Departemen Gastroenterologi, Rumah Sakit Penelitian dan Pendidikan Ankara, Ankara, Turki
Disadur oleh
Bagus Indra Kusuma
122011101068
Pembimbing:
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT
Abstrak
Konsumsi zat yang bersifat kaustik dapat menyebabkan luka pada esophagus. Tidak
ada protokol terapi standar untuk luka esophagus dan sebagian besar pasien diterapi dengan
penghambat pompa proton (proton pump inhibitor) atau antagonis H2. Tidak ada studi klinis
yang mengevaluasi efikasi omeprazole untuk luka esophagus kaustik. Sebuah studi prospektif
dilakukan pada 13 pasien dewasa (>18 tahun) yang masuk rumah sakit antara Mei 2010 dan
Juni 2010. Kerusaskan mukosa dinilai menggunakan klasifikasi endoskopik modifikasi yang
dideskripsikan oleh Zargar et al. Pasien diterapi dengan penghambat pompa proton (proton
pump inhibitor) dan dirawat tanpa makan secara oral sampai kondisi mereka dianggap stabil.
Pasien mendapat terapi omeprazole 80 mg dalam IV bolus, diikuti dengan infus kontinyu 8
mg/jam selama 72 jam. Sebuah kontrol menggunakan endoskopi dilakukan 72 jam setelah
pemberian. Terdapat perbedaan signifikan sehubungan dengan penyembuhan endoskopik
antara sebelum dan sesudah pemberian infus omeprazole (P=0,004). Tidak terjadi kematian
di rumah sakit pada tindak lanjut (follow up) yang dilakukan. Omeprazole secara efektif dapat
digunakan pada terapi fase akut pada luka esofagus kaustik.
Kata kunci: Omeprazole, luka esofagus kaustik, terapi.
Pendahuluan
Konsumsi zat yang bersifat kaustik menginduksi luka dengan area yang luas pada
saluran pencernaan dimana dapat berifat ringan/ fatal, atau menyebabkan penyakit kronis. Zat
yang bersifat kaustik dengan tingkat pH <2 atau >12 secara cepat mempenetrasi lapisan
esofagus yang kemudian menyebabkan pembentukan bekas luka yang diinduksi nekrosis
pada mukosa yang membatasi penetrasi jaringan dalam.1 Tingkat kerusakan jaringan
bergantung pada bentuk fisik, tipe, dan konsentrasi zat korosif, keadaan premorbid dari
jaringan, durasi kontak, dan jumlah zat yang dikonsumsi. Nekrosis dan luka esofagus serius
menjadi tidak dapat dihindarkan ketika cairan basa mempenetrasi lapisan otot dalam.2
Reaksi histopatologi utama dari jaringan yang mengalami luka bakar kaustik adalah
sintesis, deposisi dan pengubahan bentuk (remodeling) kolagen serta diikuti luka dengan
ketebalan-penuh pada dinding esofagus, esofagus normal digantikan oleh jaringan
penghubung yang padat. Akibatnya, ketika memberikan terapi pada luka bakar kaustik
diperlukan pencegahan stenosis dan penghambatan pembentukan sintesis kolagen atau
pengubahan sifat kolagen yang terdeposit. Produksi berlebihan kolagen telah diperkirakan
menyebabkan stenosis pada sebagian pasien yang mengalami luka bakar parah.3
Tujuan utama ketika memberikan terapi pada kasus konsumsi zat kaustik adalah
mencegah penyempitan (stricture).
Protokol manajemen optimal yang dapat diterapkan pada terapi kerusakan parah
setelah mengkonsumsi zat yang bersifat kaustik masih kontroversial. Tujuan utama terapi
medis adalah penghambatan reaksi peradangan atau peyempitan akibat esofagus terbakar.
Pembentukan peyempitan ini diperkirakan bisa diatasi dengan menekan fibroplasia dan
pembentukan bekas luka. Banyak agen yang diarahkan pada kontrol farmakologi dari
penyembuhan luka untuk mencegah penyempitan yang telah digunakan pada literatur studi
eksperimental sebelumnya. Hasil protokol terapi termasuk steroid, antibiotic, heparin,
indomethacin, sukralfat, vitamin E, nutrisi parenteral total masih kontroversial untuk luka
bakar korosif.4-9
Omeprazole adalah penghambat pompa proton (proton pump inhibitor/ PPI) yang
juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antioksidan.10-11 Beberapa studi eksperimental telah
menginvestigasi hubungan antara PPI dan luka bakar korosif. Bagaimanapun tidak ada
informasi sehubungan dengan subjek manusia. Tujuan studi saat ini adalah untuk
mengevaluasi efek endoskopik dan klinis dari omeprazole pada manusia dengan luka bakar
esofagus korosif.
