Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN

1. PENDAHULUAN
1.1 Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien
akan
pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien,
bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat,
sampai
penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit
merupakan
keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment)
1.2 Untuk itu, RS Sehat Sejahtera (RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian
pasien di RSSS
sebagai acuan standar dalam proses pengkajian.
2. TUJUAN
Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam
melakukan
pengkajian terhadap pasien di RSSS.
3. RUANG LINGKUP
3.1. Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi :
3.1.1. Pengkajian Awal (Initial Assessment)
Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan
pasien
dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien
akan
pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing.
3.1.2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment)
Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari pelaksanaan
rencana
pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan / pengobatan selanjutnya. Bisa
dilakukan
dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat pengkajian awal.
4. KEBIJAKAN
4.1. KOMPETENSI PETUGAS KESEHATAN
4.1.1. Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan “Petugas Kesehatan” adalah dokter,
dokter
spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis atau tenaga kesehatan lain yang memberikan
pelayanan
langsung kepada pasien. Di RSSS, petugas kesehatan yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, dan tenaga keterapian fisik
4.1.2. Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UU Praktik Kedokteran
adalah dokter,
dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran
gigi baik di dalam mapun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.1.3. Pengertian perawat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 17
tahun 2013
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.1.4. Pengertian bidan sebagaimana dimaksud dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
4.1.5. Pengertian tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud dalam KEPUTUSAN
MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 376/MENKES/SK/III/2007 adalah
seseorang yang
telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk
melakukan tindakan fisioterapi berdasarkan atas dasar kemampuan dan keilmuan yang
dimilikinya
sesuai
4.2. PENGKAJIAN AWAL
4.2.1. Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal sesuai
standar
profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSS
.2.2. Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta terdokumentasi
dalam rekam
medik.
4.2.3. Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang sebelumnya
telah diterima
pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang
terbaik untuk pasien (best setting of care) serta adanya diagnosis awal.
4.3. PENGKAJIAN LANJUTAN
4.3.1. Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan
dan
penanganan yang diberikan.
4.3.2. Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien
gawat,
pengkajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit,
sedangkan
pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini
ditetapkan
dalam standar profesi medik dan standar profesi keperawatan RSSS.
4.3.3. Format pengkajian lanjut di RSSS meliputi : SOAP, di mana:
4.3.3.1. S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan
dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus
menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan
tapi sedikit)
4.3.3.2. O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis di rekam
medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam diagnosis dan terapi yang
diberikan saja.
4.3.3.3. A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam medik hanya
kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi (penambahan maupun
pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari pengkajian sebelumnya. Termasuk
perubahan diagnosis harus dituliskan.
4.3.3.4. P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medik secara
lengkap setiap perubahan terapi / penanganan. Termasuk penambahan obat, pengurangan obat,
perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain, rencana pemulangan,
edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan dilakukan.
4.3.3.5. Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen
SOAP di
atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi
yang
diberikan sehingga pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus memenuhi
aspek hukum.
4.3.4. Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis /
terdokumentasikan
di rekam medik secara kronologis waktu
5. TATA CARA PENGKAJIAN
5.1. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT
5.1.1. Pengkajian Triase
5.1.1.1. Saat masuk unit gawat darurat setiap pasien akan diberikan pengkajian awal oleh
seorang
perawat. Pengkajian ini akan mencakup, tapi tidak terbatas untuk:
5.1.1.1.1. Review singkat mengenai keluhan utama dan riwayat terkait
5.1.1.1.2. Tanda-tanda vital (tidak dilakukan pemeriksaan BP untuk anak dibawah dua tahun)
5.1.1.1.3. Nyeri
5.1.1.1.4. Berat badan, untuk pasien pediatric
5.1.1.1.5. Tinggi badan
5.1.1.1.6. Status alergi
5.1.1.1.7. Mobilitas
5.1.1.1.8. Trauma
5.1.1.1.9. Tingkat kesadaran (menggunakan skala AVPU
5.1.1.2. Data pengkajian awal (triase) digunakan untuk menentukan tingkat triase.
5.1.1.2.1. Kategori 1: Kondisi yang Langsung Mengancam Nyawa. Kondisi yang
Mengancam nyawa (atau beresiko memburuk secara drastis) dan membutuhkan intervensi
agresif segera.
5.1.1.2.2. Kategori 2: Dalam waktu dekat Mengancam Nyawa. Kondisi pasien cukup serius
atau memburuk dengan cepat sehingga berpotensi mengancam nyawa atau mengalami
gagal system organ apabila tidak ditangani dalam 10 menit dari kedatangannya.
