Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil
2.1.1. Struktur dan Fungsi Tonsil
Tonsil merupakan massa yang berbentuk bulat dan berukuran kecil yang terdiri
atas jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratori. Tonsil dapat dibagi menjadi tonsila
palatina, tonsila lingualis, tonsila faringealis dan tonsila tubalis. Tonsil faringealis
terletak di nasofaring, sedangkan tonsila palatina, tonsila lingualis dan tonsila tubalis
terletak di orofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatum
molle sedangkan orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum
molle sampai pinggir atas epiglotis.1,2

Gambar 1. Anatomi Tonsil


Sumber : Viswanatha, B. 2015. Tonsil and Adenoid Anatomy. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview#showall pada 8 April 2018.

Tonsil mulai berkembang pada trimester pertama kehamilan. Tonsil berasal dari
lapisan endodermis, kantong faring kedua, dan lapisan mesodermis. Lapisan
endodermis dan kantong faring kedua berproliferasi membentuk tunas tonsilaris yang
padat yang kemudian disusupi oleh lapisan mesoderm. Bagian sentral tunas tersebut
kemudian mati dan membentuk kripta yang kemudian diinfiltrasi oleh jaringan
limfoid.2,3

2
Gambar 2. Embriologi Tonsil
Sumber : Sadler, T.W. 2009. Kepala dan Leher. Dalam : Sadler, T.W. 2009. Langman Embriologi
Kedokteran, Ed. 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tonsil akan terus bertumbuh dan bertambah besar setelah anak dilahirkan.
Pertumbuhan paling pesat terjadi setelah anak berusia 5 tahun. Ukuran tonsil akan
mencapai puncaknya saat anak tersebut mengalami pubertas. Tonsil kemudian akan
mengalami regresi seiring bertambahnya usia orang tersebut. Tonsil ini sendiri
merupakan bagian dari struktur yang disebut sebagai Cincin Waldeyer.2
Tonsila palatina terletak di dalam fosa tonsilaris pada kedua sudut dinding lateral
orofaring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Tonsila palatina dibatasi oleh1,2 :
 Lateral – muskulus konstriktor faring superior
 Anterior – muskulus palatoglosus
 Posterior – muskulus palatofaringeus
 Superior – palatum mole
 Inferior – sepertiga posterior lidah dan tonsila lingualis

Tonsila palatina mendapatkan suplai darah dari arteri tonsilaris yang merupakan
cabang dari arteri facialis. Darah kemudian mengalir melalui vena – vena yang
menembus m. konstriktor faring superior dan kemudian bergabung dengan vena
palatina eksterna, vena faringeal dan vena fasialis. Pembuluh limfatik pada tonsila

3
palatina didrainase ke nodus jugulodigastrikus. Tonsila palatina dipersarafi oleh nervus
trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil
melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine.
Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat
mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring.1,2
Tonsila lingualis merupakan kumpulan folikel limfe pada dasar lidah. Bagian
dasar dari orofaring dibentuk oleh segitiga posterior lidah (yang hampir vertikal) dan
celah antara lidah serta permukaan anterior epiglotis. Membran mukosa yang meliputi
sepertiga posterior lidah berbentuk irreguler, yang disebabkan oleh adanya tonsil
lingualis dibawahnya.1,2
Tonsila pharyngealis terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas nasofaring
dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis. Kumpulan
jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis, terdapat di dalam submukosa daerah
ini. Tonsila faringealis disebut juga adenoid. Adenoid yang telah berkembang sempurna
memiliki bentuk seperti piramid dengan dasar di atap posterior nasofaring dan apex
mengarah ke septum nasi.1,2
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid). Permukaan tonsil ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Permukaan adenoid dilapisi oleh epitel kolumner
pseudostratified. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar
sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan
jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan
tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering
saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal. Lumen dalam kripta
mengandung sejumlah besar sel limfosit baik yang masih hidup maupun yang sudah
mengalami degenerasi bercampur dengan sel epitel.2,4

4
Gambar 3. Struktur Histologis Tonsil
Sumber : Slomianka, L. 2009. Blue Histology – Lymphoid Tissues II. Diakses dari:
http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/Lymphoid2/lymph2.htm pada 9 April 2018.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang mengandung
sel limfosit berupa sel limfosit B, limfosit T, dan sel plasma. Pada tonsil juga terdapat
sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan
antigen presenting cells yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel. Tonsil
merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil berfungsi menangkap dan mengumpulkan bahan
asing serta sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.4
2.2. Tonsilitis
2.2.1 Definisi
Tonsilitis diartikan sebagai peradangan padatonsil palatina yang ditandai dengan
peradangan tonsil, sakit tenggorok, gangguan menelan, dan pembesaran jaringan
kelenjar limfe. Peradangan biasanya meluas hingga ke adenoid maupun tonsil lingual
dan seringkali bersamaan dengan faringitis yang dinamakan faringotonsilitis.
Penyebaran infeksi dini ditransmisikan melalui udara (air borne droplets), tangan, dan
ciuman.

2.2.2 Epidemiologi

5
Hampir semua anak di Amerika Serikat pernah mengalami setidaknya satu
episode tonsilitis. Sebagian besar kasus tonsilitis terjadi pada anak-anak. Akan tetapi,
tonsilitis jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun. Tonsilitis yang
disebabkan oleh Streptokokus biasanya ditemukan pada anak yang berusia 5 15 tahun.
Sekitar 2.5%-10,9% anak-anak merupakan karier dari patogen penyebab tonsilitis.
Karier didefinisikan sebagai keadaan dimana hasil kultur SBHGA positif tanpa disertai
gejala dan bukti respon imun antistreptokokus. Tidak ada perbedaan angka kejadian
tonsilitis akut berdasarkan suku dan jenis kelamin.5
Karakteristik penderita tonsilitis kronik hampir sama dengan tonsilitis akut
dimana penderita terbanyak berasal dari kelompok anak-anak, namun dapat pula terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Di Inggris, tonsilitis rekuren memiliki angka kejadian
yang cukup tinggi, yakni mencapai 100 kejadian per 1000 populasi setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, prevalensi tonsilitis kronik adalah sebesar 2,1% dari total seluruh
kunjungan ke klinik kesehatan.10
2.2.3 Klasifikasi
2.2.3.1 Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina,
yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi. Berdasarkan
penyebabnya, tonsilitis akut dapat dibedakan menjadi tonsilitis viral dan tonsilitis
bakterialis.5,6
a. Tonsilitis viral
Menyerupai common cold yang disertai nyeri tenggorok. Penyebab tersering
virus Epstein Barr (EBV) dan disebut juga tonsilitis mononukleus infeksiosa.
Hemofilus influenza virus dapat menyebabkan tonsilitis akut supuratif. Dapat pula
disebabkan virus coxachie dimana ditemukan luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil yang terasa sangat nyeri.
b. Tonsilitis Bakterial
Menyebabkan 15-30% kasus faringotonsilitis. Paling sering disebabkan bakteri
Streptokokus beta hemolitikus grup A. Streptokokus viridan dan Streptokokus
piogenes. Reaksi randang yang terjadi di tonsil menyebakan keluarnya leukosit
polimorfonuklear. Kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epital yang lepas
membentuk detrirus. Detritus akan mengisi kripti dan tampak berwarna kekuningan.
Detrirus berbentuk bercak pada tonsil disebut tonsilitis folikularis dan bila
bercak tersebut menyau membentuk alur, disebut tonsilitis lakunaris. Bercak detritus
tersebut dapat melebar memben pseudomembran yang menutupi tonsil.

6
Patofisiologi Tonsilitis Akut
Kuman penyebab tonsilitis biasanya menyebar melalui udara atau dapat
pula masuk melalui mulut lewat makanan atau alat makan. Patogen masuk ke tonsil
melalui kripte – kripte tonsil. Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya
kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sistem pertahanan
nonspesifik.5,7
Adanya pajanan terhadap patogen mengakibatkan pelepasan sitokin-sitokin
proinflamasi seperti TNF-α, interleukin 1 dan interleukin-6. Adanya sitokin
proinflamasi akan mengakibatkan reaksi peradangan lokal pada tonsil. Peningkatan
aliran darah akibat vasodilatasi pembuluh darah mengakibatkan tonsil menjadi
hiperemis. Pembengkakan pada tonsil pada fase akut lebih disebabkan oleh edema
akibat peningkatan permeabilitas vaskuler yang dicetuskan oleh sitokin tersebut dan
oleh proliferasi limfosit yang terdapat di dalam tonsil. Demam disebabkan oleh
peningkatan produksi prostaglandin yang dipicu oleh pirogen eksogen berupa
patogen, produk metabolisme patogen dan toksin yang dilepaskan oleh patogen itu
sendiri maupun pirogen endogen berupa sitokin proinflamasi.5,7
Sitokin-sitokin proinflamasi tersebut kemudian akan mengakibatkan
rekrutmen leukosit polimorfonuklear ke daerah yang terinfeksi. Leukosit ini
memiliki peranan dalam membunuh patogen penyebab infeksi dan membentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang
terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak
putih kekuningan. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut sebagai
tonsilitis folikularis. Bila bercak menjadu satu membentuk alur maka terjadi
tonsilitis lakunaris. Bila bercak melebar lebih besar lagi, dapat terbentuk membran
semu (pseudomembran).5,7

Diagnosis Tonsilitis Akut


Gejala tonsilitis viral menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorokan. Tonsilitis secara umum ditandai dengan keluhan sistemik dan keluhan
lokal. Keluhan sistemik meliputi penurunan nafsu makan, badan terasa lemas,

7
demam, sakit pada sendi dan otot, pegal-pegal pada seluruh tubuh, dan sakit kepala.
Keluhan lokal meliputi rasa gatal pada tenggorokan, nyeri tenggorokan, nyeri
menelan, rasa mengganjal pada tenggorokan, hidung tersumbat, mendengkur, batuk
yang biasanya disertai dahak, dan bau mulut.5,6
Dari pemeriksaan dapat dijumpai5,6 :
a. Tonsil dapat membesar bervariasi.
b. Dapat terlihat pus kekuningan pada permukaan medial tonsil
c. Kripta melebar
d. Bila dilakukan penekanan pada kripta dapat keluar detritus
e. Warna kemerahan pada arkus anterior atau posterior bila dibanding dengan
mukosa faring,
f. Pembesaran KGB submandibula

Pembesaran tonsil dinyatakan sebagai berikut5,6 :


 T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior –
uvula (<25%).
 T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak
anterior – uvula (25%-50%).
 T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak
pilar anterior – uvula (50%-75%).
 T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih
(>75%).

8
Gambar 4. Diagram Pembesaran Tonsil
Sumber : Diakses dari https://sleepmedicineboardreview.wordpress.com/2011/10/25/ tonsil-size-
scoring/ pada 10 April 2018.

Gambar 5. Gambaran Tonsilitis


Sumber : Diakses dari http://www.draustinent.com/tonsil-hypertrophy-causes-symptoms-and-
treatments/ pada 10 April 2018.

Penatalaksanaan

9
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien tonsilitis meliputi
penatalaksanaan suportif dan medikamentosa. Penatalaksanaan suportif meliputi
istirahat yang cukup, pemberian obat kumur, dan minum air yang cukup. Obat
simptomatik yang dapat diberikan adalah obat penurun panas seperti parasetamol.
Dosis parasetamol untuk dewasa adalah 500-1000 mg setiap 6 jam. Dosis
parasetamol untuk anak-anak adalah 10-15 mg/kgBB setiap 6 jam dengan dosis
maksimal 6 gr per hari.5,6,8
Antibiotik pada tonsilitis bakterial idealnya diberikan sesuai hasil kultur dan
uji sensitivitas. Penatalaksanaan empiris yang dapat diberikan adalah antibiotik
spektrum luas golongan penicilin atau sulfonamid. Untuk tonsilitis bakteri,
penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk tonsilitis akut yang disebabkan
bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (SBHGA). Walaupun pada kultur
SBHGA tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika
dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin,
antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin -asam klavulanat sampai 10 hari.5,6,8
Penicilin V diberikan dengan dosis 2 x 500 mg untuk dewasa atau 25-50
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis untuk anak-anak selama 10 hari.
Sulfometoksazol diberikan sebanyak 40 mg/kg BB setiap 12 jam pada anak dan 800
mg setiap 12 jam pada dewasa selama minimal 5 hari. Dosis amoksisilin adalah
3x500 mg untuk dewasa atau 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis untuk anak-
anak selama 10 hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan
eritromisin dengan dosis 500-1000 mg setiap 6 jam untuk dewasa atau 30-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak selama 10 hari atau azitromisin
sebanyak 1x500 mg untuk dewasa atau 12 mg/kgBB/hari 1x/hari untuk anak-anak
selama 10 hari.5,6,8 Pada tonsilitis viral yang berat dapat dipertimbangkan pemberian
antivirus.5,6,8
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Risiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
paparan dari penderíta tonsilitis. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk
makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air yang
mengalir dan sabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi tidak digunakan
bersama. Penggunaan masker dapat membantu mencegah penyebaran patogen.5,6,8

Komplikasi
Tonsilitis akut mungkin terjadi secara berulang dan berkembang menjadi
tonsilitis kronik. Tonsilitis dapat pula menyebabkan penjalaran patogen per

10
kontinuatum ke ruang potensial di leher dalam mengakibatkan abses peritonsil atau
abses parafaring. Abses dapat berkembang beberapa hari setelah infeksi akut.
Penjalaran patogen melalui tuba eustachius dapat mengakibatkan terjadinya otitis
media dan mastoiditis. Penjalaran ke hidung dapat mengakibatkan terjadinya rhinitis
dan sinusitis. Penjalaran ke saluran napas yang lebih bawah dapat mengakibatkan
bronkitis dan pneumonia. Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan
endokarditis, artritis, miositis, dan glomerulonefritis. Tonsil yang membesar
mungkin mengakibatkan gangguan tidur yang dikenal sebagai obstructive sleep
apnea.5,6
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan tonsilitis akut adalah bonam. Tonsilitis akut
biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan yang
adekuat. Perkembangan antibiotik yang maju menmungkinkan pengobatan kausatif
dilakukan secara tepat.5

2.2.3.2 Tonsilitis Membranosa


A. Tonsilitis Difteri
Frekuensinya menurun seiring keberhasilan imunisasi aktif. Disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diphteriae, kuman batang Gram positif, yang
ditransmisikan melalui droplet udara atau kontak kulit. Tidak semua individu yang
terinfeksi akan menjadi sakit, terkandung titer anti toksin dalam darah seseorang
(minimal 0,03 IU per ml darah). Paling sering ditemukan pada anak-anak berusia 10
tahum (khusus nya anak berusia 2-5 ahun) walaupun masih mungkin ditemukan
pada orang dewasa. Bakteri yang ada menghasilkan endotoksin khusus yang
menyebabkan nekrosis sel epitelial dan ulserasi.

Gambaran Klinis
Masa inkubasi penyakit ini 1-5 hari. gejala klinis dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
 Gejala umum berupa damam subfebris, sakit kepala, penurunan nafsu makan,
tubuh melemah, nadi melambat, dan nyeri menelan. Dalam 2 jam gejala dapat
memberat hingga malasie dan sakit kepala berat, dan mual. Bila sejumlah banyak
toksin masuk ke dalam aliran darah, pasien dapat hingga pucat, nadi cepat, koma,
hingga kematian.

11
 Gejala lokal berupa tonsil membengkak tertutup bercak putih keabu-abuan kotor
yang semakin meluas membentuk membran semu (pseudomembran) yang dapat
meluas hingga palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan bronkus yang
hingga dapat menyumbat saluran napas. Awalnya pseudomembram yang
terbentuk berwarna putih keabu-abuan. Seiring waktu, pseudomembran yang
terbentuk berwarna abu-abu melekat erat, sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Dalam perjalan penyakitnya akan teraba kelenjar getah bening leher
yang membesar sehingga menyerupai leher sapi atau disebut Burgemeester’s hal
(bull neck).
 Gejala toksik primer-endotoksin yang dihasilkan kuman hingga merusak jaringan
tubuh seperti jantung (miokaditis hingga dekompensasio kordis), saraf kranial
(kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan), dan ginjal (albuminuria).

Diagnosis
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Pada
pemeriksaan dengan cermin terkait pseudomembran berwarna kuning abu-abuan
yang menempel erat ke tonsil dan ketika diangkat menimbulkan perdarahan.
Diagnsos pasti didapatkan dari preparat kuman yang diambil dari apusan dibawah
membran semu.

Tatalaksana
 Awasi tanda-tanda obstruksi jalan napas atas.
 Tanpa menunggu hasil kultur, dapat diberikan antitoksin (APS) difteria 200-
10.000 IU/kgBB injeksi intravena atau intramuskular (lakukan skin test terlebih
dahulu). 20.000-100.000 IU/kgBB.
 Antibiotik penisilin 300.000 IU/hari IM untuk BB <10 kg. 600.000 IU/hari untuk
BB>10kg (selama 14 hari) atau eritromisin 25-50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dsis
selama 14 hari. oral/injeksi 40-50 mg/hari dosis maksimal 2 g/hari selama 14 hari.
 Kortikosteroid1-2 mg/hari KgBB perhari.
 Obat simtomatik lainya seperti antipiretik.
 Trakeostomi bila sudah ada sumbatan jalan napas atas.

Komplikasi
 Perluasan hingga laring dan menyumbat jalan napas atas sehingga diperlukan
trakesotomi.
 Miokarditis.
 Nefritis dengan gambaran albuminuria pada urinalisis.

12
 Kelumpuhan otot palatum mole, otot akomodasi mata, otot faring hingga laring
yang menyebabkan kesulitan menelan.

B. Angina Plaut-Vincent (Stomatitis Ulser Membranosa)


Disebabkan oleh bakteri spirocheta atau treponema yang tampak disfagia
unilateral dengan napas berbau dan malaise.

Tanda dan gejala


Demam hingga 39oC, sakit krpaa, kelemahan, nyeri mulut, hipersalivasi, gigi
dan gusi yang mudah berdarah hingga gangguan pencernaaan. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan mulut berbau, kelenjar getah bening submandibula yang membesar,
mukosa mulut dan faring hiperemis dengan ulkus pada tonsil palatina unilateral dan
tertutup membran putih keabuan. Dapat menyebar hingga ke uvula dinding faring,
gusi, dan proteus alveolaris.

Tatalaksana
Antibiotik spektrum luas (penisilin) selama 1 minggu. Kauter lokal dengan
10% AgNo3 atau asam kronik 5% juga dapat dilakukan. Disertai dengan obat kumur
untuk memperbaiki higienitas mulut, vitamin C, dan vitamin B kompleks.

2.2.3.3 Tonsilitis Kronik


Tonsilitis kronik didefinisikan sebagai peradangan kronik pada tonsil sebagai
lanjutan peradangan akut atau sub akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu
ataupun untuk waktu yang lama pada tonsil dan mengakibatkan gejala-gejala akut
kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (tonsilitis rekuren)
dengan episode serangan beberapa kali dalam 1 tahun.6,9
Etiologi
Secara umum, patogen penyebab tonsilitis kronik adalah sama seperti tonsilitis
akut. Bakteri penyebab tonsilitis akut yang paling sering adalah bakteri gram positif,
terutama Streptococcus β hemolyticus Group A (SBHGA). Selain itu terdapat
Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, dan virus
Herpes. Hasil penelitian di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menunjukkan
bahwa 40% bakteri penyebab tonsilitis adalah Streptococcus sp. Kadang – kadang,
bakteri gram negatif dapat menjadi penyebab tonsilitis kronik.5,11
Patofisiologi
13
Tonsilitis kronis terjadi karena proses radang berulang yang timbul. Adanya
infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi
(fokal infeksi). Duatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh,
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Selain epitel mukosa tonsil,
jaringan limfoid akan terkikis juga, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut. Jaringan parut ini kemudian yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini tampak diisi
oleh detritus. Proses bejalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. Faktor yang menjadi
predisposisi tonsilitis kronik adalah riwayat merokok, hygiene mulut kurang baik,
daya tahan tubuh lemah dan pengobatan tonsilitis akut yang inadekuat.7,10

Penegakkan Diagnosis
Manifestasi klinik tonsilitis kronik adalah sebagai berikut:
1. Keluhan sistemik :
a. penurunan nafsu makan
b. badan lemas
c. demam
d. sakit pada sendi dan otot
e. pegal-pegal pada seluruh tubuh
f. sakit kepala.
2. Keluhan lokal :
a. rasa gatal pada tenggorokan
b. nyeri tenggorokan berulang
c. nyeri menelan berulang
d. rasa mengganjal pada tenggorokan
e. hidung tersumbat
f. mendengkur
g. batuk yang biasanya disertai dahak
h. bau mulut.5,6

Dari pemeriksaan dapat dijumpai5,6 :


a. Tonsil hipertropi atau atropi.
b. Dapat terlihat pus kekuningan pada permukaan medial tonsil
c. Kripta melebar
d. Bila dilakukan penekanan pada kripta dapat keluar detritus
e. Warna kemerahan pada arkus anterior atau posterior bila dibanding dengan
mukosa faring,
f. Pembesaran KGB submandibula

14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus tonsilitis akut adalah
kultur dan uji sensitivitas. Biakan idealnya diambil dengan aspirasi dari dalam tonsil,
namun dapat pula diambil dari swab tenggorok. Pemberian antibiotik sesuai dengan
hasil uji sensitivitas dapat menurunkan angka resistensi bakteri dan mencegah
kekambuhan infeksi pada tonsil. Jaringan tonsil harus dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Pada tonsilitis kronik, dapat ditemui adanya hiperplasia pada jaringan
tonsil diserai infiltrasi limfosit, pusat nekrosis, dan area yang mengalami fibrosis.5,6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis kronik pada prinsip meliputi penatalaksanaan secara
medikamentosa dan operatif. Penatalaksaan medikamentosa sama seperti tonsilitis
akut meliputi pemberian obat kumur, analgetik-antipiretik seperti parasetamol,
antiinflamasi dan antibiotik sesuai hasil kultur (dapat diberikan antibiotik spektru
luas sambil menunggu hasil kultur).9
Penatalaksanaan operatif adalah tonsilektomi. Tonsilektomi adalah prosedur
operasi pengangkatan tonsil yang dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi.
Tonsilektomi dilakukan dengan mengangkat seluruh tonsil dan kapsulnya dengan
melakukan diseksi pada ruang peritonsil di antara kapsul tonsil dan dinding fosa
tonsil. Berdasarkan panduan oleh American Academy of Otolaryngology & Head
and Neck Surgery (AAO-HNS) 2011, adapaun beberapa yang perlu diperhatikan
dalam mengindikasikan tonsilektomi adalah sebagai berikut.
1. Klinisi merekomendasikan tonsilektomi pada pasien dengan infeksi tenggorok
berulang dalam 1 tahun terakhir atau 5 episode tiap tahun dalam 2 tahun berturut-
turut, atau 3 episode tiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir dengan catatan
gambaran klinis suhu >38,3oC atau limfadenopati servikal (KGB nyeri atau
diameter >2 cm) atau eksudat tonsil atau kultur positif untuk Streptokokus beta
hemolitikus grup A.
2. Watchful waiting dilakukan untuk infeksi tenggrok berulang dengan frekuensi
kurang dari kriteria tonsilektomi di atas.
3. Perhatikan bagi anak-anak yang tidak memenuhi kriteria namun termasuk dalam
yang dipertimbangkan untuk tonsilektomi: alergi terhadap multipel antibiotik,
stomatitis, faringitis, dan adenitis atau riwayat dengan abses peritonsilar.
4. Perhatikan pula pada anak-anak dengan gangguan tidur dan bernapas yang lebih
baik bila dilakukan tonsilektomi, apalagi bila terdapat enuresis, retardasi
pertumbuhan, dan performa sekolah yang menurun.

15
5. Kontraindikasi dilakukannya tonsilektomi berupa anemia akut, infeksi akut,
penyakit lainnya yang tidak terkontrol, dan perdarahan.

Pada penderita tonsilitis rekuren yang tidak mencapai kriteria untuk menjalani
tonsilektomi dilakukan watchful waiting selama 12 bulan bila penderita tidak
memiliki penyulit seperti alergi terhadap banyak antibiotik, gejala berat, sindrom
PFAPA (periodic fever, apthous stomatitis, pharyngitis, and adenitis), dan abses
peritonsiler, cor pulmoner, dan obstruksi jalan napas. Pasien tonsilitis dengan
penyulit namun tidak mencapai kriteria tonsilektomi dapat dipertimbangkan untuk
menjalani tindakan tonsilektomi. Jaringan tonsil yang diangkat kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi.9,12

Evaluasi outcome tonsilektomi berupa resiko obstruksi napas yang dapat


menyebabkan kematian, tidak ada perdarahan aktif dan terbentuk bekuan darah, luka
operasi tidak infeksi dan tidak ada dehidrasi. Pasien dianjurkan diet dingin dan lunak
selama 5 hari post operasi. Pemberian antibiotik profilaksis berupa amoksisilin
klavulanat dan analgetik seperti parasetamol selama 3 hari post operasi.9

Komplikasi
Tonsilitis dapat pula menyebabkan penjalaran patogen per kontinuatum ke
ruang potensial di leher dalam mengakibatkan abses peritonsil atau abses parafaring.
Penjalaran patogen ke organ sekitar dapat mengakibatkan terjadinya otitis media,
mastoiditis, rhinitis, sinusitis, bronkitis dan pneumonia. Penyebaran hematogen atau
limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, dan glomerulonefritis.
Tonsil yang membesar dapat mengakibatkan obstructive sleep apnea. Tonsilolith
atau kalkulus tonsil dapat ditemukan pada tonsilitis kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan
yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap.
Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman.5,6

Prognosis

Prognosis untuk pasien tonsilitis kronik adalah dubia ad bonam baik ad vitam,
ad functionam maupun ad sanationam. Angka keberhasilan tonsilektomi cukup
tinggi, dimana pendarahan post tonsilektomi hanya sekitar 1,9% pada balita, 3%
pada anak usia 5-15 tahun, dan 4,9% pada anak diatas 15 tahun. Pendarahan

16
biasanya terjadi dalam 6 jam post operasi. Angka mortalitas tonsilektomi hanya
sekitar 0,03%. Sekitar 3,2% pasien dewasa yang menjalani tonsilektomi perlu
menjalani reoperasi. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien
anak-anak yang berksar antara 0,5%-2,1%.13

17

Anda mungkin juga menyukai