Sistem Gatrointestinal
`
Kelompok 7
Eka Ulfah Rahmawati
4111141037
4111141059
Feby Wulandari
4111141063
M. Rivaldi
4111141067
4111141085
4111141100
Istnadylla Augita
4111141103
Revini Nabila
4111141119
Nida Amelia
4111141126
Dila Layalia
4111141137
Rania Indriastuti
4111141150
M. Irfan Jiwandana
4111141156
4111141161
4111141164
4111141165
SKENARIO
Seoranglakilaki23tahun,datangkePuskesmastempatsaudarabekerjadengankeluhanutama
rasaterbakardibagiantengahdada.Keluhandirasakansejak1jamyanglalu,setelahmeminum
cairanbeningyangdidugaairputih,tetapiternyatacairanbuatpaterikalengatauseng.Rasa
terbakardiikutiolehnyeriuluhatiyanghebatdanmual,tidakadamuntah.
Jawablahdandiskusikanpertanyaandibawahinidenganjelas!
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Apakahcairanyangmenyebabkanrasaterbakardibagiantengahdada?
Bagaimanasifatcairantersebut?
Apayangterjadipadasaluranpencernaaantersebut?
Bagaimanaanatomi,histologidanfisiologidarisalurancernayangterganggu?
Apadiagnosisdarikelainantersebut?
Bagaimanatindakanyangharusdilakukanpadakasustersebut?
Apakomplikasidarikasustersebutdanbagaimanamenanganinya?
Bagimanakeluhanyangterjadiapabilaterjadikomplikasitersebut?
bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik.
Basa kuat (alkali) merupakan penyebab tersering (70%) diantaranya sodium hidroksi,
pottasium hidroksi dan ammonium hidroksi. Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis
pasien adalah disfagia yang hebat, odinofagia serta suhu badan yang meningkat. Gejala
klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan terbakar di saluran cerna bagian
atas, mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot, kegagalan sirkulasi dan pernapasan.
b.Fase Laten (intermediate)
Berlangsung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu badan
menurun. Psien merasa ia telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik akan tetapi
prosesnya sebetulnya masih berjalan terus dengan membentuk jaringan parut (sikatriks).
c.Fase Kronis (obstructive)
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan parut,
sehingga terjadi striktur esofagus.
6. Bagaimanatindakanyangharusdilakukanpadakasustersebut?
Tujuan pemberian terapi pada esofagitis korosif adalah untuk mencegah pembentukan
striktur.
Terapi esofagitis korosif dibedakan antara tertelan zat korosif dan zat organik. Terapi
esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronis. Pada fase
akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi.
Perawatan umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan umum pasien, menjaga
keseimbangan elektrolit, serta menjaga jalan nafas. Jika terdapat gangguan keseimbangan
elektrolit diberikan infuse aminofusin 600 2 botol, glukosa 10% 2 botol, NaCl 0,9 % + KCl 5
meq/liter 1 botol.
Untuk melindungi selaput lendir esofagus bila muntah dapat diberikan susu atau putih
telur. Jika zat korosif yang tertelan diketahui jenisnya dan terjadi sebelum 6 jam, dapat
dilakukan netralisasi (bila zat korosif basa kuat diberi susu atau air, dan bila asam kuat diberi
antasida).
Terapi medik
Protokol pengobatan secara medis pada fase awal kasus ini masih terbatas pada
penggunaan steroid, antibiotik serta penggunaan zat penetral (antidotum) dari agen penyebab.
Antibiotika diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam jika diberikan
dengan steroid. Antibiotik dapat dilanjutkan selama 4-8 minggu dengan harapan telah
terjadinya reepitalisasi, sesuai dengan derajat luka esofagus jika diberikan tanpa steroid.
Antibiotik
tidak
akan
mencegah
pembentukan
striktur,
tetapi
akan
membantu
mengoptimalkan proses penyembuhan. Biasanya diberikan penisilin dosis tinggi 1-1,2 juta
unit/hari.
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah pembentukan striktur. Pemberian steroid pada
grade 2 dan grade 3 telah terbukti akan mengurangi kemungkinan terbentuknya striktur
esofagus. Kortikosteroid harus diberikan sejak hari pertama dengan dosis 200-300 mg sampai
hari ketiga. Setelah itu dosis diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tappering off). Dosis yang
dipertahankan (maintenance dose) ialah 2x50 mg perhari. Steroid, idealnya dilanjutkan
sampai seluruh reaksi inflamasi menghilang dan telah terjadi reepitalisasi sempurna selama
kurang lebih 1-3 bulan, tergantung pada derajat luka. Pasien dengan terapi steroid ini harus di
follow up secara berkala terutama pada 2 bulan pertama karena hampir 80% kasus akan
mengalami gejala klinis striktur esofagus.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan, jika pasien
sangat kesakitan.
Esofagoskopi
Biasanya dilakukan esofagoskopi pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila luka bakar
di bibir, mulut, dan faring sudah tenang.
Jika pada waktu melakukan esofagoskopi ditemukan ulkus, esofagoskop tidak boleh
dipaksa melalui ulkus tersebut karena ditakutkan terjadinya perforasi. Pada keadaan demikian
sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa nasogaster) dengan hati-hati dan terus
menerus (dauer) selama 6 minggu. Setelah 6 minggu esofagoskopi diulang kembali.
Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini dilakukan dilatasi
dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilakukan sekali seminggu, bila keadaan pasien lebih
baik dilakukan sekali 2 minggu, setelah sebulan, sekali 3 bulan, dan demikian seterusnya
sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang
memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis ujung ke ujung
(end to end).
Diet
Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan lembut atau cair hingga keluhan
menelan hilang. Sebaiknya dihindari makanan pedas yang bisa mengiritasi esofagus. Pasien
dinasehatkan tidak mengkonsumsi alkohol.
7. Apakomplikasidarikasustersebutdanbagaimanamenanganinya?
Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia
aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian.
Komplikasi tersering dari esofagitis korosif adalah mediastinitis dan perforasi
esofagus. Mediastinitis terjadi akibat kontaminasi jaringan mediastinum oleh isi dari
esofagus yang mengalami perforasi esofagus. Robekan kecil biasanya akan tertutup
secara spontan tanpa ada infeksi mediastinum yang signifikan. Perforasi yang lebih
serius yang ditandai dengan kebocoran yang terus menerus megakibatkan respon
inflamasi dan infeksi pada jaringan di mediastinum. Perlu diketahui bahwa
menegakkan diagnosis perforasi esofagus agak sulit karena lambatnya perkembangan
gejala yang muncul.
Apnea, penyakit pernapasan kronia (contohnya asma) dan gagal tumbuh merupakan
komplikasi yang sering didapatkan pada anak-anak. Pada kasus esofagitis yang
dinyatakan sembuh, bisa juga timbul komplikasi berupa obstruksi karena
terbentuknya striktur.
8. Bagimanakeluhanyangterjadiapabilaterjadikomplikasitersebut?