5.1.1.2.3. Kategori 3: Urgent. Kondisi pasien dapat berkembang dan mengancam nyawa atau
anggota
tubuh atau menyebabkan morbiditas yang signifikan, apabila pengkajian dan
penatalaksanaan tidak dilakukan dalam waktu 30 menit dari kedatangannya.
5.1.1.2.4. Kategori 4: Non-urgent. Pasien dalam kategori ini umumnya membutuhkan evaluasi
dan
penatalaksanaan, tetapi waktu bukan merupakan faktor kritis dan dapat ditangani dalam 60
menit dari kedatangannya.
5.1.2. Data berikut dikumpulkan oleh dokter pada saat pengkajian berikutnya, kecuali apabila
menunda
penatalaksanaan langsung akan memperburuk prognosis pasien:
5.1.2.1. Riwayat medis
5.1.2.2. Pemeriksaan fisik
5.1.2.3. Manajemen termasuk setiap pemeriksaan
5.1.2.4. Konsultasi termasuk rujukan
5.1.3. Bilamana data tidak dapat dikumpulkan sebelum penatalaksanaan dimulai, maka akan
dikumpulkan
setelah kondisi medis pasien stabil pada saat survey trauma atau medis awal; dan pengkajian
lebih
detail dilakukan kemudian. Situasi yang menghalangi pengumpulan data ini termasuk, tapi tidak
terbatas pada:
5.1.3.1. Henti jantung paru
5.1.3.2. Syok kardiogenik
5.1.3.3. Persalinan Precipitous
5.1.3.4. Psikosis akut
5.1.3.5. Major trauma terhadap organ vital
5.1.3.6. Keracunan
5.1.3.7. Overdosis obat
5.1.3.8. Exsanguinations
5.1.3.9. Koma
5.1.4. Bilamana tidak cukup waktu untuk mengumpulkan riwayat medis lengkap dan
pemeriksaan fisik pasien
gawat darurat yang membutuhkan operasi, catatan singkat dan diagnosa pra-operasi harus dicatat
dalam
catatan kasusnya.
5.2. PENGKAJIAN AWAL DAN PENGKAJIAN ULANG PASIEN RAWAT JALAN
5.2.1. Pengkajian medis awal
5.2.1.1. Riwayat medis yang komprehensif akan disusun saat pasien baru mendatangi klinik
rawat jalan :
5.2.1.1.1. Keluhan utama/ alasan untuk kedatangan dan riwayatnya
5.2.1.1.2. Riwayat medis dan bedah yang lalu
5.2.1.1.3. Riwayat obat-obatan
5.2.1.1.4. Skrining Nyeri
5.2.1.1.5. Skrining Jatuh
5.2.1.2. Riwayat kesehatan dapat diberikan sebagai “kuesioner kesehatan” yang diberikan pada
saat
registrasi pasien. Informasi penting (misal: nyeri dan resiko jatuh) yang diperoleh dari kuesioner
kesehatan kemudian disampaikan kepada dokter untuk dicatat di rekam medis
.2.1.3. Pemeriksaan fisik dibutuhkan sesuai dengan kriteria masing-masing layanan.
5.2.1.4. Pasien harus disiapkan dalam posisi yang tepat untuk menerima pemeriksaan dan
tertutup untuk
menghormati privasi pasien. (Catatan: untuk pemeriksaan genital atau mammae, pasien harus
ditemani dua anggota staf, sebaiknya paling tidak dengan satu anggota yang sesama jenis dengan
pasien).
5.2.1.5. Data dan informasi pengkajian pasien dianalisis dan diintegrasikan.
5.2.1.6. Pengkajian awal menghasilkan diagnosis awal.
5.2.1.7. Rencana penatalaksanaan termasuk setiap pemeriksaan dan obat-obatan yang diresepkan,
rujukan
untuk spesialis lain, juga tujuan dari penatalaksanaan yang direncanakan dan keputusan
didokumentasikan di rekam medis. Pasien beserta keluarga diberi informasi mengenai
diagnosisnya dan rencana perawatan yang direncanakan.
5.2.1.8. Sebelum pemulangan dari kunjungan klinik, kondisi pasien akan dikaji kembali oleh
Dokter
untuk mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang sesuai dengan tipe dan alasan
kunjungannya, keluhan yang muncul, intervensi yang diberikan dan didokumentasikan sesuai
dengan itu.
5.2.1.9. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll) maka
pengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari 30 hari, maka
riwayat kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui.
5.2.2. Pengkajian medis ulang
5.2.2.1. Berdasarkan pengkajian awal pasien dan rencana perawatan yang ditetapkan, pengkajian
ulang
dilakukan dan didokumentasikan selama proses perawatan dan pemeriksaan lanjutan.
5.2.2.2. Pengkajian ulang dilakukan untuk perencanaan pengobatan lanjutan.
5.2.2.3. Pengkajian ulang dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan bilamana terjadi
perubahan yang
signifikan pada kondisi mereka, rencana asuhan, dan kebutuhan individual.
5.2.2.4. Pada setiap kunjungan lanjutan, keluhan utama, tanda-tanda vital, pengkajian nyeri
menjadi fokus
pengkajian, evaluasi test diagnostik dan rencana penatalaksanaan harus dilakukan dan
didokumentasikan sesuai dengan jenis kunjungannya.
5.3 PENGKAJIAN AWAL DAN PENGKAJIAN ULANG PASIEN RAWAT INAP
5.3.1 Pengkajian pada saat menerima pasien rawat inap
Pada saat penerimaan untuk semua kondisi pasien rawat inap, individu berkualifikasi (Spesialis
dan/atau Dokter Umum dan perawat) akan mengkaji masing-masing pasien untuk
mengidentifikasi
perawatan atau penatalaksanaan yang sesuai dan tepat waktu yang dibutuhkan dan/atau
kebutuhan
untuk pengkajian dikemudian hari. Status fisik, psikologis dan sosial masing-masing pasien akan
dinilai.
5.3.2 Pengkajian medis awal pasien rawat inap
Pasien rawat inap dikaji secara terus-menerus selama mereka dirawat di rumah sakit. Pengkajian
awal
didokumentasikan dalam 24 jam (atau jika dinyatakan berbeda dalam Lampiran 1). Riwayat
pasien
rawat inap dan klinis pemeriksaan fisik yang didokumentasikan oleh dokter yang melakukan
penerimaan menjadi dasar rencana perawatan yang akan diberikan.
5.3.2.1 Apabila riwayat medis atau pemeriksaan fisik telah dilakukan di rawat jalan kurang dari
30 hari
sebelum penerimaan, fotokopi laporan yang dapat dibaca dapat digunakan dalam rekam medis
pasien, dengan catatan perubahan yang mungkin terjadi direkam dalam rekam medis pada saat
penerimaan sebagai catatan penerimaan.
5.3.2.2 Apabila riwayat medis telah lebih dari 30 hari, harus diperbaharui dan pemeriksaan fisik
diulang
kembali.
5.3.3 Standar minimum isi riwayat medis dan pemeriksaan fisik mencakup:
5.3.3.1 Menjelaskan keluhan/ alasan kunjungan
5.3.3.2 Riwayat keluhan
5.3.3.3 Pengkajian nyeri (merujuk guidelines pengkajian dan pengkajian ulang nyeri)
5.3.3.4 Riwayat medis dan bedah yang signifikan
5.3.3.5 Riwayat penatalaksanaan
5.3.3.6 Alergi
5.3.3.7 Pemeriksaan fisik
5.3.3.8 Evaluasi tes diagnostik (bila ada)
5.3.3.9 Impressi: diagnosa dan differensial diagnosa yang sesuai
5.3.3.10 Rencana penatalaksanaan.
5.3.4 Sebagai tambahan, pengkajian khusus perkembangan, sesuai dengan umur dan populasi
pasien akan
dilengkapi sebagaimana ditentukan
5.3.5 Dokter umum dapat melakukan pengkajian awal tapi menjadi tanggung jawab Spesialis
yang Menerima
untuk mereview dan memastikan pengkajian tersebut dan mendokumentasikannya pada ‘rekam
medis’
sebagai catatan penerimaan dan menambahkan informasi tambahan bilamana diperlukan.
5.3.6 Pengkajian awal menghasilkan diagnosis awal pasien.
5.3.7 Pengkajian yang sebagian atau sepenuhnya diselesaikan diluar rumah sakit (e.g.
pemindahan dari
rumah sakit atau klinik lain) temuannya dibahas dan/atau dipastikan pada saat penerimaan
sebagai
pasien rawat inap. Review ini akan didokumentasikan dalam ‘rekam medis’.
5.3.8 Review tersebut mencakup:
5.3.8.1 Tingkat kritis dari temuan
5.3.8.2 Kompleksitas pasien
5.3.8.3 Rencana Perawatan dan Penatalaksanaan
Sebagai contoh: review mengkonfirmasikan kejelasan diagnosa dan setiap prosedur dan
penatalaksanaan yang direncanakan; keberadaan radiography yang dibutuhkan untuk operasi;
setiap perubahan kondis pasien, misalnya pengawasan gula darah, dan mengidentifikasikan
setiap
hasil tes lab yang kritis yang mungkin harus diulang
5.3.9 Pengkajian Ulang Medis Pasien
5.3.9.1 Pengkajian ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari perawatan
berkelanjutan pasien.
5.3.9.2 Dokter harus memberikan pengkajian setiap hari, termasuk di akhir pekan.
5.3.9.3 Pengkajian ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan penatalaksanaan
lainnya
berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
5.3.9.4 Dokter harus mengkaji ulang apabila terdapat perubahan signifikan dalam kondisi pasien
atau
perubahan diagnosis pasien dan harus ada revisi perencanaan kebutuhan perawatan pasien,
sebagai contoh: pasien pasca operasi akan diberikan pengkajian pasca operasi (lihat pedoman
pengkajian dan perawatan pasca operasi)
5.3.9.5 Hasil dari pengkajian yang dilakukan akan didokumentasikan dalam ‘rekam medis’
rekam medis
pasien (lihat pedoman pengkajian ulang pasien)
5.3.10 Pengkajian Awal Keperawatan Pasien Rawat Inap
5.3.10.1 Perawat mengkaji kebutuhan perawatan keperawatan pasien dalam situasi dimana
layanan
keperawatan disediakan (dilengkapi dalam 24 jam dari penerimaan atau jika dinyatakan lain)
5.3.10.2 Pengkajian penerimaan keperawatan berdasarkan umur, kondisi, diagnosa dan
perawatan akan
meliputi sekurang-kurangnya:
5.3.10.2.1 Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak
dilengkapi di gawat darurat).
5.3.10.2.2 Alergi
5.3.10.2.3 Pemeriksaan fisik
5.3.10.2.4 Pengkajian Nyeri
5.3.10.2.5 Screening spiritual/ cultural
5.3.10.2.6 Screening fungsional (kegiatan kehidupan sehari-hari)
5.3.10.2.7 Pengkajian sosioekonomi
5.6.16.1. Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada
tidak
sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadi adalah :
5.6.16.1.1. Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun
buta (blindness)
5.6.16.1.2. Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat),
misalnya retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll)
5.6.16.2. Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta
memberi
informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif dilakukan. Siapa
keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
5.6.16.3. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk pengkajian,
dan
dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama
untuk pengkajian.
5.6.16.4. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa
isyarat untuk
orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi, maka RSSS
mengundang ahli bahasa isyarat untuk membantu proses komunikasi atau menunggu hingga
anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di RSSS, kecuali dalam keadaan life saving.
5.6.16.5. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter
menganggap
informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi
dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.
5.6.17. Pengkajian pasien dengan gangguan kejiwaan / psychiatric disorder
5.6.17.1. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
5.6.17.2. Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawat inap,
maupun
Unit Gawat Darurat.
5.6.17.3. Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater, disamping
penanganan
kegawatdaruratannya (baik medical maupun surgical)
5.6.17.4. Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun harus
dikonsulkan
ke psikiater.
5.6.17.5. Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu aktivitas
harian dapat
diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya.
5.6.17.6. Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying
disease perlu
dikonsulkan ke psikiater.
5.6.17.7. Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 5.6.14 di atas.
5.6.18. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan
5.6.18.1. Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo atau RS Jiwa
5.6.18.2. Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan
kewaspadaan tinggi
dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena
RSSS tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
5.6.18.3. Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
5.6.18.4. Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan 5.6.14 di atas)
5.6.19. Pengkajian terhadap pemahaman pasien
5.6.19.1. Pengkajian terhadap pemahaman pasien akan penyakitnya dan proses perawatan yang
akan dan
telah diberikan, serta tujuan dari penanganan atau pengobatannya tersebut perlu dilakukan oleh
seluruh profesi kesehatan yang melakukan penanganan maupun pengobatan kepada pasien (baik
dokter/perawat/ahli gizi/fisioterapis/dll). Pengkajian dilakukan dengan cara :
5.6.19.1.1. Meminta pasien untuk secara singkat menjelaskan sejauh mana pasien
memahami kondisi / diagnosisnya, serta proses penanganan yang sudah maupun akan
diterimanya. (teach back method)
5.6.20. Privasi & Kerahasiaan dalam proses pengkajian pasien
Hal. 17 dari 18
5.6.20.1. Tempat pengkajian harus tertutup dan diskusi mengenai hasil pengkajian hanya
dilakukan antar
tenaga kesehatan yang berhak atas informasi tersebut.
5.6.20.2. Tidak mendiskusikan pasien di tempat umum (lift, cafetaria, dll)
5.6.20.3. Pasien tidak perlu membuka pakaian lebih dari yang diperlukan untuk proses
pemeriksaan secara
patu

Anda mungkin juga menyukai