Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:

Yulia Dasmayanti
Cut Nabela Maracilu
Nazli Anggraini H
Halizha Nadirha
Siti Chairunnisa
Sofia Tuddin
Dara Octaviani
Ori Janu Perma

Pembimbing:
dr. Abdullah, Sp. PD, KGH FINASIM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat beserta
salam kita hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah kezaman islamiyah juga kepada sahabat dan keluarga beliau.

Ucapan terimakasih tidak lupa saya ucapkan kepada pembimbing saya yaitu
dr. Abdullah, Sp. PD, KGH FINASIM dan para dokter di bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya karya
ilmiah ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan laporan kasus. Keterbatasan dalam
penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap laporan kasus ini demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, November 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya terjadi akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap.1 Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah).2
Penyebab GGK sangat beragam, beberapa faktor berpengaruh terhadap tingkat
insidensi dan prevalensi yang beragam untuk ESRD. Faktor-faktor seperti distribusi
ras dan etnis, jenis penyakit ginjal yang mendasari, dan kualitas pelayanan medis yang
tersedia untuk pasien GGK preterminal, memiliki pengaruh signifikan terhadap hasil
akhir pasien. Salah satu penyebabnya adalah hipertensi dengan insidensi 8,46%
berdasarkan data yang diambil dari pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis di
Indonesia.3, 4
Hipertensi atau peningkatan tekanan darah di atas normal merupakan masalah
global sekarang ini, dimana angka kejadiannya terus meningkat sejalan dengan
perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres
psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai
penyakit yang paling sering dijumpai.5
Di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi menderita
hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang
berkembang, temasuk Indonesia.5 Penelitian berskala nasional dilakukan
perhimpunan hipertensi Indonesia pada tahun 2002 di Jawa, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi dan Bali. Dari 3080 subjek dewasa umur 40 tahun atau lebih yang berobat
pada praktik dokter, didapatkan prevalensi hipertensi 58,89% dan 37,32% pasien
tanpa pengobatan antihipertensi.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Gagal Ginjal Kronik

A. Definisi
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada
suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.10 Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan
penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan
disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan
praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang diterima pasien, diabetes melitus
dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama gagal ginjal kronik.11
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang
lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang
masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal. 10, 11
B. Etiologi
Penyebab CKD paling umum adalah kelainan urologis dan glomerulopati,
penyebab lainnya adalah nefropati herediter serta displasia dan hipoplasia ginjal.
Kesamaan histologis diantara berbagai penyebab CKD cukup banyak, dan mekanisme
serupa yang mungkin berperan untuk kesamaan ini termasuk kerusakan sel spesifik,
peran faktor pertumbuhan, dan efek dari faktor metabolik. Pada akhirnya,
mekanisme-mekanisme ini dapat menyebabkan adanya penyembuhan tertentu atau
sklerosis (parut) tambahan.12,13
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak.3,
12, 14

C. Patogenesis
Mekanisme yang dapat menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis, parut
tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.5

Glomerulosklerosis
Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis progresif glomeruli
yang dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular. Kerusakan sel
intraglomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel mesangium,
sel epitel) dan ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/makrofag). Sel endotel dapat
mengalami kerusakan akibat gangguan hemodinamik, metabolik dan imunologis.
Kerusakan ini berhubungan dengan reduksi fungsi antiinflamasi dan antikoagulasi
sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta pembentukan
mikrotrombus pada kapiler glomerulus serta munculnya mikroinflamasi. Akibat
mikroinflamasi, monosit menstimulasi proliferasi sel mesangium sedangkan faktor
pertumbuhan dapat mempengaruhi sel mesangium yang berproliferasi menjadi sel
miofibroblas sehingga mengakibatkan sklerosis mesangium. Karena podosit tidak
mampu bereplikasi terhadap jejas sehingga terjadi peregangan di sepanjang
membrana basalis glomerulus dan menarik sel inflamasi yang berinteraksi dengan sel
epitel parietal menyebabkan formasi adesi kapsular dan glomerulosklerosis, akibatnya
terjadi akumulasi material amorf di celah paraglomerular dan kerusakan taut
glomerulo-tubular sehingga pada akhirnya terjadi atrofi tubular dan fibrosis
interstisial

Parut tubulointerstisial
Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa inflamasi, proliferasi
fibroblas interstisial, dan deposisi matriks ekstra selular berlebihan. Gangguan
keseimbangan produksi dan pemecahan matriks ekstra selular mengakibatkan fibrosis
ireversibel

Sklerosis vaskular
Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular mengeksaserbasi
iskemi interstisial dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah merupakan sumber
miofibroblas yang berperan dalam berkembangnya fibrosis interstisial ginjal.

D. Klasifikasi10

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit
dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault
sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1

E. Penegakan Diagnosis
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain10:
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat
kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60
ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

Gambaran Klinis 10, 15, 16, 17


Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 10, 15, 16, 17
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis 10, 15, 16, 17
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
F. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel berikut10:

Tabel 2. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Rumus mengukur LFG(Laju Filtrasi Glomerulus)/CCT(Creatinin Clearance Test)


adalah sebagai berikut :
Pria = (140-Umur)xBB Wanita = (140-Umur)xBB x 0,85
(72xCreatinin) (72xCreatinin)
Terapi Nonfarmakologis10, 17:
a. Pengaturan asupan protein
Tabel 3. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari


c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis10, 11, 15, 16:


a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau
timbul hiperkalemia harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM
tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h. Terapi pengganti ginjal.
Berikut merupakan indikasi dan inisiasi relatif dan absolut untuk terapi
pengganti ginjal pada gagal ginjal18:

Tabel 4. Indikasi dan Inisiasi Terapi Pengganti Ginjal

Rumus BUN (Blood Urea Nitrogen) : Ureum


2.1428

II. Hipertensi
A. Definisi

Peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Atau penderita dengan terapi
antihipertensi.19
B. Etiologi dan Patogenesis
Berbagai mekanisme hipertensi merupakan penyimpangan dari pengendalian
fisiologik normal tekanan darah. Secara fisiologi, tingkat tekanan darah merupakan
suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai faktor diantaranya faktor
genetik, lingkungan, dan demografik yang memengaruhi dua variable hemodinamik
yaitu: curah jantung dan resisitensi perifer total. Total curah jantung dipengaruhi oleh
volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium.
Resistensi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada
efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vascular normal mencerminkan
keseimbangan antara pengaruh vasokonstriksi humoral (termasuk angiotensin2 dan
katekolamin) dan vasoldilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksidanitrat).
Pembuluh resistensi juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran darah
memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor local lain
seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (system adrenergic 𝛼 dan 𝛽), mungkin
penting.20

Ginjal berperan penting dalam tekanan darah sebagai berikut:

1. Melalui system renin-angiotensin, ginjal memengaruhi resistensi perifer dan


homeostasis natrium. Rennin yang dikeluarkan oleh sel juksta glomerulus ginjal
mengubah angiotensinogen plasma menjadi angiotensin I, yang kemudian
diubah menjaadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme (ACE).
Angiotensin II meningkatkna tekanan darah dengan meningkatkan resitensi
perifer (efek langsung pada sel otot polos vascular) dan volume darah (stimulasi
sekresi aldosteron, peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus distal).
2. Ginjal juga menghasilkan zat vasodepressor atau antihipertensi (termsuk
prostaglandin dan nitrat oksida) yang mungkin melawan efek vasopresor
angiotensin.
3. Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus turun sehingga terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium
ditahan dan volume darah meningkat.
4. Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju filtrasi glomerulus, termsuk
peptida natriuretik atrium, disekresikan oleh atrium jantung sebagai respon
terhadap ekspansi volume, menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal
dan mnyebabkan vasodilatasi.
5. Bila fungsi ekskresi ginjal terganggu, mekanisme kompensasi yang membantu
memulihkan keseimbangan elektrolit dan cairan adalah peningkatan tekanan
arteri.20

Hipertensi essensial terjadi apabila hubungan antara volume darah dan resistensi
perifer total berubah. Pada banyak bentuk hipertensi sekunder, faktor ini cukup banyak
dipahami. Sebagai contoh, pada hipertensi renovaskuler, stenosis arteria renalis
menyebabkan penurunan aliran glomerulus dan penurunan tekanan di arteriol aferen
glomerulus. Hal ini menyebabkan sekresi rennin, yang memicu vasokonstriksi yang
diinduksi oleh angitensin II dan peningkatan resistensi perifer dan meningkatkan
reabsorpsi natrium, melalui mekanisme aldosteron, sehingga volume darah juga
meningkat. Pada feokromositoma, suatu tumor medulla adrenal, katekolamin yang
dihasilkan oleh sel tumir menyebabkan vasokonstriksi episodic sehingga terjadi
hipertensi.20
C. Klasifikasi
Tabel 5. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 21
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

D. Penatalaksanaan

Dewasa ≥ 18 tahun + Hipertensi

Pengaturan Lifestyle
(terus berlangsung sepanjang terapi)

Mengatur tekanan darah sesuai target dan memulai terapi obat sesuai dengan
usia, diabtes, CKD
Populasi Umum Populasi CKD & DM
tanpa CKD & DM

Semua umur + Semua umur +


Umur ≥ 60 tahun Umur < 60 tahun DM tanpa CKD
CKD dengan/tanpa DM

Target TD Target TD Target TD Target TD


SBP < 150 mmHg SBP < 140 mmHg SBP < 140 mmHg SBP < 140 mmHg
DBP < 90 mmHg DBP < 90 mmHg DBP < 90 mmHg DBP < 90 mmHg

Non Kulit Hitam Kulit Hitam Semua Kasus


Pilih strategi terapi titrasi obat
A. Dosis maksimum obat pertama sebelum tambahkan obat kedua atau
B. Tambahakan obat kedua sebelum mengunakan obat pertama pada dosis maksimum atau
C. Mulai dengan 2 kelas obat terpisah atau mengunakan kombinasi dosis tetap

Apakah tujuan TD tercapai ? Ya

Tidak
Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai
Untuk strategi A dan B tambahakan dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI
atau ARB atau CCB (gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya
dan hidari kombinasi antara ACEI dan ARB).
Untuk strategi C, dosis dititrasi dan inisiasi medikasi sampai maksimum

Tidak
Apakah tujuan TD tercapai ? Ya

Tidak
Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai
Tambahkan obat dan titrasi thiazide-type diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB
(gunakan terapi kelas obat yang tidak digunakan sebelumnya dan hidari kombinasi
antara ACEI dan ARB).

Apakah tujuan TD tercapai ? Ya

Tidak
Memperkuat terapi dan mengatur agar pola lifestyle tetap sesuai
Tambahkan obat golongan lain ( β-blocker, aldosterone antagonist atau yang
lainnya) dan rujuk pasien ke dokter spesialist atau ahli di bidang hipertensi

Lanjutkan
Tidak Apakah tujuan TD tercapai ? Ya terapi dan
monitoring

Anda mungkin juga menyukai