Metode
Sebuah studi prospektif dilakukan pada 13 pasien (>18 tahun) yang masuk rumah
sakit akibat konsumsi zat bersifat kaustik antara Mei 2010 dan Juni 2010. Protokol penelitian
disetujui oleh komite etik lokal Rumah Sakit Penelitian dan Pendidikan Ankara yang
pekerjaannya dilakukan dan disesuaikan pada ketentuan Deklarasi Helsinki pada 1995
(seperti direvisi di Edinburgh 2000). Dalam penelitian ini, subyek yang dimasukan yaitu
pasien yang masuk unit emergensi karena tidak sengaja mengkonsumsi zat bersifat kaustik.
Pemberian makanan secara oral dihentikan semuanya. Tiga belas pasien dewasa yang
diikutsertakan dilakaukan studi dengan informed consent. Esophagogastroduodenoscopy
(EGD) dengan endoskopi gastrointestinal atas dilakukan oleh klinisi berpengalaman dalam 24
jam setelah konsumsi. Endoskop yang digunakan adalah Pentax (Pentax Company, Tokyo,
Jepang). Semprot xylocain rongga mulut digunakan untuk anastesi. Kerusakan mukosa dinilai
menggunakan klasifikasi endoskopik modifikasi yang dideskripsikan oleh Zargar et al (Tabel
1). Setelah endoskopi dilakukan, pasien diberikan terapi dengan PPI dan dirawat tanpa makan
secara oral sampai kondisi mereka dianggap stabil. Pasien mendapat terapi omeprazole 80 mg
dalam iv bolus diikuti dengan infus kontinyu 8 mg/jam selama 72 jam. Sebuah endoskopi
baru dilakukan 72 jam setelah pemberian. Didapatkan data gejala pasien, organ yang terlibat,
kematian, dan durasi perawatan pada rumah sakit.
Data demografik dideskripsikan dengan rata-rata dan penyimpangan standar (standar
deviasi) untuk variable kontinyus yang terdistribusi secara normal, median dan rentang
interquartil untuk variabel kontinyus yang terdistribusi tidak normal, serta frekuensi dan
persentase untuk variabel kategorial.
Tes Chi-square yang diatur untuk usia diperoleh dengan persamaan perkiraan general
yang digunakan untuk mengevaluasi kelangsungan hidup keseluruhan.
Hasil
Sebanyak tiga belas pasien (tujuh pria; usia 24 sampai 53 tahun) dengan luka bakar
kaustik masuk rumah sakit antara November 2009 dan April 2010. Dua pasien mempunyai
sejarah penyakit sistemik (satu pasien mengalami hipertensi esensial dan satu pasien
mengalami diabetes mellitus). Pasien yang lainnya tidak mempunyai riwayat penyait apapun.
Agen pembersih produk industri mengandung larutan alkali atau bahan kimia basa lain
(contohnya soda kaustik, pembersih pipa saluran, pembersih mesin, dan produk deasidifikasi
yang mengandung natrium hidroksida atau natrium-kalium hidroksida, sabun pencuci piring)
atau asam kaustik yang termasuk kedalam zat bersifat kaustik. Jumlah zat yang terkonsumsi
mempunyai rentang 2-75 ml (median 15 ml). Pasien masuk ke rumah sakit dalam median
waktu 3,5 jam (2-6 jam). Menurut klasifikasi endoskopik yang dideskripsikan oleh Zargar,
terdapat tiga pasien dengan luka esofagus tingkat 1, lima pasien dengan luka esofagus tingkat
2a, dua pasien dengan luka esofagus tingkat 2b, dan dua pasien dengan luka esofagus tingkat
3. Pemberian makanan secara oral pada semua pasien dihentikan pada 72 jam pertama dan
diberikan cairan iv. Pasien tidak diresepkan tambahan antibiotik atau steroid apapun. Setelah
infus kontinyu omeprazole 8 mg/jam selama 72 jam, endoskopi ulang menunjukkan sembilan
pasien sembuh secara total dan tersisa tiga pasien dengan luka esofagus tingkat 1 dan satu
pasien dengan luka esofagus tingkat 3. Terdapat perbedaan signifikan sehubungan dengan
penyembuhan endoskopik antara sebelum dan sesudah infus omeprazole (P=0,004). Setelah
endoskopi kedua dilakukan, 12 pasien mulai diberikan makanan secara oral. Endoskopi
kedua satu pasien menunjukkan luka tingkat 3 klasifikasi Zargar. Oleh karena itu, suspensi
sukralfat mulai diberikan. Tidak terjadi kematian di rumah sakit pada saat tindak lanjut.
Sebelum dan sesudah infus omeprazole, klasifikasi endoskopik ditunjukkan pada Gambar 1.
Pada saat pemberian dan setelah terapi omeprazole, gambaran endoskopik 13 pasien
ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3.
