasanya normal. Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri

dan ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang

terlihat perkapuran pada anulus mitral.13,14

Terkadang ekokardiografi juga dibutuhkan untuk mengevaluasi gerakan

katup, ketebalan serta adanya pengapuran pada katup mitral. Ekokardiografi Doppler

dapat menilai derajat regurgitasi.13,14

57
Penatalaksanaan

Persalinan normal lebih banyak dilaksanakan pada pasien-pasien regurgitasi

walaupun ada riwayat adanya keluhan sebelumnya.pada beberapa kasus yang jarang

terjadi, komplikasi gagal jantung kiri pada kasus-kasus regurgitasi(fraksi ejeksi

<40%), terminasi kehamilan dini harus dipertimbangkan karena dapat memperburuk

gagal jantungnya selama kehamilan. Pemberian antibiotic profilaksis perlu diberikan

untuk mencegah terjadinya bakteriemia yang menyebabkan endokarditas. Bila

terdapat gejala yang berat dan terjadi gagal jantung kongestif terutama pada trimester

3, pemberian obat-obat diuretic dan vasodilator dapat memperbaiki toleransi klinis.

Angiotensin Converting Agent (ACE) inhibitor dan Angiotensin Reseptor

Blocker(ARB) merupakan kontra indikasi selama kehamilan. Karena Hidralazine tak

tersedia di beberapa negara juga diindonesia, maka vasodilator yang terbanyak

dipakai adalah nitrat dan antagonis kalsium. Bila terdapat keluhan dan gejala klinik

pada pasien mitral regurgitasi, akan lebih baik bila dilakukan perbaikan katup

sebelum kehamilan. Bagaimanapun fungsi ventrikel kiri pada mitral regurgitasi tidak

membaik setelah operasi katup dan akan meningkatkan resiko maternal selama

kehamilan. Beberapa obat medikamentosa yang diperlukan sewaktu tidak hamil dapat

menimbulkan resiko pada janin bila dikonsumsi selama kehamilan, tetapi bila

manfaat untuk ibu lebih besar dari pada resiko, maka obat-obat tersebut dapat tetap

diberikan.3

58
Persalinan

Seksio sesarea dilakukan jika ada indikasi obstetri.

Hal yang harus dihindari

 Hindari aritmia (penanganan segera jika terjadi)

 Hindari bradikardia (meningkatkan regurgitasi)

 Hindari peningkatan resistensi vaskuler sistemik (peningkatan regurgitasi)

 Hindari obat-obatan depresan miokard

d. Aorta Regurgitasi

Persentasi Klinik

Gejala yang berat atau gagal jantung kongesti jarang dijumpai. Interprestasi

klinik derajat aorta regurgitasi dapat sulit ditentukan karena pada kehamilan terjadi

peningkatan isi sekuncup jantung yang menyebabkn nadi yang besar, walau tidak ada

penyakit jantung. Aorta regurgitasi pada perempuan muda pada umumnya disebabkan

oleh dilatasi annulus aorta(seperti pada sindrom marfan), katup aorta bicuspid dan

riwayat endokarditis.3

Penatalaksanaan

Aorta regurgitasi yang disertai perburukan fungsi ventrikel kiri diprediksi


akan menimbulkan hasil yang buruk dari kehamilannya. Penggunaan obat
penghambat ACE harus dihentikan selama kehamilan dan dapat diberikan nikrat dan
penghambat kalsium. Isolated Aortaic Regurgitasi biasanya diberi vasodilator dan

59
diuretic. Bila terdapat kompliksasi gangguan fungsi ventrikel kiri (Fraksi Ejeksi
<40%) dilakukan terminasi dini karena kehamilan akan memperburuk gagal
jantungnya.3

e. Regurgitasi trikuspidal

Pada regurgitasi trikuspidal simptomatik yang berat, perbaikan perlu

dipertimbangkan sebelum hamil. Cara persalinan yang dipilih adalah pervaginam

pada sebagian besar kasus.

f. Stenosis dan regurgitasi katup pulmonal

Stenosis katup pulmonal (SP) umumnya ditoleransi dengan baik selama

kehamilan. Pada wanita dengan gejala SP atau jika fungsi ventrikel kanan abnormal

karena regurgitasi pulmonal berat, penggantian katup pulmonal sebelum kehamilan

(lebih baik bioprostesis) harus dipertimbangkan.

Tatalaksana

SP ringan dan moderat dianggap lesi risiko rendah (WHO risiko kelas I dan

II). Pada SP berat, dilakukan evaluasi jantung tiap bulan atau dua bulan, termasuk

ekokardiografi. Pada kasus wanita hamil dengan SP simptomatik berat yang tidak

berespon terhadap terapi medis dan tirah baring, valvuloplasti perkutaneus dapat

dilakukan.

60
Persalinan

Persalinan pervaginam lebih dipilih pada pasien dengan SP tidak berat, atau

SP berat yang termasuk NYHA kelas I/II. Operasi sesar dipertimbangkan pada pasien

dengan SP berat yang termasuk NYHA kelas III/IV yang telah gagal dilakukan terapi

medis, tirah baring, dan valvotomi pulmonal perkutaneus.

Rekomendasi

 Meringankan stenosis sebelum hamil (biasanya dengan valvulotomi balon)


harus dilakukan pada stenosis katup pulmonal berat (puncak gradien Doppler
>64 mmHg) (Rekomendasi I- B)
 Pasien dengan regurgitasi mitral atau aorta berat disertai gejala-gejala atau
gangguan fungsi ventrikel atau dilatasi ventrikel harus diterapi secara bedah
sebelum hamil. (Rekomendasi I-C)
 Terapi medis direkomendasikan pada wanita hamil dengan lesi regurgitasi saat
gejala-gejala muncul. (Rekomendasi I-C)

61
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien merupakan wanita berumur 17 tahun didiagnosis dengan G1P0A0

hamil 38-39 minggu disertai penyakit jantung rematik (RHD). Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dimana dari anamnesis

didapatkan keluhan nyeri perut hilang timbul yang menjalar dari perut ke pinggang

belakang disertai sesak seperti rasa berat di dada, nyeri dada dan jantung berdebar

pada saat dalam kondisi hamil. Sesak dikatakan timbul apabila aktifitas fisik dan

berkurang dengan istirahat. Pasien baru mengetahui memiliki penyakit jantung saat

hamil 9 bulan. Pasien mengatakan pernah mengalami demam tinggi dan batuk waktu

kecil yang berulang beberapa kali. Dari pemeriksaan fisik dada didapatkan adanya

adanya pembesaran jantung ke arah kiri, suara denyut jantung pada auskultasi

(terdapat murmur di proyeksi katup aorta). Pada pemeriksaan abdomen ditemukan

adanya graviditas berupa perut membesar, terdapat striae gravida, auskultasi adanya

denyut jantung bayi yang normal, dengan his yang adekuat. Pemeriksaan vagina

menunjukan adanya pembukaan porsio 10 cm dengan penipisan, ketuban utuh, teraba

kepala, penurunan hodge III, dan tidak teraba bagian kecil atau tali pusat. Dari

pemeriksaan penunjang EKG didapatkan adanya pembesaran jantung kiri, dan pada

hasil echo cardiography menyimpulkan adanya RHD mitral regurgitasi sedang, aorta

regurgitasi sedang, trikuspid regurgitasi ringan.

62
Sesuai teori kehamilan yang demikian termasuk ke dalam kehamilan dengan

penyakit jantung. Pasien di atas dapat dikatakan mengalami penyakit jantung rematik

dimana penyakit jantung tersebut dapat terjadi pada usia lebih dari 20 tahun dengan

angka insidensi yang rendah, terjadi di daerah tropis. Hal ini sudah sesuai dengan

identitas geografis pasien mendukung predileksi dari terjadinya penyakit jantung

rematik. Pada anamnesis sesuai dengan teori sudah didapatkan adanya riwayat infeksi

saluran nafas atas disertai demam tinggi sebelum muncul keluhan berupa kelainan

pada jantung. Beberapa indikator klinik penyakit jantung dalam kehamilan juga sudah

ada seperti dyspnea dan nyeri dada. Dyspnea pada pasien tergolong on excertion

karena hanya muncul saat beraktivitas, dan ini sering ditemukan pada mitral stenosis.

Menurut teori hal ini dapat dicetuskan oleh berbagai keadaan seperti meningkatnya

aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian diastol yang

diakibatkan oleh latihan fisik, emosi, infeksi respirasi, demam, aktivitas seksual,

termasuk juga kehamilan pada penyakit jantung katup dengan kelainan mitral

stenosis.

Pada pemeriksaan fisik juga sudah mendukung adanya indikator klinik berupa

bising/murmur dan disertai kardiomegali. Menurut teori murmur pada kelainan

jantung katup mitral stenosis biasanya berupa murmur diastolik kasar yang terdengar

jelas di apeks jantung dengan bell stetoskop. Suara murmur yang keras dapat

menjalar ke axila atau daerah sternal kiri bagian bawah. Walaupun intesitas dari

diastolik murmur tidak berkaitan erat dengan tingkat keparahan stenosis namun

63
waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis

ringan bising halus dan singkat, sedangkan pada yang berat holodiastol dan

aksentuasi presistolik. Berdasarkan kajian tersebut maka yang terjadi pada pasien

dapat digolongkan ke dalam stenosis mitral berat, karena bising terdengar sepanjang

fase diastole.

Pasien sebelumnya telah menjalani pemeriksaan jantung berupa EKG.

Menurut teori EKG akan menunjukkan adanya pelebaran gelombang P dan pada

pasien tidak ditemukan hal tersebut, pada beberapa kasus hal ini dikatakan bisa

terjadi, terutama pada mitral stenosis yang tidak khas. Ekokardiografi sendiri

merupakan alat diagnostik noninvasif utama yang digunakan untuk menilai keparahan

stenosis mitral. Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari

daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri (’mitral valve area’), struktur

dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel. Berdasarkan Eko

Doppler juga dapat diketahui gradien transmitral dan besarnya tekanan pulmonal

untuk menentukan derajat berat ringannya stenosis mitral. Pada pasien juga telah

dilakukan pemeriksaan Ekokardiografi dan dinyatakan sudah terdapat dilatasi

kardiomiopati yang menandakan terdapatnya kelainan jantung yang sudah kronis.

Penatalaksanaan

Pada pasien ini sebenarnya dipilih persalinan dengan sectio caesaria namun pasien

bersalin sebelum direncanakannya tanggal sectio caesaria. Meskipun beberapa teori

64
menyatakan bahwa sectio caesarea hanya dilakukan apabila ada indikasi obstetrik,

namun pada pasien ini telah terjadi gejala awal gagal jantung yakni keluhan sesak

dengan laju pernafasan 28 x permenit, orthopnoe, dan jantung berdebar, maka pilihan

yang tepat adalah melakukan tindakan sectio caesarea. Pada kondisi pasien ini

sebaiknya hal-hal yang memicu kontraksi otot-otot rahim dihindari karena apabila

terjadi kontraksi otot-otot rahim akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah ke

jantung pasien dan menambah beban jantung pasien ini yang sudah memiliki tanda-

tanda gagal jantung awal sebelumnya sehingga dapat membahayakan kondisi pasien.

Pasien ini juga dikonsulkan ke dokter spesialis jantung, dan diberikan obat

berupa digoksin dan perbolehkan persalinan pervaginam dengan painless labour.

Menurut teori hal ini sudah tepat yaitu dilakukan kerjasama dengan ahli jantung.

Secara garis besar pentalaksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan

tirah baring, menurunkan preload dengan diuretik, meningkatkan kontraktilitas otot

jantung dengan digitalis dan menurunkan afterload dengan vasodilator.

65
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan

dalam kehamilan dan dapat menyebabkan kerusakan katup pada jantung sehingga

berbahaya pada kondisi kehamilan. Prinsip penatalaksanaan yang terpenting dari

kehamilan dengan penyakit jantung adalah deteksi dini dan mengurangi beban

jantung berlebihan sehingga dari seluruh fase kehamilan mulai dari ANC sampai fase

puerperium harus ditatalaksana berorientasi terhadap pencegahan peningkatan beban

jantung dan infeksi sekunder.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-normal and

problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc; 2002. p.

1005-30.

2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea.

Cardiovascular diseases. In: Williams obstetrics. 21 st ed. New York: McGraw

Hill; 2001. p. 1181-203.

3. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. 2002. Penyakit Jantung Katup. Ilmu

Kebidanan. Ed : 3rd. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Pg. 766-773.

4. Ratnadewi N, Suardi A. Tinjauan kasus penyakit jantung dalam kehamilan di

RSU Dr.Hasan Sadikin selama 5 tahun (1994-1998). Maj Obstet Ginekol

Indones 2000;24 (1):37 - 42.

5. Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah

Denpasar. 2004. Penyakit Jantung Dalam Kehamilan. Pg. 25-27.

6. Gei A, Hankins G. Medical complications of pregnancy cardiac disease and

pregnancy. Obstet and gynecol clin 2001;28 (3):1-42.

7. Wiratama K, Suwardewa T. Kehamilan dengan penyakit jantung rematik (pjr)

serta komplikasi stroke hemoragik. In: Pertemuan Ilmiah Tahunan POGI XI;

1999; Semarang; 1999.

67
8. Rheumatic fever and rheumatic heart disease: report of a WHO expert

Consultation. World Health Org Tech Rep Ser 2004 ; 923 : 1-122

9. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995

10. Moss and Adams’. Heart Disease in Infant, Children, and Adolescent. 6th ed.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2001

11. Myung K. Park. Pediatric Cardiology for Practitioners. 4th ed. St.Louis : Mosby,

2002

12. Prices SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006

13. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat, jilid III.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

14. Brauwald E. Valvular Heart Disease. 16 ed. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. New York: Mc Graw-Hill, 2005

68

Anda mungkin juga menyukai