Setelah 1 tahun, pasien dikontak melalui telepon. Hanya satu pasien tidak dapat
dihubungi melalui telepon yang mengalami luka esofagus tingkat 3a pada endoskopi saat
masuk dan endoskopi kedua (72 jam setelah masuk). Dua belas pasien ditanya tentang
mortalitas, morbiditas, hospitalisasi, dan perkembangan komplikasi serta komplain yang
disampaikan. Tidak terjadi kematian dalam satu tahun. Enam pasien tidak mempunyai
komplain. Pada enam pasien yang lain dilakukan endoskopi karena rasa panas dalam perut
(heartburn), dispepsia dalam 1 tahun. Endoskopi mereka menunjukkan bahwa dua pasien
mengalami erosi linier esofagus, dan pasien yang lain tidak mengalami luka esofagus. Semua
follow up pasien ditunjukkan pada Tabel 2.
Diskusi
Terapi intoksikasi korosif akut termasuk: netralisasi agen korosif, antibiotik,
kortikosteroid, terapi antisekretori, nutrisi pendukung, penghambat sintesis kolagen, dilatasi
esofagus, dan pemasangan stent, serta operasi.13-15
Bagaimanapun terapi luka bakar kaustik masih menjadi perdebatan. PPI intravena
termasuk omeprazole sejak dulu telah digunakan baik untuk mencegah atau mengobati
perdarahan luka gastrointestinal.16 Namun, belum dilakukan investigasi untuk luka esofagus
kaustik sebelumya. Pada satu studi eksperimental, efikasi omeprazole pada luka bakar kaustik
telah diinvestigasi.8 Penelitian ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa infus
PPI mencapai perkembanagn efektif pada temuan endoskopik dalam 72 jam, dan signifikansi
klinis dari ini tidak diketahui berdasarkan data yang ditunjukkan.
Omeprazole secara luas digunakan sebagai obat anti-ulser untuk melindungi tehadap
luka mukosa esofagus. Omeprazole merupakan penghambat spesifik H+/K(+)-ATPase
lambung. Selain itu, PPI mempercepat kematian sel apoptosis secara selektif pada sel kanker
dan secara signifikan menghambat tumorigenesis dan mempercepat regenerasi jaringan
penghubung dan mikrovaskular. Mungkin melalui peningkatan konsentrasi faktor
pertumbuhan fibroblast, penghambatan perubahan miofibroblas pada peroksidasi lipid dan
peningkatan beberapa aktivitas dari katalase.11,17-19 Selain itu, setelah terapi dengan
omeprazole, konsentrasi hidroksiprolin pada mukosa esofagus pasien dengan sklerosis
sistemik progresif menurun secara signifikan. Oleh karena itu, omeprazole mungkin bersifat
protektif pada luka bakar esofagus.
Peran asam pada ulserasi kaustik persisten pada esofagus dan antrum dipertanyakan,
dan pasien secara empiris diterapi dengan PPI. Satu studi eksperimental telah menunjukkan
bahwa omeprazole dan vitamin E dapat menghambat inflamasi pada fase awal luka bakar
korosif dan dengan demikian pembentukan bekas luka pada fase akhir penyembuhan luka
esofagus setelah konsumsi asam dan/atau basa.8
Komplikasi yang paling umum dari luka kaustik yang dapat muncul antara lain:
perforasi, perdarahan gastrointestinal, sepsis, penyempitan dan stenosis esofagus, stenosis
antrum dan pylorus lambung., serta kanker esofagus dan lambung. Luka esofagus yang
digambarkan secara endoskopik bersifat prediksi pada komplikasi konsumsi kaustik. Secara
umum, pasien dengan luka tingkat 0, 1, atau 2a hilang tanpa bekas. Pasien dengan luka
tingkat 2b sampai 3 mengalami penyempitan dengan cepat. Pasien dengan luka tingkat 3
berisiko mengalami komplikasi sistemik yang perlu dimasukkan ke unit perawatan intensif
(ICU) dan komplikasi lokal perdarahan dan perforasi. Sebagian besar kematian terjadi pada
pasien dengan luka tingkat 3.12,21,22 Penelitian ini menunjukkan bahwa penyembuhan
sempurna endoskopik bahkan pada satu pasien dengan tingkat 3 dicapai pada semua kasus
setelah infus kontinyu PPI. Rangkaian kasus lebih luas yang melibatkan lebih banyak pasien
dengan luka bakar kaustik tingkat 2b dan 3 akan lebih jauh mengklarifikasi efikasi infus PPI.
Sebagai kesimpulan, penekanan asam lambung dengan PPI tampaknya efisien untuk
menerapi luka bakar korosif pada esofagus. Ini adalah pengamatan pendahuluan pada PPI IV;
dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan penelitian saat ini, selanjutnya sebuah
penelitian kontrol-plasebo, acak, sebaiknya dirancang untuk menentukan bahwa PPI benar-
benar membuat sebuah perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA